Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN KEGIATAN

PENGEMBANGAN MASYARAKAT MELALUI


HIMPUNAN KERUKUNAN TANI INDONESIA
(Studi Kasus di HKTI Kabupaten Garut)
Diajukan untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah BEDP III


Disusun Oleh :

KELOMPOK 31
Yogiandre Ravenalla 150310080136
Wendi Irawan D 150310080137
DioIani Pratama 150310080158
Dityo Gunarto 150310080164
Rilvanu Luqman 150310080168

Dosen Pembimbing :

Iwan Setiawan, S.P.,M.Si.




PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PAD1AD1ARAN
2011
BAB I
PENDAHULUAN

A. SE1ARAH HKTI
HKTI MEN1AWAB TANTANGAN
HKTI Menjawab Eksistensi
Sejak kelahirannya tahun 1973, HKTI secara
subjektiI telah bertekad kuat menjadikan dirinya
sebagai alat perjuangan untuk memperbaiki nasib
rakyat petani penduduk pedesaaan, dengan pendekatan
pembangunan masyarakat dan wilayah, sehingga
terwujud kehidupan masyarakat yang kecukupan
pangan, sandang, perumahan, pendidikan dalam
suasana keyamanan. kehidupan masyarakat yang dicita-
citakan oleh HKTI selaras dengan ungkapan luhur :
'masyarakat pasir wukir loh finawi-gemah-ripah-tata tentrem karta tur raharfa`.
Arahan sasaran perjuangan HKTI yang pertama dan utama adalah memerangi
kemiskinan dan keterbelakangan kehidupa rakyat petani dan penduduk pedesaan.
Setiap perjuangan mewujudkan cita-cita luhur pasti dihadang berbagai
ancaman, tantangan, dan gangguan-gangguan. Terhadap semua perintang
perjuangan harus dihadapi dan diberikan jawaban secara memadai. Syarat untuk
memberikan jawaban atas segala rintangna perjuangan, adalah senantiasa
melakukan konsolidasi demi memperkuat eksistensi diri sehingga memiliki posisi
tawar (bargaining position) yang memadai.
O Pentas Panca Warsa (1978)
Secara Iormalitas, HKTI sebagai ormas tani telah ada sejak 27 April 1973.
untuk menajadikan HKTI secara realitas ada dan menjadi alat perjuangan rakyat
tani penduduk pedesaan masih memerlukan proses konsolidasi oprganisasi, sehigga
HKTI dapat berakar ke daerah-daerah di seluruh Indonesia. Sampai dengan tahun
1975, yang ditandai dengan berlangsungnya rapat Majelis Pleno Organisasi (MPO)
HKTI telah terbentuk HKTI di seluruh provinsi di Indonesia. Langkah berikutnya
adalah pembentukan HKTI ke tingkat kabupaten atau kota dan seterusnya ke bawah
sampai tingkat basis di pedesaan.
Pada bulan Juni tahun 1978 diadakan acara 'Pentas Tani Panca Warsa
HKTI dalam rangka memperingati HUT HKTI yang ke 5. Selain untuk
memperingati hari jadi HKTI, acara ini juga dimaksudkan untuk konsolidasi secara
'top down agar HKTI dapat benar-benar berakar sampai bawah yaitu pada tingkat
pedesaan. Dengan terselenggaranya Pentas Tani Panca Warsa HKTI, maka
keraguan akan kemampuan HKTI untuk dapat berakar ke bawah dapat terjawab.
O Undang-undang Ormas
Pada kesempatan diadakan Seminar Hukum Pertahanan tahun 1978, telah
muncul pemikiran tentang perlu adanya Undang-undang (UU) Keormasan, agar
dapat dijadikan landasan hukum tentang eksistensi organisasi kemasyarakatan
semacam HKTI. Undang-undang Keormasan semakin konkrit lagi setelah diadakan
lokakarya sebagai tindak lanjut seminar sebelumnya. dari Iorum lokakarya dapat
dirumuskan usulan kepada pemerintah dan DPR tentang pentingnya pembuatan
Undang-undang Keormasan.
Keinginan tentang adanya undang-undang keormasan baru tecapai setelah
tujuh tahun kemudian, atau saat usia HKTI genap 12 tahun. Yaitu dengan
diterbitkannya UU No. 8 tahun 1985 tentang organisasi kemasyarakatan sebagai
salah satu paket dari lima undang-undang perpolitikan saat itu.
dari kepentingan HKTI, ada dua hal yang penting dengan adanya UU No.
8/1985 yang dapat dijadikan landasan konstitusional utuk penguat dan pembenar
eksistensi HKTI. Pertama, tentang keharusan terhadap segenap organisasi harus
berasas Pancasila. Kedua, pembenaran HKTI sebagai satu-satunya organisasi tani di
Indonesia. Kelahiran HKTI tahun 1973, bukan saja mengakhiri sistem multi ormas
tani menjadi oirganisasi tungal HKTI, melaikan juga sekaligus menghapus multi
ideologi yang dianut oleh masing-masing ormas tani, menajdi satu ideologi
pancasila.
Pada pasal 8 UU No. 8/1985, dinyatakan adanya pembina dan pengembang
organisasi sejenis, bahkan dalam penjelasan pasal tersebut tertulis : '!embina dan
pengembang organisasi sefenis pada bidang profesi tani adalah HKTI, maka
secara konstitusional HKTI sudah benar dalam mempelopori terwujudnya Kongres
Tani Indonesia sebelum lahirnya UU keormasan tersebut. Bahwa dicantumkan
HKTI secara eksplisit dalam UU No. 8/85, tidak terlepas dari andil perjuangan
kader HKTI dalam DPR.

Menjawab Masalah Tanah
Tani dan tanah adalah dua hal yang memiliki keterkaitan yang manunggal,
vital, bahkan sakral. Tersedianya areal tanah bagi petani dapat dikatakan sebagai
nyawa usaha taninya. Pabrik petani bukan suatu bangunan gedung, melainkan
berupa hamparan lahan tanah untuk dipergunakan melakukan budidaya tanaman,
peternakan, maupun perikanan.
Sejak sebelum lahirnya organisasi HKTI, rakyat tani telah bergelut dengan
masalah pertanahan yang dipandang tidak adil. Kelahiran HKTI bersamaan dengan
digiatkannya pembangunan nasional, telah ikut memicu mencuatnya berbagai kasus
pertanahan yang susul menyusul dari berbagai wilayah Indonesia. Dengan penuh
harapan kepada HKTI untuk dapat membantu rakyat dalam mengatasi masalah
tanah, maka dari hari ke hari mengalir surat aduan kasus tanah kepada HKTI,
dengan maksud untuk dapat mencarikan solusinya.
Dari akumulasi masalah pertanahan, maka oleh DPP- HKTI masalah tanah
dijadikan skala prioritas program untuk ditangani. Oleh karena itu pada tahun 1975,
ketika dilangsungkannya sidang Majelis Permusyawaratan Organisasi (MPO),
ditetapkan adanya panitia Kerja Tetap (Pajatap) untuk menangani masalah tanah.
Ketika dilaksanakan rapat pleno DPP- HKTI di Bandungan tahun 1977, diputuskan
suatu rekomendasi agar DPP- HKTI mengadakan Seminar Hukum Pertanahan yang
diagendakan bersamaan dengan peringatan hari lahirnya UUPA sekaligus sebagai
Hari Tani Nasional tanggal 24 September 1977.
Tetapi pada akhirnya, setelah serangkaian konsultasi kepada pihak-pihak
terkait kegiatan Seminar Hukum Pertanahan dilangsungkan pada tanggal 23-27
Januari 1978. Peserta yang hadir dalam seminar ini adalah peserta yang
representative. Pesertanya berasal dari departemen dan lembaga pemerintah,
lembaga tinggi negara, dan dari perguruan tinggi. Dengan adanya seminar ini serta
tindak lanjut seminar berupa Lokakarya I dan Lokakarya II Hukum Pertanahan
yang diselenggarakan oleh HKTI memberikan dampat positiI yakni pemerintah
mengeluarkan berbagai peraturan menyangkut pertanahan.

Menjawab Tantangan Politis
Sejak kelahiran HKTI, ketua umum saat itu yakni Martono telah berulang
kali mengingatkan kepada jajaran pengurus, baik di pusat maupun di daerah,
tentang adanya tiga kegiatan pokok HKTI yang dipilah menurut siIatnya, yakni
kegiatan : konsolidasi, penguatan petani, dan advokasi. Konsolidasi bertujuan untuk
membangun organisasi HKTI yang tangguh dan mandiri sehingga memperkuat
posisi tawar juangnya,. Penguatan petani adalah untuk memIasilitasi agar petani
berkemampuan membebaskan diri dari kemiskinan dan keterbelakangannya. Dan
advokasi adalah untuk penyampaian aspirasi amanat penderitaan petani secara
partisipatiI korektiI.
Sangat disadari bahwa petani tidak identik dengan kemiskinan dan
keterbelakangan, sejarah lama memberi pelajaran bahwa terjadinya kemiskinan dan
keterbelakangan petani adalah karena dimiskinkan dan dibodohkan oleh produk-
produk politik yang berupa kebijakan dan peraturan perudangan sejak jaman
kolonial yang tidak berpihak kepada kepentingan petani penduduk pedesaan.
HKTI sesungguhnya bukan organisasi sosial politik, melaikan organisasi
kemasyarakatan organisasi tani. Namun demikian, dalam kiprah perjuangannya
adakalanya HKTI terpaksa harus melakukan perjuangan politis, dalam arti sanggup
memberikan koreksi atas berbagai produk politik baik berupa kebijakan maupun
peraturan perundangan yang dihasilkan oleh lembaga politik.

MEMASUKI MASA LESU DARAH KEMUDIAN KEMBALI BERGAIRAH
Masa Akhir Kepemimpinan Martono
Sejak Munas I, penyusunan kepengurusan pusat HKTI ditempuh dengan
sistem gabungan antara pemilihan ketua umum secara langsung dan Iormatur.
Ketua umum terpilih ditetapkan sebagai ketua Iormatur. Pada Munas I dan II
hampir dikatakan tidak ada masalah untuk memilih ketua umum. Namun pada
Munas III ada sedikit permasalahan karena diperkirakan bahwa Martono tidak lagi
bersedia menjadi ketua umum HKTI masa bakti 1989-1994. Oleh karena itu, ada
pemikiran untuk mencari calon ketua umum alternatiI.
Pada waktu itu, peserta munas dari Jawa Barat mengusulkan agar Solihin G.
P. dicalonkan sebagai ketua umum HKTI yang baru. Namun setelah dilakukan
pendekatan kepada Martono, ternyata beliau masih bersedia dicalonkan kembali
sebagai ketua umum HKTI pada Munas III, dan ia terpilih sebagai ketua umum
untuk yang ke empat kalinya.
Dua tahun setelah berlangsungnya Munas III HKTI, kondisi kesehatan
Ketua Umum HKTI, Martono, mulai menurun. Menyadari kondisi kesehatannya
yang semaki menurun, Martono menyiapkan dua pucuk surat pribadi, satu untuk
dikirim kepada DPP- HKTI, dan yang satu lagi untuk dikirim kepada Presiden
Soeharto selaku Pembina Utama HKTI. Surat ke dua kepada DPP-HKTI
menegaskan usulan untuk mengadakan Musyawarah Luar Biasa (MUNASLUB)
guna memilih ketua umum HKTI yang baru.
Hasil pertemuan pimpinan pusat HKTI dengan Ketua Umum Martono
menyetujui untuk mempercepat Munas IV, kemudian DPP-HKTI pada tanggal 31
Oktober 1992 mengeluarkan surat keputusan nomor Kep-326/DPP/HKTI/10/1992
tentang Musyawarah Nasional IV dan Kongres Tani Indonesia III beserta susunan
kepanitiaannya. Martono meninggal dunia pada tanggal 11 Desember 1992.


Gambar 1. Ketua Umum HKTI Martono sedang
berjalan beriringan dengan Presiden Soeharto.
Masa Lesu Darah : 1993-1999
Munas IV berhasi memilih pengurus DPP-HKTI baru, dengan pasangan
Ketua Umum H. M. Ismail dan Sekretaris Jenderal Dr. Ir. Ida Bagus Putra. Dari
duet H. M. Ismail dan I. B. Putera sudah dapat diperkirakan tidak adanya
kesinambungan dengan kiprah HKTI selama dipimpin oleh Ketua Umum Martono.
Munculnya nama I. B. putera sebagai sekjen DPP-HKTI karena salah seorang
Iormatur berasal dari DPC HKTI dari Bali. I. B. Putera sendiri belum dikenal
kapasitas kepemimpinannya dalam DPP-HKTI. Selama 20 tahun usia HKTI (1973-
1993) I. B. Putera belum pernah menjadi pengurus harian DPP-HKTI.



Dari seluruh komposisi kepengurusan DPP-HKTI masa bakti 1993-1999,
dari jajaran pengurus harian sebanyak 17 orang hanya terdapat 5 orang yang berasal
dari Ormas pendiri HKTI, selebihnya terdiri dari kalanga birokrat murni. Pengurus
harian yang berasal dari kalangan birokrat sebagian besar tidak dapat diharapkan
untuk secara aktiI sepenuhnya menangani kegiatan HKTI. Sedangkan diantara
pengurus pleno sebanyak 45 orang, hanya sekitar 10 orang yang berasal dari Ormas
Tani pendiri HKTI.
Kondisi organisasi HKTI dalam kurun waktu 1993-1999 berada dalam
keadaan lesu darah. Kehidupan HKTI masa itu masih tertolong karena masih
adanya dana bantuan hasil kerjasama HKTI dengan KAS (Konrad Adenauer
Gambar 2. H. M. Ismail, Ketua Umum HKTI
Masa Bakti 1993 1999.
$tiftug). Tapi dana bantuan KAS tersebut tidak digunakan secara tepat guna; tidak
lagi dialokasikan untuk menumbuhkembangkan Kader-Kader Motivator (KAMOT)
dan KUNTUM (Rukun Tani Usaha mandiri). Dana KAS lebih banyak terserap
untuk melakukan perjalanan ke luar negeri sebanyak 18 kali.

HKTI Kembali Bergairah : 1999-2004
Hanya satu jalan konstitusional organisatoris yang bisa ditempuh oleh para
pendiri dan eksponen HKTI yang ingin keluar dari kondisi HKTI yang lesu darah,
yaitu menanti sampai berakhirnya masa bakti kepengurusan periode 1993-1998 dan
terselenggara Munas V HKTI. Berdasarkan perhitungan waktu lima tahun sejak
diadakannya Munas IV HKTI, seharusnya munas V HKTI diadakan pada bulan
oktober 1998. Mengingat situasi politik tengah memuncak oleh aksi gerakan
reIormasi untuk menjatuhkan Orde Baru, maka munas V HKTI baru diadakan pada
bulan Februari 1999.
Setelah diadakan komunikasi yang intens dengan kader-kader senior yang
masih duduk sebagai Iungsionaris DPP- HKTI antara lain, Bambang Ismawan,
Moh. Toha (alm), dan Usman Hasan (alm), dimana ketiganya berasal dari Ormas
Tani Pendiri HKTI 1973, yang memiliki kemampuan untuk mensosialisasikan calon
ketua umum kepada para peserta Munas, akhirnya Siswono berhasil dipilih Munas
V HKTI sebagai ketua umum HKTI masa bakti 1999-2004.
Segera terasa perbedaan HKTI dibawah Ketua Umum Siswono Yudohusodo
dengan HKTI periode lima tahun sebelumnya. Dengan data akurat, analisa yang
tajam, sorotan Ketua Umum Siswono terhadap berbagai masalah penting yang
menyangkut kehidupan petani, pembangunan pertanian maupun masalah bangsa
pada umumya, senantiasa dimuat dalam berbagai media masa, baik cetak maupun
elektronik. Ketua Umum HKTI telah dianggap sebagai sumber berita yang selalu
dicari atau diburu oleh pada wartawan. Pemberitaan yang tersebar luas sampai ke
pelosok daerah Indonesia telah membentuk opini masyarakat bahwa Siswono
identik dengan HKTI.



Pada awal memimpin HKTI, Siswono telah menginventarisir sejumlah
masalah yang dihadapi oleh rakyat petani penduduk pedesaan yang harus mendapat
perhatian penting HKTI, yaitu masalah tanah untuk petani, masalah posisi petani
sebagai produsen pangan, masalah peningkatan pendapatan rakyat petani, masalah
harga dan tata niaga produk pertanian, masalah kebijakan impor komoditi pertanian,
dan berbagai kebijakan pemerintah yang menyangkut sektor pertanian dan
pedesaan.
Sesuai dengan Laoran Pertanggungjawaban DPP-HKTI masa bakti 1999-
2004 yang diterima oleh Munas VI HKTI 2004, kiprah HKTI selama lima tahun
dapat dipilah dalam tiga kelompok aktivitas, yakni : internal dan konsolidasi
organisasi, penguatan petani, dan advokasi.

TRANSISI-STAGNASI DAN PELURUSAN KEMBALI
Masa Transisi : 2004-2005
Diantara sejumlah masalah penting yang harus diselesaikan oleh Munas VI,
ada dua masalah penting yang memerlukan perhatian khusus bagi peserta, yakni
masalah perubahan secara mendasar Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
HKTI serta masalah pemilihan ketua umum HKTI secara langsung.
Gambar 3. Siswono Yudohusodo, Ketua
Umum HKTI Masa Bakti 1999-2004.
Dari pemilihan tahap pertama dalam Munas HKTI ke VI, akhirnya hanya
tampil dua nama sebagai calon ketua umum, yakni Ir. Agusdin Pulungan, MSi. dan
Prabowo Subianto. Pada pemilihan tahap ke dua, Prabowo Subianto mengumpulkan
suara terbanyak. Dengan demikian Prabowo ditetapkan sebagai ketua umum HKTI
terpilih untuk masa bakti 2004-2009.
Dengan terpilihnya Prabowo subianto, merupakan salah satu jawaban tas
teka-teki siapa ketua umum pengganti Siswono. Tetapi pertanyaan apakah ketua
umum HKTI yang baru ini dapat memnuhi harapan menggantikan kualitas
kepemimpinan HKTI seperti yang dilakukan oleh Siswono. Sudah menjadi
pengetahuan umum bahwa Prabowo adalah seorang perwira tinggi TNI yang
terbiasa memimpin organisasi militer yang mapan. Hal yang pernah dialami oleh
HKTI pada masa H. M. Ismail yang pernah menjadi gubernur memimpin organisasi
pemerintahan provinsi yang mapan tetapi belum menjadi jaminan sukses memimpin
organisasi kemasyarakatan proIesi tani.





Era Kepemimpinan Prabowo Subianto
Sesuai dengan ketentuan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga (AD/ART) HKTI yang telah diperbaiki dan disahkan pada Munas VI, maka
mulai periode kepengurusan 2004-2009 istilah Dewan Pimpinan Pusat (DPP) tidak
Gambar 4. Prabowo Subianto, Ketua Umum
HKTI Masa Bakti 2004-2009.
digunakan lagi, selanjutnya diganti dengan istilah Dewan Pimpinan Nasional
(DPN).
Selain telah berhasil memilih dan menetapkan Prabowo Subianto sebagai
ketua umum, Munas VI juga berhasil menyusun personalia pengurus harian DPN
HKTI untuk masa bakti 2004-2009 yang dituangkan dalam ketetapan munas nomor
: VIII/Munas/HKTI/2004.
Dari dokumen remi laporan pertanggungjawaban DPN-HKTI masa bakti
2004-2009 setebal 54 halaman yang disajikan pada Munas VII di Bali, dapat
disimpulkan bahwa aktiIitas DPN-HKTI relatiI hanya berlangsung di tahun
pertama, yakni pada tahun 2005. Adapun pada tahun-tahun berikutnya sampai
dengan akhir masa baktinya di tahun 2009, DPN-HKTI boleh dikatakan berada
dalam kondisi stagnasi atau dormansi.
Ada sejumlah hal penting yang dicatat oleh segenap Iungsionaris HKTI di
seluruh Indonesia tetapi tidak dimasukan dalam Laporan Pertanggungjawaban (LPJ)
DPN-HKTI masa bakti 2004-2009, yakni realisasi dari sejumlah rencana yang
pernah dijanjikan oleh Ketua Umum HKTI Prabowo Subianto.
Mandat DPN-HKTI hasil munas VI semestinnya telah harus berakhir pada
tanggal 5 Desember 2009, namun pada kenyataannya Munas VII HKTI baru
diselenggarakan pada 12 Juli 2010 di Bali, atau mundur selama tujuh bulan lebih
dari jadwal semestinya. Lebih dari itu, sejarah mencatat untuk pertama kalinya
penyelenggaraan Munas HKTI meghadapi masalah yang sangat serius, karena
menyangkut aspek konsitusi AD/ART dan jati diri HKTI sebagai organisasi
kerukunan tani.
Sebagai mana telah digambarkan terdahulu, sesungguhnya sejak tahun 2007
kinerja DPN-HKTI sedah tidak lagi dalam suasana kolektiI kolegial, melainkan
semacam terjangkit penyakit diskriminatiI. Internal pengurus harian nasional tidak
kompak; hubungan pengurus harian dengan BPO tidak harmonis, dan komite-
komite tidak diaktiIakan dan tidak diajak serta dalam pengambilan keputusan
menyangkut kebijakan. Akibatnya rapat-rapat DPN-HKTI tidak pernah mecapai
Iorum yang berhak dan dapat mengambil keputusan.
Tanpa mealui proses rapat, DPN-HKTI sebagai mana diatur pada Anggaran
Dasar HKTI pasal 14 ayat 2 yang dihadiri pengurus harian, BPO, dan komite
tiba-tiba muncul apa yang menyebut dirinya sebagai panitia Munas VII HKTI, baik
sebagai panitia pelaksana (OC/rgani:ing Committee) maupun panitia pengarah
(SC/$teering Committee).
Dalam surat keputusan kepanitiaan yang ditandatangani oleh ketua umum
dan sekretaris jendral, memang tidak terbaca adanya konsideran 'memperhatikan
tentang 'saran atau pendapat rapat DPN-HKTI sebagaimana lazimnya. Hal ini
mengidikasikan bahwa menang tidak pernah ada rapat DPN-HKTI yang
memutuskan tentang pembentukan panitia Munas. Oleh karena itu, keberadaaan
mereka yang menamakan diri sebagai panitia Munas VII HKTI 2010 nyata-nyata
berstatus illegal atau tidak sah menurut anggaran dasar.
Disamping sejumlah pelanggaran AD/ART, panitia yang mempersiakan
Munas VII HKTI 2010 di Bali juga secara terang-terangan melanggar asas
demokrasi dan mengingkari jati diri organisasi HKTI. Persidangan Munas diwarnai
dengan pelanggaran asas demokrasi yakni dengan dilakukannya pemberangusan
hak bicara dan perampasan hak suara peserta Munas. Ketika dilakukan pembahasan
tata tertib munas kepada peserta, para peserta tidak diberikan hak bicara untuk
menanggapinya.
Demikian pula dengan acara pemandangan umum, kesempatan bicara hanya
diberikan kepada HKTI provinsi. Selanjutnya pernyataan dukungan yang
dikemukakan secara verbal dalam pidato pemandangan umum HKTI provinsi
tersebut dijadikan dasar untuk memilih ketua umum secara aklamasi. Ini ternyata
merampas hak suara utusan HKTI kabupaten atau kota untuk melakukan pemulihan
ketua umum secara langsung. Dengan ditiadakannya agenda pemilihan langsung
untuk ketua umum secara demokratis, telah menyumbat adanya alternatiI calon
ketua umum selain Prabowo. Padahal jelang dilangsungkannya Munas HKTI di
Bali, telah ada tiga orang yang mendeklarasikan dirinya siap untuk maju menjadi
ketua umum HKTI masa bakti 2010-2015 yakni JaIar HaIsah, Ny. Titik Soeharto,
dan Oesman Sapta.
Penanganan keamanan munas juga tidak dipercayakan kepada warga HKTI
seperti biasanya, melainkan diserahkan kepada pengikut salah satu organisasi
politik. Demikian ketatnya penjagaan keamanan, sehingga banyak warga HKTI
yang kesulitan untuk memasuki ruang munas. Bahkan kader senior HKTI
Siswono Yudohusodo yang masih bertugas sebagai ketua BPO HKTI, ditolak
masuk ke ruang persidangan. Ini merupakan pengingkaran atas jati diri organisasi
HKTI yang berjiwa kerukunan dan tidak menjadi underbow salah satu organisasi
politik.
Sebagian besar peserta Munas VII HKTI yang berlangsung pada tanggal 13
Juli 2010 di Hotel Inna Grand Sanur Bali, merasa tidak puas atas suasana rapat
yang dinilai melanggar asas demokrasi dan mengingkari jati diri HKTI. Selain
melakukan walk out, ketidakpuasan tersebut juga disalurkan bersama segenap
eksponen kader maupun Iungsionaris DPN-HKTI dalam bentuk pernyataan sikap
menolak Munas VII HKTI di Inna Grand Sanur Bali.
Pernyataan sikap tersebut ditandatangani oleh segenap yang hadir, antara
lain : Ketua BPO, Dr. Ir. Siswono Yudohusodo. Anggota BPO, Dr. Ir. H. M. JaIar
Hamsah dan Drs. Subiakto Tjakrawerdaya. Ketua Harian DPN, Dr. Ir. Benny
pasaribu, M.Ec. Ketua DPN, Dr. Ir. Sutrisno Iwantono, MA, dan Ir. Nasrun Arain,
MM, M.Si. Wakil Sekjen, Drs. RusIian, Joko Jarot, dan Ir. Peni Suprijasto.
Bendahara, Ir. Elda Adiningrat dan Drs. Galumbang C. Sitinjak. Pendiri HKTI, Drs.
H. Heroe Soeparto. Komite-komite, Drs. B. Beathor Suryadi (Komite Pelatihan
ProIesi Tani). H. Mubardjo (Komite Pengkajian). Drs. H. Sirajuddin Sewang
(Komite Perdagangan). Joko Edy, SH (Komite Perundang-undangan). Serta ratusan
utusan peserta munas dari provinsi dan kabupaten/kota se-Indonesia.
Sebagai tindak lanjut penolakan Munas VII HKTI di Inna Grand, pada
malam hari tanggal 13 Juli 2010, bertempat di Hotel Paradise dilangsungkan rapat
DPN HKTI. Peserta rapat terdiri dari BPO, pengurus harian dan komite-komite
sebagai mana dimaksudkan oleh pasal 14 ayat 2 AD/ART. Keputusan rapat tersebut
adalah kesepakatan untuk melangsungkan Munas VII HKTI lanjutan bertempat di
Hotel Aston Denpasar Bali.
Sesuai dengan rapat DPB HKTI pada malam tanggal 13 Juli 2010 di Hotel
Paradise, maka tanggal 14 Juli 2010 dilangsungkan Munas VII HKTI lanjutan di
Hotel Aston Denpasar. Dikatakan sebagai munas lanjutan bukan 'munas
tandingan sebagaimana ungkapan yang digunakan oleh media masa tertentu
karena munas yang berlangsung sehari sebelumnya sudah nyata-nyata dibajak oleh
kelompok kepentingan.
Sangat berbeda dengan suasana penyelenggaraan Munas di Hotel Inna
Grand yang berlangsung gaduh, pada Munas lanjutan di Hotel Aston suasana
demokratis dan kerukunan yang merupakan jati diri HKTI benar-benar dirasakan
oleh para peserta. Setiap tahapan yang dilakukan senantiasa merujuk pada AD/ART
serta peraturan tata tertib (tatib) yang telah disahkan sesuai dengan mekanisme yang
telah disepakati oleh seluruh peserta munas.
Pada pemilihan tehap pertama berhasil dijaring 5 (lima) nama untuk bakal
calon ketua umum HKTI periode 2010-2015, yakni Oesman Sapta, Sutrisno
Iwantoro, Nasrudin Arbain, Heri suginarjo, dan Galumbang Sitinjak. Sebelum
dilakukan pemungutan suara untuk memilih ketua umum, masing-masing kandidat
terlebih dahulu mendapat kesempatan menyampaikan visi misinya. Kandidat
Nasrudin Arbain menyatakan mundur karena merasa tidak mampu, sementara
Sutrisno Iwantono dinyatakan gugur karena tidak hadir dalam siding, sehingga
tingal tiga nama yang dimajukan untuk dipilih oleh peserta munas.
Dari 321 pemilih yang berasal dari Dewan Pimpinan Nasional (DPN),
Dewan Pimpinan Provinsi (DPP), dan Dewan Pimpinan Kota/Kabupaten (DPK)
HKTI, sebanyak 229 diantaranya memberikan suara kepada kandidat Oesman
Sapta. Calon berikutnya, Heri Suginarjo memperoleh 47 suara dan Galumbang
Sitinjak 30 suara, sedangkan sisa 14 suara lainnya dinyatakan rusak dan satu suara
abstain.
Merujuk pada hasil pemilihan langsung tersebut, maka Munas VII lanjutan
langsung menetapkan Dr. Oesman Sapta sebagai Ketua Umum HKTI untuk masa
bakti 2010-2015. Selanjutnya persidangan Munas VII lanjutan membentuk tim
Iormatur yang diberi mandat penuh untuk menyusun personalia DPN-HKTI dengan
batas waktu selambat-lambatnya satu bulan.




Terpilihnya ketua umum HKTI yang baru ini dipandang oleh munas sebagai
penyelamat dan pelurusan kembali jalannya organisasi HKTI ke depan, karena
prosesnya telah berlangsung sesuai dengan AD/ART dan terbebas dari rekayasa
kelompok berkepentingan. Selain itu, dengan melihat ketua umum terpilih
Oesman Sapta, yang lahir dan dibesarkan dari lingkungan petani kecil, namun
berhasi membangun reputasi di bidang usaha dan organisasi, sehingga ia dipercaya
menduduki berbagai jabatan penting di tingkat nasional maka banyak pihak yang
optimis HKTI akan berhasil melakukan proses transIormasi menuju era kebangkitan
petani Indonesia.

MENAPAK ERA KEBANGKITAN PETANI
Kipran Oesman Sapta pada 100 Hari Pertama
Di lingkungan organisasi sosial kemasyarakatan, tanpa terkecuali pada
organisasi HKTI, publikasi program kerja 100 hari pertama dari pemimpin yang
baru terpilih secara Iormal memang belum merupakan suatu kelaziman. Ketua
umum HKTI yang terpilih pada Munas VII HKTI, Dr. Oesman Sapta, juga tidak
melakukan hal itu. Namun dalam 100 hari pertama mendapat amanah sebagai ketua
umum HKTI, ia telah melakukan rangkaian kegiatan yang cukup padat dan member
sinyal positiI bagi kebangkitan petani dan pertanian Indonesia ke depan, baik
kegiatan internal organisasi maupun eksternal yang diantaranya menarik perhatian
Gambar 5. Dr. Oesman Sapta, Ketua Umum
HKTI Masa Bakti 2010-2015.
media masa. Berikut adalah sebagian diantara kiprah Oesman Sapta pada 100 hari
pertama :
O Menyusun personalia pengurus
O Peresmian pengurus di Senayan
O Silaturahmi dengan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Agung
Laksono), Menteri Kehutanan (ZulkiIli Hasan), Menteri Pertanian (Suswono).
O Rapat paripurna DPN HKTI
O Buka puasa bersama
O Bertemu Presiden di Cikeas
O HKTI peduli yatim piatu
O Tim Sebelas
O Kemitraan dengan TNI AD
O Pengesahan badan hokum serta hak paten atas logo dan lagu mars HKTI

Rencana Strategis HKTI 2010-2015
Setelah masa 100 hari pertama terlewati, kepengurusan DPN-HKTI di
bawah kepemimpinan Oesman Sapta melakukan evaluasi terhadap progress dan
hambatan yang dihadapi dari rangkaian aktivitas yang telah dilakukan. Selain
mendiskusikan dengan jajaran pengurus harian, Ketua Umum Oesman Sapta juga
mengkonsultasikan hasil evaluasi tersebut kepada para senior yang duduk sebagai
Penasehat DPN-HKTI masa bakti 2010-2015.
Berikut ini adalah petikan Rencana Strategis (Restra) yang disampaikan oleh
Oesman Sapta kepada peserta Munas VII HKTI di Bali, pada awal Juli 2010 :
O Visi
HKTI sebagai organisasi petani yang independen, bermartabat, dan
mitra utama pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan petani.
O Misi
1) Mewujudkan HKTI sebagai organisasi yang proIesional, independen dan
memiliki integritas moral yang tinggi.
2) Mendorong pembangunan pertanian yang tangguh dan berkelanjutan.
3) Mewujudkan ketahanan pangan melalui program yang mengarah pada
peningkatan produksi.
4) Mendorong peningkatan peran sektor pertanian pertanian terhadap
perekonomian nasional.
5) Meningkatkan akses pelaku usaha pertanian terhadap sumber daya dan
pelayanan.
6) Memperjuangkan kepentingan dan perlindungan terhadap petani dan
pertanian dalam sistem perdagangan domestik dan global.
O Tujuan yang Ingin Dicapai HKTI
1) Membangun SDM petani mandiri dan organisasi HKTI yang kokoh,
proIesional, serta independen.
2) Meningkatkan pemanIaatan sumber daya pertanian secara berkelanjutan.
3) Memantapkan ketahanan dan keamanan pangan.
4) Meningkatkan daya saing dan nilai tambah produk pertanian.
5) Menumbuhkembangkan usaha pertanian yang akan memacu aktiIitas
ekonomi pedesaan.
6) Mendorong terciptanya sistem manajemen pembangunan pertanian yang
berpihak kepada petani.
O Sasaran
Ada 3 (tiga) sasaran utama pembangunan pertanian yang ingin dicapai
HKTI dalam 5 (lima) tahun ke depan, yaitu :
1) Meningkatkan ketahanan pangan nasional yang meliputi meningkatnya
kapasitas produksi komoditas pertanian.
2) Meningkatnya nilai tambah dan daya saing komoditas pertanian yang
meliputi:
Meningkatnya mutu produk primer pertanian.
Meningkatnya keragaman pengolahan produk pertanian.
Meningkatnya ekspor serta meningkatnya surplus perdagangan
komoditas pertanian.
3) Meningkatnya kesejahteraan petani yang meliputi meningkatnya
produktiIitas tenaga kerja di sektor pertanian.
O Strategi
Strategi untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan pertanian
adalah sebagai berikut :
1) Meningkatakan sinergi dalam penyusunan kebijakan dan manajemen
pembangunan pertanian.
Sebagai bagian dari tulang punggung pembangunan ekonomi,
pembangunan pertanian harus dilaksanakan secara sinergis dengan
berbagai pihak seperti; pemerintah, dunia usaha, serta stakeholder lainnya.
2) Memperluas dan memanIaatkan basis produksi secara berkelanjutan.
Permasalahan medasar yang berkaitan dengan pemanIaatan sember
daya pertanian secara berkelanjutan adalah konversi lahan yang
menyebabkan penurunan luas baku bahan sawah pada khususnya.
Penurunan kualitas daerah aliran sungai hulu (DAS) sebagai akibat
meningkatnya intensitas usaha tani di daerah DAS, dan penambahan
penduduk yang memerlukan pemenuhan kebutuhan pangan sehingga
meningkatkan intensiIikasi dan ekstensiIikasi lahan pertanian pangan.
Salah satu dampak dari ekstensiIikasi antara lain adalah
penggundulan hutan dan ekploitasi sumber daya lahan secara berlebihan.
Di sisi lain, kekayaan dan keberagaman sumber daya lahan dan hayati
Indonesia perlu dilestarikan dan dimanIaatkan secara optimal untuk
menciptakan saling ketergantungan yang menguntungkan antar wilayah,
dan memacu kegiatan perdagangan domestik dan global, mengembangkan
investasi untuk menciptakan sumber pertumbuhan dan pendapatan baru
dengan menempatkan petani sebagai pelaku utamanya. Untuk itu perlu:
Perluasan dan pemanIaatan basis produksi secara berkelanjutan
melalui optimalisasi pemanIaatan lahan.
Pembukaan lahan baru terutama di luar Jawa.
Pelestarian dan konservasi sumber daya lahan dan hayati.
3) Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan memberdayakan SDM
pertanian.
Dengan pemilikan lahan dan inIrastuktur pertanian yang kurang
memadai, organisasi petani dan kualitas sember daya manusia yang lemah.
Tanpa adanya kelembagaan yang kuat dan manajemen pengelolaan lahan
yang memungkinkan tercapainya skala usaha yang optimal, akan
mengakibatkan usaha tani menjadi kurang menarik secara ekonomis,
karena tidak dapat memberikan jaminan sebagai sumber pendapatan yang
mampu memberikan penghidupan yang layak.
Upaya peningkatan kesejahteraan petani kecil hanya dapat
dilakukan melalui peningkatan kapasitas SDM pertanian dan kemandirian
petani, serta pengembangan kelembagaan pertanian untuk meningkatkan
akses petani kepada aset produktiI di wilayah pedesaan.
4) Meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana pertanian
Kondisi sarana dan prasarana pertanian sampai saat ini belum
berpihak kepada petani sehingga mereka memiliki posisi tawar yang
lemah. Sarana dan prasarana pertanian seperti sarana pertanian dan
drainase, jalan, listrik, jalan usaha tani, pelabuhan (khususnya pelabuhan-
pelabuhan ekspor baru di wilayah timur Indonesia), transportasi dan
telekomunikasi merupakan prasaranan yang sangat dibutuhkan dalam
pembangunan pertanian.
Penerapan inovasi teknologi sering terhambat karena tidak
tersedianya sarana dan prasarana seperti penyediaan input produksi,
jaringan inIormasi atau inIrastruktur pemasaran hasil.
Mendorong pengadaan Iasilitas penyediaan sarana dan prasarana
termasuk sarana pemasaran yang dibutuhkan oleh banyak pelaku
pembangunan pertanian.
Merangsang investor untuk melakukan investasi usaha di bidang
pertanaian.
Mendorong instansi/lembaga lain untuk berpartisipasi dalam
membangun sarana dan prasarana pertanian.
5) Meningkatkan inovasi dan diseminasi teknologi tepat guna
Sejalan dengan pergeseran sistem dan manajeman produksi di
masa yang akan datang dan menyikapi perkembangan permintaan pasar
yang menyangkut mutu, harga, dan pelayanan, memerlukan perubahan
strategi dalam menghasilkan inovasi teknologi, dengan memperhatikan
keragaman pengguna, dan ekosistem pengembangannya.
Dari sisi desiminasi, perlu perubahan strategi dalam
mengidentiIikasi dan melakukan karakterisasi pengguna dan pelaku
penyebar inovasi pertanian. Rendahnya produktivitas dan kualitas produk
pertanian Indonesia merupakan akibat langsung dari rendahnya tingkat
inovasi teknologi yang diterapkan petani.
Untuk itu perlu penajaman program penelitian untuk
menghasilkan inovasi teknologi yang lebih sesuai dengan kebutuhan
pengguna. Selain itu perlu reorientasi sistem diseminasi dan revitalisasi
penyuluhan pertanian.
6) Mempromosikan dan memproteksi komoditas pertanian
Komitmen Indonesia untuk menghilangkan hambatan dalam
perdagangan yang dapat menimbulkan distorsi pasar tenyata tidak
dilaksanakan oleh semua negara, sehingga petani Indonesia dihadapkan
pada persaingan yang tidak adil dengan petani dari negara lain yang
dnegan mudah mendapat perlindungan tariI dan non-tariI serta subsidi
langsung dan tidak langsung. Oleh karena itu, ke depan HKTI akan
mendorong pemerintah agar konsisten menerapkan pengendalian harga
sekaligus mempromosikan produk-produk pertanian strategis.
Proteksi dapat dilakukan antara lain melalui kebijakan penetapan
tariI dan pengaturan impor, penetapan harga dasar, memberikan subsidi
secara tepat untuk sarana produksi, dan subsidi bunga kredit untuk modal
usaha tani.
O Arahan Program HKTI
Banyak kebijakan strategi yang terkait langsung dengan pembangunan
pertanian, namun kewenangannya berada di berbagai instansi pemerintah.
Kebijakan tersebut meliputi kebijakan makro, keijakan moneter, kebijakan
Iiskal, kebijakan nasional, kebijakan pengambangan inIrastruktur khususnya
pengelolaan jaringan, rawa, dan jaringan pengairan, kebijakan pengambangan
kelembagaan (temasuk di dalamnya lembaga keuangan, Iungsi penelitian dan
pengambangan, pengembangan SDM, dan pengembangan organisasi petani),
kebijakan pendayagunaan dan tumbuhan baru, dan kebijakan pengembangan
ketahanan pangan.
Oleh karena itu ada beberapa kebijakan strategis yang ingin ditekankan
oleh HKTI dan memerlukan penanganan segera, yakni:
1) Kebijakan ekonomi makro yang kondusiI yaitu hasil inIlasi yang rendah,
nilai tukar yang stabil dan suku bunga riil positiI.
2) Pembanguan inIrastruktur pertanian meliputi pemngunan dan rehabilitasi
jaringan irigasi, perluasan lahan pertanian terutama di luar Jawa,
pencegahan konversi lahan terutama di Jawa, pengembangan jalan usaha
tani dan jalan produksi serta inIrastruktur lainnya.
3) Kebijakan pembiayaan untuk mengambangkan lembaga keuangan yang
khusus melayani sektor pertanian, lembaga keuangan mikro, pembiayaan
pola syariah, dan lainnya.
4) Kebijakan perdagangan yang memIasilitasi kelancaran pemasaran baik di
pasar dalam negeri maupun ekspor. Untuk melindungi sektor pertanian dari
persaingan di pasar dunia, diperlukan:
Penerapan tariI dan hambatan non-tariI untuk komoditas-komoditas
beras, kedelai, jagung, gula, dan beberapa produk hortikultura.
Kebijakan pengambangan industri yang lebih menekankan pada
agroindustri skala kecil di pedesaan dalam rangka meningkatkan nilai
tambah dan pendapatan petani.
Kebijakan investasi yang kondusiI untuk lebih mendorong minat
investor dalam sektor pertanian.
Arahan program yang ingin ditekankan oleh HKTI yang mengacu pada
poin kebijakan di atas adalah:
1) Program peningkatan koordinasi dalam penyusunan kebijakan dan
manajemen pembangunan pertanian, diarahkan untuk:
Peningkatan keterbukaan dalam perumusan kebijakan dan manajemen
pembangunan pertanian.
peningkatan evaluasi, pengawasan, dan pengendalian manajemen
pembangunan pertanian, penyelarasan pembangunan pertanian antar
sektor dan wilayah.
2) Program memperluas dan meningkatkan basis produksi secara
berkelanjutan diarahkan untuk:
Peningkatan investasi swasta.
Penataan hak, kepemilikan dan penggunaan lahan.
Kebijakan pewilayahan komoditas.
Penataan sistem pewarisan lahan pertanian.
3) Program meningkatkan kapasitas dan pemberdayaan SDM.
Menysusn kebijakan revitalisasi penyuluhan, pendampingan,
pendidikan, dan pelatihan pertanian.
Penyelenggaraan pendidikan pertanian bagi petani.
Pengembangan kelembagaan petani.
4) Program meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana pertanian
diarahkan untuk:
Pengembangan sarana dan prasarana usaha pertanian.
Pengambangan lembaga keuangan pedesaan.
Pengembangan sarana pengolahan dan pemasaran.
5) Program meningkatkan inovasi dan diseminasi teknologi tepat guna
diarahkan untuk:
Merespon permasalahan dan kebutuhan pengguna.
Mendukung optimalisasi pemanIaatan sumber daya pertanian spesiIik
lokasi.
Pengembangan produk berdaya saing.
Penyelarasan dan integrasi dengan penguasaan iptek pertanian.
Percepatan proses dan perluasan jaringan diseminasi dan penjaringan
umpan balik inovasi pertanian.
6) Program meningkatkan promosi dan proteksi komoditas pertanian,
diarahkan untuk:
Terciptanya kebijakan subsidi tepat sasaran dalam sarana produksi,
harga output, dan bunga kredit untuk modal usaha tani.
Peningkatan ekspor dan pengendalian impor.
Terciptanya kebijakan penetapan tariII impor dan pengaturan impor.
Peningkatan produktivitas dan eIisiensi usaha.
Perbaikan kualitas dan standarisasi produk melalui penerapan
teknologi produksi, pengelolaan pasca panen dan pengolahan hasil.
Penguatan sistem pemasaran dan perlindungan usaha.

B. Menuju Kemanunggalan Ormas Tani
Paling tidak ada dua Ienomena yang menggugah kesadaran dan mendorong niat
BKS-Tani untuk membangun eksistensi organisasi massa tani, sebagai alat perjuangan
memperbaiki nasib rakyat petani penduduk pedesaan, yang solid, kokoh tangguh, dan
sanggup menjawab tuntutan dan tantangan jaman yang terus berkembang.
Kedua Ienomena tersebut antara lain adalah : Pertama, tentang pernyataan
Menteri Pertanian pada Hari Tani Nasional tahun 1972 di Cihea - Cianjur, Jawa Barat,
bahwa Departemen Pertanian akan mengganti Hari Tani Nasional tanggal 24 September
dengan Hari Krida Pertanian tanggal 21 Juni serta mengangkat Ketua Kontak Tani
Nasional dan program Pertemuan Nasional (Penas) Kontak Tani setiap dua tahun;
Kedua, adanya arus nasional tentang restrukturulisasi organisasi, yang telah membawa
hasil dikelompokkan sembilan (9) partai politik menjadi dua partai politik baru, masing-
masing Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Mulai awal Januari 1973, setelah kerja marathon dan melakukan pertemuan
konsultasi dengan berbagai pihak yang kompeten, selanjutnya dengan bantuan dari
Kolonel Sumardan dari BAKIN (Badan Koordinasi Intelejen Negara) mulai tangal 15
April 1973 Tim Sembilan memperoleh Iasilitas berupa satu ruangan pertemuan yang
lebih aman dan nyaman di jalan Senopati , Jakarta.


. Nama Organisasi
Diantara beberapa usulan nama, ada dua usulan nama yang dibahas secara
mendalam oleh Tim Sembilan. Pertama, anggota tim Moh Toha menyampaikan usul
untuk nama Ormas Tani yang baru dimasukkan kata 'Rukun Tani, sebagaimana yang
digunakan oleh Budi Utomo untuk organisasi tani. Sementara anggota Tim Sembilan
memikirkan nama yang tepat , Heroe Soeparto mengusulkan rumusan nama Organisasi
Massa Tani yang akan dibentuk, yakni Himpunan Kerukunan Tani Indonesia.
Setelah adanya kesepakatan tentang nama organisasi, pada tanggal 21 April
disepakati rancangan Anggaran Dasar Organisasi. Adapun Anggaran Rumah Tangga
diserahkan kepada pimpinan organisasi yang akan dibentuk.
Nama HKTI merupakan jiwa organisasi yang memiliki nilai IilosoIi sebagai berikut :
O HIMPUNAN; Berasal dari akar kata ' himpun yang mempunyai arti
mengumpulkan atau menyatukan dari berbagai hal yang semula berserakan.
Digunakannya nama ' himpunan memberi makna bahwa organisasi ini merupakan
wadah tunggal berhimpunnya segenap 14 Ormas Tani yang ada diseluruh Indonesia.
O KERUKUNAN; Berasal dari kata ' rukun , yang mengandung arti ' bersatunya
tujuan dan perbuatan . Secara negative kata rukun menolak terjadinya konIlik
terbuka. Dengan kerukunan itu pula menjadi landasan berlangsungnya '
musyawarah untuk muIakat sebagai metode pemecahan masalah. Kerukunan
mendambakan suasana keharmonisan dalam pluralitas atau kemajemukan.
O TANI; Kata ' tani adalah nama jenis kerja atau proIesi awal dan vital yang dikenal
dalam kehidupan umat manusia.
O INDONESIA; Merupakan nama bangsa dan negara yang terdiri dari gugusan 17.050
pulau-pulau besar dan kecil. Wilayah Indonesia memiliki variasi jenis tanah, iklim
dan ketinggian yang sangat besar. Juga memiliki kekayaan keanekaragaman hayati,
yang oleh dunia Internasional dijuluki sebagai Negara megabiodiversity.
Dicantumkannya kata Indonesia sebagai nama organisasi member siIat bahwa
organisasi ini berskala nasional.



D. Memilih alon Ketua Umum
Untuk menentukan siapa yang akan diusulkan menjadi Ketua Umum organisasi
tani yang baru ini, timbul permasalahan politis psikologis. Pada rapat Tim Sembilan
tanggal 21 April, jam 01.00 malam , barulah diketemukan seseorang bernama Martono.
Beliau adalah Ketua Umum Warga Tani Kosogoro, dan seorang tokoh dalam Golkar
pemenang Pemilu 1971. Martono sebagai calon Ketua Umum segera dapat disetujui
oleh H.M Munasir dari unsur PPP dan Sadjarwo dari unsur PDI.
Setelah dilakukan konsultasi dengan Martono di kediamannya pada jam 03.00
dinihari, diperoleh pernyataan kesediaanya dicalonkan sebagai Ketua Umum organisasi
massa tani yang baru. Maka secara deIinitiI Tim Sembilan menetapkan Martono,
sebagai calon Ketua Umum organisasi tani Himpunan Kerukunan Tani Indonesia.

E. Deklarasi Kelahiran HKTI
Setelah Martono selaku Ketua Umum memberikan penjelasan tentang kebijakan
yang akan ditempuh, terutama dalam menyusun komposisi personalia kepengurusan
secara akomodatiI, dan minta waktu selambat-lambatnya satu minggu sudah tersusun
kepengurusan yang menjamin semua unsur Ormas Tani yang ada terwakili di dalamnya,
maka musyawarah memberikan persetujuan. Akhir dari musyawarah ialah,
dibacakannya naskah deklarasi yang akan ditanda tangani oleh segenap Ormas yang
setuju berIusi.
Karena saat penanda tangan deklarasi pendirian Himpunan Kerukunan Tani Indonesia
sudah melewati pukul 24.00 WIB, atau tepatnya pukul 00.30 tanggal 27 April 1973,
maka tanggal tersebut disepakati dan ditetapkan sebagai hari lahir organisasi Himpunan
Kerukunan Tani Indonesia.
Berikut Munas yang pernah diselenggarakan HKTI :
O MUNAS I HKTI 1979 : Kegiatan Pemuda Tani masih disatukan dengan bidang
Wanita.
O MUNAS II HKTI 1984 : Dibentuk Departemen Pemuda dan Tenaga Kerja,
kemudian Panitia Kerja Tetap (Panjatap) dan pada 28 Oktober 1986 di
Yogyakarta, berdirilah Pemuda Tani HKTI.
O MUNAS III HKTI 1989 : Fungsionaris HKTI Muda menyepakati Badan Khusus
(Basus) Pemuda Tani.
O Status BASUS Pemuda Tani sebagai organisasi Kepemudaan yang bersiIat
Independen/Mandiri dan merupakan sub-ordinat HKTI. Hubungan Pemuda Tani
dan HKTI bersiIat Historis dan Ideologis.
O Berdasarkan Surat Keterangan Dirjen SOSPOL Nomor : 175 Tahun 1998,
Pemuda Tani HKTI mempunyai status sebagai Organisasi Kepemudaan ProIesi
(OKP) yang bergerak dibidang pembangunan pertanian dan pedesaan.
O PERNAS I Pemuda Tani HKTI 1999 : Perkembangan organisasi kepemudaan
menuntut Pemuda tani lebih berperan aktiI, maka Pengurus HKTI Periode 1999-
2004 membebaskan Pemuda Tani untuk memilih bentuk dan struktur
organisasinya, tetapi tetap dalam keluarga besar HKTI.
O PERNAS II Pemuda Tani HKTI 2004 : Pemuda Tani bersiIat
Independen/Mandiri untuk menyusun program dan kegiatan, serta bentuk dan
struktur organisasinya.
Selanjutnya Pemuda Tani HKTI berkembang lebih mandiri dan independen
untuk menjadi Pemuda Tani Indonesia (PETANI) di motori oleh semangat perubahan
dari kaum intelektual muda yang memiliki komitmen kuat terhadap pengembangan,
pemberdayaan serta penguatan institusi masyarakat tani. PETANI juga didukung oleh
pakar-pakar dari berbagai disiplin ilmu yang secara langsung ikut aktiI dalam berbagai
program yang dijalankan serta memiliki jaringan kerja dengan institusi pemerintah dan
NGO (Non Goverment Organization) lokal, nasional dan internasional. Organisasi ini
merupakan wadah penyatu potensi kaum muda dari berbagai disiplin ilmu untuk
berperan aktiI dalam upaya peberdayaan dan peningkatan posisi tawar masyarakat tani
dari skala lokal hingga nasional dengan pendekatan partisipatori, sebagai upaya
mewujudkan kaum tani dan penduduk desa dari keterbelakangan dan kemiskinan dan
ketidakadilan dalam rangka mewujudkan tujuan Nasional sebagaimana tercantum dalam
Pembukaan UU Dasar 1945.



F.Visi dan Misi HKTI
Visi HKTI adalah : 'Dilandasi kesadaran pemberdayaan rakyat petani penduduk
pedesaan untuk mensyukuri karunia Tuhan atas tanah air Indonesia yang agraris,
merupakan jaminan untuk terwujudnya kehidupan bangsa Indonesia yang riil besar dan
kaya, serta masyarakat yang adil dan makmur sejahtera merata.
Misi HKTI adalah : 'Berpatisipasi aktiI bersama pemerintah Indonesia untuk
mensukseskan pembangunan nasional khususnya bidang pertanian dan pedesaan dengan
sasaran utama :
a. Memperbaiki nasib dan mengangkat harkat martabat rakyat petani penduduk
pedesaan.
b. Memerangi kemiskinan dan keterbelakangan rakyat petani dan penduduk
pedesaan.
c. Berperan aktiI mewujudkan tata kehidupan masyarakat pedesaan Indonesia yang
modern, demokrasi adil dan makmur merata.

O HKTI WAKTU SEKARANG
HKTI yang berdiri sejak 1973 sebenarnya merupakan subordinat kekuasaan
Orde Baru dan menjadi substruktur kepentingan Partai Golkar dalam mengonsolidasikan
kekuatan sosial petani, termasuk untuk kepentingan politik pemilu. Jadi kalau dilihat
dari konteks sejarah yang ada, HKTI bukan merupakan gerakan sosial politik massa
yang berlandaskan kesadaran kolektiI petani untuk menuntut hak sipil dari sistem sosial
demokrasi.
Perjalanan sejarah HKTI memang menjadi Iragmentasi politik elite di tengah konstalasi
politik demokrasi totaliter dan menjadi instrumen konsolidasi kekuasaan dalam
melakukan proses politik pembangunan. Di saat konsolidasi politik dan pembangunan
itulah, petani sebagai struktur elementer sosial yang memiliki sumber potensi politik dan
sekaligus memiliki kekuatan ekonomi dalam negara agraris, akhirnya dikendalikan
secara kooptatiI dan sistematik melalui kekuasaan politik.



I. MeniIesto Parpol
Momentum sejarah reIormasi politik pada 1998 melahirkan berbagai ekspektasi
politik publik untuk merestrukturisasi seluruh institusi sosial kembali pada kepentingan
elementer sosiokultural. Termasuk HKTI, diharapkan mereIormulasi gerakannya untuk
mengakomodasikan kepentingan petani secara proporsional. Tapi, di tengah transisi
politik yang ada, HKTI belum maksimal melakukan perubahan orientasi organisasi.
Karena dalam transisi tersebut, HKTI yang ketika itu dipimpin Siswono Yudohusodo
masih menjadi bagian dari kekuatan Partai Golkar.
Begitu juga ketika Munas HKTI 2005, ketika Prabowo Subianto terpilih menjadi
ketua umum, yang diharapkan bisa membawa HKTI dalam proses transisi, tapi akhirnya
juga gagal. Ini disebabkan Prabowo juga menjadi bagian dari Partai Golkar. Sehingga,
dia tidak lepas dari vested interest politik tersebut. Selanjutnya, menjelang Pemilu 2009,
Prabowo mendirikan Partai Gerindra yang secara tidak langsung juga membawa
kepentingan parpol dalam HKTI. Apalagi ketika Prabowo terlibat dalam pencalonan
wakil presiden. Dengan demikian, harapan publik dan petani untuk memiliki organisasi
sosial dan proIesi yang memadai dalam melakukan konsolidasi selalu dihadapkan pada
persoalan kekuatan serta kekuasaan parpol.

II. Quo Vadis
Struktural HKTI yang diharapkan mampu menjadi bagian integral dari sosial
petani, ternyata belum optimal melakukan koordinasi dan konsolidasi terhadap
kepentingan petani. Bahkan persoalan nasional maupun domestik yang menyangkut
petani tidak dimaniIestasikan secara sistemik melalui kerja struktural. Akibatnya,
banyak sengketa pertanahan yang melibatkan sosial petani dengan PTPN, pengusaha,
dan pemerintah yang terjadi di berbagai daerah belum banyak melibatkan kekuatan
HKTI. Masalah regulasi sektor pertanian, baik distribusi pupuk, subsidi, insentiI,
intensiIikasi produksi, dan pemberdayaan ekonomi petani, juga belum dirumuskan
secara proporsional oleh HKTI. Seakan kekuatan struktural ini kehilangan momentum
strategis dalam menIasilitasi berbagai persoalan petani. Begitu juga masalah struktur
internal, ternyata belum memberikan apresiasi mendasar dari kebutuhan petani di tengah
transIormasi liberalisasi pembangunan. Pusaran kekuatan struktur HKTI masih menjadi
represi kepentingan politik dan kekuasaan elite yang cenderung pragmatis sehingga
mengabaikan persoalan petani itu sendiri.
Di tengah perhelatan Munas HKTI 2010 ini, tampilnya berbagai konIigurasi
Iigur politik nasional yang akan maju menjadi calon ketua umum HKTI 20102015,
kelihatannya belum memiliki kompetensi membawa perubahan signiIikan, baik
struktural maupun masalah sosial petani. Hadirnya kembali Prabowo Subianto dan
sejumlah nama populis lain, seperti Titiek Soeharto, Ja'Iar HaIsah, Anton Apriantono,
Sutiyoso, dan Oesman Sapta, justru menjustiIikasi pandangan bahwa HKTI memang
menjadi subsistem kekuasaan parpol. Seharusnya persoalan utama munas kali ini adalah
terjadinya sebuah rekonsolidasi antara kepentingan dasar petani di tengah transisi
budaya dan sistem sosial ekonomi yang selama ini memberikan pengalaman
memarginalkan peran petani dalam struktur yang lebih luas. Dengan demikian, dari hasil
Munas HKTI setidaknya lahir keputusan strategis bagi petani dengan seluruh entitas
produk yang dimiliki menjadi kekuatan elementer pembangunan.
Secara parsial, hasil munas hendaknya memperkukuh struktur sosial petani
sehingga memiliki legitimasi domain dari proses tersebut. Pada akhirnya diharapkan
struktur HKTI dan sosial petani memiliki koordinasi menjalankan Iungsi dan peran
strukturalisasi. Karena bagaimanapun, ekspektasi petani terhadap HKTI tetap besar yang
diharapkan mampu menjembatani berbagai persoalan yang dihadapi. Maka dalam
munas ini bukan persoalan siapa yang menjadi ketua umum HKTI, tapi apa dan
bagaimana konstribusi yang dimaniIestasikan kepada petani oleh pengurus dari hasil
munas tersebut. Kalau pada akhirnya HKTI masih menjadi represi di antara parpol yang
ada, dapat dipastikan HKTI tetap menjadi sirkulasi kepentingan politik parpol terhadap
struktur sosial petani. Padahal di tengah persoalan deIormasi HKTI ini, kemampuan
memperkukuh dasar otonomisasi struktur HKTI menjadi langkah utama untuk
merumuskan kembali struktur sosial petani menjadi gerakan kolektiI. Mengeluarkan
HKTI dari kooptasi dan sandera politik parpol pada munas sekarang ini kelihatannya
sulit. Berbagai persoalan struktural masih dihadapkan pada persepsi kemampuan
mobilitas dan kapasitas ekonomi personal Iigur. Karena itu, asumsi ini memiliki
legitimasi kembalinya kekuatan pemilik distribusi modal menjadi subordinat kekuasaan
mengendalikan HKTI.
O KISRUH HKTI ( HKTI Prabowo Vs HKTI Oesman Sapta )
HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia) mengalami konIlik dualisme.
Perpecahan dalam ormas yang menjadi salah satu kendaraan politik Prabowo Subianto
pada pemilu 2009 ini berujung pada munculnya HKTI tandingan milik Oesman Sapta.
Akhir-akhir ini, HKTI Prabowo Subianto gerah. Di dalam iklan di beberapa media cetak
dan digital, Oesman Sapta mengucapkan terima kasih kepada Menkumham Patrialis
Akbar atas pengesahan kepengurusan HKTI di bawah pimpinan Oesman Sapta.
Dalam surat bernomor AHU-14.AH.01.08 Tahun 2011 itu, Dirjen HKI (Hak atas
Kekayaan Intelektual) telah memberikan hak cipta atas nama, logo, dan mars HKTI atas
nama Oesman Sapta. Pihak Prabowo Subianto sebenarnya sudah mengusahakan dialog
dengan pihak Oesman Sapta, namun dialog selalu menemui jalan buntu. Pihak Prabowo
Subianto lalu melakukan gugatan atas hak cipta nama, logo, dan mars HKTI atas nama
Oesman Sapta.
Perseturuan antara Prabowo Subianto dan Oesman Sapta sebenarnya dimulai
ketika Munas Ke-7 HKTI di Bali pada 12-15 Juli 2010. Munas yang seharusnya menjadi
momen untuk menyerap aspirasi para petani seluruh Indonesia itu justru menjadi arena
persaingan politik. Maklum calon ketua HKTI hampir semuanya berasal dari elit politik
dan malah bukan berasal dari perwakilan petani.
Nama-nama yang diorbitkan sebagai calon ketua HKTI periode 2010-2015 itu
antara lain Wasekjen DPP Partai Golkar Titiek Soeharto yang juga mantan istri Prabowo
Subianto, Ketua DPP Partai Demokrat Muh. JaIar HaIsah, Ketua Umum PPD (Partai
Persatuan Daerah) Oesman Sapta, kader PKS yang juga mantan Menteri Pertanian
Anton Apriantono, Mantan Gubernur DKI Sutiyoso, dan anggota KPPU Benni Pasaribu.
Tetapi akhirnya, Prabowo Subianto memperoleh dukungan dari 485 peserta Munas Ke-7
HKTI. Mantan Panglima Kostrad dan Danjen Kopassus Letjen (Purn) Prabowo Subianto
akhirnya terpilih kembali menjadi ketua umum HKTI.
Beberapa pihak sebenarnya menginginkan ketua umum HKTI yang baru berasal
dari tokoh yang memiliki latar belakang pertanian. Moh. JaIar HaIsah adalah salah satu
yang diIavoritkan menjadi ketua umum HKTI karena merupakan praktisi pertanian dan
didukung oleh Partai Demokrat. Namun diduga karena kurang populernya Partai
Demokrat di kalangan petani, Moh. JaIar HaIsah tidak terpilih. Selain itu, Moh. JaIar
HaIsah diusung Partai Demokrat untuk memecah HKTI yang selama ini menjadi salah
satu ormas pendukung Gerindra milik Prabowo Subianto. Terpilihnya kembali Prabowo
Subianto kemudian mengundang polemik di internal HKTI. Beberapa tokoh seperti
Moh. JaIar HaIsah, Oesman Sapta, dan Titiek Soeharto kemudian mengadakan munas
tandingan. Munas tandingan itu kemudian memutuskan memilih Oesman Sapta sebagai
ketua umum HKTI tandingan.
Permasalahan antara HKTI Prabowo Subianto dan HKTI Oesman Sapta semakin
mengerucut akhir-akhir ini. Setelah mendapatkan hak cipta nama, logo, dan mars HKTI,
Oesman Sapta menganggap bahwa HKTI versinya adalah HKTI yang sah secara hukum.
Kemudian Oesman Sapta menggunakan nama HKTI dalam beberapa iklan di media
massa. Pihak Prabowo Sobianto yang tidak mendapatkan jawaban dari pihak Oesman
Sapta kemudian mengajukan gugatan atas HKTI versi Oesman Sapta. HKTI Oesman
Sapta yang sudah memegang sertiIikat atas hak cipta nama, logo, dan mars HKTI dari
Dirjen HKI kemudian merasa benar sendiri. Bukannya merespon gugatan dari pihak
Prabowo Subianto, HKTI Oesman Sapta justru melakukan gugatan balik karena HKTI
Prabowo Subianto masih menggunakan nama, logo, dan mars HKTI dalam pembukaan
rakernas HKTI Prabowo semalam di Hotel Sahid Jaya, Jakarta. Rakernas ini diadakan
tiga hari sejak tanggal 25 Februari 2011 sampai tanggal 27 Februari 2011.
Permasalahan semacam ini sebenarnya pernah juga terjadi pada Partai
Kebangkitan Bangsa. Perseturuan antara PKB Gus Dur dan PKB Muhaimin Iskandar
kemudian dimenangkan oleh pihak Muhaimin Iskandar yang sudah mendaItarkan PKB
sebagai badan hukum yang resmi. Memang secara hukum, saya mengakui keabsahan
pihak yang mempunyai sertiIikat resmi. Namun yang saya sayangkan adalah pihak
Dirjen HKI yang kurang memperhatikan apa yang sudah menjadi domain publik,
sesuatu yang sudah diketahui secara umum.





BAB II
PEMBAHASAN

PELAKSANAAN KEGIATAN PEMBERDAYAAN HKTI GARUT
Dalam melaksanakan kegitan pemberdayaannya, HKTI Garut bekerjasama
dengan Perusahaan pupuk dan pestisida yaitu PT. Kembang Langit. Dimana kegiatan
pemberdayaannya diIokuskan kepada petani petani di daerah Garut khususnya. HKTI
dan PT. Kembang Langit bekerjasama dalam membantu petani meningkatkan hasil
produksi pertaniannya dengan menggunakan konsep baru yang lebih eIektiI dan eIisien
yaitu dengan menerapkan system pertanian organik.
HKTI dan PT. Kembang Langit mencoba menanamkan konsep baru kepada
petani untuk menggunakan pupuk dan pestisida organic dan tidak lagi menggunakan
pupuk maupun pestisida kimia. Selain dapat meningkatkan hasil produksi pertanian itu
sendiri,penggunaan pupuk dan pestisida organik ini dapat sangat menghemat biaya
produksi. Jadi penerapan konsep oleh HKTI dan PT. Kembang Langit ini diharapkan
dapat menjadi jalan keluar untuk petani atas segala permasalahan dalam kegiatan
pertanian mereka.
Kegiatan yang telahdilakukanoleh HKTI dan PT. Kembang Langit diantaranya
adalah sosialisasi pertanian organik, penyuluhan pertanian organik, dan pembimbingan
langsung pertanian organik di lahan petani tertentu. Kegiatan yang kami lakukan di sana
adalah pada saat pembimbingan langsung pertanian organik di lahan.
Adapun beberapa program HKTI garut yang berhasil kami himpun dan amati
langsung dilapangan:
1. Pengendalian Hama abai di Desa Margaluyu Kecamatan Leles, Garut.
Berikut adalah salah satu kegiatan yang dilakukan, lokasinya di Desa Cigasti
Margaluyu Kecamatan Leles, Garut. Petugas lapangan dari PT. Kembang Langit
melakukan aplikasi uji terap produk pupuk dan pestisidanya yaitu PROTEK-tan dan
PESNATOR. Tujuannya adalah untuk mengendalikan penyakit keriting daun pada
tanaman cabe. Dalam hal ini yang menjadi catatan adalah uji terap ini dilakukan pada
tanaman yang sebelumnya sudahkan dicabut atau dibuang dan diganti dengan tanaman
baru. Tanaman ini awalnya sudah terserang keriting daun yang sangat parah, hampir
sebagian besar di wilayah tersebut kasusnya hampir merata yaitu terserang hama trips.








Tanaman sudah mulai pulih setelah penerapan Protektan dan Pesnator selama dua bulan.








Setelah tiga bulan, tanaman sudah mulai berbuah meskipun kurang optimal,
setidaknya tanaman tersebut tidak jadi dicabut dan ditanam ulang dari awal karena
membutuhkan biaya yang cukup banyak.









Kegiatan pembimbingan langsung kepada beberapa petani cabai di Garut ini
terbukti sangat berpengaruh positiI, Penerapan konsep pertanian organik dengan
menggunakan pupuk dan pestisida yang diproduksi oleh PT. Kembang Langit terbukti
sangat membantu beberapa petani cabai dan holtikultura di daerah Garut. Beberapa
petani yang sempat Irustasi karena cabainya terserang hama dan terancam gagal panen
pun masih dapat ditolong berkat penerapan pupuk dan pestisida organic tersebut.
Adapun beberapa petani holtikultura yang manjadi binaan langsung HKTI dan PT.
Kembang Langit untuk menerapkan pertanian organic dari awal proses penanaman
sampai masa panen, terbukti mendapatkan hasil panen yang jauh lebih banyak dan
berkualitas dibandingkan dengan masa tanam sebelumnya yang selalu menggunakan
cara konvensional dengan menggunakan pupuk dan pestisida kimia.
2. Sosialisasi Padi SRI dan Organik
Kesadaran masyarakat akan keamanan dan kesehatan pangan yang belakangan ini
sudah mulai meningkat, menuntut para petani di Indonesia khususnya untuk
menghasilkan produk yang sehat dan aman untuk dikonsumsi. Masalahnya adalah untuk
mendapatkan hasil pertanian yang aman dan sehat, kegiatan pertanian harus dilakukan
dengan cara alami atau yang dikenal dengan pertanian organik. Kebiasaan petani
Indonesia dalam melakukan kegiatan pertaniannya yang konvensional dengan
menggunakan pupuk dan pestisida kimia, menjadikan mereka sulit menerima dan
menerapkan system pertanian organic tersebut. Mulai dari mekanismenya yang berbeda
dan juga pupuk serta pestisidanya yang katanya masih mahal.
Rencana Lahan Padi SRI

3. Sosialisasi Tekhnik Dan Pengendalian Hama Pada Tanaman abai
Sudah menjadi suatu pendapat/pengetahuan dikalangan petani petani
cabe,bahwa yang mudah terserang Patek, adalah buah yang
lembek,tipis"kemprong"/kosong,dan banyak kadar airnya,sedangkan buah yang jarang
terserang patek adalah buah yang kondisinya,keras,tebal ,padat berisi dan kadar airnya
rendah. Nach,kalau sudah begini,tinggal kita menerapkan suatu tehnik bagaimana agar
kondisi ini bisa kita dapatkan. Dalam materi awal sudah kami uraikan bagaimana
caranya agar kulit buah cabe tidak tipis,lembek dan tidak mengandung kadar air yang
tinggi.
Bp. Rusli Gunawan SW,sedang memberikan pemaparan tentang teknik-teknik
pengendalian HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN CABE, di salah satu sentra
penanaman Tanaman cabe.



BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
- HKTI sesungguhnya bukan organisasi sosial politik, melaikan organisasi
kemasyarakatan organisasi tani. Namun demikian, dalam kiprah perjuangannya
adakalanya HKTI terpaksa harus melakukan perjuangan politis, dalam arti
sanggup memberikan koreksi atas berbagai produk politik baik berupa
kebijakan maupun peraturan perundangan yang dihasilkan oleh lembaga politik.
- Perseturuan HKTI Prabowo Subianto dan HKTI Oesman Sapta akan berujung
sama dengan kasus PKB. Bila HKTI Oesman Sapta sudah memegang surat
sertiIikat hak cipta, sangat sulit bagi pihak Prabowo Subianto untuk meloloskan
gugatannya. Namun di balik kasus HKTI Prabowo Subianto Vs HKTI Oesman
Sapta, bagi saya para petani tidak terpengaruhi. Semakin banyak organisasi
yang mengurusi pertanian bagi para petani adalah semakin baik. Entah karena
motiI politik atau kepentingan apa, bagi petani adalah yang penting mereka
diperhatikan. Semoga semakin banyak ormas pertanian, para petani juga
semakin sejahtera.

B. Saran
Organisasi para petani dibentuk adalah untuk mengurus dan membina agar para
petani, bagian terbesar dari republik ini, menjadi lebih sejahtera, lebih makmur serta
mendapat perlindungan yang memadai dari pemerintah. Sehingga nasib mereka
tidak selalu menjadi 'sapi perahan dari para tengkulak tak bermoral, baik dari
dalam negeri maupun luar negeri.





LAMPIRAN
a. Pertisipasi mahasiswa pada MusKab HKTI Garut


b. Wawancara dengan Ketua bagian Inovasi HKTI kab Garut
selaku Dirut PT. Kembang Langit

Anda mungkin juga menyukai