HIMPUNAN KERUKUNAN TANI INDONESIA (Studi Kasus di HKTI Kabupaten Garut) Diajukan untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah BEDP III
Disusun Oleh :
KELOMPOK 31 Yogiandre Ravenalla 150310080136 Wendi Irawan D 150310080137 DioIani Pratama 150310080158 Dityo Gunarto 150310080164 Rilvanu Luqman 150310080168
Dosen Pembimbing :
Iwan Setiawan, S.P.,M.Si.
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS PAD1AD1ARAN 2011 BAB I PENDAHULUAN
A. SE1ARAH HKTI HKTI MEN1AWAB TANTANGAN HKTI Menjawab Eksistensi Sejak kelahirannya tahun 1973, HKTI secara subjektiI telah bertekad kuat menjadikan dirinya sebagai alat perjuangan untuk memperbaiki nasib rakyat petani penduduk pedesaaan, dengan pendekatan pembangunan masyarakat dan wilayah, sehingga terwujud kehidupan masyarakat yang kecukupan pangan, sandang, perumahan, pendidikan dalam suasana keyamanan. kehidupan masyarakat yang dicita- citakan oleh HKTI selaras dengan ungkapan luhur : 'masyarakat pasir wukir loh finawi-gemah-ripah-tata tentrem karta tur raharfa`. Arahan sasaran perjuangan HKTI yang pertama dan utama adalah memerangi kemiskinan dan keterbelakangan kehidupa rakyat petani dan penduduk pedesaan. Setiap perjuangan mewujudkan cita-cita luhur pasti dihadang berbagai ancaman, tantangan, dan gangguan-gangguan. Terhadap semua perintang perjuangan harus dihadapi dan diberikan jawaban secara memadai. Syarat untuk memberikan jawaban atas segala rintangna perjuangan, adalah senantiasa melakukan konsolidasi demi memperkuat eksistensi diri sehingga memiliki posisi tawar (bargaining position) yang memadai. O Pentas Panca Warsa (1978) Secara Iormalitas, HKTI sebagai ormas tani telah ada sejak 27 April 1973. untuk menajadikan HKTI secara realitas ada dan menjadi alat perjuangan rakyat tani penduduk pedesaan masih memerlukan proses konsolidasi oprganisasi, sehigga HKTI dapat berakar ke daerah-daerah di seluruh Indonesia. Sampai dengan tahun 1975, yang ditandai dengan berlangsungnya rapat Majelis Pleno Organisasi (MPO) HKTI telah terbentuk HKTI di seluruh provinsi di Indonesia. Langkah berikutnya adalah pembentukan HKTI ke tingkat kabupaten atau kota dan seterusnya ke bawah sampai tingkat basis di pedesaan. Pada bulan Juni tahun 1978 diadakan acara 'Pentas Tani Panca Warsa HKTI dalam rangka memperingati HUT HKTI yang ke 5. Selain untuk memperingati hari jadi HKTI, acara ini juga dimaksudkan untuk konsolidasi secara 'top down agar HKTI dapat benar-benar berakar sampai bawah yaitu pada tingkat pedesaan. Dengan terselenggaranya Pentas Tani Panca Warsa HKTI, maka keraguan akan kemampuan HKTI untuk dapat berakar ke bawah dapat terjawab. O Undang-undang Ormas Pada kesempatan diadakan Seminar Hukum Pertahanan tahun 1978, telah muncul pemikiran tentang perlu adanya Undang-undang (UU) Keormasan, agar dapat dijadikan landasan hukum tentang eksistensi organisasi kemasyarakatan semacam HKTI. Undang-undang Keormasan semakin konkrit lagi setelah diadakan lokakarya sebagai tindak lanjut seminar sebelumnya. dari Iorum lokakarya dapat dirumuskan usulan kepada pemerintah dan DPR tentang pentingnya pembuatan Undang-undang Keormasan. Keinginan tentang adanya undang-undang keormasan baru tecapai setelah tujuh tahun kemudian, atau saat usia HKTI genap 12 tahun. Yaitu dengan diterbitkannya UU No. 8 tahun 1985 tentang organisasi kemasyarakatan sebagai salah satu paket dari lima undang-undang perpolitikan saat itu. dari kepentingan HKTI, ada dua hal yang penting dengan adanya UU No. 8/1985 yang dapat dijadikan landasan konstitusional utuk penguat dan pembenar eksistensi HKTI. Pertama, tentang keharusan terhadap segenap organisasi harus berasas Pancasila. Kedua, pembenaran HKTI sebagai satu-satunya organisasi tani di Indonesia. Kelahiran HKTI tahun 1973, bukan saja mengakhiri sistem multi ormas tani menjadi oirganisasi tungal HKTI, melaikan juga sekaligus menghapus multi ideologi yang dianut oleh masing-masing ormas tani, menajdi satu ideologi pancasila. Pada pasal 8 UU No. 8/1985, dinyatakan adanya pembina dan pengembang organisasi sejenis, bahkan dalam penjelasan pasal tersebut tertulis : '!embina dan pengembang organisasi sefenis pada bidang profesi tani adalah HKTI, maka secara konstitusional HKTI sudah benar dalam mempelopori terwujudnya Kongres Tani Indonesia sebelum lahirnya UU keormasan tersebut. Bahwa dicantumkan HKTI secara eksplisit dalam UU No. 8/85, tidak terlepas dari andil perjuangan kader HKTI dalam DPR.
Menjawab Masalah Tanah Tani dan tanah adalah dua hal yang memiliki keterkaitan yang manunggal, vital, bahkan sakral. Tersedianya areal tanah bagi petani dapat dikatakan sebagai nyawa usaha taninya. Pabrik petani bukan suatu bangunan gedung, melainkan berupa hamparan lahan tanah untuk dipergunakan melakukan budidaya tanaman, peternakan, maupun perikanan. Sejak sebelum lahirnya organisasi HKTI, rakyat tani telah bergelut dengan masalah pertanahan yang dipandang tidak adil. Kelahiran HKTI bersamaan dengan digiatkannya pembangunan nasional, telah ikut memicu mencuatnya berbagai kasus pertanahan yang susul menyusul dari berbagai wilayah Indonesia. Dengan penuh harapan kepada HKTI untuk dapat membantu rakyat dalam mengatasi masalah tanah, maka dari hari ke hari mengalir surat aduan kasus tanah kepada HKTI, dengan maksud untuk dapat mencarikan solusinya. Dari akumulasi masalah pertanahan, maka oleh DPP- HKTI masalah tanah dijadikan skala prioritas program untuk ditangani. Oleh karena itu pada tahun 1975, ketika dilangsungkannya sidang Majelis Permusyawaratan Organisasi (MPO), ditetapkan adanya panitia Kerja Tetap (Pajatap) untuk menangani masalah tanah. Ketika dilaksanakan rapat pleno DPP- HKTI di Bandungan tahun 1977, diputuskan suatu rekomendasi agar DPP- HKTI mengadakan Seminar Hukum Pertanahan yang diagendakan bersamaan dengan peringatan hari lahirnya UUPA sekaligus sebagai Hari Tani Nasional tanggal 24 September 1977. Tetapi pada akhirnya, setelah serangkaian konsultasi kepada pihak-pihak terkait kegiatan Seminar Hukum Pertanahan dilangsungkan pada tanggal 23-27 Januari 1978. Peserta yang hadir dalam seminar ini adalah peserta yang representative. Pesertanya berasal dari departemen dan lembaga pemerintah, lembaga tinggi negara, dan dari perguruan tinggi. Dengan adanya seminar ini serta tindak lanjut seminar berupa Lokakarya I dan Lokakarya II Hukum Pertanahan yang diselenggarakan oleh HKTI memberikan dampat positiI yakni pemerintah mengeluarkan berbagai peraturan menyangkut pertanahan.
Menjawab Tantangan Politis Sejak kelahiran HKTI, ketua umum saat itu yakni Martono telah berulang kali mengingatkan kepada jajaran pengurus, baik di pusat maupun di daerah, tentang adanya tiga kegiatan pokok HKTI yang dipilah menurut siIatnya, yakni kegiatan : konsolidasi, penguatan petani, dan advokasi. Konsolidasi bertujuan untuk membangun organisasi HKTI yang tangguh dan mandiri sehingga memperkuat posisi tawar juangnya,. Penguatan petani adalah untuk memIasilitasi agar petani berkemampuan membebaskan diri dari kemiskinan dan keterbelakangannya. Dan advokasi adalah untuk penyampaian aspirasi amanat penderitaan petani secara partisipatiI korektiI. Sangat disadari bahwa petani tidak identik dengan kemiskinan dan keterbelakangan, sejarah lama memberi pelajaran bahwa terjadinya kemiskinan dan keterbelakangan petani adalah karena dimiskinkan dan dibodohkan oleh produk- produk politik yang berupa kebijakan dan peraturan perudangan sejak jaman kolonial yang tidak berpihak kepada kepentingan petani penduduk pedesaan. HKTI sesungguhnya bukan organisasi sosial politik, melaikan organisasi kemasyarakatan organisasi tani. Namun demikian, dalam kiprah perjuangannya adakalanya HKTI terpaksa harus melakukan perjuangan politis, dalam arti sanggup memberikan koreksi atas berbagai produk politik baik berupa kebijakan maupun peraturan perundangan yang dihasilkan oleh lembaga politik.
MEMASUKI MASA LESU DARAH KEMUDIAN KEMBALI BERGAIRAH Masa Akhir Kepemimpinan Martono Sejak Munas I, penyusunan kepengurusan pusat HKTI ditempuh dengan sistem gabungan antara pemilihan ketua umum secara langsung dan Iormatur. Ketua umum terpilih ditetapkan sebagai ketua Iormatur. Pada Munas I dan II hampir dikatakan tidak ada masalah untuk memilih ketua umum. Namun pada Munas III ada sedikit permasalahan karena diperkirakan bahwa Martono tidak lagi bersedia menjadi ketua umum HKTI masa bakti 1989-1994. Oleh karena itu, ada pemikiran untuk mencari calon ketua umum alternatiI. Pada waktu itu, peserta munas dari Jawa Barat mengusulkan agar Solihin G. P. dicalonkan sebagai ketua umum HKTI yang baru. Namun setelah dilakukan pendekatan kepada Martono, ternyata beliau masih bersedia dicalonkan kembali sebagai ketua umum HKTI pada Munas III, dan ia terpilih sebagai ketua umum untuk yang ke empat kalinya. Dua tahun setelah berlangsungnya Munas III HKTI, kondisi kesehatan Ketua Umum HKTI, Martono, mulai menurun. Menyadari kondisi kesehatannya yang semaki menurun, Martono menyiapkan dua pucuk surat pribadi, satu untuk dikirim kepada DPP- HKTI, dan yang satu lagi untuk dikirim kepada Presiden Soeharto selaku Pembina Utama HKTI. Surat ke dua kepada DPP-HKTI menegaskan usulan untuk mengadakan Musyawarah Luar Biasa (MUNASLUB) guna memilih ketua umum HKTI yang baru. Hasil pertemuan pimpinan pusat HKTI dengan Ketua Umum Martono menyetujui untuk mempercepat Munas IV, kemudian DPP-HKTI pada tanggal 31 Oktober 1992 mengeluarkan surat keputusan nomor Kep-326/DPP/HKTI/10/1992 tentang Musyawarah Nasional IV dan Kongres Tani Indonesia III beserta susunan kepanitiaannya. Martono meninggal dunia pada tanggal 11 Desember 1992.
Gambar 1. Ketua Umum HKTI Martono sedang berjalan beriringan dengan Presiden Soeharto. Masa Lesu Darah : 1993-1999 Munas IV berhasi memilih pengurus DPP-HKTI baru, dengan pasangan Ketua Umum H. M. Ismail dan Sekretaris Jenderal Dr. Ir. Ida Bagus Putra. Dari duet H. M. Ismail dan I. B. Putera sudah dapat diperkirakan tidak adanya kesinambungan dengan kiprah HKTI selama dipimpin oleh Ketua Umum Martono. Munculnya nama I. B. putera sebagai sekjen DPP-HKTI karena salah seorang Iormatur berasal dari DPC HKTI dari Bali. I. B. Putera sendiri belum dikenal kapasitas kepemimpinannya dalam DPP-HKTI. Selama 20 tahun usia HKTI (1973- 1993) I. B. Putera belum pernah menjadi pengurus harian DPP-HKTI.
Dari seluruh komposisi kepengurusan DPP-HKTI masa bakti 1993-1999, dari jajaran pengurus harian sebanyak 17 orang hanya terdapat 5 orang yang berasal dari Ormas pendiri HKTI, selebihnya terdiri dari kalanga birokrat murni. Pengurus harian yang berasal dari kalangan birokrat sebagian besar tidak dapat diharapkan untuk secara aktiI sepenuhnya menangani kegiatan HKTI. Sedangkan diantara pengurus pleno sebanyak 45 orang, hanya sekitar 10 orang yang berasal dari Ormas Tani pendiri HKTI. Kondisi organisasi HKTI dalam kurun waktu 1993-1999 berada dalam keadaan lesu darah. Kehidupan HKTI masa itu masih tertolong karena masih adanya dana bantuan hasil kerjasama HKTI dengan KAS (Konrad Adenauer Gambar 2. H. M. Ismail, Ketua Umum HKTI Masa Bakti 1993 1999. $tiftug). Tapi dana bantuan KAS tersebut tidak digunakan secara tepat guna; tidak lagi dialokasikan untuk menumbuhkembangkan Kader-Kader Motivator (KAMOT) dan KUNTUM (Rukun Tani Usaha mandiri). Dana KAS lebih banyak terserap untuk melakukan perjalanan ke luar negeri sebanyak 18 kali.
HKTI Kembali Bergairah : 1999-2004 Hanya satu jalan konstitusional organisatoris yang bisa ditempuh oleh para pendiri dan eksponen HKTI yang ingin keluar dari kondisi HKTI yang lesu darah, yaitu menanti sampai berakhirnya masa bakti kepengurusan periode 1993-1998 dan terselenggara Munas V HKTI. Berdasarkan perhitungan waktu lima tahun sejak diadakannya Munas IV HKTI, seharusnya munas V HKTI diadakan pada bulan oktober 1998. Mengingat situasi politik tengah memuncak oleh aksi gerakan reIormasi untuk menjatuhkan Orde Baru, maka munas V HKTI baru diadakan pada bulan Februari 1999. Setelah diadakan komunikasi yang intens dengan kader-kader senior yang masih duduk sebagai Iungsionaris DPP- HKTI antara lain, Bambang Ismawan, Moh. Toha (alm), dan Usman Hasan (alm), dimana ketiganya berasal dari Ormas Tani Pendiri HKTI 1973, yang memiliki kemampuan untuk mensosialisasikan calon ketua umum kepada para peserta Munas, akhirnya Siswono berhasil dipilih Munas V HKTI sebagai ketua umum HKTI masa bakti 1999-2004. Segera terasa perbedaan HKTI dibawah Ketua Umum Siswono Yudohusodo dengan HKTI periode lima tahun sebelumnya. Dengan data akurat, analisa yang tajam, sorotan Ketua Umum Siswono terhadap berbagai masalah penting yang menyangkut kehidupan petani, pembangunan pertanian maupun masalah bangsa pada umumya, senantiasa dimuat dalam berbagai media masa, baik cetak maupun elektronik. Ketua Umum HKTI telah dianggap sebagai sumber berita yang selalu dicari atau diburu oleh pada wartawan. Pemberitaan yang tersebar luas sampai ke pelosok daerah Indonesia telah membentuk opini masyarakat bahwa Siswono identik dengan HKTI.
Pada awal memimpin HKTI, Siswono telah menginventarisir sejumlah masalah yang dihadapi oleh rakyat petani penduduk pedesaan yang harus mendapat perhatian penting HKTI, yaitu masalah tanah untuk petani, masalah posisi petani sebagai produsen pangan, masalah peningkatan pendapatan rakyat petani, masalah harga dan tata niaga produk pertanian, masalah kebijakan impor komoditi pertanian, dan berbagai kebijakan pemerintah yang menyangkut sektor pertanian dan pedesaan. Sesuai dengan Laoran Pertanggungjawaban DPP-HKTI masa bakti 1999- 2004 yang diterima oleh Munas VI HKTI 2004, kiprah HKTI selama lima tahun dapat dipilah dalam tiga kelompok aktivitas, yakni : internal dan konsolidasi organisasi, penguatan petani, dan advokasi.
TRANSISI-STAGNASI DAN PELURUSAN KEMBALI Masa Transisi : 2004-2005 Diantara sejumlah masalah penting yang harus diselesaikan oleh Munas VI, ada dua masalah penting yang memerlukan perhatian khusus bagi peserta, yakni masalah perubahan secara mendasar Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga HKTI serta masalah pemilihan ketua umum HKTI secara langsung. Gambar 3. Siswono Yudohusodo, Ketua Umum HKTI Masa Bakti 1999-2004. Dari pemilihan tahap pertama dalam Munas HKTI ke VI, akhirnya hanya tampil dua nama sebagai calon ketua umum, yakni Ir. Agusdin Pulungan, MSi. dan Prabowo Subianto. Pada pemilihan tahap ke dua, Prabowo Subianto mengumpulkan suara terbanyak. Dengan demikian Prabowo ditetapkan sebagai ketua umum HKTI terpilih untuk masa bakti 2004-2009. Dengan terpilihnya Prabowo subianto, merupakan salah satu jawaban tas teka-teki siapa ketua umum pengganti Siswono. Tetapi pertanyaan apakah ketua umum HKTI yang baru ini dapat memnuhi harapan menggantikan kualitas kepemimpinan HKTI seperti yang dilakukan oleh Siswono. Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa Prabowo adalah seorang perwira tinggi TNI yang terbiasa memimpin organisasi militer yang mapan. Hal yang pernah dialami oleh HKTI pada masa H. M. Ismail yang pernah menjadi gubernur memimpin organisasi pemerintahan provinsi yang mapan tetapi belum menjadi jaminan sukses memimpin organisasi kemasyarakatan proIesi tani.
Era Kepemimpinan Prabowo Subianto Sesuai dengan ketentuan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) HKTI yang telah diperbaiki dan disahkan pada Munas VI, maka mulai periode kepengurusan 2004-2009 istilah Dewan Pimpinan Pusat (DPP) tidak Gambar 4. Prabowo Subianto, Ketua Umum HKTI Masa Bakti 2004-2009. digunakan lagi, selanjutnya diganti dengan istilah Dewan Pimpinan Nasional (DPN). Selain telah berhasil memilih dan menetapkan Prabowo Subianto sebagai ketua umum, Munas VI juga berhasil menyusun personalia pengurus harian DPN HKTI untuk masa bakti 2004-2009 yang dituangkan dalam ketetapan munas nomor : VIII/Munas/HKTI/2004. Dari dokumen remi laporan pertanggungjawaban DPN-HKTI masa bakti 2004-2009 setebal 54 halaman yang disajikan pada Munas VII di Bali, dapat disimpulkan bahwa aktiIitas DPN-HKTI relatiI hanya berlangsung di tahun pertama, yakni pada tahun 2005. Adapun pada tahun-tahun berikutnya sampai dengan akhir masa baktinya di tahun 2009, DPN-HKTI boleh dikatakan berada dalam kondisi stagnasi atau dormansi. Ada sejumlah hal penting yang dicatat oleh segenap Iungsionaris HKTI di seluruh Indonesia tetapi tidak dimasukan dalam Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) DPN-HKTI masa bakti 2004-2009, yakni realisasi dari sejumlah rencana yang pernah dijanjikan oleh Ketua Umum HKTI Prabowo Subianto. Mandat DPN-HKTI hasil munas VI semestinnya telah harus berakhir pada tanggal 5 Desember 2009, namun pada kenyataannya Munas VII HKTI baru diselenggarakan pada 12 Juli 2010 di Bali, atau mundur selama tujuh bulan lebih dari jadwal semestinya. Lebih dari itu, sejarah mencatat untuk pertama kalinya penyelenggaraan Munas HKTI meghadapi masalah yang sangat serius, karena menyangkut aspek konsitusi AD/ART dan jati diri HKTI sebagai organisasi kerukunan tani. Sebagai mana telah digambarkan terdahulu, sesungguhnya sejak tahun 2007 kinerja DPN-HKTI sedah tidak lagi dalam suasana kolektiI kolegial, melainkan semacam terjangkit penyakit diskriminatiI. Internal pengurus harian nasional tidak kompak; hubungan pengurus harian dengan BPO tidak harmonis, dan komite- komite tidak diaktiIakan dan tidak diajak serta dalam pengambilan keputusan menyangkut kebijakan. Akibatnya rapat-rapat DPN-HKTI tidak pernah mecapai Iorum yang berhak dan dapat mengambil keputusan. Tanpa mealui proses rapat, DPN-HKTI sebagai mana diatur pada Anggaran Dasar HKTI pasal 14 ayat 2 yang dihadiri pengurus harian, BPO, dan komite tiba-tiba muncul apa yang menyebut dirinya sebagai panitia Munas VII HKTI, baik sebagai panitia pelaksana (OC/rgani:ing Committee) maupun panitia pengarah (SC/$teering Committee). Dalam surat keputusan kepanitiaan yang ditandatangani oleh ketua umum dan sekretaris jendral, memang tidak terbaca adanya konsideran 'memperhatikan tentang 'saran atau pendapat rapat DPN-HKTI sebagaimana lazimnya. Hal ini mengidikasikan bahwa menang tidak pernah ada rapat DPN-HKTI yang memutuskan tentang pembentukan panitia Munas. Oleh karena itu, keberadaaan mereka yang menamakan diri sebagai panitia Munas VII HKTI 2010 nyata-nyata berstatus illegal atau tidak sah menurut anggaran dasar. Disamping sejumlah pelanggaran AD/ART, panitia yang mempersiakan Munas VII HKTI 2010 di Bali juga secara terang-terangan melanggar asas demokrasi dan mengingkari jati diri organisasi HKTI. Persidangan Munas diwarnai dengan pelanggaran asas demokrasi yakni dengan dilakukannya pemberangusan hak bicara dan perampasan hak suara peserta Munas. Ketika dilakukan pembahasan tata tertib munas kepada peserta, para peserta tidak diberikan hak bicara untuk menanggapinya. Demikian pula dengan acara pemandangan umum, kesempatan bicara hanya diberikan kepada HKTI provinsi. Selanjutnya pernyataan dukungan yang dikemukakan secara verbal dalam pidato pemandangan umum HKTI provinsi tersebut dijadikan dasar untuk memilih ketua umum secara aklamasi. Ini ternyata merampas hak suara utusan HKTI kabupaten atau kota untuk melakukan pemulihan ketua umum secara langsung. Dengan ditiadakannya agenda pemilihan langsung untuk ketua umum secara demokratis, telah menyumbat adanya alternatiI calon ketua umum selain Prabowo. Padahal jelang dilangsungkannya Munas HKTI di Bali, telah ada tiga orang yang mendeklarasikan dirinya siap untuk maju menjadi ketua umum HKTI masa bakti 2010-2015 yakni JaIar HaIsah, Ny. Titik Soeharto, dan Oesman Sapta. Penanganan keamanan munas juga tidak dipercayakan kepada warga HKTI seperti biasanya, melainkan diserahkan kepada pengikut salah satu organisasi politik. Demikian ketatnya penjagaan keamanan, sehingga banyak warga HKTI yang kesulitan untuk memasuki ruang munas. Bahkan kader senior HKTI Siswono Yudohusodo yang masih bertugas sebagai ketua BPO HKTI, ditolak masuk ke ruang persidangan. Ini merupakan pengingkaran atas jati diri organisasi HKTI yang berjiwa kerukunan dan tidak menjadi underbow salah satu organisasi politik. Sebagian besar peserta Munas VII HKTI yang berlangsung pada tanggal 13 Juli 2010 di Hotel Inna Grand Sanur Bali, merasa tidak puas atas suasana rapat yang dinilai melanggar asas demokrasi dan mengingkari jati diri HKTI. Selain melakukan walk out, ketidakpuasan tersebut juga disalurkan bersama segenap eksponen kader maupun Iungsionaris DPN-HKTI dalam bentuk pernyataan sikap menolak Munas VII HKTI di Inna Grand Sanur Bali. Pernyataan sikap tersebut ditandatangani oleh segenap yang hadir, antara lain : Ketua BPO, Dr. Ir. Siswono Yudohusodo. Anggota BPO, Dr. Ir. H. M. JaIar Hamsah dan Drs. Subiakto Tjakrawerdaya. Ketua Harian DPN, Dr. Ir. Benny pasaribu, M.Ec. Ketua DPN, Dr. Ir. Sutrisno Iwantono, MA, dan Ir. Nasrun Arain, MM, M.Si. Wakil Sekjen, Drs. RusIian, Joko Jarot, dan Ir. Peni Suprijasto. Bendahara, Ir. Elda Adiningrat dan Drs. Galumbang C. Sitinjak. Pendiri HKTI, Drs. H. Heroe Soeparto. Komite-komite, Drs. B. Beathor Suryadi (Komite Pelatihan ProIesi Tani). H. Mubardjo (Komite Pengkajian). Drs. H. Sirajuddin Sewang (Komite Perdagangan). Joko Edy, SH (Komite Perundang-undangan). Serta ratusan utusan peserta munas dari provinsi dan kabupaten/kota se-Indonesia. Sebagai tindak lanjut penolakan Munas VII HKTI di Inna Grand, pada malam hari tanggal 13 Juli 2010, bertempat di Hotel Paradise dilangsungkan rapat DPN HKTI. Peserta rapat terdiri dari BPO, pengurus harian dan komite-komite sebagai mana dimaksudkan oleh pasal 14 ayat 2 AD/ART. Keputusan rapat tersebut adalah kesepakatan untuk melangsungkan Munas VII HKTI lanjutan bertempat di Hotel Aston Denpasar Bali. Sesuai dengan rapat DPB HKTI pada malam tanggal 13 Juli 2010 di Hotel Paradise, maka tanggal 14 Juli 2010 dilangsungkan Munas VII HKTI lanjutan di Hotel Aston Denpasar. Dikatakan sebagai munas lanjutan bukan 'munas tandingan sebagaimana ungkapan yang digunakan oleh media masa tertentu karena munas yang berlangsung sehari sebelumnya sudah nyata-nyata dibajak oleh kelompok kepentingan. Sangat berbeda dengan suasana penyelenggaraan Munas di Hotel Inna Grand yang berlangsung gaduh, pada Munas lanjutan di Hotel Aston suasana demokratis dan kerukunan yang merupakan jati diri HKTI benar-benar dirasakan oleh para peserta. Setiap tahapan yang dilakukan senantiasa merujuk pada AD/ART serta peraturan tata tertib (tatib) yang telah disahkan sesuai dengan mekanisme yang telah disepakati oleh seluruh peserta munas. Pada pemilihan tehap pertama berhasil dijaring 5 (lima) nama untuk bakal calon ketua umum HKTI periode 2010-2015, yakni Oesman Sapta, Sutrisno Iwantoro, Nasrudin Arbain, Heri suginarjo, dan Galumbang Sitinjak. Sebelum dilakukan pemungutan suara untuk memilih ketua umum, masing-masing kandidat terlebih dahulu mendapat kesempatan menyampaikan visi misinya. Kandidat Nasrudin Arbain menyatakan mundur karena merasa tidak mampu, sementara Sutrisno Iwantono dinyatakan gugur karena tidak hadir dalam siding, sehingga tingal tiga nama yang dimajukan untuk dipilih oleh peserta munas. Dari 321 pemilih yang berasal dari Dewan Pimpinan Nasional (DPN), Dewan Pimpinan Provinsi (DPP), dan Dewan Pimpinan Kota/Kabupaten (DPK) HKTI, sebanyak 229 diantaranya memberikan suara kepada kandidat Oesman Sapta. Calon berikutnya, Heri Suginarjo memperoleh 47 suara dan Galumbang Sitinjak 30 suara, sedangkan sisa 14 suara lainnya dinyatakan rusak dan satu suara abstain. Merujuk pada hasil pemilihan langsung tersebut, maka Munas VII lanjutan langsung menetapkan Dr. Oesman Sapta sebagai Ketua Umum HKTI untuk masa bakti 2010-2015. Selanjutnya persidangan Munas VII lanjutan membentuk tim Iormatur yang diberi mandat penuh untuk menyusun personalia DPN-HKTI dengan batas waktu selambat-lambatnya satu bulan.
Terpilihnya ketua umum HKTI yang baru ini dipandang oleh munas sebagai penyelamat dan pelurusan kembali jalannya organisasi HKTI ke depan, karena prosesnya telah berlangsung sesuai dengan AD/ART dan terbebas dari rekayasa kelompok berkepentingan. Selain itu, dengan melihat ketua umum terpilih Oesman Sapta, yang lahir dan dibesarkan dari lingkungan petani kecil, namun berhasi membangun reputasi di bidang usaha dan organisasi, sehingga ia dipercaya menduduki berbagai jabatan penting di tingkat nasional maka banyak pihak yang optimis HKTI akan berhasil melakukan proses transIormasi menuju era kebangkitan petani Indonesia.
MENAPAK ERA KEBANGKITAN PETANI Kipran Oesman Sapta pada 100 Hari Pertama Di lingkungan organisasi sosial kemasyarakatan, tanpa terkecuali pada organisasi HKTI, publikasi program kerja 100 hari pertama dari pemimpin yang baru terpilih secara Iormal memang belum merupakan suatu kelaziman. Ketua umum HKTI yang terpilih pada Munas VII HKTI, Dr. Oesman Sapta, juga tidak melakukan hal itu. Namun dalam 100 hari pertama mendapat amanah sebagai ketua umum HKTI, ia telah melakukan rangkaian kegiatan yang cukup padat dan member sinyal positiI bagi kebangkitan petani dan pertanian Indonesia ke depan, baik kegiatan internal organisasi maupun eksternal yang diantaranya menarik perhatian Gambar 5. Dr. Oesman Sapta, Ketua Umum HKTI Masa Bakti 2010-2015. media masa. Berikut adalah sebagian diantara kiprah Oesman Sapta pada 100 hari pertama : O Menyusun personalia pengurus O Peresmian pengurus di Senayan O Silaturahmi dengan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Agung Laksono), Menteri Kehutanan (ZulkiIli Hasan), Menteri Pertanian (Suswono). O Rapat paripurna DPN HKTI O Buka puasa bersama O Bertemu Presiden di Cikeas O HKTI peduli yatim piatu O Tim Sebelas O Kemitraan dengan TNI AD O Pengesahan badan hokum serta hak paten atas logo dan lagu mars HKTI
Rencana Strategis HKTI 2010-2015 Setelah masa 100 hari pertama terlewati, kepengurusan DPN-HKTI di bawah kepemimpinan Oesman Sapta melakukan evaluasi terhadap progress dan hambatan yang dihadapi dari rangkaian aktivitas yang telah dilakukan. Selain mendiskusikan dengan jajaran pengurus harian, Ketua Umum Oesman Sapta juga mengkonsultasikan hasil evaluasi tersebut kepada para senior yang duduk sebagai Penasehat DPN-HKTI masa bakti 2010-2015. Berikut ini adalah petikan Rencana Strategis (Restra) yang disampaikan oleh Oesman Sapta kepada peserta Munas VII HKTI di Bali, pada awal Juli 2010 : O Visi HKTI sebagai organisasi petani yang independen, bermartabat, dan mitra utama pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan petani. O Misi 1) Mewujudkan HKTI sebagai organisasi yang proIesional, independen dan memiliki integritas moral yang tinggi. 2) Mendorong pembangunan pertanian yang tangguh dan berkelanjutan. 3) Mewujudkan ketahanan pangan melalui program yang mengarah pada peningkatan produksi. 4) Mendorong peningkatan peran sektor pertanian pertanian terhadap perekonomian nasional. 5) Meningkatkan akses pelaku usaha pertanian terhadap sumber daya dan pelayanan. 6) Memperjuangkan kepentingan dan perlindungan terhadap petani dan pertanian dalam sistem perdagangan domestik dan global. O Tujuan yang Ingin Dicapai HKTI 1) Membangun SDM petani mandiri dan organisasi HKTI yang kokoh, proIesional, serta independen. 2) Meningkatkan pemanIaatan sumber daya pertanian secara berkelanjutan. 3) Memantapkan ketahanan dan keamanan pangan. 4) Meningkatkan daya saing dan nilai tambah produk pertanian. 5) Menumbuhkembangkan usaha pertanian yang akan memacu aktiIitas ekonomi pedesaan. 6) Mendorong terciptanya sistem manajemen pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani. O Sasaran Ada 3 (tiga) sasaran utama pembangunan pertanian yang ingin dicapai HKTI dalam 5 (lima) tahun ke depan, yaitu : 1) Meningkatkan ketahanan pangan nasional yang meliputi meningkatnya kapasitas produksi komoditas pertanian. 2) Meningkatnya nilai tambah dan daya saing komoditas pertanian yang meliputi: Meningkatnya mutu produk primer pertanian. Meningkatnya keragaman pengolahan produk pertanian. Meningkatnya ekspor serta meningkatnya surplus perdagangan komoditas pertanian. 3) Meningkatnya kesejahteraan petani yang meliputi meningkatnya produktiIitas tenaga kerja di sektor pertanian. O Strategi Strategi untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan pertanian adalah sebagai berikut : 1) Meningkatakan sinergi dalam penyusunan kebijakan dan manajemen pembangunan pertanian. Sebagai bagian dari tulang punggung pembangunan ekonomi, pembangunan pertanian harus dilaksanakan secara sinergis dengan berbagai pihak seperti; pemerintah, dunia usaha, serta stakeholder lainnya. 2) Memperluas dan memanIaatkan basis produksi secara berkelanjutan. Permasalahan medasar yang berkaitan dengan pemanIaatan sember daya pertanian secara berkelanjutan adalah konversi lahan yang menyebabkan penurunan luas baku bahan sawah pada khususnya. Penurunan kualitas daerah aliran sungai hulu (DAS) sebagai akibat meningkatnya intensitas usaha tani di daerah DAS, dan penambahan penduduk yang memerlukan pemenuhan kebutuhan pangan sehingga meningkatkan intensiIikasi dan ekstensiIikasi lahan pertanian pangan. Salah satu dampak dari ekstensiIikasi antara lain adalah penggundulan hutan dan ekploitasi sumber daya lahan secara berlebihan. Di sisi lain, kekayaan dan keberagaman sumber daya lahan dan hayati Indonesia perlu dilestarikan dan dimanIaatkan secara optimal untuk menciptakan saling ketergantungan yang menguntungkan antar wilayah, dan memacu kegiatan perdagangan domestik dan global, mengembangkan investasi untuk menciptakan sumber pertumbuhan dan pendapatan baru dengan menempatkan petani sebagai pelaku utamanya. Untuk itu perlu: Perluasan dan pemanIaatan basis produksi secara berkelanjutan melalui optimalisasi pemanIaatan lahan. Pembukaan lahan baru terutama di luar Jawa. Pelestarian dan konservasi sumber daya lahan dan hayati. 3) Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan memberdayakan SDM pertanian. Dengan pemilikan lahan dan inIrastuktur pertanian yang kurang memadai, organisasi petani dan kualitas sember daya manusia yang lemah. Tanpa adanya kelembagaan yang kuat dan manajemen pengelolaan lahan yang memungkinkan tercapainya skala usaha yang optimal, akan mengakibatkan usaha tani menjadi kurang menarik secara ekonomis, karena tidak dapat memberikan jaminan sebagai sumber pendapatan yang mampu memberikan penghidupan yang layak. Upaya peningkatan kesejahteraan petani kecil hanya dapat dilakukan melalui peningkatan kapasitas SDM pertanian dan kemandirian petani, serta pengembangan kelembagaan pertanian untuk meningkatkan akses petani kepada aset produktiI di wilayah pedesaan. 4) Meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana pertanian Kondisi sarana dan prasarana pertanian sampai saat ini belum berpihak kepada petani sehingga mereka memiliki posisi tawar yang lemah. Sarana dan prasarana pertanian seperti sarana pertanian dan drainase, jalan, listrik, jalan usaha tani, pelabuhan (khususnya pelabuhan- pelabuhan ekspor baru di wilayah timur Indonesia), transportasi dan telekomunikasi merupakan prasaranan yang sangat dibutuhkan dalam pembangunan pertanian. Penerapan inovasi teknologi sering terhambat karena tidak tersedianya sarana dan prasarana seperti penyediaan input produksi, jaringan inIormasi atau inIrastruktur pemasaran hasil. Mendorong pengadaan Iasilitas penyediaan sarana dan prasarana termasuk sarana pemasaran yang dibutuhkan oleh banyak pelaku pembangunan pertanian. Merangsang investor untuk melakukan investasi usaha di bidang pertanaian. Mendorong instansi/lembaga lain untuk berpartisipasi dalam membangun sarana dan prasarana pertanian. 5) Meningkatkan inovasi dan diseminasi teknologi tepat guna Sejalan dengan pergeseran sistem dan manajeman produksi di masa yang akan datang dan menyikapi perkembangan permintaan pasar yang menyangkut mutu, harga, dan pelayanan, memerlukan perubahan strategi dalam menghasilkan inovasi teknologi, dengan memperhatikan keragaman pengguna, dan ekosistem pengembangannya. Dari sisi desiminasi, perlu perubahan strategi dalam mengidentiIikasi dan melakukan karakterisasi pengguna dan pelaku penyebar inovasi pertanian. Rendahnya produktivitas dan kualitas produk pertanian Indonesia merupakan akibat langsung dari rendahnya tingkat inovasi teknologi yang diterapkan petani. Untuk itu perlu penajaman program penelitian untuk menghasilkan inovasi teknologi yang lebih sesuai dengan kebutuhan pengguna. Selain itu perlu reorientasi sistem diseminasi dan revitalisasi penyuluhan pertanian. 6) Mempromosikan dan memproteksi komoditas pertanian Komitmen Indonesia untuk menghilangkan hambatan dalam perdagangan yang dapat menimbulkan distorsi pasar tenyata tidak dilaksanakan oleh semua negara, sehingga petani Indonesia dihadapkan pada persaingan yang tidak adil dengan petani dari negara lain yang dnegan mudah mendapat perlindungan tariI dan non-tariI serta subsidi langsung dan tidak langsung. Oleh karena itu, ke depan HKTI akan mendorong pemerintah agar konsisten menerapkan pengendalian harga sekaligus mempromosikan produk-produk pertanian strategis. Proteksi dapat dilakukan antara lain melalui kebijakan penetapan tariI dan pengaturan impor, penetapan harga dasar, memberikan subsidi secara tepat untuk sarana produksi, dan subsidi bunga kredit untuk modal usaha tani. O Arahan Program HKTI Banyak kebijakan strategi yang terkait langsung dengan pembangunan pertanian, namun kewenangannya berada di berbagai instansi pemerintah. Kebijakan tersebut meliputi kebijakan makro, keijakan moneter, kebijakan Iiskal, kebijakan nasional, kebijakan pengambangan inIrastruktur khususnya pengelolaan jaringan, rawa, dan jaringan pengairan, kebijakan pengambangan kelembagaan (temasuk di dalamnya lembaga keuangan, Iungsi penelitian dan pengambangan, pengembangan SDM, dan pengembangan organisasi petani), kebijakan pendayagunaan dan tumbuhan baru, dan kebijakan pengembangan ketahanan pangan. Oleh karena itu ada beberapa kebijakan strategis yang ingin ditekankan oleh HKTI dan memerlukan penanganan segera, yakni: 1) Kebijakan ekonomi makro yang kondusiI yaitu hasil inIlasi yang rendah, nilai tukar yang stabil dan suku bunga riil positiI. 2) Pembanguan inIrastruktur pertanian meliputi pemngunan dan rehabilitasi jaringan irigasi, perluasan lahan pertanian terutama di luar Jawa, pencegahan konversi lahan terutama di Jawa, pengembangan jalan usaha tani dan jalan produksi serta inIrastruktur lainnya. 3) Kebijakan pembiayaan untuk mengambangkan lembaga keuangan yang khusus melayani sektor pertanian, lembaga keuangan mikro, pembiayaan pola syariah, dan lainnya. 4) Kebijakan perdagangan yang memIasilitasi kelancaran pemasaran baik di pasar dalam negeri maupun ekspor. Untuk melindungi sektor pertanian dari persaingan di pasar dunia, diperlukan: Penerapan tariI dan hambatan non-tariI untuk komoditas-komoditas beras, kedelai, jagung, gula, dan beberapa produk hortikultura. Kebijakan pengambangan industri yang lebih menekankan pada agroindustri skala kecil di pedesaan dalam rangka meningkatkan nilai tambah dan pendapatan petani. Kebijakan investasi yang kondusiI untuk lebih mendorong minat investor dalam sektor pertanian. Arahan program yang ingin ditekankan oleh HKTI yang mengacu pada poin kebijakan di atas adalah: 1) Program peningkatan koordinasi dalam penyusunan kebijakan dan manajemen pembangunan pertanian, diarahkan untuk: Peningkatan keterbukaan dalam perumusan kebijakan dan manajemen pembangunan pertanian. peningkatan evaluasi, pengawasan, dan pengendalian manajemen pembangunan pertanian, penyelarasan pembangunan pertanian antar sektor dan wilayah. 2) Program memperluas dan meningkatkan basis produksi secara berkelanjutan diarahkan untuk: Peningkatan investasi swasta. Penataan hak, kepemilikan dan penggunaan lahan. Kebijakan pewilayahan komoditas. Penataan sistem pewarisan lahan pertanian. 3) Program meningkatkan kapasitas dan pemberdayaan SDM. Menysusn kebijakan revitalisasi penyuluhan, pendampingan, pendidikan, dan pelatihan pertanian. Penyelenggaraan pendidikan pertanian bagi petani. Pengembangan kelembagaan petani. 4) Program meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana pertanian diarahkan untuk: Pengembangan sarana dan prasarana usaha pertanian. Pengambangan lembaga keuangan pedesaan. Pengembangan sarana pengolahan dan pemasaran. 5) Program meningkatkan inovasi dan diseminasi teknologi tepat guna diarahkan untuk: Merespon permasalahan dan kebutuhan pengguna. Mendukung optimalisasi pemanIaatan sumber daya pertanian spesiIik lokasi. Pengembangan produk berdaya saing. Penyelarasan dan integrasi dengan penguasaan iptek pertanian. Percepatan proses dan perluasan jaringan diseminasi dan penjaringan umpan balik inovasi pertanian. 6) Program meningkatkan promosi dan proteksi komoditas pertanian, diarahkan untuk: Terciptanya kebijakan subsidi tepat sasaran dalam sarana produksi, harga output, dan bunga kredit untuk modal usaha tani. Peningkatan ekspor dan pengendalian impor. Terciptanya kebijakan penetapan tariII impor dan pengaturan impor. Peningkatan produktivitas dan eIisiensi usaha. Perbaikan kualitas dan standarisasi produk melalui penerapan teknologi produksi, pengelolaan pasca panen dan pengolahan hasil. Penguatan sistem pemasaran dan perlindungan usaha.
B. Menuju Kemanunggalan Ormas Tani Paling tidak ada dua Ienomena yang menggugah kesadaran dan mendorong niat BKS-Tani untuk membangun eksistensi organisasi massa tani, sebagai alat perjuangan memperbaiki nasib rakyat petani penduduk pedesaan, yang solid, kokoh tangguh, dan sanggup menjawab tuntutan dan tantangan jaman yang terus berkembang. Kedua Ienomena tersebut antara lain adalah : Pertama, tentang pernyataan Menteri Pertanian pada Hari Tani Nasional tahun 1972 di Cihea - Cianjur, Jawa Barat, bahwa Departemen Pertanian akan mengganti Hari Tani Nasional tanggal 24 September dengan Hari Krida Pertanian tanggal 21 Juni serta mengangkat Ketua Kontak Tani Nasional dan program Pertemuan Nasional (Penas) Kontak Tani setiap dua tahun; Kedua, adanya arus nasional tentang restrukturulisasi organisasi, yang telah membawa hasil dikelompokkan sembilan (9) partai politik menjadi dua partai politik baru, masing- masing Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Mulai awal Januari 1973, setelah kerja marathon dan melakukan pertemuan konsultasi dengan berbagai pihak yang kompeten, selanjutnya dengan bantuan dari Kolonel Sumardan dari BAKIN (Badan Koordinasi Intelejen Negara) mulai tangal 15 April 1973 Tim Sembilan memperoleh Iasilitas berupa satu ruangan pertemuan yang lebih aman dan nyaman di jalan Senopati , Jakarta.
. Nama Organisasi Diantara beberapa usulan nama, ada dua usulan nama yang dibahas secara mendalam oleh Tim Sembilan. Pertama, anggota tim Moh Toha menyampaikan usul untuk nama Ormas Tani yang baru dimasukkan kata 'Rukun Tani, sebagaimana yang digunakan oleh Budi Utomo untuk organisasi tani. Sementara anggota Tim Sembilan memikirkan nama yang tepat , Heroe Soeparto mengusulkan rumusan nama Organisasi Massa Tani yang akan dibentuk, yakni Himpunan Kerukunan Tani Indonesia. Setelah adanya kesepakatan tentang nama organisasi, pada tanggal 21 April disepakati rancangan Anggaran Dasar Organisasi. Adapun Anggaran Rumah Tangga diserahkan kepada pimpinan organisasi yang akan dibentuk. Nama HKTI merupakan jiwa organisasi yang memiliki nilai IilosoIi sebagai berikut : O HIMPUNAN; Berasal dari akar kata ' himpun yang mempunyai arti mengumpulkan atau menyatukan dari berbagai hal yang semula berserakan. Digunakannya nama ' himpunan memberi makna bahwa organisasi ini merupakan wadah tunggal berhimpunnya segenap 14 Ormas Tani yang ada diseluruh Indonesia. O KERUKUNAN; Berasal dari kata ' rukun , yang mengandung arti ' bersatunya tujuan dan perbuatan . Secara negative kata rukun menolak terjadinya konIlik terbuka. Dengan kerukunan itu pula menjadi landasan berlangsungnya ' musyawarah untuk muIakat sebagai metode pemecahan masalah. Kerukunan mendambakan suasana keharmonisan dalam pluralitas atau kemajemukan. O TANI; Kata ' tani adalah nama jenis kerja atau proIesi awal dan vital yang dikenal dalam kehidupan umat manusia. O INDONESIA; Merupakan nama bangsa dan negara yang terdiri dari gugusan 17.050 pulau-pulau besar dan kecil. Wilayah Indonesia memiliki variasi jenis tanah, iklim dan ketinggian yang sangat besar. Juga memiliki kekayaan keanekaragaman hayati, yang oleh dunia Internasional dijuluki sebagai Negara megabiodiversity. Dicantumkannya kata Indonesia sebagai nama organisasi member siIat bahwa organisasi ini berskala nasional.
D. Memilih alon Ketua Umum Untuk menentukan siapa yang akan diusulkan menjadi Ketua Umum organisasi tani yang baru ini, timbul permasalahan politis psikologis. Pada rapat Tim Sembilan tanggal 21 April, jam 01.00 malam , barulah diketemukan seseorang bernama Martono. Beliau adalah Ketua Umum Warga Tani Kosogoro, dan seorang tokoh dalam Golkar pemenang Pemilu 1971. Martono sebagai calon Ketua Umum segera dapat disetujui oleh H.M Munasir dari unsur PPP dan Sadjarwo dari unsur PDI. Setelah dilakukan konsultasi dengan Martono di kediamannya pada jam 03.00 dinihari, diperoleh pernyataan kesediaanya dicalonkan sebagai Ketua Umum organisasi massa tani yang baru. Maka secara deIinitiI Tim Sembilan menetapkan Martono, sebagai calon Ketua Umum organisasi tani Himpunan Kerukunan Tani Indonesia.
E. Deklarasi Kelahiran HKTI Setelah Martono selaku Ketua Umum memberikan penjelasan tentang kebijakan yang akan ditempuh, terutama dalam menyusun komposisi personalia kepengurusan secara akomodatiI, dan minta waktu selambat-lambatnya satu minggu sudah tersusun kepengurusan yang menjamin semua unsur Ormas Tani yang ada terwakili di dalamnya, maka musyawarah memberikan persetujuan. Akhir dari musyawarah ialah, dibacakannya naskah deklarasi yang akan ditanda tangani oleh segenap Ormas yang setuju berIusi. Karena saat penanda tangan deklarasi pendirian Himpunan Kerukunan Tani Indonesia sudah melewati pukul 24.00 WIB, atau tepatnya pukul 00.30 tanggal 27 April 1973, maka tanggal tersebut disepakati dan ditetapkan sebagai hari lahir organisasi Himpunan Kerukunan Tani Indonesia. Berikut Munas yang pernah diselenggarakan HKTI : O MUNAS I HKTI 1979 : Kegiatan Pemuda Tani masih disatukan dengan bidang Wanita. O MUNAS II HKTI 1984 : Dibentuk Departemen Pemuda dan Tenaga Kerja, kemudian Panitia Kerja Tetap (Panjatap) dan pada 28 Oktober 1986 di Yogyakarta, berdirilah Pemuda Tani HKTI. O MUNAS III HKTI 1989 : Fungsionaris HKTI Muda menyepakati Badan Khusus (Basus) Pemuda Tani. O Status BASUS Pemuda Tani sebagai organisasi Kepemudaan yang bersiIat Independen/Mandiri dan merupakan sub-ordinat HKTI. Hubungan Pemuda Tani dan HKTI bersiIat Historis dan Ideologis. O Berdasarkan Surat Keterangan Dirjen SOSPOL Nomor : 175 Tahun 1998, Pemuda Tani HKTI mempunyai status sebagai Organisasi Kepemudaan ProIesi (OKP) yang bergerak dibidang pembangunan pertanian dan pedesaan. O PERNAS I Pemuda Tani HKTI 1999 : Perkembangan organisasi kepemudaan menuntut Pemuda tani lebih berperan aktiI, maka Pengurus HKTI Periode 1999- 2004 membebaskan Pemuda Tani untuk memilih bentuk dan struktur organisasinya, tetapi tetap dalam keluarga besar HKTI. O PERNAS II Pemuda Tani HKTI 2004 : Pemuda Tani bersiIat Independen/Mandiri untuk menyusun program dan kegiatan, serta bentuk dan struktur organisasinya. Selanjutnya Pemuda Tani HKTI berkembang lebih mandiri dan independen untuk menjadi Pemuda Tani Indonesia (PETANI) di motori oleh semangat perubahan dari kaum intelektual muda yang memiliki komitmen kuat terhadap pengembangan, pemberdayaan serta penguatan institusi masyarakat tani. PETANI juga didukung oleh pakar-pakar dari berbagai disiplin ilmu yang secara langsung ikut aktiI dalam berbagai program yang dijalankan serta memiliki jaringan kerja dengan institusi pemerintah dan NGO (Non Goverment Organization) lokal, nasional dan internasional. Organisasi ini merupakan wadah penyatu potensi kaum muda dari berbagai disiplin ilmu untuk berperan aktiI dalam upaya peberdayaan dan peningkatan posisi tawar masyarakat tani dari skala lokal hingga nasional dengan pendekatan partisipatori, sebagai upaya mewujudkan kaum tani dan penduduk desa dari keterbelakangan dan kemiskinan dan ketidakadilan dalam rangka mewujudkan tujuan Nasional sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UU Dasar 1945.
F.Visi dan Misi HKTI Visi HKTI adalah : 'Dilandasi kesadaran pemberdayaan rakyat petani penduduk pedesaan untuk mensyukuri karunia Tuhan atas tanah air Indonesia yang agraris, merupakan jaminan untuk terwujudnya kehidupan bangsa Indonesia yang riil besar dan kaya, serta masyarakat yang adil dan makmur sejahtera merata. Misi HKTI adalah : 'Berpatisipasi aktiI bersama pemerintah Indonesia untuk mensukseskan pembangunan nasional khususnya bidang pertanian dan pedesaan dengan sasaran utama : a. Memperbaiki nasib dan mengangkat harkat martabat rakyat petani penduduk pedesaan. b. Memerangi kemiskinan dan keterbelakangan rakyat petani dan penduduk pedesaan. c. Berperan aktiI mewujudkan tata kehidupan masyarakat pedesaan Indonesia yang modern, demokrasi adil dan makmur merata.
O HKTI WAKTU SEKARANG HKTI yang berdiri sejak 1973 sebenarnya merupakan subordinat kekuasaan Orde Baru dan menjadi substruktur kepentingan Partai Golkar dalam mengonsolidasikan kekuatan sosial petani, termasuk untuk kepentingan politik pemilu. Jadi kalau dilihat dari konteks sejarah yang ada, HKTI bukan merupakan gerakan sosial politik massa yang berlandaskan kesadaran kolektiI petani untuk menuntut hak sipil dari sistem sosial demokrasi. Perjalanan sejarah HKTI memang menjadi Iragmentasi politik elite di tengah konstalasi politik demokrasi totaliter dan menjadi instrumen konsolidasi kekuasaan dalam melakukan proses politik pembangunan. Di saat konsolidasi politik dan pembangunan itulah, petani sebagai struktur elementer sosial yang memiliki sumber potensi politik dan sekaligus memiliki kekuatan ekonomi dalam negara agraris, akhirnya dikendalikan secara kooptatiI dan sistematik melalui kekuasaan politik.
I. MeniIesto Parpol Momentum sejarah reIormasi politik pada 1998 melahirkan berbagai ekspektasi politik publik untuk merestrukturisasi seluruh institusi sosial kembali pada kepentingan elementer sosiokultural. Termasuk HKTI, diharapkan mereIormulasi gerakannya untuk mengakomodasikan kepentingan petani secara proporsional. Tapi, di tengah transisi politik yang ada, HKTI belum maksimal melakukan perubahan orientasi organisasi. Karena dalam transisi tersebut, HKTI yang ketika itu dipimpin Siswono Yudohusodo masih menjadi bagian dari kekuatan Partai Golkar. Begitu juga ketika Munas HKTI 2005, ketika Prabowo Subianto terpilih menjadi ketua umum, yang diharapkan bisa membawa HKTI dalam proses transisi, tapi akhirnya juga gagal. Ini disebabkan Prabowo juga menjadi bagian dari Partai Golkar. Sehingga, dia tidak lepas dari vested interest politik tersebut. Selanjutnya, menjelang Pemilu 2009, Prabowo mendirikan Partai Gerindra yang secara tidak langsung juga membawa kepentingan parpol dalam HKTI. Apalagi ketika Prabowo terlibat dalam pencalonan wakil presiden. Dengan demikian, harapan publik dan petani untuk memiliki organisasi sosial dan proIesi yang memadai dalam melakukan konsolidasi selalu dihadapkan pada persoalan kekuatan serta kekuasaan parpol.
II. Quo Vadis Struktural HKTI yang diharapkan mampu menjadi bagian integral dari sosial petani, ternyata belum optimal melakukan koordinasi dan konsolidasi terhadap kepentingan petani. Bahkan persoalan nasional maupun domestik yang menyangkut petani tidak dimaniIestasikan secara sistemik melalui kerja struktural. Akibatnya, banyak sengketa pertanahan yang melibatkan sosial petani dengan PTPN, pengusaha, dan pemerintah yang terjadi di berbagai daerah belum banyak melibatkan kekuatan HKTI. Masalah regulasi sektor pertanian, baik distribusi pupuk, subsidi, insentiI, intensiIikasi produksi, dan pemberdayaan ekonomi petani, juga belum dirumuskan secara proporsional oleh HKTI. Seakan kekuatan struktural ini kehilangan momentum strategis dalam menIasilitasi berbagai persoalan petani. Begitu juga masalah struktur internal, ternyata belum memberikan apresiasi mendasar dari kebutuhan petani di tengah transIormasi liberalisasi pembangunan. Pusaran kekuatan struktur HKTI masih menjadi represi kepentingan politik dan kekuasaan elite yang cenderung pragmatis sehingga mengabaikan persoalan petani itu sendiri. Di tengah perhelatan Munas HKTI 2010 ini, tampilnya berbagai konIigurasi Iigur politik nasional yang akan maju menjadi calon ketua umum HKTI 20102015, kelihatannya belum memiliki kompetensi membawa perubahan signiIikan, baik struktural maupun masalah sosial petani. Hadirnya kembali Prabowo Subianto dan sejumlah nama populis lain, seperti Titiek Soeharto, Ja'Iar HaIsah, Anton Apriantono, Sutiyoso, dan Oesman Sapta, justru menjustiIikasi pandangan bahwa HKTI memang menjadi subsistem kekuasaan parpol. Seharusnya persoalan utama munas kali ini adalah terjadinya sebuah rekonsolidasi antara kepentingan dasar petani di tengah transisi budaya dan sistem sosial ekonomi yang selama ini memberikan pengalaman memarginalkan peran petani dalam struktur yang lebih luas. Dengan demikian, dari hasil Munas HKTI setidaknya lahir keputusan strategis bagi petani dengan seluruh entitas produk yang dimiliki menjadi kekuatan elementer pembangunan. Secara parsial, hasil munas hendaknya memperkukuh struktur sosial petani sehingga memiliki legitimasi domain dari proses tersebut. Pada akhirnya diharapkan struktur HKTI dan sosial petani memiliki koordinasi menjalankan Iungsi dan peran strukturalisasi. Karena bagaimanapun, ekspektasi petani terhadap HKTI tetap besar yang diharapkan mampu menjembatani berbagai persoalan yang dihadapi. Maka dalam munas ini bukan persoalan siapa yang menjadi ketua umum HKTI, tapi apa dan bagaimana konstribusi yang dimaniIestasikan kepada petani oleh pengurus dari hasil munas tersebut. Kalau pada akhirnya HKTI masih menjadi represi di antara parpol yang ada, dapat dipastikan HKTI tetap menjadi sirkulasi kepentingan politik parpol terhadap struktur sosial petani. Padahal di tengah persoalan deIormasi HKTI ini, kemampuan memperkukuh dasar otonomisasi struktur HKTI menjadi langkah utama untuk merumuskan kembali struktur sosial petani menjadi gerakan kolektiI. Mengeluarkan HKTI dari kooptasi dan sandera politik parpol pada munas sekarang ini kelihatannya sulit. Berbagai persoalan struktural masih dihadapkan pada persepsi kemampuan mobilitas dan kapasitas ekonomi personal Iigur. Karena itu, asumsi ini memiliki legitimasi kembalinya kekuatan pemilik distribusi modal menjadi subordinat kekuasaan mengendalikan HKTI. O KISRUH HKTI ( HKTI Prabowo Vs HKTI Oesman Sapta ) HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia) mengalami konIlik dualisme. Perpecahan dalam ormas yang menjadi salah satu kendaraan politik Prabowo Subianto pada pemilu 2009 ini berujung pada munculnya HKTI tandingan milik Oesman Sapta. Akhir-akhir ini, HKTI Prabowo Subianto gerah. Di dalam iklan di beberapa media cetak dan digital, Oesman Sapta mengucapkan terima kasih kepada Menkumham Patrialis Akbar atas pengesahan kepengurusan HKTI di bawah pimpinan Oesman Sapta. Dalam surat bernomor AHU-14.AH.01.08 Tahun 2011 itu, Dirjen HKI (Hak atas Kekayaan Intelektual) telah memberikan hak cipta atas nama, logo, dan mars HKTI atas nama Oesman Sapta. Pihak Prabowo Subianto sebenarnya sudah mengusahakan dialog dengan pihak Oesman Sapta, namun dialog selalu menemui jalan buntu. Pihak Prabowo Subianto lalu melakukan gugatan atas hak cipta nama, logo, dan mars HKTI atas nama Oesman Sapta. Perseturuan antara Prabowo Subianto dan Oesman Sapta sebenarnya dimulai ketika Munas Ke-7 HKTI di Bali pada 12-15 Juli 2010. Munas yang seharusnya menjadi momen untuk menyerap aspirasi para petani seluruh Indonesia itu justru menjadi arena persaingan politik. Maklum calon ketua HKTI hampir semuanya berasal dari elit politik dan malah bukan berasal dari perwakilan petani. Nama-nama yang diorbitkan sebagai calon ketua HKTI periode 2010-2015 itu antara lain Wasekjen DPP Partai Golkar Titiek Soeharto yang juga mantan istri Prabowo Subianto, Ketua DPP Partai Demokrat Muh. JaIar HaIsah, Ketua Umum PPD (Partai Persatuan Daerah) Oesman Sapta, kader PKS yang juga mantan Menteri Pertanian Anton Apriantono, Mantan Gubernur DKI Sutiyoso, dan anggota KPPU Benni Pasaribu. Tetapi akhirnya, Prabowo Subianto memperoleh dukungan dari 485 peserta Munas Ke-7 HKTI. Mantan Panglima Kostrad dan Danjen Kopassus Letjen (Purn) Prabowo Subianto akhirnya terpilih kembali menjadi ketua umum HKTI. Beberapa pihak sebenarnya menginginkan ketua umum HKTI yang baru berasal dari tokoh yang memiliki latar belakang pertanian. Moh. JaIar HaIsah adalah salah satu yang diIavoritkan menjadi ketua umum HKTI karena merupakan praktisi pertanian dan didukung oleh Partai Demokrat. Namun diduga karena kurang populernya Partai Demokrat di kalangan petani, Moh. JaIar HaIsah tidak terpilih. Selain itu, Moh. JaIar HaIsah diusung Partai Demokrat untuk memecah HKTI yang selama ini menjadi salah satu ormas pendukung Gerindra milik Prabowo Subianto. Terpilihnya kembali Prabowo Subianto kemudian mengundang polemik di internal HKTI. Beberapa tokoh seperti Moh. JaIar HaIsah, Oesman Sapta, dan Titiek Soeharto kemudian mengadakan munas tandingan. Munas tandingan itu kemudian memutuskan memilih Oesman Sapta sebagai ketua umum HKTI tandingan. Permasalahan antara HKTI Prabowo Subianto dan HKTI Oesman Sapta semakin mengerucut akhir-akhir ini. Setelah mendapatkan hak cipta nama, logo, dan mars HKTI, Oesman Sapta menganggap bahwa HKTI versinya adalah HKTI yang sah secara hukum. Kemudian Oesman Sapta menggunakan nama HKTI dalam beberapa iklan di media massa. Pihak Prabowo Sobianto yang tidak mendapatkan jawaban dari pihak Oesman Sapta kemudian mengajukan gugatan atas HKTI versi Oesman Sapta. HKTI Oesman Sapta yang sudah memegang sertiIikat atas hak cipta nama, logo, dan mars HKTI dari Dirjen HKI kemudian merasa benar sendiri. Bukannya merespon gugatan dari pihak Prabowo Subianto, HKTI Oesman Sapta justru melakukan gugatan balik karena HKTI Prabowo Subianto masih menggunakan nama, logo, dan mars HKTI dalam pembukaan rakernas HKTI Prabowo semalam di Hotel Sahid Jaya, Jakarta. Rakernas ini diadakan tiga hari sejak tanggal 25 Februari 2011 sampai tanggal 27 Februari 2011. Permasalahan semacam ini sebenarnya pernah juga terjadi pada Partai Kebangkitan Bangsa. Perseturuan antara PKB Gus Dur dan PKB Muhaimin Iskandar kemudian dimenangkan oleh pihak Muhaimin Iskandar yang sudah mendaItarkan PKB sebagai badan hukum yang resmi. Memang secara hukum, saya mengakui keabsahan pihak yang mempunyai sertiIikat resmi. Namun yang saya sayangkan adalah pihak Dirjen HKI yang kurang memperhatikan apa yang sudah menjadi domain publik, sesuatu yang sudah diketahui secara umum.
BAB II PEMBAHASAN
PELAKSANAAN KEGIATAN PEMBERDAYAAN HKTI GARUT Dalam melaksanakan kegitan pemberdayaannya, HKTI Garut bekerjasama dengan Perusahaan pupuk dan pestisida yaitu PT. Kembang Langit. Dimana kegiatan pemberdayaannya diIokuskan kepada petani petani di daerah Garut khususnya. HKTI dan PT. Kembang Langit bekerjasama dalam membantu petani meningkatkan hasil produksi pertaniannya dengan menggunakan konsep baru yang lebih eIektiI dan eIisien yaitu dengan menerapkan system pertanian organik. HKTI dan PT. Kembang Langit mencoba menanamkan konsep baru kepada petani untuk menggunakan pupuk dan pestisida organic dan tidak lagi menggunakan pupuk maupun pestisida kimia. Selain dapat meningkatkan hasil produksi pertanian itu sendiri,penggunaan pupuk dan pestisida organik ini dapat sangat menghemat biaya produksi. Jadi penerapan konsep oleh HKTI dan PT. Kembang Langit ini diharapkan dapat menjadi jalan keluar untuk petani atas segala permasalahan dalam kegiatan pertanian mereka. Kegiatan yang telahdilakukanoleh HKTI dan PT. Kembang Langit diantaranya adalah sosialisasi pertanian organik, penyuluhan pertanian organik, dan pembimbingan langsung pertanian organik di lahan petani tertentu. Kegiatan yang kami lakukan di sana adalah pada saat pembimbingan langsung pertanian organik di lahan. Adapun beberapa program HKTI garut yang berhasil kami himpun dan amati langsung dilapangan: 1. Pengendalian Hama abai di Desa Margaluyu Kecamatan Leles, Garut. Berikut adalah salah satu kegiatan yang dilakukan, lokasinya di Desa Cigasti Margaluyu Kecamatan Leles, Garut. Petugas lapangan dari PT. Kembang Langit melakukan aplikasi uji terap produk pupuk dan pestisidanya yaitu PROTEK-tan dan PESNATOR. Tujuannya adalah untuk mengendalikan penyakit keriting daun pada tanaman cabe. Dalam hal ini yang menjadi catatan adalah uji terap ini dilakukan pada tanaman yang sebelumnya sudahkan dicabut atau dibuang dan diganti dengan tanaman baru. Tanaman ini awalnya sudah terserang keriting daun yang sangat parah, hampir sebagian besar di wilayah tersebut kasusnya hampir merata yaitu terserang hama trips.
Tanaman sudah mulai pulih setelah penerapan Protektan dan Pesnator selama dua bulan.
Setelah tiga bulan, tanaman sudah mulai berbuah meskipun kurang optimal, setidaknya tanaman tersebut tidak jadi dicabut dan ditanam ulang dari awal karena membutuhkan biaya yang cukup banyak.
Kegiatan pembimbingan langsung kepada beberapa petani cabai di Garut ini terbukti sangat berpengaruh positiI, Penerapan konsep pertanian organik dengan menggunakan pupuk dan pestisida yang diproduksi oleh PT. Kembang Langit terbukti sangat membantu beberapa petani cabai dan holtikultura di daerah Garut. Beberapa petani yang sempat Irustasi karena cabainya terserang hama dan terancam gagal panen pun masih dapat ditolong berkat penerapan pupuk dan pestisida organic tersebut. Adapun beberapa petani holtikultura yang manjadi binaan langsung HKTI dan PT. Kembang Langit untuk menerapkan pertanian organic dari awal proses penanaman sampai masa panen, terbukti mendapatkan hasil panen yang jauh lebih banyak dan berkualitas dibandingkan dengan masa tanam sebelumnya yang selalu menggunakan cara konvensional dengan menggunakan pupuk dan pestisida kimia. 2. Sosialisasi Padi SRI dan Organik Kesadaran masyarakat akan keamanan dan kesehatan pangan yang belakangan ini sudah mulai meningkat, menuntut para petani di Indonesia khususnya untuk menghasilkan produk yang sehat dan aman untuk dikonsumsi. Masalahnya adalah untuk mendapatkan hasil pertanian yang aman dan sehat, kegiatan pertanian harus dilakukan dengan cara alami atau yang dikenal dengan pertanian organik. Kebiasaan petani Indonesia dalam melakukan kegiatan pertaniannya yang konvensional dengan menggunakan pupuk dan pestisida kimia, menjadikan mereka sulit menerima dan menerapkan system pertanian organic tersebut. Mulai dari mekanismenya yang berbeda dan juga pupuk serta pestisidanya yang katanya masih mahal. Rencana Lahan Padi SRI
3. Sosialisasi Tekhnik Dan Pengendalian Hama Pada Tanaman abai Sudah menjadi suatu pendapat/pengetahuan dikalangan petani petani cabe,bahwa yang mudah terserang Patek, adalah buah yang lembek,tipis"kemprong"/kosong,dan banyak kadar airnya,sedangkan buah yang jarang terserang patek adalah buah yang kondisinya,keras,tebal ,padat berisi dan kadar airnya rendah. Nach,kalau sudah begini,tinggal kita menerapkan suatu tehnik bagaimana agar kondisi ini bisa kita dapatkan. Dalam materi awal sudah kami uraikan bagaimana caranya agar kulit buah cabe tidak tipis,lembek dan tidak mengandung kadar air yang tinggi. Bp. Rusli Gunawan SW,sedang memberikan pemaparan tentang teknik-teknik pengendalian HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN CABE, di salah satu sentra penanaman Tanaman cabe.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan - HKTI sesungguhnya bukan organisasi sosial politik, melaikan organisasi kemasyarakatan organisasi tani. Namun demikian, dalam kiprah perjuangannya adakalanya HKTI terpaksa harus melakukan perjuangan politis, dalam arti sanggup memberikan koreksi atas berbagai produk politik baik berupa kebijakan maupun peraturan perundangan yang dihasilkan oleh lembaga politik. - Perseturuan HKTI Prabowo Subianto dan HKTI Oesman Sapta akan berujung sama dengan kasus PKB. Bila HKTI Oesman Sapta sudah memegang surat sertiIikat hak cipta, sangat sulit bagi pihak Prabowo Subianto untuk meloloskan gugatannya. Namun di balik kasus HKTI Prabowo Subianto Vs HKTI Oesman Sapta, bagi saya para petani tidak terpengaruhi. Semakin banyak organisasi yang mengurusi pertanian bagi para petani adalah semakin baik. Entah karena motiI politik atau kepentingan apa, bagi petani adalah yang penting mereka diperhatikan. Semoga semakin banyak ormas pertanian, para petani juga semakin sejahtera.
B. Saran Organisasi para petani dibentuk adalah untuk mengurus dan membina agar para petani, bagian terbesar dari republik ini, menjadi lebih sejahtera, lebih makmur serta mendapat perlindungan yang memadai dari pemerintah. Sehingga nasib mereka tidak selalu menjadi 'sapi perahan dari para tengkulak tak bermoral, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
LAMPIRAN a. Pertisipasi mahasiswa pada MusKab HKTI Garut
b. Wawancara dengan Ketua bagian Inovasi HKTI kab Garut selaku Dirut PT. Kembang Langit