Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH MATERNITAS I

JUDUL: PERSALINAN LEWAT WAKTU (SEROTINUS)

DISUSUN OLEH:

SILLYNTOWE MEYVANIA LALUNDU


NURUL AZVIAH
WULANDARI MOILI
FADHLURRAHMAN RAMADHAN
 
DOSEN PENGAMPUH:
NI MADE DEWI SUSANTI M.kes. Ns
PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN ANGKATAN 2021
DEVINIS PERSALINAN LEWAT WAKTU (SEROTINUS)
 
Menurut Manuaba (2009), kehamilan lewat waktu atau yang
disebut juga kehamilan serotinus, prolonged pregnancy, atau post-
term pregnancy adalah kehamilan dengan usia kehamilan telah
lebih dari 42 minggu lengkap mulai dari hari menstruasi pertama.
WHO, dalam Kemenkes RI (2013) mendefinisikan kehamilan
serotinussebagai kehamilan dengan usia kehamilan lebih dari 42
minggu penuh (294 hari) terhitung sejak hari pertama haid terakhir.
ETIOLOGI
Menurut Sastrawinata (2010), ada beberapa hal yang berpengaruh terhadap
kejadian serotinus, antara lain sebagai berikut:

a. Faktor potensial adanya hormon adrenokortikotropik (ACTH) pada


fetus atau defisiensi enzim sulfatase plasenta.
b. Semua faktor yang mengganggu mulainya persalinan baik faktor ibu,
plasenta maupun anak.
c. Ketidaktentuan tanggal menstruasi: ketidaksanggupan ibu mengingat
HPHT, perdarahan selama kehamilan, siklus haid tidak teratur,
kehamilan dalam masa pasca persalinan (Oxorn, 2003).
d. Hormone penurunan konsentrasi estrogen yang menandai
kasuskasuskehamilan serotinus dianggap merupakan hal penting,
karena kadar estrogentidak cukup untuk menstimulasi produksi dan
penyimpanan glikofosfolipid didalam membrane janin.
e. Herediter karena postmaturitas sering dijumpai pada satu keluarga
tertentu(Rustam, 1998).
MANIFESTASI KLINIK
Gambaran klinis pada kehamilan post matur antara lain:
 Janin postterm dapat terus bertambah beratnya di dalam uterus dan
dengandemikian menjadi bayi besar yang abnormal pada saat lahir, atau
bertambah berat postterm serta berukuran besar menurut usia gestasionalnya.
 TFU tidak sesuai dengan umur kehamilan.
 Pada USG ditemukan adanya oligohidramnion dan penurunan jumlah
cairanamnion disertai dengan kompresi tali pusat yang dapat menimbulkan
gawat janin, termasuk defekasi dan aspirasi mekonium yang kental.
 Pada sisi ekstrim lainnya, lingkungan intrauterin dapat begitu
bermusuhansehingga pertumbuhan janin yang lebih lanjut akan terhenti dan
janin menjadi postterm serta mengalami retardasi pertumbuhan.Hasil pengkajian
manifestasi klinis meliputi:
 Bayi panjang, kurus dengan penampilan menyusut, kulit seperti kertas dankulit
kuku dan tali pusat terwarnai mekonium, kuku panjang dan lanugo tidakada.
 Sindrom aspirasi mekonium ditandai dengan hipoksia janin, cairan amnionyang
bercampur dengan mekonium, gawat napas waktu lahir dan
mekoniummengotori pita suara.
PATOFISISOLOGI
1. Jika plasenta terus berfungsi dengan baik, janin akan terus tumbuh
yangmengakibatkan bayi LGA dengan manifestasi masalah seperti trauma
lahir danhipoglikemia.
2. Jika fungsi plasenta menurun, janin mungkin tidak mendapatkan nutrisi yang
adekuat. Janin akan menggunakan cadangan lemak subkutan sebagai alergi
penyusutan lemak subkutan terjadi yang mengakibatkan syndrome dismatur ja
nin,terdapat 3 tahap sindrom dismaturitas janin:
 Tahap I insufisiensi plasenta kronis .
 Tahap II insufisiensi plasenta akut.
 Tahap III insufisiensi plasenta subakut.
3. Bayi baru lahir beresiko tinggi terhadap perburukan komplikasi
yang berhubungan dengan perfusi utero plasenta yang terganggu dan hipoksia, 
misalnya:sindrom aspirasi mekonium.
4. Hipoksia intra uteri kronis menyebabkan peningkatan eritroptia.lin janin
dan produksi sel darah merah yang menyebabkan polisitemia.
5. Bayi postmatur rentan terhadap hipoglokemia karena penggunaan
cadanganglikogen yang cepat.
KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi antara lain:

a) kematian janin dalam rahim;


b) akibat insufisiensi plasenta karena menuanya plasenta dan kematian
neonatus yang tinggi;
c) asfiksia adalah penyebab utama kematian dan morbiditas neonatus;

d) pada otopsi neonatus dengan serotinus didapatkan tanda-tanda


hipoksia termasuk adanya petekie pada pleura dan perikardium dan
didapatkan adanya partikel-partikel mekonium pada paru. Secara
hepatologis, kelainan plasenta yang ditemukan adalah kalsifikasi,
edema vili, pseudohiperplasi pada sinsitium, degenerasi fibroid pada
vili, dan miokard infark plasenta (Sastrawinata, 2010).
PENATALAKSANAAN
Menurut Kemenkes RI (2013) tata laksana untuk kehamilan serotinus
sebagai berikut:

a. Tatalaksana Umum
1) Sedapat mungkin rujuk pasien ke rumah sakit.
2) Apabila memungkinkan, tawarkan pilihan membrane sweeping antara usia
kehamilan 38-41 minggu setelah berdiskusi mengenai risiko dan
keuntungannya.
3) Tawarkan induksi persalinan mulai dari usia kehamilan 41 minggu
4) Pemeriksaan antenatal untuk mengawasi kehamilan usia 41-42 minggu
sebaiknya meliputi non-stress test dan pemeriksaan volume cairan amnion.
5) Bila usia kehamilan telah mencapai 42 minggu, lahirkan bayi.

b. Tatalaksana Khusus: tidak ada


ASUHAN KEPERAWATAN

 PENGKAJIAN
Pada langkah pertama ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dari
semua yang berkaitan dengan kondisi klien. Untuk memperoleh data dapat
dilakukan dengan cara anamnesa, pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan
dan pemeriksaan tanda-tanda vital, pemeriksaan khusus dan pemeriksaan
penunjang.
 DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial
berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah diidentifikasi.
Langkah ini membutuhkan antisipasi bila memungkinkan dilakukan
pencegahan sambil mengawasi pasien bidan bersiap-siap bila masalah
potensial benar-benar terjadi
 INTERVENSI
Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang sudah
teridentifikasi dari kondisi atau masalah klien, tapi juga dari kerangka
pedoman antisipasi kepada klien tersebut, apakah kebutuhan perlu konseling,
penyuluhan dan apakah pasien perlu dirujuk karena masalah-masalah yang
berkaitan dengan masalah kesehatan lain.
 IMPLEMENTASI
Pada langkah ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan dapat
dilaksanakan secara efisien seluruhnya oleh bidan, dokter dan tim kesehatan lain
 EVALUASI
Pada langkah ke VII ini melakukan evaluasi hasil dari asuhan yang telah
diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah
terpenuhi sesuai dengan diagnosa atau masalah.
Pendokumentasian kebidanan dalam bentuk SOAP, Yaitu:
a) Subjektif (S)
1) Menggambarkan pendokumentasian pengumpulan data klien melalui
anamnesa.
2) Tanda gejala subjektif yang diperoleh dari hasil bertanya pada klien,
suami atau keluarga (identitas umum, keluhan, riwayat menarche,
riwayat KB, riwayat penyakit keluarga, riwayat penyakit keturunan,
riwayat psikososial, pola hidup).
b) Objektif (O)
1) Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan fisik klien,
hasil laboratorium dan tes diagnostic yang dirumuskan dalam data
focus untuk mendukung assessment.
2) Tanda gejala objektif yang diperoleh dari hasil pemeriksaan
(keadaan umum, vital sign, fisik, pemeriksaan dalam, laboratorium
dan pemeriksaan penunjang, pemeriksaan dengan inspeksi, palpasi,
auskultasi, dan perkusi)
3) Data ini memberi bukti gejala klinis klien dan fakta yang
berhubungan dengan diagnosa.
c) Assesment (A)
1) Masalah atau diagnosa yang ditegakkan berdasarkan data atau
informasi subjektif maupun objektif yang dikumpulkan atau
disimpulkan.
2) Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi data
subjektif dan objektif dalam suatu identifikasi:
a. Diagnosa/masalah
1) Diagnosa adalah rumusan dari hasil pengkajian mengenai kondisi
klien.
2) Masalah adalah segala sesuatu yang menyimpang sehingga kebutuhan
klien terganggu.
3) Antisipasi masalah lain atau diagnosa potensial.
4) Tindakan segera dan kolaborasi
d) Planning (P)
Menggambarkan pendokumentasian dari perencanaan dan evaluasi
berdasarkan assesment.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai