1
SKENARIO 1
“ BAYI LAHIR TIDAK LANGSUNG MENANGIS”
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK BBDM 12
I. TERMINOLOGI
1. Air ketuban
Cairan yang terdapat di dalam ruangan yang diliputi selaput janin.
Ruang tersebut, yaitu rongga amnion yang terbentuk pada hari ke-
12 masa pembuahan dan dapat dihirup dan ditelan oleh janin.
2. Tonus otot
Kontraksi otot yang mempertahankan keberadaannya oleh tonus itu
sendiri. Pengecekan dapat dilakukan oleh palpasi dan reflex
fisiologis.
3. Kepaniteraan
Tahap pembelajaran setelah masa preklinik dengan tujuan agar
mahasiswa dapat belajar keseharian pekerjaan sebelum menjadi
dokter.
4. Usia gestasi
Usia kehamilan, yaitu masa terjadinya sejak konsepsi hingga
kehamilan dan dapat dihitung dari siklus menstruasi awal (HPHT).
Preterm : <37 minggu
Aterm : 37 minggu - 41 minggu 6 hari
Post-term : >42 minggu
V. BELAJAR MANDIRI
3) Pemeriksaan Penunjang:
Hasil analisis gas darah tali pusat menunjukkan hasil asidosis
pada darah tali pusat jika: a) PaO2 < 50 mmHg
b) PaCO2 > 55 mmHg
c) Ph < 7,3
a. Faktor ibu
c. Faktor bayi
1. Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
2. Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu,
ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)
3. Kelainan bawaan (kongenital)
4. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
(DepKes RI, 2009).
Faktor risiko:
1. Faktor Ibu
Hipoksia ibu. Hal ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya.
Hipoksia ibu ini dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika
atau anestesia dalam.
Gangguan aliran darah uterus. Mengurangnya aliran darah pada uterus akan
menyebabkan berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta dan demikian pula ke
janin. Hal ini sering ditemukan pada keadaan: (a) gangguan kontraksi uterus,
misalnya hipertoni, hipertoni atau tetani uterus akibat penyakit atau obat, (b)
hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan, (c) hipertensi pada penyakit
eklampsia dan lain- lain.
2. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta.
Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, isalnya
solusio plasenta, perdarahan plasenta dan lain-lain.
3. Faktor fetus
4. Faktor neonatus
Depresi tali pusat pernafasan bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa hal,
yaitu :
Kompresi dada
Indikasi kompresi dada ialah jika frekuensi denyut jantung kurang dari 60 per menit
setelah ventilasi adekuat dengan oksigen selama 30 detik. Untuk neonatus, rasio
kompresi:ventilasi tetap 3:1. Pernapasan, frekuensi denyut jantung, dan oksigenasi
harus dinilai secara periodik dan kompresi – ventilasi tetap dilakukan sampai
frekuensi denyut jantung sama atau lebih dari 60 per menit.
Medikasi
Obat-obatan jarang digunakan pada resusitasi bayi baru lahir. Namun, jika
frekuensi denyut jantung kurang dari 60 per menit walaupun telah diberikan
ventilasi adekuat dengan oksigen 100% dan kompresi dada, pemberian epinefrin
atau pengembang volume atau ke duanya dapat dilakukan.
Epinefrin
Epinefrin direkomendasikan untuk diberikan secara intravena dengan dosis
intrvena 0,01 – 0,03 mg/kg. Dosis endotrakeal 0,05 – 1,0 mg/kg dapat
dipertimbangkan sambil menunggu akses vena didapat, tetapi efektifitas cara ini
belum dievaluasi. Konsentrasi epinefrin yang digunakan untuk neonatus ialah
1:10.000 (0,1 mg/mL).
Pengembang volume
Pengembang volume dipertimbangkan jika diketahui atau diduga kehilangan darah
dan frekuensi denyut jantung bayi tidak menunjukkan respon adekuat terhadap
upaya resusitasi lain. Kristaloid isotonik atau darah dapat diberikan di ruang
bersalin. Dosis 10 mL/kg, dapat diulangi.
Nalokson
Nalokson tidak diindikasikan sebagai bagian dari usaha resusitasi awal di ruang
bersalin untuk bayi dengan depresi napas.
Glukosa
Bayi baru lahir dengan kadar glukosa rendah mempunyai risiko yang meningkat
untuk terjadinya perlukaan (injury) otak dan akibat buruk setelah kejadian hipoksik
iskemik. Pemberian glukosa intravena harus dipertimbangkan segera setelah
resusitasi dengan tujuan menghindari hipoglikemia.
Hipotermia untuk terapi
Beberapa penelitian melakukan terapi hipotermia pada bayi dengan umur
kehamilan 36 minggu atau lebih, dengan ensefalopatia hipoksik iskemik sedang dan
berat. Hasil penelitian ini menunjukkan mortalitas dan gangguan perkembangan
neurologik yang lebih rendah pada bayi yang diberi terapi hipotermia dibanding
bayi yang tidak diberi terapi hipotermia. Penggunaan cara ini harus menuruti
panduan yang ketat dan dilakukan di fasilitas yang memadai.
5. Mengetahui komplikasi dan komorbiditas yang dapat terjadi
karena asfiksia
2. Sistem kardiovaskuler
Bayi dengan asfiksia perinatal dapat mengalami iskemia miokardial transien.
Secara klinis dapat ditemukan gejala gagal jantung seperti, takipnu, takikardia,
pembesaran hati dan irama derap.
3. Gagal ginjal
Dampak terhadap ginjal Hipoksia ginjal dapat menimbulkan gangguan perfusi dan
dilusi ginjal, serta kelainan filtrasi glomerulus. Hal ini timbul karena proses
redistribusi aliran darah akan menimbulkan beberapa kelainan ginjal antara lain
nekrosis tubulus dan perdarahan medula.
4. Dampak terhadap paru
Dampak asfiksia terhadap paru adalah hipertensi pulmonal persisten, mekanisme
terjadinya adalah vasokonstriksi paru akibat hipoksia dan asidosis, pembentukan
otot arteriol paru pada masa pranatal, pelepasan zat aktif seperti leukotrin dan
pembentukan mikrotrombus, perdarahan paru, edem paru karena gagal jantung,
acute respiratory distress syndrome, HMD sekunder akibat gangguan produksi
surfaktan karena asfiksia, dan aspirasi mekonium. Pengobatan berupa oksigenasi
dan ventilasi yang adekuat.