Anda di halaman 1dari 13

KEMISKINAN DAN KESENJANGAN

Masalah.

1. Permasalahan Pokok.

Masalah pokok Negara berkembang Kesenjangan ekonomi atau ketimpangan


distribusi pendapatan atau tingkat kemiskinan atau jumlah orang yang hidup dibawah
garis kemiskinan

Meningkat dan Pemerintah


merata berhasil

Kesejahteraan:
Pendapatan perkapita Menurun
Distribusi pendapatan Meningkat dan Pemerintah
tidak merata Gagal
Tidak berubah dan
tidak merata

Kebijakan dan perencanaan pembangunan Orde Baru adalah pembangunan


dipusatkan di Jawa (khususnya diJakarta) dengan harapan akan terjadi “Trickle Down
Effect” dengan orientasi pada pertumbuhan yang tinggi.

2. Strategi Pembangunan.

Pada awal pemerintah orde baru percaya bahwa proses pembangunan ekonomi akan
menghasilkan Trikle down effect Hasil pembangunan akan menetes ke sector-
sektor lain dan wialayah Indonesia lainnya.

Fokus pembangunan ekonomi pemerintah Mencapai laju pertumbuhan ekonomi yg


tinggi dalam waktu yang singkat melalui pembangunan pada:

a. Wilayah yang memiliki fasilitas yang relative lengkap (pelabuhan, telekomunikasi,


kereta api, kompleks industri, dll) yakni di P. Jawa khsususnya Jawa Barat.
b. Sektor-sektor tertentu yang memberikan nilai tambah yang tinggi.

3. Hasil strategi pembangunan Kurang efektif.

a. 1980 – 1990 Laju pertumbuhan ekonomi (PDB) tinggi


b. Kesenjangan semakin besar (jumlah orang miskin semakin banyak)

4. Perubahan strategi pembangunan

Berdasarkan hasil pembangunan tsb, mulai PELITA 3 pemerintah merubah tujuannya


menjadi mencapai pertumbuhan dan kesejahteraan masyarakat.

Strategi a. Konsentrasi pembangunan diseluruh Indonesia

1
b. Pembangunan untuk seluruh sektor pengembangan sektor
pertanian melalui berbegai program seperti transmigrasi, industri
padat karya, industri rumah tangga

Konsep dan Difinisi.

Pengukuran Kemiskinan

a. Kemiskinan relatif
Konsep yg mengacu pada garis kemiskinan yakni ukuran kesenjangan dalam
distribusi pendapatan. Kemiskinan relatif proporsi dari tingkat pendapatan
rata-rata.

b. Kemiskinan absolute (ekstrim)  Konsep yg tidak mengacu pada garus


kemiskinan yakni derajad kemiskinan dibawah dimana kebutuhan minimum untuk
bertahan hidup tidak terpenuhi.

Pertumbuhan, Kesenjangan dan Kemiskinan.

Data 1970 – 1980 menunjukkan ada korelasi positif antara laju pertumbuhan dan
tingkat kesenjangan ekonomi.
Semakin tinggi pertumbuhan PDB/pendapatan perkapita, semakin besar perbedaan
sikaya dengan simiskin.

Penelitian di Asia Tenggara oleh Ahuja, dkk (1997) menyimpulkan bahwa selama
periode 1970an dan 198an ketimpangan distribusi pendapatan mulai menurun dan
stabil, tapi sejak awal 1990an ketimpangan meningkat kembali di LDC’s dan DC’s
seperti Indonesia, Thaliland, Inggris dan Swedia.

Janti (1997) menyimpulkan  semakin besar ketimpangan dalam distribusi


pendapatan disebabkan oleh pergeseran demografi, perubahan pasar buruh, dan
perubahan kebijakan publik. Perubahan pasar buruh ini disebabkan oleh kesenjangan
pendapatan dari kepala keluarga dan semakin besar saham pendapatan istri dalam
jumlah pendapatan keluarga.

Hipotesis Kuznets ada korelasi positif atau negatif yang panjang antara tingkat
pendapatan per kapita dengan tingkat pemerataan distribusi pendapatan.

Dengan data cross sectional (antara negara) dan time series, Simon Kuznets
menemnukan bahwa relasi kesenjangan pendapatan dan tingkat pendapatan
perkapita berbentuk U terbalik.

Tingkat Kesenjangan

Periode
Tingkat Pendapatan Per Kapita

2
Hasil ini menginterpretasikan: Evolusi distribusi pendapatan dalam proses transisi
dari ekonomi pedesaan ke ekonomi perkotaan (ekonomi industri)  Pada awal
proses pembangunan, ketimpangan distribusi pendapatan naik sebagai akibat proses
urbanisasi dan industrialisasi dan akhir proses pembangunan, ketimpangan menurun
karena sektor industri di kota sudah menyerap tenaga kerja dari desa atau produksi
atau penciptaan pendapatan dari pertanian lebih kecil.

Banyak studi untuk menguji hipotesis Kuznets dengan hasil:


a. Sebagian besar mendukung hipotesis tersebut, tapi sebagian lain menolak
b. Hubungan positif pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan hanya dalam
jangka panjang dan ada di DC’s
c. Kurva bagian kesenjangan (kiri) lebih tidak stabil daripada porsi kesenjangan
menurun sebelah kanan.

Deininger dan Squire (1995) dengan data deret waktu mengenai indeks Gini dari 486
observasi dari 45 LDC’s dan DC’s (tahun 1947-1993) menunjukkan indeks Gini
berkorelasi positif antara tahun 1970an dengan tahun 1980an dan 1990an.

Anand dan Kanbur (1993) mengkritik hasil studi Ahluwalia (1976) yang mendukung
hipotesis Kuznets. Keduanya menolak hipotesis Kuznets dan menyatakan bahwa
distribusi pendapatan tidak dapat dibandingkan antar Negara, karena konsep
pendapatan, unit populasi dan cakupan survey berbeda.

Ravallion dan Datt (1996) menggunakan data India:


 proxy dari pendapatan perkapita dengan melogaritma jumlah produk domestik
(dalam nilai riil) per orang (1951=0)
 proxy tingkat kesenjangan adalah indeks Gini dari konsumsi perorang (%)
Hasilnya menunjukkan tahun 1950an-1990an rata-rata pendapatan perkapita
meningkat dan tren perkembangan tingkat kesenjangan menurun (negative).

Ranis, dkk (1977) untuk China menunjukkan korelasi negative antara pendapatan dan
kesenjangan.

Hubungan Pertumbuhan dan Kemiskinan.

Hipotesis Kuznets: Pada tahap awal pembangunan tingkat kemiskinan meningkat dan
pada tahap akhir pembangunan tingkat kemiskinan menurun.

Faktor yang berpengaruh pada tingkat kemiskinan:


a) Pertumbuhan
b) Tingkat pendidikan
c) Struktur ekonomi

Wodon (1999) menjelaskan hubungan pertumbuhan output dengan kemiskinan


diekspresikan dalam:

Log Gkt = α + βLog Wkt + αt + ∑kt

Dimana:
 Gkt : Indeks gini untuk wilayah k pada periode t
 Wkt : Rata-rata konsumsi/pendapatan riil (rasio kesejahteraan) diwilayah k pada
periode t

3
 αt : Efek lokasi yang tetap
 ∑kt : Term kesalahan

Dalam persamaan tersebut, elastisitas ketidakmerataan distribusi pendapatan


terhadap pertumbuhan merupakan komponen kunci dari perbedaan antara efek bruto
(ketimpangan konstan) dan efek neto (efek dari perubahan ketimpangan) dari
pertumbuhan pendapatan terhadap kemiskinan.

 g : efek bruto (ketimpangan konstan)


 l : efek neto (efek dari perubahan ketimpangan)
 b : elatisitas ketimpangan terhadap pertumbuhan
 d : elastisitas kemiskinan terhadap ketimpangan

Pertumbuhan Ketimpangan Kemiskinan

maka,
Λ = γ + βδ
Elatisitas ketimpangan terhadap pertumbuhan dan elastisitas kemiskinan terhadap
ketimpangan diperoleh dengan persamaan:

Log Pkt = w + Log Wkt + Log Gkt + wk + vkt


Dimana:

 Pkt : Kemiskinan diwilayah k pada periode t


 Gkt : Indeks gini untuk wilayah k pada periode t
 Wkt : Rata-rata konsumsi/pendapatan riil (rasio kesejahteraan)
diwilayah k pada periode t
 Wk : efek-efek yang tetap
 vkt :term kesalahan

Studi empiris di LDC’s menunjukkan ada korelasi yang kuat antara pertumbuhan
ekonomi dengan kemiskinan. Studi lain menunjukkan bahwa kemiskinan berkorelasi
dengan pertumbuhan output (PDB) atau Pendapatan nasional baik secara agregat
maupun disektor-sektor ekonomi secara individu.

a) Ravallion dan Datt (1996) dengan data dari India menemukan bahwa
pertumbuhan output disektor-sektor primer khususnya pertanian jauh lebih
efektif terhadap penurunan kemiskinan dibandingkan dengan sector sekunder.
b) Kakwani (2001) untuk data dari philipiana menunjukkan hasil yang sama
dengan Ravallion dan Datt. Peningkatan output sektor pertanian 1%
mengurangi jumlah kemiskinan 1% lebih sedikit. Peningkatan output sektor
industri 1% mengurangi jumlah kemiskinan 0,25 saja.
c) Mellor (2000) menjelaskan ada tendensi partumbuhan ekonomi (terutama
pertanian) mengurangi kemiskinan baik secara mangsung maupun tidak
langsung.
d) Hasan dan Quibria (2002) menyatakan ada hubungan antara pertumbuhan
dengan kemiskinan
e) ADB (1997) untuk NIC’s Asia Tenggara (Taiwan, Korsel, dan Singapura)
menunjukkan pertumbuhan output di sector industri manufaktur berdampak
positif terhadap peningkatan kesempatan kerja dan penurunan kemiskinan

4
f) Dolar dan Kraay (2000) menunjukkan elastisitas pertumbuhan PDB
(pendapatan) perkapita dari kelompok miskin adalah 1% (pertumbuhan rata-
rata 1% meningkatkan pendapatan masyarakat miskin 1%).
g) Timmer (1997) menyimpulkan bahwa elastisitas pertumbuhan PDB
(pendapatan) perkapita dari kelompok miskin adalah 8% artinya kurang dari
proporsional keuntungan bagi kelompok miskin dari pertumbuhan ekonomi

Untuk mengukur pengaruh pertumbuhan sektoral terhadap tingkat kemiskinan


digunakan:

Ln P= a + b1 Ln Y1 + b2 Ln Y2 + b3 Ln Y3 + u + R

Dimana:
P : Fraksi dari jumlah populasi dengan pengeluaran konsumsi dibawah pengeluaran
minimum yang telah ditetapkan sebelumnya (garis kemiskinan)
Y : Tingkat output per kapita untuk sector pertanian, inustri pengolahan, dan jasa
u dan R:term kesalahan

Ada korelasi yang negative antara tingkat pendapatan dan kemiskinan (semakin
tinggi tingkat pendapatan perkapita, semakin rendah tingkat kemiskinan). Nilai
koefisien korelasi untuk 4 wilayah.

Asia Timur Amerika Latin Asia Selatan Afrika Sub-


Sahara
INC -0,03 0,26 0,31 0,17
(-0,03) (1,79) (3,31) (1,72)
LnY -1,60 -1,13 -0,82 -0,71
(-9,36) (-6,11) (-10,12) (-4,53)
Adj. R2 0,84 0,68 0,83 0,93
Observasi 70 107 67 48

Hasil penelitian per sector:

Asia Timur Amerika Latin Asia Selatan Afrika Sub-


Sahara
INC 0,05 0,3 0,36 0,08
(0,6) (2,32) (3,95) (0,78)
LnYpertanian 0,40 -0,33 -1,17 -0,32
(0,66) (-1,47) (-4,29) (-3,05)
LnYindustri -1,31 0,28 -0,03 -0,03
(-4,28) (1,21) (-0,2) (-0,31)
LnYjasa 0,02 -1,21 -0,22 -0,16
(0,08) (-4,88) (-1,3) (-1,55)
Adj. R2 0,84 0,71 0,87 0,93
Observasi 70 107 67 48

Indikator Kesenjangan dan Kemiskinan.

Cara untuk mengukur tingkat kesenjangan dalam distribusi pendapatan dengan:

1. Pendekatan Asiomatic mencakup:

5
a) The Generalied Entropy (GE)

GE( ) = (1/(α2-α)
n=jumlah individu/orang dalam sampel
yi=pendapatan individu (i=1,2,…n)
= (1/n) adalah ukuran rata-rata pendapatan

Nilai GE terletak 0 sampai ∞. Nilai GE 0 berarti distribusi pendapatan merata dan


GE bernilai 4 berarti kesenjangan yang sangat besar.
α = mengukur besarnya perbedaan antara pendapatan dari kelompok yang
berbeda didalam distribusi tersebut dan mempunyai nilai riil

b) Ukuran Atkinson

A=1-
ϵ =parameter ketimpangan, 0<ϵ<1, semakin tinggi nilai ϵ,
semakin tidak seimbang pembagian pendapatan.
Nilai α dari 0 sampai 1. Nilai 0 berarti tidak ada ketimpangan
dalam distribusi pendapatan

c) Koefisien Gini

Gini = (1/2n2-
Nilai koefisien Gini dari 0 sampai 1. Nilai 0 berarti kemerataan sempurna dan nilai 1
berarti ketidakmerataan sempurna (satu orang/kelompok orang disuatu Negara
menikmati semua pendapatan Negara).

Ide dasar perhitngan koefisien Gini adalah Kurva Lorenz

Kurva Lorenz menggambarkan distribusi komulatif pendapatan nasional


diberbagai lapisan penduduk. Sumbu vertical  presentase komulatif pendapatan
nasional & Sumbu horizontal  persentase komulatif penduduk.

 a. Semakin dekat dg diagonal, 100


semakin merata pendapatan
80
 b. Semakin jauh dg diagonal
semakin tidak merata pendapatan 60
50
40

20 Kurva
Lorenz

Komulatif % Jumlah Penduduk


0
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Indeks/Rasio Gini merupakan koefisien yang berkisar 0 sampai 1, yang menjelaskan


kadar ketimpangan distribusi pendapatan nasional.

 Semakin kecil angka ini, semakin merata distribusi pendapatan


 Semakin besar angka ini, semakin tidak merata distribusi pendapatan

Angka Gini ini dapat ditaksir secara visual langsung dari kurva Lorenz. Semakin kecil
angka ini ditunjukkan kurva lorenz yang mendekati diagonal yang berarti kecil luas
area dan sebaliknya.

n
G = 1 - ∑ ( X t+1 – Xi ) ( Yi + Y t+1)
1
n
G = 1 - ∑ fi (Yi + Y t+1)
1
G = Rasio Gini
fi = Proporsi Jumlah Rumah Tangga dalam kelas t
Xi = Proporsi Jumlah Komulatif Rumah Tangga dalam kelas t
Yi = Proporsi Jumlah Komulatif Pendapatan dalam kelas t

2. Kriteria Bank Dunia.


Bank dunia mengklasifikasikan ketidakmerataan berdasarkan tiga lapisan:
 40 % penduduk berpendapatan terendah Penduduk termiskin
 40 % penduduk berpendapatan menengah
 20 % penduduk berpendapatan tinggi

KLASIFIKASI DISTRIBUSI PENDAPATAN


Ketimpangan Parah 40 % penduduk berpendapatan rendah menikmati < 12 %
pendapatan nasional
Ketimpangan Sedang 40 % penduduk berpendapatan rendah menikmati 12 - 17 %
pendapatan nasional
Ketimpangan Lunak 40 % penduduk berpendapatan rendah menikmati > 17 %
Pendapatan Nasional

(Distribusi Merata) pendapatan nasional


Pertengahan tahun 1997 Pendapatan per kapita Indonesia $ US 1,000 dengan 10 %
Komulatif %

penduduk saja yang menikmati 90% pendapatan nasional dan 90 % penduduk yang
menikmati 10% pendapatan nasional berarti pemerataan pendapatan pendapatan
masih kurang.

Perbandingan Indonesia dengan Swiss

Kurva
Lorenz

Kurva Lorenz
Kurva
Lorenz

Indonesia Swiss
Rasio Angka Gini.
Tahun Kota Desa Nasional
1965 0,34 0,35 0,35
1970 0,33 0,34 0,35
1976 0,35 0,31 0,34
1978 0,38 0,34 0,40
1980 0,36 0,31 0,34
1981 0,33 0,29 0,33
1984 0,32 0,28 0,33
1986 0,32 0,27 0,33
1987 0,32 0,26 0,32
1990 0,34 0,25 0,32
1993 0,33 0,26 0,34
1994 0,34 0,26 0,34
1995 0,35 0,27 0,35
1996 0,35 0,27 0,36
1997 0,35 0,26 0,37

 Tahun 1065 – 1970 laju rata-rata pertahun PDB 2,7 % dengan angka Gini rat-
rata per tahun 0,35
 1971 – 1980 laju rata-rata pertahun PDB 6 % dengan angka Gini rat-rata per
tahun 0,4
 Tahun 1065 – 1970 laju rata-rata pertahunPDB 2,7 % dengan angka Gini rat-rata
per tahun 0,35
 1981 – 1990 laju rata-rata pertahun PDB 5,4 % dengan angka Gini rat-rata per
per tahun 0,3

8
Foster (1984) memperkenalkan 3 indkator untuk mengukur kemiskinan:
a) The incidence of poverty (rasio H) yaitu % dari populasi yang hidup adlam
keluarga dengan pengeluaran konsumsi perkapita dibawah garis kemiskinan
b) The depth of poverty yaitu menggambarkan dalamnya kemiskinan disuatu
wilayah yang diukur dengan Poverty Gap Index / indeks jarak kemiskinan (IJK)
yaitu mengestimasi jarak pendapatan orang miskin dari garis kemiskinan sebagai
proporsi dari garis tersebut.

a
Pa = (1/n) untuk semua yi <z
Indeks Pa sensitive terhadap distribusi, jika a>1.

= perbedaan antara garis kemiskinan (z) dan tingkat

pendapatan dari kelompok ke I keluarga miskin (yi) dalam bentuk % dari garis
kemiskinan.
a
= % eksponen dari besarnya pendapatan yang tekor dan jika
dijumlahkan dari semua orang miskin dan dibagi dengan jumlah populasi, maka
akan menghasilkan indeks Pa.

c) The severity of poverty/Distributionally Sensitive Index yaitu mengukur tingkat


keparahan kemiskinan dengan indeks keparahan kemiskinan (IKK) atau
mengetahui intensitas kemiskinan.

9
Peneliti lain memasukkan 2 faktor lain yakni rata-rata besarnya kekurangan
pendapatan orang miskin dan besarnya ketimpangan dalam distribusi pendapatan
antar orang miskin. Semakin rata-rata besarnya kekurangan pendapatan orang
miskin, semakin besar gap pendapatan antar orang miskin sehingga kemiskinan
bertambah besar. Dengan memasukkan 2 faktor tersebut, maka muncul Indeks
Kemiskinan Sen:

S = H [I + (1-I)Gini]

I adalah jumlah rata-rata difisit pendapatan dari orang miskin sebagai % dari garis
kemiskinan.
Koefisien Gini mengukur ketimpangan antar orang miskin.
Jika salah satu factor ini naik, maka kemiskinan meningkat.

Perubahan pola distribusi pendapatan dipedesaan disebabkan oleh:


a) Urbanisasi jaman ordebaru sangat pesat
b) Struktur pasar dan besar distorsi yang berbeda antara kota dan desa. Desa
memiliki jumlah sektor, output per sektor, dan pendapatan perkapita lebih kecil
daripada kota.
c) Dampak positif pembangunan nasional yang berbentuk: (a) berbagai kegiatan
ekonomi di desa (perdagangan, industry dan jasa); (b) Produksitivitas dan
pendapatan TK pertanian dan penggunaan teknologi pertanian meningkat; dan (c)
pemanfaatan SDA yang lebih baik di desa.

Perubahan tingkat upah (W) di desa dan kota dalam rupiah per bulan.
Tahun Kota Desa Rasio D/K
1986 Rp 88.073 Rp 59.237 67
1990 115.835 66.395 57
1997 288,498 186.753 65

Bukti empiris hipotesis U terbalik di Indonesia tahun 1960an sampai 1990an.

Tingkat
Ketimpangan

Pertumbuhan
ekonomi
1960an 1970an 1990an
10
Distribusi dari 1,2 milyar penduduk miskin di dunia yang hidup dengan pendapatan
kurang dari US1 per hari tahun 1998.

Europe and central Asia 2%


Middle East and North Africa 0.50%
South Asia 43.50%
Latin America and The
Caribbean 6.50%
East Asia and Pasific 23.20%
Africa -SubSaharan 24.30%

Sumber: World Bank

Perubahan tingkat kemiskinan dan GDP per kapita di Asia.

Negara Kemiskinan Perubahan Tahunan


Tahun % Tahun % Kemiskinan PDB Riil
per kapita
Bangladesh 1992 58,8 1996 53,1 -2,5 3,1
Cina 1994 8,4 1996 6 -15,5 10,5
India 1992 40,9 1994 35 -7,5 3,3
Indonesia 1990 15,1 1996 15,7 0,6 6,2
Korsel 1994 16,4 1995 12,3 -25 7,3

11
Malaysia 1995 9,6 1997 6,8 -15,8 4,2
Pakistan 1993 22,4 1997 31 8,5 1,5
Philipina 1994 40,6 1997 36,8 -3,2 2,6
Taiwan 1996 0,5 1997 0,5 0 5,3
Thailand 1994 16,3 1996 11,4 -16,4 7,7
Vietnam 1996 19,2 1997 17,7 -8 7,4

Kebijakan Anti kemiskinan.

Hubungan antara pertumbuhan ekonomi, kebijakan, kelembagaan dan penurunan


kemiskinan disajikan dan gambar berikut ini.

Kebijakan Pertumbuhan
Prokemiskinan
Pertumbuhan
Ekonomi Pertumbuhan
kemiskinan
Pertumbuhan
Kelembagaan Propemerataan
Kebijakan lembaga dunia mencakup World Bank, ADB, UNDP, ILO, dsb.

World bank (1990) peprangan melawan kemiskinan melalui:


a) Pertumbuhan ekonomi yang luas dan menciptakan lapangan kerja yang padat
karya
b) Pengembangan SDM
c) Membuat jaringan pengaman social bagi penduduk miskin yang tidak mampu
memperoleh dan menikmati pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja serta
pengembangan SDM sebagai akibat dari cacat fisik dan mental, bencana, konflik
social atau wilayah yang terisolasi

World bank (2000) memberikan resep baru dalam memerangi kemiskinan dengan 3
pilar:
a) Pemberdayaan yaitu proses peningkatan kapasitas penduduk miskin untuk
mempengaruhi lembaga-lembaga pemerintah yang mempengaruhi kehidupan
mereka dengan memperkuat partisipasi mereka dalam proses politik dan
pengambilan keputusan tingkat local.
b) Keamanan yaitu proteksi bagi orang miskin terhadap goncangan yang merugikan
melalui manajemen yang lebih baik dalam menangani goncangan ekonomi
makrodan jaringan pengaman yang lebih komprehensif
c) Kesempatan yaitu proses peningkatan akses kaum miskin terhadap modal fisik
dan modal manusia dan peningkatan tingkat pengembalian dari asset asset
tersebut.

ADB (1999) menyatakan ada 3 pilar untuk mengentaskan kemiskinan:


a) Pertumbuhan berkelanjutan yang prokemiskinan
b) Pengembangan social yang mencakup: pengembangan SDM, modal social,
perbaikan status perempuan, dan perlindungan social

12
c) Manajemen ekonomi makro dan pemerintahan yang baik yang dibutuhkan untuk
mencapai keberhasilan
d) Factor tambahan:
 Pembersihan polusi udara dan air kota-kota besar
 Reboisasi hutan, penumbuhan SDM, dan perbaikan tanah

Strategi oleh pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan:


a) Jangka pendek yaitu membangun sector pertanian, usaha kecil dan ekonomi
pedesaan
b) Jangka menenga\h dan panjang mencakup:
 Pembangunan dan penguatan sector swasta
 Kerjasama regional
 Manajemen APBN dan administrasi
 Desentralisasi
 Pendidikan dan kesehatan
 Penyediaan air bersih dan pembangunan perkotaan
 Pembagian tanah pertanian yang merata

13

Anda mungkin juga menyukai