Anda di halaman 1dari 16

PETUNJUK PELAKSANAAN

HIPMI PERGURUAN TINGGI

I. PENDAHULUAN

Mahasiswa memiliki potensi yang merupakan rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa. yang harus
diarahkan dan dikembangkan dengan baik dalam mempersiapkan dirinya agar mampu meneruskan
cita-cita perjuangan bangsa menuju masyarakat sejahtera.
Mahasiswa merupakan bagian integral bangsa yang memiliki tanggung jawab untuk selalu
meningkatkan kualitas diri, mengembangkan ilmu kependidikan, memperkokoh persatuan dan
kesatuan serta ikut berpartisipasi aktif dalam pembangunan nasional.
Oleh sebab itu, dalam rangka membangun negara menuju kapada terwujudnya kemakmuran
bangsa Indonesia serta keyakinan bahwa kewiraswataan adalah suatu upaya mencapai cita-cita luhur
untuk membangun bangsa, disamping usaha-usaha yang lain, yang dilaksanakan secara ulet, teratur,
berencana, dan dengan penuh keyakinan.
Maka dengan rahmat Tuhan yang maha Esa dan didorong oleh keinginan yang luhur untuk
mencapai cita-cita tersebut diatas, kami para mahasiswa, calon pengusaha muda Indonesia,
menyatakan bersatu berhimpun dalam suatu wadah organisasi kader pengusaha nasional dengan
anggaran dasar dan anggaran rumah tangga sebagai berikut:

BAB I
NAMA, WAKTU, DAN TEMPAT

Pasal 1
Nama
Organisasi ini bernama Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Perguruan Tinggi yang kemudian
disebut sebagai HIPMI PT yang secara organisasi berinduk kepada Himpunan Pengusaha Muda
Indonesia (HIPMI)

Pasal 2
Waktu
HIPMI Perguruan Tinggi didirikan di Bandung, pada tanggal 15 Juni 2011 untuk jangka waktu yang
tidak ditentukan lamanya.

Pasal 3
Tempat
Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Perguruan Tinggi bertempat di Perguruan Tinggi resmi di
Indonesia

BAB II
LANDASAN DAN ASAS

Pasal 4
Landasan
HIPMI Perguruan Tinggi berasaskan Pancasila, dan berlandaskan Tri Dharma Perguruan Tinggi,
Anggaran Dasar HIPMI, Anggaran Rumah Tangga HIPMI, dan Peraturan Organisasi HIPMI.

BAB III
SIFAT, DAN STATUS

Pasal 6
Sifat
HIPMI Perguruan Tinggi bersifat otonom,terbuka, dan kemitraan.
Pasal 7
Status
HIPMI Perguruan Tinggi adalah badan otonom dari Himpunan Pengusaha Muda Indonesia

BAB IV
TUJUAN

1
Pasal 8
HIPMI Perguruan Tinggi bertujuan untuk menciptakan wirausahawan baru dan sebagai sumber
rekruitmen kader HIPMI

BAB V
USAHA

Pasal 9
Untuk mencapai tujuanya, HIPMI Perguruan Tinggi melakukan usaha-usaha sebagai berikut:
1. Mengumpulkan dan menyebarkan informasi usaha dalam arti kata yang luas bagi
kepentingan anggotanya.
2. Meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan kewirausahaan dan ekonomi
para anggotanya.
3. Memupuk dan meningkatkan semangat serta kesadaran anggota untuk berjiwa patriot serta
bertanggung jawab sebagai seorang mahasiswa
4. Bekerjasama dengan organisasi lain untuk memajukan organisasi

BAB VI
KEANGGOTAAN

Pasal 10
Anggota

Anggota HIPMI Perguruan Tinggi adalah seluruh mahasiswa aktif yang mengikuti seleksi penerimaan
anggota yang diadakan oleh HIPMI Perguruan Tinggi dan aktif dalam kegiatan organisasi.

Pasal 11
Jenis Keanggotaan
Anggota HIPMI Perguruan Tinggi terdiri atas :
1. Anggota Biasa adalah yaitu mahasiswa aktif yang telah mengikuti proses seleksi
keanggotaan HIPMI Perguruan Tinggi .
2. Anggota Luar Biasa yaitu anggota biasa yang telah hilang status kemahasiswaannya
3. Anggota Kehormatan adalah orang yang berjasa kepada organisasi dan Pengurus
Himpunan Pengusaha Muda Indonesia diberbagai tingkatan Kepengurusan HIPMI

BAB VIII
KEORGANISASIAN

Pasal 12
Kelengkapan Organisasi
Kelengkapan HIPMI PERGURUAN TINGGI terdiri atas:
1. Badan Koordinasi Nasional Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Perguruan Tinggi berada
di tingkat pusat
2. Badan Koordinasi Daerah Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Perguruan Tinggi berada
di tingkat Provinsi
3. Badan Koordinasi Cabang Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Perguruan Tinggi berada
di tingkat Kabupaten kota
4. Badan Koordinasi Perguruan Tinggi Pengusaha Muda Indonesia Perguruan Tinggi berada di
tingkat Universitas/ Perguruan Tinggi

Pasal 13
Lambang dan Atribut
Mengenai lambang dan atribut akan diatur kemudian dengan ketentuan tersendiri.

BAB IX
PEMBINAAN

Pasal 14

2
Pembinaan dilakukan untuk memajukan organisasi dan meningkatkan kualitas angota HIPMI
Perguruan Tinggi yang dilakukan oleh Himpunan Pengusaha Muda Indonesia di semua struktur
Kepengurusan HIPMI secara berkesinambungan.
BAB IX
KEUANGAN

Pasal 15
Dana organisasi HIPMI Perguruan Tinggi didapat dari:
1. Iuran Anggota
2. Uang Pangkal Angota
3. Sumbangan yang mengikat
4. Usaha yang lain yang tidak bertentangan dengan Juklak HIPMI PERGURUAN TINGGI

BAB X
PENGUBAHAN JUKLAK DAN PEMBUBARAN ORGANISASI

Pasal 16
Perubahan Juklak
Perubahan Petunjuk Pelaksanaan hanya dapat dilakukan dalam Temu Nasional HIPMI Perguruan
Tinggi atau Temu Nasional Khusus HIPMI Perguruan Tinggi yang ditujukan untuk hal tersebut.

Pasal 17
Pembubaran Organisasi
Pembubaran Organisasi hanya dapat dilakukan dalam Temu Nasional HIPMI Perguruan Tinggi, atau
Temu Nasional Luar Biasa HIPMI Perguruan Tinggi atas usulan 50%+1 (Limapuluh Persen Plus Satu)
dari seluruh jumlah anggota HIPMI Perguruan Tinggi.

BAB XI
PENUTUP

PASAL 18
Petunjuk Pelaksanaan ini berlaku sejak ditetapkan untuk pertama kali pada tanggal 14 Juni
2011.

Ditetapkan di : Bandung
Pada tanggal : 14 Juni 2011

PIMPINAN SIDANG
TEMU NASIONAL
HIPMI PERGURUAN TINGGI
MASA BAKTI 2011 - 2014

1. ………………………………………… ………………………………..

2. ………………………………………… ………………………………..

3. ………………………………………… ………………………………..

4. ………………………………………… ………………………………..

5. ………………………………………… ………………………………..

3
PETUNJUK TEKNIS
HIPMI PERGURUAN TINGGI

BAB I
STATUS ORGANISASI

Pasal 1
Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Perguruan Tinggi atau disingkat HIPMI PT adalah
suatu organisasi otonom di bawah koordinasi Himpunan Pengusaha Muda Indonesia
(HIPMI) yang bertujuan untuk menciptakan wirausahawan-wirausahawan baru di lingkup
universitas/ Perguruan Tinggi.
Pasal 2
Ketentuan Keanggotaan

Anggota HIPMI PT adalah mahasiswa aktif yang memiliki minat dan bakat untuk
kewirausahaan.

Pasal 3
Status Keanggotaan

1. Anggota biasa, yaitu mahasiswa aktif yang telah mengikuti proses seleksi keanggotaan
HIPMI PT .
2. Anggota Luar Biasa, yaitu anggota biasa yang telah hilang status kemahasiswaannya.
3. Anggota Kehormatan adalah orang yang berjasa kepada organisasi dan Pengurus
Himpunan Pengusaha Muda Indonesia diberbagai tingkatan Kepengurusan HIPMI.
Pasal 4
Tata Cara Penerimaan Anggota

1. Setiap calon anggota HIPMI PT harus mengajukan permohonan dengan formulir


yang disediakan untuk itu, mengisi pernyataan tertulis bahwa pemohon masih
berstatuskan mahasiswa aktif dan tidak berada dalam keadaan terpidana.
2. Calon anggota yang diterima sebagai anggota diberikan kartu dan atau sertifikat
anggota sebagai tanda keanggotaan yang dikeluarkan oleh Badan Koordinasi
Perguruan Tinggi/Badan Koordinasi Cabang.
3. Pengunduran diri dari keanggotaan HIPMI harus dinyatakan secara tertulis kepada
Badan Pengurus.

4
Pasal 5
Kode Etik Keanggotaan

1.Anggota HIPMI PT berprilaku sebagai pribadi yang bermoral Pancasila dan wajib
menjunjung tinggi nama baik serta reputasi keanggotaan di dalam masyarakat dan
lingkungan civitas akademika.
2.Anggota HIPMI PT tidak akan secara sadar dan dengan itikad jahat merusak nama baik
atau reputasi sesama anggota.
3.Anggota HIPMI PT selalu berusaha menjalankan bisnis secara baik dan terpuji serta
menghindari perbuatan yang melanggar norma dan etika usaha serta peraturan yang
berlaku.
4.Anggota HIPMI PT menjunjung tinggi semangat kebersamaan dan kekeluargaan serta
mengedepankan musyawarah dan mufakat dalam menyikapi perbedaan.
5.Anggota HIPMI PT wajib menjunjung tinggi Tri Dharma Perguruan Tinggi dan kode etik
keanggotaan HIPMI PT dalam lingkungan masyarakat maupun civitas akademika
Pasal 6
Kewajiban Keanggotaan

1. Setiap anggota wajib melaksanakan dan mentaati Petunjuk Pelaksanaan Dasar dan
Petunjuk Pelaksanaan Rumah Tangga HIPMI PT
2. Setiap anggota wajib membayar uang pangkal dan Iuran Anggota dan memberi
sumbangan untuk mendukung kelancaran kegiatan organisasi.
3. Setiap anggota yang melaksanakan aktivitas usaha berkewajiban secara moral
memberikan kesempatan/prioritas kepada anggota lain untuk ikut berpartisipasi
sesuai dengan prinsip dan aturan bisnis yang berlaku.
4. Setiap Anggota wajib mentaati Peraturan Badan Pengurus sepanjang tidak
bertentangan dengan Petunjuk Pelaksanaan Dasar dan Petunjuk Pelaksanaan
Rumah Tangga HIPMI PT.

Pasal 7
Hak Anggota

1. Memperoleh bantuan dalam peningkatan dan pengembangan pengetahuan, serta


keterampilan untuk kepentingan usahanya.
2. Memperoleh pelayanan informasi usaha dalam arti kata yang luas termasuk segala
bentuk penerbitan yang dikeluarkan oleh HIPMI PT.
3. Memperoleh bantuan dalam hubungan/kontak usaha.
4. Memperoleh surat keterangan yang menyangkut bonafiditas atau surat keterangan lain
dalam hubungan kelancaran usahanya dengan tidak meninggalkan prinsip-prinsip
obyektivitas.
5. Turut serta dalam pertemuan-pertemuan dengan misi ekonomi, baik dalam maupun luar
negeri, ataupun dalam rombongan misi ekonomi ke dalam/luar negeri.
6. Memperoleh pembinaan, asistensi, dan jaringan dalam mengembangan usahanya.
7. Hak-hak keanggotaan tidak dapat diserahkan kepada siapapun juga dan dengan jalan
apapun juga.
Pasal 8
Penghentian Keanggotaan

1. Penghentian keanggotaan dapat diakibatkan oleh:


a. Pelanggaran Petunjuk Pelaksanaan Dasar dan Petunjuk Pelaksanaan Rumah
Tangga HIPMI PT.
b. Pengenaan hukuman pidana karena kejahatan oleh pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum.
c. Karena meninggal dunia.

5
d. Telah menyelesaikan program studi nya.
e. Karena diberhentikan oleh Badan Koordinasi HIPMI PT.

2. Penghentian keanggotaan adalah wewenang Badan Koordinasi HIPMI PT dan dapat


dijalankan setelah yang bersangkutan diberi peringatan 3 (tiga) kali, dimana pada
peringatan yang kedua Badan Koordinasi HIPMI PT dapat memberhentikannya untuk
sementara waktu.
3. Setiap anggota yang terkena sangsi penghentian sementara atau tetap, kehilangan
haknya sebagai anggota.
4. Anggota yang terkena sanksi penghentian sementara, dapat mengajukan pembelaan diri
atau naik banding pada Badan Koordinasi Cabang HIPMI PT bagi anggota Badan
Koordinasi Perguruan Tinggi, Badan Koordinasi Daerah bagi anggota Badan Koordinasi
Cabang dan pada Badan Koordinasi Nasional bagi anggota Badan Koordinasi Daerah
BAB III
STRUKTUR ORGANISASI

Pasal 9
Temu Nasional

1. Temu Nasional sebagai badan kekuasaan tertinggi organisasi tingkat nasional


diselenggarakan sekali dalam 3 (tiga) tahun oleh dan atas tanggung jawab Badan
Koordinasi Nasional selambat-lambatnya pada akhir masa baktinya.
2. Apabila 3 (tiga) bulan sesudah berakhirnya masa bakti Badan Koordinasi Nasional tidak
diselenggarakan Temu Nasional tanpa alasan yang dapat dipertanggung jawabkan, maka
Badan Koordinasi Nasional tersebut kehilangan hak dan wewenang untuk mengurus
Organisasi dan harus segera diadakan Temu Nasional Luar Biasa sesuai dengan
ketentuan dalam Petunjuk Pelaksanaan Rumah Tangga.
3. Tempat penyelenggaraan Temu Nasional ditetapkan dalam Sidang Dewan Pleno,
selambat-lambatnya 6 ( enam) bulan sebelum Temu Nasional
4. Prosedur dan tatalaksana penyelenggaraan Temu Nasional merupakan tugas dan
tanggung jawab Badan Koordinasi Nasional. Kecuali apabila Badan Koordinasi Nasional
telah kehilangan hak dan wewenang untuk mengurus organisasi sebagaimana disebut
pada ayat 2 (dua) di atas, maka Badan Pengurus Pusat HIPMI akan mengambil alih
tugas dan tanggung jawab tersebut.
5. Temu Nasional diselenggarakan oleh Badan Koordinasi Nasional dibantu Badan
Koordinasi Daerah setempat dimana Temu Nasional diadakan.
6. Anggaran biaya penyelenggaraan Temu Nasional disepakati antara Badan Koordinasi
Nasional dengan Badan Koordinasi Daerah ditempat penyelenggaraan Musyawarah
Nasional diselenggarakan, dan ditanggung oleh Badan Koordinasi Nasional .
7. Temu Nasional berwenang dan berhak:
a. Mengubah dan menyempurnakan Petunjuk Pelaksanaan Dasar dan Petunjuk
Pelaksanaan Rumah Tangga.
b. Menetapkan program Umum Organisasi.
c. Menilai untuk menerima atau menolak Laporan pertanggungjawaban Badan
Koordinasi Nasional selama masa baktinya.
d. Memilih dan menetapkan Badan Koordinasi Nasional beserta Lembaga
Kelengkapan Organisasi tingkat Nasional.
e. Menyusun Anggaran Pendapatan dan Pengeluaran Organisasi untuk satu masa
bakti.
f. Mengembangkan organisasi
g. Menetapkan keputusan-keputusan lain yang diperlukan.

8. Peserta Temu Nasional terdiri dari:


a. Utusan adalah Fungsionaris Badan Koordinasi Daerah dengan jumlah sebanyak-
banyaknya 5 (lima) orang setiap Daerah, yang mendapat mandat dari Badan

6
Koordinasi Daerah yang bersangkutan berdasarkan keputusan rapat.
b. Peninjau adalah Fungsionaris Badan Koordinasi Nasional dan Anggota Lembaga
Kelengkapan Organisasi tingkat Nasional, serta Fungsionaris Badan Koordinasi
Daerah/Cabang dan Anggota Badan Koordinasi Daerah/Cabang yang mendapat
mandat dari Badan Koordinasi Daerah yang bersangkutan.
c. Undangan adalah peserta lainnya diluar Utusan dan Peninjau yang diundang oleh
Badan Koordinasi Nasional .

9. Hak Peserta Temu Nasional:


a. Utusan memiliki hak suara, hak bicara, hak memilih dan dipilih.
b. Peninjau memiliki hak bicara dan hak dipilih.
c. Undangan memiliki hak bicara.
10. Temu Nasional adalah sah bila memenuhi korum sebanyak ¾(tiga per empat) dari Badan
Koordinasi Daerah yang berhak hadir. Jika korum ini tidak tercapai, maka upacara
pembukaan Temu Nasional tetap dapat berlangsung menurut jadwal yang tercantum
dalam surat undangan, tetapi persidangan Temu Nasional ditunda paling lama 24 (dua
puluh empat) jam.
11. Apabila setelah waktu penundaan jumlah korum tidak tercapai, maka persidangan Temu
Nasional dapat berlangsung, dan adalah sah tanpa perlu mengindahkan korum

7
Pasal 10
Temu Daerah

1. Temu Daerah sebagai badan kekuasaan tertinggi organisasi tingkat nasional


diselenggarakan sekali dalam 2 (dua) tahun oleh dan atas tanggung jawab Badan
Koordinasi Daerah selambat-lambatnya pada akhir masa baktinya.
2. Apabila 3 (tiga) bulan sesudah berakhirnya masa bakti Badan Koordinasi Daerah tidak
diselenggarakan Temu Daerah tanpa alasan yang dapat dipertanggung jawabkan, maka
Badan Koordinasi Daerah tersebut kehilangan hak dan wewenang untuk mengurus
Organisasi dan harus segera diadakan Temu Daerah Luar Biasa sesuai dengan
ketentuan dalam Petunjuk Pelaksanaan Rumah Tangga.
3. Tempat penyelenggaraan Temu Daerah ditetapkan dalam Rapat Kerja Daerah Badan
Koordinasi Daerah selambat-lambatnya 6 ( enam) bulan sebelum Temu Daerah
4. Prosedur dan tatalaksana penyelenggaraan Temu Daerah merupakan tugas dan
tanggung jawab Badan Koordinasi Daerah. Kecuali apabila Badan Koordinasi Daerah
telah kehilangan hak dan wewenang untuk mengurus organisasi sebagaimana disebut
pada ayat 2 (dua) di atas, maka Badan Pengurus Daerah HIPMI akan mengambil alih
tugas dan tanggung jawab tersebut.
5. Temu Daerah diselenggarakan oleh Badan Koordinasi Daerah dibantu Badan
Koordinasi Cabang setempat dimana Temu Daerah diadakan.
6. Anggaran biaya penyelenggaraan Temu Daerah disepakati antara Badan Koordinasi
Daerah dengan Badan Koordinasi Cabang ditempat penyelenggaraan Temu Daerah
diselenggarakan, dan ditanggung oleh Badan Koordinasi Daerah .
7. Temu Daerah berwenang dan berhak:

a. Menetapkan Program Umum Organisasi ditingkat Daerah.


b. Menilai untuk menerima atau menolak Laporan pertanggungjawaban Badan
Koordinasi Daerah selama masa baktinya.
c. Memilih dan menetapkan Badan Koordinasi Daerah beserta Lembaga Kelengkapan
Organisasi tingkat Daerah.
d. Menyusun Anggaran Pendapatan dan Pengeluaran Organisasi ditingkat Daerah
untuk satu masa bakti.
e. Mengembangkan Organisasi ditingkat Daerah
f. Menetapkan keputusan-keputusan lain yang diperlukan.

9. Peserta Temu Daerah terdiri dari:


d. Utusan adalah Fungsionaris Badan Koordinasi Cabang dengan jumlah sebanyak-
banyaknya 5 (lima) orang setiap Cabang, yang mendapat mandat dari Badan
Koordinasi Cabang yang bersangkutan berdasarkan keputusan rapat.
e. Peninjau adalah Fungsionaris Badan Koordinasi Daerah dan Anggota Lembaga
Kelengkapan Organisasi tingkat Daerah, serta Fungsionaris Badan Koordinasi
Cabang/ Perguruan Tinggi dan Anggota Badan Koordinasi Cabang/ Perguruan Tinggi
yang mendapat mandat dari Badan Koordinasi Cabang yang bersangkutan.
f. Undangan adalah peserta lainnya diluar Utusan dan Peninjau yang diundang oleh
Badan Koordinasi Daerah .

12. Hak Peserta Temu Daerah:


d. Utusan memiliki hak suara, hak bicara, hak memilih dan dipilih.
e. Peninjau memiliki hak bicara dan hak dipilih.
f. Undangan memiliki hak bicara.
13. Temu Daerah adalah sah bila memenuhi korum sebanyak ¾(tiga per empat) dari Badan
Koordinasi Daerah yang berhak hadir. Jika korum ini tidak tercapai, maka upacara
pembukaan Temu Daerah tetap dapat berlangsung menurut jadwal yang tercantum
dalam surat undangan, tetapi persidangan Temu Daerah ditunda paling lama 24 (dua
puluh empat) jam.

8
Apabila setelah waktu penundaan jumlah korum tidak tercapai, maka persidangan Temu
Daerah dapat berlangsung, dan adalah sah tanpa perlu mengindahkan korum

Pasal 11
Temu Cabang

1. Temu Cabang sebagai badan kekuasaan tertinggi organisasi tingkat nasional


diselenggarakan sekali dalam 1(satu) tahun oleh dan atas tanggung jawab Badan
Koordinasi Cabang selambat-lambatnya pada akhir masa baktinya.
2. Apabila 3 (tiga) bulan sesudah berakhirnya masa bakti Badan Koordinasi Cabang tidak
diselenggarakan Temu Cabang tanpa alasan yang dapat dipertanggung jawabkan, maka
Badan Koordinasi Cabang tersebut kehilangan hak dan wewenang untuk mengurus
Organisasi dan harus segera diadakan Temu Cabang Luar Biasa sesuai dengan
ketentuan dalam Petunjuk Pelaksanaan Rumah Tangga.
3. Tempat penyelenggaraan Temu Cabang ditetapkan dalam Rapat Kerja Cabang Badan
Koordinasi Cabang selambat-lambatnya 6 ( enam) bulan sebelum Temu Cabang
4. Prosedur dan tatalaksana penyelenggaraan Temu Cabang merupakan tugas dan
tanggung jawab Badan Koordinasi Cabang. Kecuali apabila Badan Koordinasi Cabang
telah kehilangan hak dan wewenang untuk mengurus organisasi sebagaimana disebut
pada ayat 2 (dua) di atas, maka Badan Pengurus Cabang HIPMI akan mengambil alih
tugas dan tanggung jawab tersebut.
5. Temu Cabang diselenggarakan oleh Badan Koordinasi Cabang dibantu Badan
Koordinasi Perguruan Tinggi setempat dimana Temu Cabang diadakan.
6. Anggaran biaya penyelenggaraan Temu Cabang disepakati antara Badan Koordinasi
Cabang dengan Badan Koordinasi Perguruan Tinggi ditempat penyelenggaraan Temu
Cabang diselenggarakan, dan ditanggung oleh Badan Koordinasi Cabang .
7. Temu Cabang berwenang dan berhak:

a. Menetapkan Program Umum Organisasi ditingkat Cabang.


b. Menilai untuk menerima atau menolak Laporan pertanggungjawaban Badan
Koordinasi Cabang selama masa baktinya.
c. Memilih dan menetapkan Badan Koordinasi Cabang beserta Lembaga Kelengkapan
Organisasi tingkat Cabang.
d. Menyusun Anggaran Pendapatan dan Pengeluaran Organisasi ditingkat Cabang
untuk satu masa bakti.
e. Mengembangkan Organisasi ditingkat Cabang
f. Menetapkan keputusan-keputusan lain yang diperlukan.

10. Peserta Temu Cabang terdiri dari:


a. Utusan adalah Fungsionaris Badan Koordinasi Cabang dengan jumlah sebanyak-
banyaknya 5 (lima) orang setiap Cabang, yang mendapat mandat dari Badan
Koordinasi Cabang yang bersangkutan berdasarkan keputusan rapat.
b. Peninjau adalah Fungsionaris Badan Koordinasi Cabang dan Anggota Lembaga
Kelengkapan Organisasi tingkat Cabang, serta Fungsionaris Badan Koordinasi
Cabang/ Perguruan Tinggi dan Anggota Badan Koordinasi Cabang/ Perguruan Tinggi
yang mendapat mandat dari Badan Koordinasi Cabang yang bersangkutan.
c. Undangan adalah peserta lainnya diluar Utusan dan Peninjau yang diundang oleh
Badan Koordinasi Cabang .

14. Hak Peserta Temu Cabang:


a. Utusan memiliki hak suara, hak bicara, hak memilih dan dipilih.
b. Peninjau memiliki hak bicara dan hak dipilih.
c. Undangan memiliki hak bicara.
15. Temu Cabang adalah sah bila memenuhi korum sebanyak ¾(tiga per empat) dari Badan

9
Koordinasi Perguruan Tinggi yang berhak hadir. Jika korum ini tidak tercapai, maka
upacara pembukaan Temu Cabang tetap dapat berlangsung menurut jadwal yang
tercantum dalam surat undangan, tetapi persidangan Temu Cabang ditunda paling lama
24 (dua puluh empat) jam.
16. Apabila setelah waktu penundaan jumlah korum tidak tercapai, maka persidangan Temu
Cabang dapat berlangsung, dan adalah sah tanpa perlu mengindahkan korum
Pasal 12
Temu Nasional Luar Biasa

1. Temu Nasional Luar Biasa diselenggarakan bila ada kebutuhan hal-hal yang tidak dapat
ditunda sampai Temu Nasional diselenggarakan, antara lain seperti:
a. Terjadi Penyimpangan dan pelanggaran oleh Badan Koordinasi Nasional.
b. Jika Badan Koordinasi Nasional tidak menyelenggarakan Temu Nasional setelah 3
(tiga) bulan berakhir masa bakti Badan Koordinasi Nasional tanpa alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan (pasal 12 ayat 2).
2. Temu Nasional Luar Biasa dapat diadakan atas permintaan 2/3 (dua per tiga) jumlah
Badan Koordinasi Daerah dengan 2/3 (dua per tiga) jumlah Fungsionaris Badan
Pengurus Pusat atau sebaliknya.
3. Ketentuan-ketentuan tentang penyelenggaraan Temu Nasional dapat diberlakukan untuk
menyelenggarakan Temu Nasional Luar Biasa.
4. Permasalahan yang akan dibahas harus disampaikan kepada para Peserta bersama-
sama Undangan menghadiri Temu Nasional Luar Biasa paling lambat 15 (lima belas) hari
sebelum tanggal penyelenggaraan.
Pasal 13
Temu Daerah Luar Biasa

1. Temu Daerah Luar Biasa diselenggarakan bila ada kebutuhan hal-hal yang tidak dapat
ditunda sampai Temu Daerah diselenggarakan, antara lain seperti:
a. Terjadi Penyimpangan dan pelanggaran oleh Badan Koordinasi Daerah.
b. Jika Badan Koordinasi Daerah tidak menyelenggarakan Temu Daerah setelah 3 (tiga)
bulan berakhir masa bakti Badan Koordinasi Daerah tanpa alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan (pasal 12 ayat 2).
2. Temu Daerah Luar Biasa dapat diadakan atas permintaan 2/3 (dua per tiga) jumlah
Badan Koordinasi Cabang dengan 2/3 (dua per tiga) jumlah Fungsionaris Badan
Koordinasi Daerah atau sebaliknya.
3. Ketentuan-ketentuan tentang penyelenggaraan Temu Daerah dapat diberlakukan untuk
menyelenggarakan Temu Daerah Luar Biasa.
4. Permasalahan yang akan dibahas harus disampaikan kepada para Peserta bersama-
sama Undangan menghadiri Temu Daerah Luar Biasa paling lambat 10(Sepuluh) hari
sebelum tanggal penyelenggaraan.
Pasal 14
Temu Cabang Luar Biasa

1. Temu Cabang Luar Biasa diselenggarakan bila ada kebutuhan hal-hal yang tidak dapat
ditunda sampai Temu Cabang diselenggarakan, antara lain seperti:
a. Terjadi Penyimpangan dan pelanggaran oleh Badan Koordinasi Cabang.
b. Jika Badan Koordinasi Cabang tidak menyelenggarakan Temu Cabang setelah 3
(tiga) bulan berakhir masa bakti Badan Koordinasi Cabang tanpa alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan.
2. Temu Cabang Luar Biasa dapat diadakan atas permintaan 2/3 (dua per tiga) jumlah
Badan Koordinasi Perguruan Tinggi dengan 2/3 (dua per tiga) jumlah Fungsionaris
Badan Koordinasi Cabang atau sebaliknya.
3. Ketentuan-ketentuan tentang penyelenggaraan Temu Cabang dapat diberlakukan untuk

10
menyelenggarakan Temu Cabang Luar Biasa.
4. Permasalahan yang akan dibahas harus disampaikan kepada para Peserta bersama-
sama Undangan menghadiri Temu Cabang Luar Biasa paling lambat 5 (lima) hari
sebelum tanggal penyelenggaraan.
Pasal 15
Temu Nasional Khusus

1. Temu Nasional Istimewa diselenggarakan:


a. Untuk menyempurnakan Anggaran Dasar dan/atau Anggaran Rumah Tangga.
b. Untuk membubarkan Organisasi.
2. Untuk melaksanakan pembubaran organisasi, harus mendapat persetujuan terlebih
dahulu dari seluruh Badan Koordinasi Daerah yang ada.
3. Ketentuan-ketentuan tentang penyelenggaraan Temu Nasional dapat diberlakukan untuk
Temu Nasional Istimewa.
4. Permasalahan yang akan dibahas harus disampaikan kepada para peserta bersama-
sama undangan menghadiri Temu Nasional Istimewa paling lambat 15 (lima belas) hari
sebelum tanggal penyelenggaraan.

Pasal 16
Badan Koordinasi Nasional

1. Badan Koordinasi Nasional merupakan Pimpinan Tertinggi Organisasi di Tingkat Nasional


yang mewakili organisasi ke luar maupun ke dalam serta bertanggung jawab atas
pengelolaan organisasi.
2. Badan Koordinasi Nasional berkewajiban untuk:
a. Menjalankan dan menegakkan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Juklak
Dasarr dan Rumah Tangga.
b. Menjalankan dan menjabarkan Program Umum Organisasi ke dalam Program Kerja
Badan Koordinasi Nasional yang dibagi per tahun program.
c. Melaksanakan keputusan-keputusan organisasi.
d. Mewakili organisasi di dalam dan di luar pengadilan.
3. Badan Koordinasi Nasional berwenang untuk berkoordinasi dengan BPP HIPMI
4. Badan Koordinasi Nasional berwenang untuk ikut mempersiapkan penyelenggaraan
Temu Daerah Luar Biasa di Daerah yang Badan Pengurus Daerahnya telah melampaui
waktu 3 (tiga) bulan sesudah masa baktinya berakhir tanpa alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan dan oleh karenanya telah kehilangan hak dan wewenang untuk
menjalankan organisasi.
5. Badan Koordinasi Nasional berhak menetapkan tata-laksana program serta meneliti
pelaksanaannya, menetapkan peraturan-peraturan yang diperlukan guna kelancaran
pengelolaan organisasi.
6. Badan Koordinasi Nasional berhak menetapkan dan membayar biaya operasional
berdasarkan program kerja yang ditetapkan maupun biaya-biaya lainnya yang diperlukan
untuk melaksanakan tujuan dan usaha organisasi.
7. Badan Koordinasi Nasional bertanggung jawab kepada para anggota melalui forum
Temu Nasional.
Pasal 17
Badan Koordinasi Daerah
1. Badan Koordinasi Daerah merupakan Pimpinan Tertinggi Organisasi di Tingkat Daerah
yang mewakili organisasi ke luar maupun ke dalam serta bertanggung jawab atas
pengelolaan organisasi di Daerah bersangkutan.
2. Badan Koordinasi Daerah berkewajiban untuk:
a. Menjalankan dan menegakkan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Juklak
Dasar dan Rumah Tangga.

11
b. Melaksanakan program Umum Daerah serta keputusan-keputusan Temu Daerah.
c. Menjalankan dan menjabarkan Program Umum Daerah ke dalam Program Kerja
Badan Koordinasi Daerah yang dibagi per tahun program.
d. Melaksanakan keputusan-keputusan organisasi.
e. Mewakili organisasi di dalam dan di luar pengadilan.
3. Badan Pengurus Daerah berwenang untuk berkoordinasi dengan BPD HIPMI
4. Badan Koordinasi Daerah berwenang untuk ikut mempersiapkan penyelenggaraan
TemuCabang Luar Biasa di Cabang yang bersangkutan telah melampaui waktu 3 (tiga)
bulan sesudah masa baktinya berakhir tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan
dan oleh karenanya telah kehilangan hak dan wewenang untuk menjalankan organisasi.
5. Badan Koordinasi Daerah berhak menetapkan tata-laksana program serta meneliti
pelaksanaannya, menetapkan peraturan-peraturan yang diperlukan guna kelancaran
pengelolaan organisasi.
6. Badan Koordinasi Daerah berhak menetapkan dan membayar biaya operasional
berdasarkan program kerja yang ditetapkan maupun biaya-biaya lainnya yang diperlukan
untuk melaksanakan tujuan dan usaha organisasi.
7. Badan Koordinasi Daerah bertanggung jawab kepada para anggota melalui forum Temu
Daerah.

Pasal 18
Badan Koordinasi Cabang
1. Badan Koordinasi Cabang merupakan Pimpinan Tertinggi Organisasi di Tingkat Cabang
yang mewakili organisasi ke luar maupun ke dalam serta bertanggung jawab atas
pengelolaan organisasi di Cabang bersangkutan.
2. Badan Koordinasi Cabang berkewajiban untuk:
a. Menjalankan dan menegakkan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Juklak
Dasar dan Rumah Tangga.
b. Melaksanakan program Umum Cabang serta keputusan-keputusan Temu Cabang.
c. Menjalankan dan menjabarkan Program Umum Cabang ke dalam Program Kerja
Badan Koordinasi Cabang yang dibagi per tahun program.
d. Melaksanakan keputusan-keputusan organisasi.
e. Mewakili organisasi di dalam dan di luar pengadilan.
3. Badan Pengurus Cabang berwenang untuk berkoordinasi dengan BPC HIPMI
4. Badan Koordinasi Cabang berwenang untuk ikut mempersiapkan penyelenggaraan Temu
Badan Koordinasi Perguruan Tinggi Luar Biasa di Cabang yang bersangkutan telah
melampaui waktu 3 (tiga) bulan sesudah masa baktinya berakhir tanpa alasan yang
dapat dipertanggungjawabkan dan oleh karenanya telah kehilangan hak dan wewenang
untuk menjalankan organisasi.
5. Badan Koordinasi Cabang berhak menetapkan tata-laksana program serta meneliti
pelaksanaannya, menetapkan peraturan-peraturan yang diperlukan guna kelancaran
pengelolaan organisasi.
6. Badan Koordinasi Cabang berhak menetapkan dan membayar biaya operasional
berdasarkan program kerja yang ditetapkan maupun biaya-biaya lainnya yang diperlukan
untuk melaksanakan tujuan dan usaha organisasi.
7. Badan Koordinasi Cabang bertanggung jawab kepada para anggota melalui forum Temu
Cabang.
Pasal 19

Para Fungsionaris Badan Koordinasi

1. Para Fungsionaris Badan Koordinasi Nasional, terdiri atas:

a. 1 orang Ketua Umum


b. Ketua dengan jumlah sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang
c. Seorang Sekretaris Jenderal.

12
d. 2(dua) Orang Wakil Sekretaris Jenderal
e. Seorang Bendahara umum.
f. 2(dua) Orang Wakil Bendahara Umum
g. Kompartemen, sesuai kebutuhan.

2. Para Fungsionaris Lengkap Badan Koordinasi Nasional terdiri dari Fungsionaris


harian ditambah Departemen yang jumlahnya sesuai dengan kebutuhan.
3. Fungsionaris Badan Pengurus Daerah dan Badan Pengurus Cabang, sedapat
mungkin strukturnya sesuai/sama dengan Badan Pengurus Pusat namun tetap
memperhatikan kebutuhan Daerah/Cabang yang bersangkutan.
Pasal 20
Persyaratan Fungsionaris Badan Koordinasi

1. Persyaratan umum bagi calon Pengurus adalah:

1 Anggota biasa aktif.


2 Setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
3 Setia kepada cita-cita usaha dan tujuan HIPMI Perguruan Tinggi
4 Berpandangan luas, bersikap/bermoral baik dimasyarakat terutama masyarakat dunia
usaha.
a. Tidak berada dalam keadaan terpidana atau dinyatakan pailit oleh pengadilan.
b. Mahasiswa aktif dibuktikan dengan Kartu Tanda Mahasiswa yang masih berlaku.
c. Menyatakan kesediaan aktif dan bersedia mundur jika dinilai tidak aktif.

2. Persyaratan khusus bagi calon anggota fungsionaris Badan Koordinasi Nasional adalah
anggota biasa yang pernah atau sedang menjalani kepengurusan di Badan Koordinasi
Nasional atau Badan Koordinasi Daerah.
3. Persyaratan khusus bagi calon fungsionaris Badan Koordinasi Daerah adalah anggota
biasa yang pernah atau sedang menjalani kepengurusan di Badan Koordinasi Daerah
atau Badan Koordinasi cabang .
4. Persyaratan Khusus bagi calon Ketua Umum adalah:
a. Memenuhi persyaratan umum bagi calon pengurus.
b. Mencalonkan diri sebagai Anggota Ketua Umum secara tertulis sekurang-kurangnya
1 (satu) bulan sebelum tanggal pelaksanaan Temu Nasional dengan disertai 3 (tiga)
rekomendasi dari Badan Koordinasi Daerah, 14 (empat belas) hari sebelum tanggal
pelaksanaan Temu daerah dan 7 (tujuh) hari sebelum tanggal pelaksanaan Temu
Cabang yang ditetapkan oleh masing-masing tingkatan (Badan Koordinasi Nasional,
Badan Koordinasi Daerah, Badan Koordinasi Cabang).
Pasal 21
Tata Cara Pemilihan Ketua Umum
Dan Pembentukan Badan Koordinasi Nasional

TATA CARA PEMILIHAN BAKORNAS HIPMI PERGURUAN TINGGI

1. Pemilihan Badan Koordinasi Nasional HIPMI Perguruan Tinggi dilaksanakan dengan


asas LUBER (Langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia) dan JURDIL (Jujur dan Adil), yang
berlangsung dalam 3 (tiga) tahap:
a. Tahap Pendaftaran
b. Tahap Kampanye
c. Tahap Pemilihan
2. Tahap Pendaftaran:
a. Bakal calon Badan Koordinasi Nasional HIPMI Perguruan Tinggi mencalonkan diri
secara tertulis
b. Mendaftarkan diri pada Panitia Pemilihan yang dibentuk oleh Badan Pengurus Pusat

13
HIPMI
3. Tahap Kampanye:
a. Setelah melewati Tahap Pendaftaran, Bakal Calon diwajibkan mengikuti Tahap
Kampanye yang terdiri dari Kampanye, dan Presentasi Pokok-Pokok Pikiran visi
b. Tahap Kampanye dilaksanakan saat penyelenggaraan Temu Nasional HIPMI PT
4. Tahap Pemilihan, dengan prosedur:
a. Sebelum pemilihan diadakan, setiap bakal calon diharuskan memperkenalkan diri
sekaligus menjabarkan Program Umum Nasional HIPMI Perguruan Tinggi yang telah
diputuskan oleh Temu Nasional
b. Sebelum pemilihan Pimpinan Kolektif diadakan, setiap calon diharuskan menyatakan
kesediaannya dipilih menjadi anggota presidium dan melakukan tanya jawab dengan
Peserta
c. Pemilihan dilakukan di tempat yang disediakan oleh Panitia Pelaksana Temu
Nasional.
d. Setiap utusan memilih satu bakal calon yang telah memenuhi persyaratan sebagai
Calon Anggota Presidium Badan Koordinasi Nasional di atas kertas suara yang
disediakan oleh Panitia Pengarah Temu Nasional.
e. Setelah memilih, kertas suara dimasukkan kedalam kotak suara yang disediakan di
tempat yang sama.
f. Penghitungan suara dilakukan secara terbuka dipimpin oleh Ketua Sidang dibantu
oleh 3 orang Utusan Daerah.
g. Dari hasil perhitungan suara, ditentukan 1 (satu) orang yang memperoleh suara
terbanyak dan berhak sebagai formatur.
h. Untuk suara terbanyak kedua, menjadi mide formatur
i. Formatur terpilih mempunyai hak preogatif membentuk kepengurusan Badan
Koordinasi Nasional HIPMI Perguruan Tinggi.

Pasal 22
Pemilihan Ketua Umum Dan
Pembentukan Badan Koordinasi Daerah/Cabang

Tata cara dan prosedur pemilihan Ketua Umum dan pembentukan Badan Koordinasi
Daerah /Cabang dilakukan sesuai dengan ketentuan Pasal Juknis.
Pasal 23
Masa Bakti Badan Pengurus

1. Masa Bakti Badan Koordinasi adalah 3(Tiga) tahun terhitung mulai disahkan oleh Temu
Nasional/ Daerah/Cabang.
2. Seorang Fungsionaris Badan Koordinasi Harian yang bukan Ketua Umum, setelah
1(satu) masa bakti dapat dipilih kembali.
3. Setelah menjalankan 1 (satu) masa bakti, anggota pimpinan kolektif Badan Koordinasi
tidak dapat mencalonkan diri dan dipilih kembali ditingkat yang sama.
Pasal 24
Dewan Pembina

1. Dewan Pembina merupakan Lembaga Kelengkapan Organisasi di tingkat


Nasional/Daerah/Cabang dan terutama terdiri dari Badan Pengurus Harian HIPMI, para
mantan Ketua Umum dan mantan fungsionaris Badan Koordinasi HIPMI PT lainnya yang
jelas jasanya dalam memajukan dan mengembangkan HIPMI PT.
2. Dewan Pembina diangkat melalui Temu Nasional/Daerah/Cabang untuk masa jabatan
3(tahun) tahun mulai saat diputuskan dalam Musyawarah dan berakhir pada
Musyawarah berikutnya.
3. Dewan Pembina bertugas dan berwenang untuk memberi nasihat/saran dan gagasan di
bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya terutama yang berkaitan dengan

14
pembangunan ekonomi nasional, baik diminta maupun tidak, khususnya dalam rangka
pengembangan organisasi HIPMI PT. (ditambahkan kayak HIPMI)
BAB IV
RAPAT DAN KEPUTUSAN

Pasal 25
Rapat Kerja HIPMI PT

1. Rapat Kerja HIPMI PT terdiri dari:


a. Rapat Kerja Nasional (Rakernas) di tingkat Nasional
b. Rapat Kerja Daerah (Rakerda) di tingkat Daerah
c. Rapat Kerja Cabang (Rakercab) di tingkat Cabang
2. Rapat Kerja HIPMI diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab Badan Koordinasi
Nasional/Daerah/Cabang pada waktu ½ (setengah) masa baktinya berlalu.
3. Rapat Kerja HIPMI PT diselenggarakan dengan tujuan untuk mengevaluasi program
kerja yang telah dan akan dilaksanakan, menetapkan keputusan-keputusan yang
menunjang pelaksanaan keputusan-keputusan Musyawarah Nasional/Daerah/Cabang.
4. Rapat Kerja HIPMI PTdihadiri:
a. Di tingkat Nasional, oleh BPP HIPMI, Dewan Pembina, Badan Koordinasi Nasional,
dan para utusan Badan Koordinasi Daerah sebagai peserta.
b. Di tingkat Daerah, oleh Badan Pengurus Daerah HIPMI, Dewan Pembina, dan para
utusan Badan Koordinasi Cabang atau anggota sebagai peserta.
c. Di tingkat Cabang, oleh Badan Pengurus Cabang HIPMI, Dewan Pembina, dan
Badan Koordinasi Cabang atau anggota sebagai peserta.
Pasal 26
Rapat Badan Pengurus
1. Rapat Badan Koordinasi Lengkap diselenggarakan setiap 2 (dua) bulan sekali,
sedangkan Rapat Badan Koordinasi Harian diselenggarakan sebulan sekali.
2. Rapat Badan Koordinasi adalah sah bila dihadiri 2/3 (dua per tiga) jumlah anggota Badan
Koordinasi.
3. Para Ketua dapat mengadakan rapat dengan kompartemen-kompartemen yang ada di
bawah koordinasinya.
4. Para Ketua Kompartemen/Departemen dapat mengadakan rapat di dalam lingkungannya
sendiri atau antar Kompartemen/Departemen setiap kali diperlukan
Pasal 27
Keputusan Rapat

1. Keputusan rapat pada dasarnya dilakukan secara musyawarah untuk mufakat.


2. Apabila keputusan secara musyawarah untuk mufakat tidak berhasil maka keputusan
diambil berdasarkan suara terbanyak.

BAB V
KEUANGAN DAN KEKAYAAN

Pasal 28
Keuangan

1. Badan Koordinasi menetapkan besarnya uang pangkal, iuran, pungutan maupun


sumbangan/hibah.
2. Semua lalu lintas/mutasi keuangan harus dicatat disertai bukti-bukti sah menurut kaidah
peraturan yang lazim berlaku.
3. Tahun buku HIPMI PT adalah 1 Januari sampai dengan 31 Desember.
4. Pada setiap tanggal 1 Desember, oleh Bendahara dibuat Rancangan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Organisasi (RAPBO) tahunan yang disahkan oleh pengurus.

15
5. Untuk membantu keuangan Badan Koordinasi Nasional, maka 10% (sepuluh persen)
hasil iuran anggota diserahkan ke Badan Pengurus Pusat. Sedangkan untuk membantu
keuangan Badan Koordinasi Daerah, maka 30% (tiga puluh persen) hasil iuran anggota
diserahkan kepada Badan Koordinasi Daerah.
6. Untuk memperkuat posisi keuangan organisasi, maka Badan Pengurus mengadakan
usaha tersendiri yang sah, halal dan tidak bertentangan dengan Juklak Dasar/Anggaran
Rumah Tangga.
Pasal 36
Kekayaan

1. Badan Koordinasi bertanggung jawab atas harta kekayaan organisasi baik yang bergerak
maupun yang tetap dari segi pemeliharaan dan cara penggunaannya.
2. Tata cara likuidasi atas kekayaan organisasi karena pembubaran ditetapkan oleh Temu
Nasional/Daerah/Cabang

BAB VI
PENUTUP

Pasal 40

Hal-hal yang belum atau tidak cukup diatur dalam Juklak Rumah Tangga ini, diatur oleh
Badan Koordinasi Nasional dalam peraturan-peraturan organisasi yang tidak boleh
bertentangan dengan jiwa dan semangat Juklak Dasar dan Rumah Tangga HIPMI PT

Pasal 41

Juklak Rumah Tangga ini disahkan untuk pertama kali pada tanggal 14 Juni 2011 dan
berlaku sejak ditetapkan.

Ditetapkan di : Bandung
Pada tanggal : 14 Juni 2011

PIMPINAN SIDANG
TEMU NASIONAL I
HIPMI PERGURUAN TINGGI

1. ……………………………….. ………………………………..

2. ……………………………….. ………………………………..

3. ……………………………….. ………………………………..

4. ……………………………….. ………………………………..

5. ……………………………….. ………………………………..

16

Anda mungkin juga menyukai