Anda di halaman 1dari 8

Hari, tanggal pratikum: Rabu, 22 Juni 2016

Kamis, 23 Juni 2016

Judul pratikum : Bioassay

Tujuan pratikum : Untuk mengetahui dosis efektif abate dalam membunuh larva Aedes
Aegypti

Prinsip kerja : Dengan menentukan dosis abate pada setiap ember yang akan diberikan
perlakuan,, dan lihat setelah 24 jam berapa banyak jentik yang mati.

Alat :

1. Ember
2. Petridish
3. Pipet tetes
4. Beaker glass
5. pH meter
6. thermometer Lingkungan
7. Tissue

Bahan :

1. Air hujan
2. Larva Aedes Aegypti

Dasar teori :

Nyamuk Ae. aegypti terdapat pada daerah tropis dan subtropis di seluruh dunia
dalam garis lintang 35°LU dan 35°LS, dengan ketinggian wilayah kurang dari 1000 meter di
atas permukaan air laut. Nyamuk Ae. aegypti berasal dari Afrika, khususnya Ethiopia.
Penyebaran nyamuk Ae. aegypti ke seluruh dunia terjadi pada abad ke 19, yang disebabkan
oleh meningkatnya penggunaan kapal dagang dalam perdagangan antar benua. Nyamuk Ae.
aegypti pada awalnya hanya hidup di daerah tepi pantai, tetapi kemudian menyebar ke
daerah pedalaman (Sumarmo, 1988).
Nyamuk Ae. aegyptibetina bersifat anthropofilik, karenanya lebih menyukai darah
manusia daripada darah binatang. Nyamuk Ae. aegyptibetina menghisapdarah dengan tujuan
mematangkan telur dalam tubuhnya. Nyamuk Ae. Aegyptibetina mempunyai kebiasaan
menggigit beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat (multiple bites)
disebabkan sifat sensitif yang dimilikinya.Nyamuk Ae. aegyptibetina biasanya menggigit di
dalam rumah dengan aktivitas menggigit antara pukul 09.00-10.00 dan pukul 16.00-17.00.
Pada malam hari nyamuk Ae.aegypti(betina maupun jantan) beristirahat di dalam rumah
pada benda-benda yang tergantung seperti pakaian, kelambu, kopiah, dan pada tempat-
tempat gelap di dalam rumah (Sumarmo, 1988).
Tempat perkembangbiakan nyamuk Ae.aegyptiadalah penampungan air bersih di
dalam rumah ataupun berdekatan dengan rumah, dan air bersih tersebut tidak bersentuhan
langsung dengan tanah. Tempat perkembangbiakan tersebut berupa: Tempat penampungan
air (TPA) yaitu tempat menampung air guna keperluan sehari-hari seperti drum, tempayan,
bak mandi, bak WC dan ember. Selain itu juga dapat ditemukan ditempat yang biasa
digunakan untuk menampung air tetapi bukan untuk keperluan sehari-hari seperti tempat
minum hewan piaraan, kaleng bekas, ban bekas, botol, pecahan gelas, vas bunga dan
perangkap semut. Selain itu juga dapat ditemukan di lubang pohon, lubang batu, pelepah
daun, tempurung kelapa, kulit kerang, pangkal pohon pisang dan potongan bambu.
Aedes aegypti suka bertelur di air jernih yang tidak berpengaruh langsung dengan
tanah dan lebih menyukai kontainer yang di dalam rumah dari pada di luar rumah. Hal ini
disebabkan suhu di dalam rumah relative lebih stabil. Seekor nyamuk selama hidupnya
dapat bertelur 4-5 kali dengan rata-rata jumlah telur berkisar 10 – 100 butir dalam sekali
bertelur. Telur akan menetas dalam waktu 75 jam atau 3 sampai 4 hari dalam temperature
antara 25-30 0C dengan kelembaban nisbi antara 75%-93%. Daya tahan telur terhadap
pengaruh temperature sangat berarti, pada temperature 400C telur mampu bertahan selama
25 jam da pada temperatur 17 0C dapat bertahan selama 1 jam. Setelah perkembangan
embrio sempurna telur dapat bertahan pada keadaan kering dalam waktu yang lama (lebih
dari satu tahun) dan akan menetas bila wadah tergenang air.
Menurut Wakhyulianto (2005) telur dan larva nyamuk Ae. aegypti mempunyai
morfologi sebagai berikut:
1. Telur Ae. aegypti berwarna hitam dengan ukuran ± 0,08 mm dan berbentuk seperti sarang
tawon.
2. Larva Ae. aegypti mempunya ciri-ciri sebagai berikut
 Adanya corong udara pada segmen yang terakhir.
 Pada segmen abdomen tidak ditemukan adanya rambut-rambut berbentuk kipas
(Palmatus hairs).
 Pada corong udara terdapat pectin.
 Sepasang rambut serta jumbai akan dijumpai pada corong (siphon).
 Pada setiap sisi abdomen segmen kedelapan terdapat comb scalesebanyak 8-21
atau berjajar 1 sampai 3.
 Bentuk individu dari comb scale seperti duri.
 Pada sisi thorax terdapat duri yang panjang dengan bentuk kurva dan adanya
sepasang rambut di kepala.
Pada stadium larva ada 4 tingkatan perkembangan (instar) larva sesuai dengan
pertumbuhan larva yaitu:
 Larva instar I; berukuran 1-2 mm, duri-duri (spinae) pada dada belum jelas dan
corong pernapasan pada siphon belum jelas.
 Larva instar II; berukuran 2,5–3,5 mm, duri–duri belum jelas, corong kepala
mulai menghitam.
 Larva instar III; berukuran 4-5 mm, duri-duri dada mulai jelas dan corong
pernapasan berwarna coklat kehitaman.
 Larva instar IV; berukuran 5-6 mm dengan warna kepala gelap.
Upaya untuk mengendalikan perkembangan nyamuk Ae.aegypti telah banyak
dilakukan, antara lain dengan cara kimia, cara fisik dan pengendalian hayati. Sampai
sekarang pengendalian nyamuk masih dititikberatkan pada penggunaan insektisida kimia.
Akibat penggunaan insektisida yang berulang-ulang menimbulkan masalah baru yaitu
membunuh serangga bukan target dan timbulnya resistensi vektor. Damar (1997 )
menyatakan bahwa, nyamuk Ae. aegypti sudah toleran terhadap insektisida kelompok
sintetik pyrethroid. Kegiatan bioassay larva dilakukan agar mengetahui evektifitas dari
insektisida yang digunakan. Uji bioassay adalah suatu uji untuk mengetahui kekuatan atau
daya bunuh insektisida baik terhadap nyamuk dewasa maupun jentik(Sugeng Abdullah,
2003).
Abate adalah nama dagang dari temephos, yang dari bahan jenis yaitu insektisida
golongan organofosfat yang digunakan untuk memberantas jentik nyamuk. Temefos
digunakan sejak tahun 1970 dalam bentuk granula pasir.Penggunaannya pada tempat
penampungan air minum dan telah dinyatakan aman oleh WHO dan DepKes RI.(Fajar,
2009). Dosis evektif abate yang dibutuhkan untuk membunuh jentik nyamuk dalam air
adalah 10 gr untuk 100 liter air. Sifat abate berbeda dengan DDT hal ini karena DDT (dikloro
difenil tetrakloroetana) dapat terakumulasi di dalam tubuh, sedangkan abate tidak
terakumulasi di dalam tubuh.
Pada dasarnya abate setelah ditaburkan kedalam penampung air, bubuk abate akan
segera menempel di dinding penampung air, sehingga kadarnya di dalam air minum lebih
rendah dibanding di dinding penampung air. Daya tempelnya mampu bertahan 2 sampai 3
bulan. Abate sebaiknya hanya diaplikasikan pada wadah penampungan air yang sulit dan
jarang dikuras. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir terjadinya keracunan abate terhadap
manusia.
Upaya pengendalian nyamuk untuk mengurangi kejadian penyakit arthropod-born
viral disease telah banyak dilakukan.Pengendalian tersebut meliputi pengendalian fisik,
pengendalian hayati, pengendalian kimiawi, pengendalian genetik dan pengendalian terpadu.
Pengendalian fisik dengan mengelola lingkungan sehingga keadaan lingkungan tidak sesuai
bagi perkembangbiakan nyamuk, pengendalian hayati dengan memanfaatkan organisme
predator dan patogen, pengendalian kimiawi dengan menggunakan insektisida untuk
membunuh nyamuk, pengendalian genetic dilakukan dengan menyebarkan pejantan mandul
ke dalam ekosistem, dan pengendalian terpadu dilakukan dengan menggabungkan berbagai
teknik pengendalian yang ada (Upik Kesumawati Hadi dan Susi Soviana, 2000).
Pemberantasan vektor dengan menggunakan insektisidamerupakan salah satu
program pengendalian penyakit yang ditularkan vektor (demam berdarah). Insektisida yang
digunakan biasanya hanya berdasarkan hasil uji coba terhadap satu spesies saja nyamuk
vektor dan pada kondisi satu daerah saja, sedang indonesia yang merupakan negara
kepulauan dengan keragaman ekosistem kepekaan nyamuk vektorpun mungkin berbeda dari
satu daerah dengan daerah lainnya. Selain itu akibat penggunaan insektisida kimia yang
berulang-ulang menimbulkan masalah baru yaitu membunuh serangga bukan target dan
timbulnya resistensi vektor terhadap insektisida.
Untuk itu dilakukan pengujian terhadap insektisida yang di gunakan untuk melakukan
pengendalian.Apakah insektisida tersebut masih bias di gunakan untuk membrantas vector
atau sudah resisten. Uji biokimia adalah uji resistensi nyamuk terhadap insektisida yang
sangat esensial berdasarkan kuantifikasi enzim yang bertanggung jawab pada proses
resistensi. Keunggulah dari uji biokimia adalah informasi setatus kerentanan diperoleh lebih
cepat dan dapat menunjukan mekanisme penurunan kerentanan (Resistensi dan toleransi)
yang di ukur pada serangga secara individu.(Widiarti, 2002).

Cara Kerja :

1. Menyiapkan semua alat dan bahan yang diperlukan


2. Menyiakan 3-6 buah ember atau paper cup
3. Menyiapkan abate dengan lima variasi dosis dengan satu ember tanpa abate atau sebagai
kontrol yaitu :
4. Mengambil air sebanyak 3 liter yag kemudian dimasukkan kedalam masing-masing
ember tersebut
5. Menimbang abate dengan dosis yang telah ditentukan, lalu masukkan pada kelima ember
dengan satu ember sebagai kontrol tanpa abate
6. Aduk air yang telah diberi abate kurang lebih selama satu menit
7. Setelah itu masukkan 20 ekor larva Aedes Aegypti pada setiap ember
8. Kemudian apabila semua ember sudah terisi dengan larva Aedes Aegypti, selanjutnya
ukur pH dan suhu air tempat perindukkan larva menggunakan pH meter dan thermometer
lingkungan (sebelum perlakuan)
9. Memberikan keterangan pada ember yaitu waktu pengukuran pH dan suhu sebelum
perlakuan
10. Membiarkan perlakuan selama 24 jam
11. Setelah sampai batas waktu 24 jam
12. Mengukur kembali pH dan suhu air tempat perindukkan larva dengan menggunakan pH
eter dan thermometer lingkungan setelah perlakuan dan menghitung jumlah lava yang
mati
13. Dan menuliskan hasil pada table yang telah ditentukan

Hasil Pratikum :

1. Sebelum perlakuan

NO Dosis gr/L pH Suhu


Countainer (ember) Container (ember)
1 0,3 5,73 26,7
2 0,6 5,73 26,7
3 0,9 5,73 26,7
4 1,2 5,73 26,7
5 1,5 5,73 26,7
6 Kontrol 5,73 26,7

2. Sesudah perlakuan

NO Dosis gr/L pH Suhu


Countainer (ember) Container (ember)
1 0,3 5,7 27,4
2 0,6 5,8 27,5
3 0,9 3,8 27,5
4 1,2 5,1 27,7
5 1,5 5,3 27,7
6 Kontrol 5,4 27,8
3. Jumlah Larva yang mati sesudah perlakuan

NO Dosis gr/L Jumlah larva mati

1 0,3 20
2 0,6 20
3 0,9 20
4 1,2 20
5 1,5 20
6 Kontrol 2

Pembahasan :

Pada pratikum kali ini dilakukan uji bioassay dengan tujuan untuk mengetahui efektivitas
larvasida atau abate dalam membunuh larva Aedes Aegypti. Sebelumnya diperlukan countainer
(ember) sebanyak enam buah dan jentik Aedes Aegyti sebanyak 200 jentik. Setiap ember
masukkan air sebanyak 3 liter, kemudian di ukur pH dan suhunya sesudah itu masukkan abate
pada masing-masing ember dengan dosis yang telah ditentukan sedangkan pada kontrol tidak di
berikan abate, dan di masukkan 20 ekor jentik pada lima ember yang sudah diberikan abte
dengan dosis masing-masing, dan dibiarkan selama 24 jam. Setelah 24 jam di dapatkan hasil ada
2 jentik yang mati pada kontrol sedangkan pada lima ember perlakuan semua jentik mati. Hal
tersebut menunjukkan bahwa dosis terendah yaitu 0,3 gram/L sudh dapat mematikan jentik
nyamuk Aedes Aegypti.

Kesimpulan :

Diketahui dosis 0,3 gram/ 3 liter sudah dapat mematikan jentik pada waktu 24 jam dan pada
kontrol tidak ada jentik nyamuk yang mati.
Daftar Pustaka :

Anton Sito. 2008. Hubungan Perilaku Tentang Pemerantasan Sarang Nyamuk Dan Kebiasan
Keluarga Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue Di Kecamatan Medan Perjuangan Kota
Medan Tahun 2008. Tesis. Semarang: UNDIP

Sumarno. 1988. Demam Berdarah (Dengue) pada Anak. Jakarta: UI PRESS

Anda mungkin juga menyukai