Anda di halaman 1dari 12

MAWARIS DALAM ISLAM

A. PENGERTIAN MAWARIS
Ilmu mawaris adalah salah satu cabang ilmu yang penting dalam Islam. Ilmu yang
menyangkut pembagian waris ini memberikan ketentuan mengenai pembagian harta waris
agar dapat dapat disalurkan kepada yang berhak menerima sekaligus mencegah
kemungkinan terjadinya konflik dalam keluarga maupun perselisihan dalam pembagian
harta warisan tersebut. Dengan ilmu mawaris ini, harta akan dibagikan secara adil dan tidak
ada pihak-pihak yang merasa dirugikan.
Dari Abdullah Ibnu Mas’ud bahwa Rasulullah saw. bersabda:
“Pelajarilah Al-Qur’an dan ajarkanlah kepada orang lain, serta pelajarilah faraid dan
ajarkanlah kepada orang lain. Sesungguhnya aku seorang yang bakal meninggal, dan ilmu
ini pun bakal sirna hingga akan muncul fitnah. Bahkan akan terjadi dua orang yang akan
berselisih dalam hal pembagian (hak yang mesti ia terima), namun keduanya tidak
mendapati orang yang dapat menyelesaikan perselisihan tersebut. ” (HR Daruquthni).
Kata mawaris berasal dari kata waris atau Al-miirats, waritsa yang berarti berpindahnya
sesuatu yakni harta yang berupa materi dari seseorang yang disebut sebagai pewaris kepada
orang lain yang disebut sebagai ahli waris. Ilmu yang mempelajari hal-hal yang menyangkut
waris disebut dengan ilmu mawaris atau dikenal juga dengan istilah fara’id. Kata fara’id
atau dalam bahasa arab, mafrud’ah, adalah bagian pada harta peninggalan yang telah
ditentukan kadarnya. sedangkan secara istilah mawaris atau Warisan diartikan sebagai
perpindahan harta atau kepemilikan suatu benda dari orang meninggal dunia atau pewaris
kepada ahli warisnya yang masih hidup.
Harta warisan atau harta peninggalan dalam ilmu mawaris dikenal dengan sebutan
tirkah yang artinya peninggalan. Tirkah diartikan sebagai sesuatu atau harta yang berupa
materi ditinggalkan oleh pewaris atau orang yang meninggal, dan pembagiannya harus
sesuai dengan syariat Islam.

B. DASAR HUKUM MAWARIS


Hukum mawaris mengatur hal-hal yang menyangkut harta peninggalan (warisan) yang
ditinggalkan oleh ahli waris atau orang yang meninggal. Ilmu mawaris dalam islam
mengatur peralihan harta peninggalan dari pewaris kepada nasabnya atau ahli warisnya yang
masih hidup. Adapun dasar-dasar hukum yang mengatur ilmu mawaris adalah sebagai
berikut:

‫َصيب ِل ِلر َجا ِل‬ ِ َ‫اء َو ْاْل َ ْق َربُونَ ْال َوا ِلد‬
ِ ‫ان ت ََركَ ِم َّما ن‬ ِ ‫س‬َ ‫َصيب َو ِل ِلن‬ ِ َ‫ْال َوا ِلد‬
ِ ‫ان ت ََركَ ِم َّما ن‬ َ‫َو ْاْل َ ْق َربُون‬ ۚ ‫ِم َّما قَ َّل ِم ْنهُ أ َ ْو َكث ُ َر‬

‫َصيبًا َم ْف ُروضًا‬
ِ ‫ن‬

“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya,
dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan
kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan”.
(QS. An-nisa (4): 7)

‫احدَةً فَلَ َها‬


ِ ‫َت َو‬ ْ ‫سا ًء فَ ْوقَ اثْنَتَي ِْن فَلَ ُه َّن ثُلُثَا َما ت ََركَ ۖ َوإِ ْن كَان‬ َ ِ‫َّللاُ فِي أ َ ْو ََل ِد ُك ْم ۖ ِللذَّك َِر ِمثْ ُل َح ِظ ْاْل ُ ْنث َ َيي ِْن ۚ فَإ ِ ْن ُك َّن ن‬
َّ ‫ُوصي ُك ُم‬
ِ ‫ي‬
ُ ُ‫ُس ِم َّما ت َ َركَ إِ ْن َكانَ لَهُ َولَد ۚ فَإ ِ ْن لَ ْم يَ ُك ْن لَهُ َولَد َو َو ِرثَهُ أَبَ َواهُ فَ ِِل ُ ِم ِه الثُّل‬
َ‫ث ۚ فَإ ِ ْن َكان‬ ُ ‫سد‬ ِ ‫ف ۚ َو ِْلَبَ َو ْي ِه ِل ُك ِل َو‬
ُّ ‫اح ٍد ِم ْن ُه َما ال‬ ُ ‫ص‬
ْ ِ‫الن‬
ً ‫ضة‬
َ ‫ُوصي ِب َها أَ ْو دَي ٍْن ۗ آبَا ُؤ ُك ْم َوأ َ ْبنَا ُؤ ُك ْم ََل تَد ُْرونَ أَيُّ ُه ْم أ َ ْق َربُ لَ ُك ْم نَ ْفعًا ۚ فَ ِري‬ ِ ‫ُس ۚ ِم ْن بَ ْع ِد َو‬
ِ ‫صيَّ ٍة ي‬ ُّ ‫لَهُ ِإ ْخ َوة فَ ِِل ُ ِم ِه ال‬
ُ ‫سد‬
َّ ‫َّللاِ ۗ ِإ َّن‬
‫َّللاَ َكانَ َع ِلي ًما َح ِكي ًما‬ َّ َ‫ِمن‬

“Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anakanakmu. Yaitu :


bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan; dan jika
anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, Maka bagi mereka dua pertiga dari harta
yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh separo
harta. dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang
ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak;n jika orang yang meninggal tidak
mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), Maka ibunya mendapat
sepertiga; jika yangmeninggal itu mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat
seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat
atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu
tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu.
ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Bijaksana”.(QS. An-nisa (4): 11)

C. TUJUAN HUKUM WARIS


Tujuan dari pengaturan harta waris adalah agar tidak ada persengketaan atau
perselisihan mengenai harta yang telah ditinggalkan oleh orang yang telah meninggal.
Dengan pengaturan harta waris maka tidak akan ada pihak atau orang yang merasa berhak,
merasa paling harus menguasai harta yang ditinggalkan. Pembagian harta warisan akan
lebih kekeluargaan dan tidak mengundang konflik.
Tidak jarang, dengan adanya permasalahan waris, keluarga menjadi terpecah belah dan
bertengkar karena perebutan harta waris. Untuk itu, Allah dalam fungsi agama memberikan
aturan bagaimana tentang harta waris dalam islam agar membawakan kemaslahatan.
Sebelum mengatur soal warisan, ada hal-hal yang perlu diperhatikan oleh keluarga yang
ditinggalkan dan wajib dilakukan. Jika hal-hal ini tidak diperhatikan dan belum
dilaksanakan, maka lebih baik persoalan pembagian harta waris tidak lebih dulu dilakukan.
Hal-hal tersebut adalah :
1. Berkenaan dengan biaya pemakaman dari orang yang meninggal
2. Wasiat atau pesan yang ditinggalkan
3. Hutang-Piutang yang ditinggalkan (berhutang dalam islam tentu hal yang wajib untuk
dibayar, ditunaikan janjinya untuk mengembalikan)

D. HUKUM DAN SYARAT WARIS


Adapun rukun dan syarat yang harus ada dalam ilmu mawaris ada 3 hal utama yaitu:
1. Al-Muwaris (pewaris)
Orang yang memiliki harta warisan yang telah meninggal dunia dan mewariskannya
kepada ahli warisnya. Syaratnya adalah al-muwaris benar-benar telah dinyatakan
meninggal baik secara hukum maupun medis.
2. Al-Waris (Ahli Waris)
Al waris atau ahli waris adalah orang yang dinyatakan memiliki hubungan nasab atau
kekerabatan yang merupakan hubungan darah, hubungan akibat perkawinan, atau akibat
memerdekakan budak atau hamba sahayanya. Syarat, ahli waris adalah ia dalam keadaan
hidup pada saat al-muwaris Atau orang yang memiliki harta waris meninggal dunia.
Termasuk dalam hal ini adalah bayi yang masih berada dalam kandungan meskipun ia
masih menyerupai janin dan ia terkait nasab dengan al mawaris. Baik pria dan wanita
memiliki hak untuk memperoleh harta warisan.
3. Tirkah
Tirkah adalah harta atau hak yang berpindah dari al muwaris atau pewaris kepada ahli
warisnya. Harta tersebut dapat dikatakan tirkah apabila harta peninggalan almuwaris
yang telah dikurangi biaya perawatan, pengurusan jenazah, hutang dan wasiat yang
sesuai syariat agama islam untuk selanjutnya diberikan kepada ahli waris. Dari
pengertian tersebut maka dapat diketahui perbedaan harta peninggalan dengan harta
warisan. Harta peninggalan adalah semua materi yang ditinggalkan oleh pewaris yang
telah meninggal dunia secara keseluruhan sedangkan harta waris atau tirkah adalah harta
peninggalan yang sesuai syara berhak diberikan kepada ahli waris setelah dikurangi hak
orang lain di dalamnya.

E. SEBAB-SEBAB MEMPEROLEH WARISAN


Adapun hal hal yang menyebabkan seseorang mendapatkan warisan disebutkan dalam tiga
perkara berikut ini
1. Adanya hubungan kekerabatan atau hubungan nasab
Kekerabatan artinya hubungan nasab antara orang yang Memberi warisan atau
almuwaris dengan orang yang diwarisi dan hal ini disebabkan oleh kelahiran atau
hubungan darah. Kekerabatan atau hubungan darah adalah sebab yang paling utama
dalam menerima warisan karena hubungan darah tidak dapat dihilangkan. Allah swt
berfirman dalam Qur’an Surat Al Anfal.
“Orang-orang yang mempunyai hubungan Kerabat itu sebagiannya lebih berhak
terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam kitab Allah. Sesungguhnya
Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Anfal: 75)
2. Adanya hubungan pernikahan
Hubungan pernikahan dalam hal ini adalah sebab mendapatkan warisan dan hal ini
terjadi setelah akad nikah yang sah dilakukan dan terjadi hubungan antara suami istri
meskipun belum terjadi persetubuhan. Adapun suami istri yang melakukan pernikahan
tidak sah tidak menyebabkan adanya hak waris. Istri yang telah mendapatkan talak tidak
berhak menerima warisan dari mantan suaminya.
3. Karena wala’
Wala’ adalah sebab memperoleh warisan akibat jasa seseorang yang telah
memerdekakan seorang hamba dikemudian hari budak atau hamba sahaya tersebut
menjadi kaya. Jika bekas hamba atau budak tersebut yang dimerdekakan meninggal
dunia, maka orang yang memerdekakannya berhak mendapatkan warisan.
Ilmu mawaris penting dipelajari bagi umat islam agar harta warisan dapat diberikan
sesuai ketentuan kepada yang berhak dan dimanfaatkan untuk hal-hal yang bermanfaat.
F. KRITERIA HARTA WARISAN
Harta tirkah atau harta waris yang akan diberikan pada ahli waris harus memenuhi
kriteria berikut ini :
1. Harta tersebut merupakan milik seseorang saat hidupnya atau harta yang dimiliki oleh
pewaris sebelum ia meninggal dunia termasuk harta bergerak maupun tidak bergerak.
Hal ini juga termasuk piutang atau harta yang dipinjamkan atau disewakan kepada orang
lain baik yang belum jelas atau telah jelas masa pelunasannya.
2. Semua benda peninggalan yang dapat dinilai dengan harta. Dalam hal ini dimaksudkan
bahwa harta yang dimiliki menetap pada sebidang tanah atau dapat diketahui wujud dan
bentuknya atau dapat dinilai dengan uang.
3. Harta tirkah juga termasuk harta yang diperoleh setelah sang pewaris wafat atau
meninggal dunia sebagai denda atas tindakan penganiayaan terhadap dirinya Termasuk
dalam kriteria ini juga mencakup diyat atau denda sebagai hukuman atas tindakan pidana
pembunuhan yang semestinya diserahkan kepada ahli waris yang meninggal dunia
karena terbunuh,
4. Harta yang diperoleh setelah pewaris meninggal dunia atau wafat sebagai hasil dari laba
atau untung yang berasal dari harta yang ia investasikan semasa ia hidup misalnya dana
asuransi yang diberikan bila pihak yang membayar asuransi atau pewaris mengalami
musibah yang mengakibatkan kematian.

G. AHLI WARIS DAN PEMBAGIANNYA


Adapun ahli waris dari seorang pewaris yang telah meninggal dunia dalam ilmu
mawaris baik laki-laki maupun wanita adalah sebagai berikut mengenai pembagian harta
warisan :
1. Pihak laki-laki, antara lain:
a. Anak laki-laki.
b. Anak laki-laki dari anak laki-laki (cucu) dari pihak anak laki-laki, dan terus
kebawah, asal pertaliannya masih terus laki-laki.
c. Bapak.
d. Kakek dari pihak bapak, dan terus keatas pertalian yang belum putus dari pihak
bapak.
e. Saudara laki-laki seibu sebapak.
f. Saudara laki-laki sebapak.
g. Saudara laki-laki seibu.
h. Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang seibu sebapak.
i. Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang sebapak.
j. Saudara laki-laki bapak (paman) dari pihak bapak yang seibu sebapak.
k. Saudara laki-laki bapak yang sebapak.
l. Anak laki-laki saudara bapak yang laki-laki (paman) yang seibu sebapak.
m. Anak laki-laki saudara bapak yang laki-laki (paman) yang sebapak.
n. Suami
o. Anak laki-laki orang yang memerdekakan pewaris
Jika ke-15 orang diatas itu masih ada, maka yang mendapat harta waris dari mereka
itu hanya 3 orang saja, yaitu: Bapak, anak laki-laki, dan suami.

2. Pihak perempuan, antara lain


a. Anak perempuan.
b. Anak perempuan dari anak laki-laki dan seterusnya kebawah, asal pertaliannya
dengan yang meninggal itu masih terus laki-laki.
c. Ibu
d. Ibu dari bapak
e. Ibu dari ibu terus keatas pihak ibu sebelum anak laki-laki.
f. Saudara perempuan yang seibu sebapak.
g. Saudara perempuan yang sebapak
h. Saudara perempuan yang seibu
i. Istri
j. Perempuan yang memerdekakan pewaris
Jika ke-10 orang tersebut masih hidup maka yang berhak mewarisi harta tirkah hanya
5 orang saja, yakni istri, anak perempuan, anak perempuan dari anak laki-laki, ibu,
saudara perempuan yang seibu sebapak.
Jika ke 25 orang yang disebutkan diatas baik dari pihak laki-laki maupun dari pihak
perempuan itu masih hidup atau ada, maka yang pasti memperoleh harta warisan hanya
salah seorang dari dua suami istri, ibu dan bapak, anak laki-laki dan anak perempuan.
Mantan istri atau istri yang dijatuhi talak tidak berhak menerima waris dari suaminya
dan juga sebaliknya.
H. JUMLAH BAGIAN AHLI WARIS (FURUDUL MUQADARAH)
Dalam ilmu mawaris juga diatur tata cara dan kadar harta yang dapat diterima oleh ahli
waris diantaranya sebagai berikut :
1. Yang mendapat bagian setengah
a. Anak perempuan, apabila ia hanya sendiri, tidak memiliki saudara
b. Anak perempuan dari anak laki-laki, apabila tidak ada anak perempuan.
c. Saudara perempuan yang seibu sebapak atau sebapak saja, apabila
d. Saudara perempuan seibu sebapak tidak ada dan ia hanya tinggal sendiri saja.
e. Suami, apabila istrinya yang meninggal dunia tidak meninggalkan anak dan tidak
ada pula anak dari anak laki-laki, baik laki maupun perempuan.
2. Yang mendapat bagian seperempat
a. Suami, apabila istrinya meninggal dunia itu meninggalkan anak, baik anak laki-laki
maupun perempuan, atau meninggalkan anak dari anak laki-laki atau perempuan.
b. Istri, baik hanya satu orang atau lebih, jika suami tidak meninggalkan anak (baik
anak laki-laki maupun perempuan) dan tidak pula anak dari anak laki-laki (baik laki-
laki maupun perempuan). Jika istri itu lebih dari satu maka harta dibagi rata.
3. Yang mendapat bagian seperdelapan
Ahli waris yang berhak menerima harta waris sebesar seperdelapan adalah istri, baik
satu atau lebih. Istri mendapat warisan dari suaminya seperdelapan bagian jika
suaminya yang meninggal dunia meninggalkan anak, baik anak laki-laki maupun
perempuan, atau anak dari anak laki-laki, baik laki-laki maupun perempuan.
4. Yang mendapatkan bagian dua pertiga
a. Dua orang anak perempuan atau lebih, dengan syarat apabila tidak ada anak laki-
laki. Jika anak perempuan berbilang atau lebih dari satu, sedangkan anak laki-laki
tidak ada, maka mereka mendapatkan dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh
bapak mereka.
b. Dua orang anak perempuan atau lebih dari anak laki-laki. Apabila anak perempuan
tidak ada, berarti anak perempuan dari anak laki-laki yang berbilang itu, mendapat
warisan dari kakek mereka sebanyak dua pertiga dari harta tirkah.
c. Saudara perempuan yang seibu sebapak apabila berbilang (dua atau lebih).
d. Saudara perempuan yang sebapak, dua orang atau lebih.
5. Yang mendapatkan bagian sepertiga
a. Ibu, apabila yang meninggal tidak meninggalkan anak atau cucu (anak dari anak
laki-laki), dan tidak pula meninggalkan dua orang saudara, baik laki-laki maupun
perempuan, baik seibu sebapak ataupun sebapak saja, atau seibu saja.
b. Dua orang saudara atau lebih dari saudara yang seibu, baik laki-laki maupun
perempuan.
6. Yang mendapatkan bagian seperenam
a. Ibu, apabila ia memiliki anak, beserta anak dari anak laki-laki, atau beserta dua
saudara atau lebih, baik saudara laki-laki atau saudara perempuan, seibu sebapak,
sebapak saja atau seibu saja.
b. Bapak, apabila yang pewaris yang meninggal memiliki anak atau anak dari anak
laki-laki.
c. Nenek (ibu dari ibu atau ibu dari bapak), jika ibu tidak ada.
d. Cucu perempuan dari pihak anak laki-laki, (anak perempuan dari anak laki-laki).
Mereka mendapat seperenam dari harta, baik sendiri ataupun berbilang, apabila
bersama-sama seorang anak perempuan. Tetapi apabila anak perempuan berbilang,
maka cucu perempuan tadi tidak mendapat harta warisan.
e. Kakek (bapak dari bapak), apabila beserta anak atau anak dari anak lakilaki,
sedangkan bapak tidak ada.
f. Seorang saudara yang seibu, baik laki-laki maupun perempuan.
g. Saudara perempuan yang sebapak saja, baik sendiri ataupun berbilang, apabila
beserta saudara perempuan yang seibu sebapak. Jika saudara seibu sebapak
berbilang (dua atau lebih), maka saudara sebapak tidak mendapat harta warisan
sesuai dengan ijma ulama,
Sangat penting untuk membagikan warisan sesuai ketentuan mawaris dalam islam dan
membagikan tepat kadarnya agar tidak terjadi persengkataan atau konflik dalam keluarga
dikemudian hari.

I. CONTOH SOAL
1. Kasus 1
Seorang laki-laki meninggal dunia dengan meninggalkan 1 orang istri , 1 orang anak
laki-laki dan 1 orang anak perempuan dari anak laki-laki.
Jawab:
Cucu perempuan: hajb (terhalang) karena adanya anak laki-laki
Istri: 1/8 karena terdapat anak dan cucu.
Sisa 7/8 untuk anak laki-laki.
Ahli waris Bagian Ashlul Masalah = 8
Istri 1/8 1
Anak laki-laki Sisa 7
Cucu perempuan - -

2. Kasus 2
Seorang laki-laki meninggal dunia dan meninggalkan 1 anak perempuan dan seorang
ayah.
Jawab:
Ayah: 1/6 + 2/6 ‘ashobah
Anak perempuan: 1/2 karena hanya satu, tidak ada anak laki-laki
Ahli waris Bagian Ashlul Masalah = 6
Anak perempuan 1/2 3
Ayah 1/6 + Sisa 3

3. Kasus 3
Seorang wanita meninggal dunia dengan meninggalkan seorang suami, 1 anak
perempuan, 1 anak perempuan dari anak laki-laki, 1 anak laki-laki dari anak laki-laki dari
anak laki-laki (cicit).
Jawab:
Suami: 1/4
Anak perempuan: 1/2
Anak perempuan dari anak laki-laki: 1/6
Cicit: sisanya = 1/12
Ahli waris Bagian Ashlul Masalah = 12
Suami 1/4 3
Anak perempuan 1/2 6
Anak perempuan dari
1/6 2
anak laki-laki
Cicit Sisa 1
4. Kasus 4
Seorang pria meninggal dunia meninggalkan seorang ibu, seorang saudara kandung
wanita dan seorang paman.
Jawab:
Ibu: 1/3
Saudara kandung wanita: 1/2
Paman: sisa = 1/6
Ahli waris Bagian Ashlul Masalah = 6
Ibu 1/3 2
Saudara kandung wanita 1/2 3
Paman sisa 1

5. Kasus 5
Seorang pria meninggal dunia dengan meninggalkan seorang ibu, seorang ayah, anak
laki-laki, saudara kandung laki-laki
Jawab:
Ibu: 1/6
Ayah: 1/6
Saudara kandung laki-laki: hajb (terhalang oleh anak laki-laki)
Anak laki-laki: sisa
Ahli waris Bagian Ashlul Masalah = 6
Ibu 1/6 1
Ayah 1/6 1
Anak laki-laki sisa 4
Saudara kandung laki-laki - -

6. Kasus 6
Seorang pria meninggal dunia dan meninggalkan 2 anak laki-laki, 1 anak laki-laki dari
anak laki-laki (cucu), ayah, kakek dan nenek.
Jawab:
Ayah: 1/6
Dua anak laki-laki: sisa
Cucu: hajb (terhalangi oleh anak laki-laki)
Kakek: hajb (terhalangi oleh ayah)
Nenek: 1/6
Ahli waris Bagian Ashlul Masalah = 6
Ayah 1/6 1
Nenek 1/6 1
2 anak laki-laki sisa 4
Cucu - -
Kakek - -

7. Kasus 7
Seorang pria meninggal dunia dan meninggalkan ayah, 1 anak perempuan, 1 anak laki-
laki, 1 paman, 1 kakek, 1 anak perempuan dari anak laki-laki.
Jawab:
Ayah: 1/6
Kakek: hajb (terhalangi oleh ayah)
Anak perempuan dari anak laki-laki: hajb (terhalangi oleh anak laki-laki)
Paman: hajb (terhalang oleh anak laki-laki dan ayah)
Anak laki-laki dan anak perempuan: sisa
Anak perempuan: separuh dari laki-laki
Ahli waris Bagian Ashlul Masalah = 6
Ayah 1/6 1
Kakek - -
Anak perempuan dari
- -
anak laki-laki
Anak laki-laki 2/3 10/3
Anak perempuan 1/3 5/3

8. Kasus 8
Seorang pria meninggal dunia dan meninggalkan 1 anak perempuan, 1 saudara
perempuan seayah, 1 anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah, 1 saudara laki-laki
seibu.
Jawab:
Anak perempuan: 1/2
Saudara laki-laki seibu: hajb (terhalangi oleh anak perempuan)
Saudara perempuan seayah: sisa
Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah: hajb (terhalangi oleh saudara perempuan
seayah)
Ahli waris Bagian Ashlul Masalah = 2
Anak perempuan 1/2 1
Suadara laki-laki seibu - -
Saudara perempuan
Sisa 1
seayah
Anak laki-laki dari
- -
saudara laki-laki seayah

Anda mungkin juga menyukai