Anda di halaman 1dari 2

Kutipan hikayat berikut untuk soal nomor 6-8.

Dimnah Mengajak Syatrabah Menghadap Raja Singa

Maka sejak hari itu duduklah Dimnah dekat Raja Singa menjadi kepercayaannya. Pada
suatu hari berdatang sembah Dimnah kepada raja,
“Ampun, Tuanku, patik lihat Tuanku sudah lama diam saja dalam rumah tiada keluar-
keluar. Apakah gerangan yang jadi sebab maka demikian?”
Belum habis perkataannya diucapkannya, tiba-tiba kedengaranlah lenguh Syatrabah.
Raja Singa pun terkejut, tetapi tiada ia berkata apa-apa kepada Dimnah. Sungguhpun demikian,
Dimnah telah melihat bahwa raja ketakutan mendengar suara itu. Maka bertanya Dimnah,
“Ampun, Tuanku, adakah suatu itu agaknya yang menjadi pikiran bagi tuanku?”
“Benar, hai Dimnah,” jawab Raja Singa, “Tiada yang kupikirkan melainkan suara itulah
jua.”
Ketika itu berkatalah Dimnah,
“Sesungguhnya tiadalah gunanya suara itu menjadi pikiran bagi Tuanku. Orang pandai-
pandai berkata, tidak semua yang besar suaranya harus ditakuti. Sudahkah Tuanku mendengar
cerita srigala dengan sebuah tabuh?”
“Ceritakanlah, hai Dimnah, supaya kudengar!”
“Pada suatu hari sedang seekor serigala berjalan-jalan mencari makanan, Nampak
olehnya sebuah tabuh tergantung pada dahan sepohon kayu. Tiap-tiap angin bertiup tubuh itu
kena pukul oleh ranting-ranting kayu, dan terdengarlah suaranya yang besar. Mendengar
bunyinya terkejutlah srigala, dan seketika diketahuinya bahwa yang bersuara itu tiada lain
tabuh itulah jua, tumbuhlah harapnya. Sangkanya tentulah banyak dagingnya, dan dapatlah ia
makin besar. Maka dilompati tabuh itu, dan setelah jatuh dikoyakkannya kulitnya dengan
giginya. Akan tetapi, alangkah tercengangnya ketika dilihatnya bahwa di dalamnya kosong,
suatu pun tiada isinya. Oleh sebab itu, jika Tuanku izinkan, biarlah patik pergi memeriksanya
sendiri, dan tinggallah Tuanku disini sampai patik kembali.”
Mendengar kata Dimnah sukalah hati Raja Singa, dan diberinyalah izin Dimnah pergi.
Dikutip dari: Baidaba, Hikayat kalilah dan Dimnah, Jakarta, Balai Pustaka, 2011

6. Ceritakanlah kembali hikayat tersebut secara ringkas dengan menggunakan bahasa Anda
sendiri!

7. Carilah kata-kata arkais di dalamnya beserta makna kamusnya!

8. Ubahlah cerita hikayat tersebut ke dalam bentuk cerpen!

Kutipan buku fiksi berikut untuk soal nomor 9 dan 10.

“Tunggu, Pak Tarya. Saya ikut.”


Pak Tarya tersenyum.
“Wah, saya tidak enak, Mas. Nanti saya dibilang mengajak-ajak sampeyan meninggalkan
pekerjaan.”
“Ini jam empat sore. Saya ingin cari kesegaran. Dan saya toh tidak harus mengawasi
pekerjaan ini terus-menerus.”
“Baiklah. Ayo. Kebetulan saya selalu membawa kail cadangan. Mas Kabul bisa
mancing?”
“Saya akan mencoba.”
Sekali lagi batu-batu besar di pinggir Cibawor yang dipayungi kerindangan pohon mbulu
besar menyediakan tempat bagi Pak Tarya dan Kabul. Keduanya memasang pancing. Pak Tarya
membantu temannya yang tak berpengalaman. Angin sore terasa sejuk. Air begitu jernih. Bau
lumut. Kisaran air menembus celah bebatuan menimbulkan bunyi desir halus. Ada kepiting
merambati tebing. Datang bengkarung. Kedua binatang itu kelihatan seperti akan saling serang.
Dikutip dari: Ahmad Tohari, Orang-Orang Proyek, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 2007

9. Tentukan unsur-unsur intrinsik kutipan buku fiksi tersebut!

10. Buatlah ulasan yang sesuai dengan kutipan buku fiksi tersebut!

Anda mungkin juga menyukai