Anda di halaman 1dari 13

1.

Latar Belakang

Andropause merupakan kelainan umum pada pria yang sering terjadi seiring

dengan perjalanan usia. Andropause sendiri berasal dari, kata ‘Andras’ dalam bahasa

Yunani yaitu pria, dan ‘Pause’ yang berarti berhenti. Dengan demikian, andropause

adalah sindroma pada pria dewasa yang ditandai oleh penurunan fungsi seksual dan

karakteristik seseorang diikuti kadar testosteron yang berkurang. Ciri-ciri lain yang

dapat muncul ialah rasa tidak percaya diri berlebihan, penurunan libido, iritabilitas,

kelelahan, depresi, masalah dalam mengingat sesuatu, gangguan tidur, dan hot flushes.

Andropause sangat erat kaitannya dengan hipogonadisme disebabkan oleh defisiensi

androgen yang dapat memengaruhi fungsi organ-organ lain dan kualitas hidup.1

Istilah hipogonadisme onset lambat (late-onset hypogonadism, disingkat LOH)

merupakan istilah lain dari andropause yang merujuk pada konotasi infertilitas yang

permanen.2 LOH paling sering ditemukan pada pasien yang mengalami diabetes

mellitus, obesitas, penyakit kardiovaskular, osteoporosis dan angka mortalitas jauh

lebih tinggi dibandingkan dengan pria dengan kadar testosteron yang normal. Proses

penuaan merupakan kunci utama dan selama proses penuaan itu terus berlanjut,

terjadi penurunan baik dari morfologi dan fungsional organ, jaringan, dan fungsi sel.3

2. Epidemiologi

Data mengenai menurunnnya sirkulasi androgen sesuai usia pada pria masih

belum banyak diteliti. Prevalensi andropause bervariasi sesuai dengan kelompok usia

pada studi populasi dan kriteria diagnostik yang digunakan. Sekitar 50% pria sehat di

atas usia 60 tahun memiliki kadar serum bioavailabilitas testosteron di bawah

normal.4 Insidensi ADAM (Andropause Deficiency Aging Male) di Amerika sebesar

12,3 per 1000 penduduk dengan prevalensi kasus baru sebesar 481.000 pada pria

1
Amerika usia 40-69 tahun.5 Sebuah studi prevalensi mengenai andropause di India

menyatakan bahwa, sebanyak 67,5% pria usia 40-60 tahun mengalami andropause

simptomatik. Sebanyak 38,7% diantaranya memiliki serum testosteron bebas yang

rendah, dan 30,2% diantaranya terbukti memiliki serum total testosteron yang rendah.

Dari penelitian yang sama, sebanyak 51 pria kelompok usia 40-60 tahun mengalami

andropause asimptomatik. Sebanyak 21,6% diantaranya memiliki kadar serum

testosteron bebas yang rendah dan 11,8% diantaranya memiliki kadar serum

testosteron total yang rendah.6

3. Etiologi

Penurunan konsentrasi testosterone dipengaruhi oleh beberapa factor selain factor

penuaan, yang meliputi merokok, obesitas, mengonsumsi alcohol, gaya hidup, dan

penyakit penyulit. Beberapa pendapat menyatakan penurunan kadar testosterone dan

gejala seperti andropause timbul secara bersamaan tetapi tidak ada hubungan sebab

dan akibat.

3.1. Merokok

Mekanisme yang ditimbulkan oleh merokok masih belum dapat dijelaskan, Bila

dipasangkan menurut umur dan berat badan, maka merokok dapat meningkatkan

kadar testosterone total.

3.2. Obesitas

Studi pada 10 orang pria obesitas menunjukkan obesitas berhubungan dengan

turunnya kadar testosterone total. Turunnya kadar testosterone total lebih rendah 63%

dari control dan konsentrasi SHBG juga berkurang, kadar testosterone bebas hanya

berkurang 21%

2
3.3. Alkohol

Etanol yang terkandung pada alcohol dapat menyebabkan penurunan kadar

testosterone sebesar 19-27% dan paling banyak ditemukan pada pengguna alcohol

berat, penurunan ini bersifat reversible bila dasarnya penggunaan alcohol dikontrol

ataupun dihentikan

3.4. Gaya Hidup

Stres merupakan factor dari gaya hidup yang mempengaruhi kadar testosterone.

Efek stress dapat menurunkan konsentrasi testosterone seseorang. Konsentrasi

testosterone pada pagi hari sangat jelas berkurang, dan mungkin saat inilah yang

paling tepat untuk menilai apakah defisiensi telah terjadi atau belum. Diet vegetarian

dan konvensional tidak terbukti dalam mempengaruhi konsentrasi testosterone,

demikian dengan tempat tinggal baik yang menggunakan fasilitas perawatan maupun

rumah pribadi.

4. Patofisiologi

Layaknya sistem endokrin reproduksi pada wanita, sistem endokrin reproduksi

pada pria diatur oleh ‘neuroendokrin aksis hipotalamus-pituitari-gonad

(Hypothalamic-Pituitary-Gonadal Axis atau HPG Axis) namun perbedaan antara pria

dan wanita ialah saat penuaan berlangsung, sistem reproduksi pada pria tidak

berpengaruh dan kesuburan dapat dipertahankan sepanjang kehidupan. Proses

penuaan neuroendokrin pada pria memiliki ciri seperti disregulasi pulsatil sekresi

hormon LH namun pelepasan hormon FSH pada dasarnya tetap dipertahankan.

Perubahan pola pelepasan LH ini disebabkan oleh perubahan mekanisme umpan balik

hipotalamus oleh kelenjar pituitari sehingga sekresinya tetap dipertahankan.2 Fungsi

3
testis akan mulai berkurang seiring bertambahnya umur dan volume dari testis

berkurang 15% pada umur 80-90 tahun.8 Di waktu yang sama, produksi dari cairan

seminal mulai berkurang, sehingga motilitas sperma mulai berkurang dan

morfologinya berubah meskipun konsentrasi cairan semen tetap konstan.9 Perubahan

morfologi testis saat proses penuaan meliputi degenerasi epitel germinal dan

peningkatan proporsi dari jaringan ikat.10 Karena pola disregulasi pulsatile

testosterone terganggu, maka respon testosterone menjadi luteinizing dan hormone

hCG umumnya terganggu. Faktor-faktor tersebut berpengaruh pada penurunan kadar

testosterone pada lanjut usia.11 Penyakit kronik, hipertensi, penyakit jantung coroner,

obesitas, dan diabetes mellitus dapat menyaebabkan penurunan kadar konsentrasi

testosterone. Pada orang tua dengan obesitas (Index Massa Tubuh >30) terjadi

peningkatan konversi testosterone menjadi estrogen dengan enzim aromatase yang

dikeluarkan oleh jadingan adipose sebesar 20-64%. Diabetes merupakan faktor resiko

terbesar terjadinya penyakit kardiovaskular dan diperkirakan 65% kematian

disebabkan oleh komplikasi yang menyerang sistem kardiovaskuler tersebut.

Rendahnya testosterone endogen sering dikaitkan dengan resistensi insulin akibat

rendahnya sekresi testosterone dan rendahnya jumlah sel leydig yang memproduksi.

Dalam beberapa decade terakhir, testosterone dipercaya bersifat atherogenik, sejak

didapatkan adanya korelasi antara rendahnya HDL-kolesterol dengan peningkatan

testosterone. Anabolik androgen mengaktifkan kaskade koagulasi, hemostasis

kerusakan endotel dan fungsi jantung. Namun rendahnya level testosterone dikaitkan

dengan marker pengganti untuk atherosclerosis dan penyakit jantung coroner.

Rendahnya testosterone yang ada pada tubuh dapat menyebabkan peningkatan

penebalan intima arteri karotis.12

4
5. Gejala Klinis

Ciri-ciri hipogonadisme memiliki karakteristik seperti, berkurangnya aktivitas

seksual, tidak dapat mempertahankan ereksi, berkurangnya pertumbuhan janggut,

berkurangnya massa otot, berkurangnya ukuran testis, dan ginekomastia. Disfungsi

ereksi dan defisiensi androgen adalah dua gejala yang sering dikaitkan dan saling

berhubungan baik pada pasien usia muda dan usia tua. Kurang dari 10% pasien

dengan disfungsi ereksi memiliki kadar testosterone yang berkurang.13 Karena

testosterone dan metabolit aktifnya, estradiol mempunyai peran penting dalam massa

tulang, laki-laki dengan defisiensi androgen berat dapat mengalami osteopenia atau

osteoporosis yang dapat ditemukan pada pemeriksaan DXA atau terjadinya fraktur

tulang oleh karena trauma minimal atau fraktur kompresi pada vertebra yang disertai

dengan tinggi badan yang berkurang dan temuan ukuran prostat yang berkurang

masih belum dapat dijelaskan, namun dapat diketahui dari pemeriksaan PSA. Gejala

lain yang jarang terjadi yang dapat muncul yaitu motivasi diri yang buruk,

ketertarikan social yang berkurang, depresi, iritabilitas, vitalitas yang berkurang,

kualitas tidur yang berlebihan, konsentrasi yang buruk, dan daya ingat yang berkurang.

Laki-laki dengan defisiensi androgen berat dapat terjadi anemia normositik

normokrom hipoproliferatif ringan jika dibandingkan dengan wanita oleh karena

stimulasi androgen yang berkurang untuk membantu proses eritropoesis. Dalam

jangka waktu yang lama akan terjadi pembentukan otot yang berkurang dan

kelemahan ketika menjalani suatu pekerjaan yang membutuhkan tenaga lebih.

Perubahan kulit yang dapat terjadi berupa berkurangnya produksi sebum sehingga

terbentuk kerutan halus yang dapat terlihat di lateral canthus dan mulut. Testis

mengecil terutama disertai dengan berkurangnya spermatogenesis berat, namun

5
kebanyakan laki-laki dengan defisiensi androgen yang didapat memiliki ukuran testis

yang normal atau sedikit mengecil. Karena gejala klinis tidak spesifik, orang tua

memiliki beberapa komorbid dan obat-obatan yang menyerupai gejala klinis. Gejala

klinis yang paling sering ditemukan pada orang tua yaitu massa otot yang berkurang,

gangguan mobilitas, rentan terhadap fraktur, osteoporosis, dan kurangnya vitalitas dan

depresi.14

6. Prosedur Diagnosa

Menegakkan diagnosis hipogonadisme memerlukan manifestasi klinis yang dapat

dikaitkan dengan defisiensi androgen dan rendahnya serum testosterone pada darah.

Derajat dan durasi dari defisiensi androgen sendiri memiliki efek yang bermakna pada

gejala klinis. Pada pasien laki-laki dengan defisiensi androgen ringan memiliki

beberapa atau pun gejala bermakna, beberapa pasien memiliki status defisiensi

androgen “subklinikal” dengan atau tanpa disertai perbaikan klinis. Penuaan yang

disertai dengan gangguan fungsi tubuh seperti penurunan fungsi seksual, massa otot,

kekuatan, dan Bone Mass Density, hasil dari manifestasi klinis yang sama dengan

defisiensi androgen.

6.1. Pengukuran Testosteron Tubuh

Pengukuran testosterone sendiri memiliki kesulitannya masing-masing. Kadar

testosterone menunjukkan variabilitas baik dari segi biologis maupun segi uji. Total

testosterone dipengaruhi oleh perubahan pada SHBG dan kadar testosterone tersebut

dapat tersupresi oleh karena penyakit tertentu, obat-obatan, dan kurang gizi. Oleh

karena itu, interpretasi hasil laboratorium pada pasien defisiensi androgen

membutuhkan kadar serum testosterone yang konsisten dan tidak beraturan yang

diukur setidaknya dua kali serta pengambilan sampel dilakukan pada pagi hari.16

6
Irama sirkadian pada serum testosterone memiliki puncak pada pukul 08.00 pagi dan

memiliki ekserkusi rata-rata sebesar 140 ng/dL. Pada orang tua, didapatkan masih

terjadi variasi irama sirkadian dengan jumlah maksimum ekserkusi berkisaran

rata-rata 60 ng/dL. Pada lansia yang berusia 70 tahun keatas, kadar testosterone

mengalami penurunan sebesar 10% pada pukul 16.00 sore hingga pukul 08.00 pagi.

Penting untuk diingat bahwa baik dewasa muda maupun orang tua yang memiliki

konsentrasi testosterone di ambang normal pada siang hari dan tetap stabil hingga

pagi hari. Kadar testosterone mengalami supresi jika adanya pemasangan infus

glukosa atau pemberian makanan secara oral, maka dari itu sebelum pemeriksaan

dilakukan, diperlukan puasa terlebih dahulu.17

6.2. Penggunaan ADAM Test

Untuk mempermudah penegakkan diagnosa andropause dapat menggunakan

daftar pertanyaan mengenai gejala-gejala hipoandrogen yang dikembangkan oleh

kelompok strudi St. Louis-ADAM dari Canada yang disebut dengan ADAM test.

ADAM test memuat tentang gejala andropause. Bila menjawab “ya” untuk pertanyaan

1 atau 7 atau ada 3 jawaban “ya” selain nomor tersebut, maka kemungkianan besar

pria tersebut mengalami andropause

Selain ADAM test, terdapat pula AMS (Aging Male’s Symptoms) test yang

dikembangkan oleh peneliti dari Jerman. Jumlah pertanyaan 17 buah dan mencakup

ranah gangguan psikologis, somatik dan seksual.18

7. Tatalaksana

Terapi sulih hormon adalah terapi yang paling direkomendasikan untuk

penanganan andropause. Pemberian testosteron (TRT Testosteron Replacement

7
Therapy) adalah pilihan paling baik saat imi. Belum ada kesepakatan ambang standar

untuk memulai pengobatan defisiensi testosteron. Kadar testosteron 200-300 ng/dl

yang diambil pada pagi hari dianggap rendah. Tetapi angka ini tidak dapat dikaitkan

dengan usia. Karena nilai 300 ng/dl mungkin normal pada pria berusia 65 tahun, tapi

tidak normal untuk usia 30 tahun.18

Prinsip penatalaksanaan kadar testosteron adalah mempertahankan kadar

testosteron pada nilai normal, terapi diberikan jika kadar testosteron cenderung turun,

tanpa menunggu kadar testosteron tersebut berada dibawah nilai normal. Tujuan

terapi adalah mempertahankan kadar testosteron tetap pada rentang nilai normal,

sehingga meminimalkan gejala akibat defisiensi androgen, mengembalikan libido dan

fungsi seksual serta meningkatkan kualitas hidup.18

Berikut adalah preparat testosterone yang ada di Indonesia19:

a. Per oral

1. Testosteron undecanoat capsul 40 mg (andriol testoscap)

2. Mesterolone tablet 25 mg (proviron, Infelon, androlon)

b. Injeksi intra muskular

1. Kombinasi testosterone proprionate 30 mg, testosterone phenylpropionat

60 mg, testosteron decanoat 100 mg ampul (sustanon)

2. Testosterone undecanoat 1000mg ampul (nebido)

c. Transdermal

Gel testosteron (tostrex 2% gel)

8
7.1. Keuntungan penggunaan TRT18

a. Efek anabolik androgen sudah diketahui. TRT dapat meningkatkan densitas

masa tulang, meningkatkan masa otot, kekuatan otot kaki dan tubuh bagian

atas

b. Masa lemak total seperti halnya lemak viseral berkurang dengan TRT pada

pria hipogonadism dengan obesitas sentral

c. TRT memperbaiki fungsi seksual dan mental pada pria hipogonadism. Dari

penelitian didapatkan adanya peningkatan jumlah ereksi per hari, rata-rata

durasi ereksi dan peningkatan rigiditas penis.

d. Androgen terapi meningkatkan hematokrit dan memperbaiki anemia pada

pria hipogonadism

7.2. Kerugian penggunaan TRT

Efek samping penggunaan TRT jangka panjang adalah terhadap kesehatan prostat.

Karena testosteron adalah androgen yang mempengaruhi pertumbuhan prostat.

Namun, dari penelitian, didapatkan bahwa androgen eksogen tidak menginisiasi

karsinoma prostat tapi mungkin meningkatkan progresi apabila sudah terjadi ca

prostat, begitu pula TRT menginisiasi Benign Prostate Hypelplasi juga tidak terbukti,

namun hanya meningkatkan progresifitasnya. Karena itu sebelum penggunaan TRT

diperlukan pemeriksaan dasar prostat, seperti pemeriksaan bimanual (rectal

examination), level PSA, USG trans rectal dan biopsi. Efek samping lain yang

meliputi peningkatan serum lipid, eritrosistosis, sleep apneu, ginekomastia, dan

perubahan perilaku menjadi agresif.18

9
Daftar Pustaka

1. Singh P. Andropause: current concepts. Indian J of Endo and Metabol.

2013;17(3):621-9

2. Brinton RD. Neuroendocrinology in aging. In: Fillit HM, Rockwood K,

Young J. ed Brocklehurst’s Textbook of Geriatric and Gerontology. 8th ed.

Philladelphia: Elsevier. 2017. p.123

3. Durek P, Kozakowski J, Zgliczynski W. Late-onset hypogonadism. Prz

Menopauzalny. 2017;16(2):66-69

4. Allan CA, Mclachlan RI. Age-related changes in testosterone and the role of

replacement theraphy in older men. Clin Endocrinol. 2004;60:653-670

5. Araujo AB et al. Prevalence and incidence of androgen deficiency in

middle-aged and older men: estimates from the massachusetts male aging

study. J Clin Endocrinol Metabol. 2004;89:5920-6

6. Goel, Apul et al. Andropause in indian men: a preliminary cross-sectional

study. Urology Journal. 2009;6:40-6

7. L

8. Well D, Yang H, Houseni M, Iruvuri S, Alzeair S, et al. Age-related structural

and metabolic changes in the pelvic reproductive end organs. Semin Nucl Med.

2007

9. Kidd SA, Eskenazi B, Wyrobek AJ. Effects of male age on semen quality and

fertility: a review of the literature. Fertil Steril. 2001

10. Huhtaniemi I. Late-onset hypogonadism: current concepts and controversies

of pathogenesis, diagnosis and treatment. Asian J of Androl. 2014. p.192-202

11. Ucer O, Gumus B. The treatment of late-onset hypogonadism. Turkish J of

Urol. 2014;40(3):170-9

10
12. Huhtaniemi I, Makinen JI. Androgen replacement therapy in late-onset

hypogonadism: current concepts and controversies – a mini-review.

Gerontology. 2011;57:193-202

13. Bhasin S, Jameson JL. Disorders of the testes and male reproductive system.

In: Kasper DL et al eds. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 19th ed.

New York: Mc-Graw Hill. 2015. p.2369

14. Matsumoto AM, Bremner WJ. Testicular disorders. In: Melmed S, Polonsky

KS, Larsen PR, Kronenberg HM. Willam’s Textbook of Endocrinology. 13th

ed. Philadelphia: Elsevier. 2016. p. 716-717

15. L

16. Bhasin S, Cunningham GR, Hayes FJ, et al. Testosterone therapy in men with

androgen defciency syndromes: an Endocrine Society clinical practice

guideline. J Clin Endocrinol Metabol. 2010;95(6):2536-2559

17. Brambilla DJ, Matsumoto AM, Araujo AB, McKinlay JB. The effect of

diurnal variation on clinical measurement of serum testosterone and other sex

hormone levels in men. J Clin Endocrinol Metabol. 2009;94(3):907-913

18. Olarinoye JK, Adebisi SA, Popoola AA. Andropause: an emerging world

health problem. WAJM. 2006. p. 84-7

19. Soewondo P. Menopause, andropause dan somatopause perubahan hormonal

pada proses menua. In: Sudoyo AW et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam

Jilid III. 4th ed. Jakarta: FKUI. 2006. p. 1989-3

11
KESIMPULAN

1. Andropause merupakan penurunan kemampuan fisik, seksual dan psikologi

yang dihubungkan dengan berkurangnya hormon testosteron dalam darah

2. Gejala andropause meliputi gangguan vasomotor, seksual, virilitas, fungsi

kognitif dan suasana hati

3. Penegakkan diagnosis dengan anamnesis berdasar ADAM test, pemeriksaan

fisik, dan pemeriksaan penunjang meliputi mengukur kadar testosteron serum,

total testosterone, testosteron bebas, SHBG, DHEA dan DHEAs.

4. Tatalaksana andropause meliputi TRT (Testosterone Repplacement Theraphy)

untuk mempertahankan kadar testosteron tetap pada rentang nilai normal,

sehingga meminimalkan gejala akibat defisiensi androgen, mengembalikan

libido dan fungsi seksual serta meningkatkan kualitas hidup.

12
REFERAT
ANDROPAUSE

DISUSUN OLEH:
Albert Edo Rahmadi Sinoor (406172051)

PEMBIMBING:
Dr. Noer Saelan Tadjuddin Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK ILMU GERIATRI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
PERIODE 19 MARET 2018 – 21 APRIL 2018
RUMAH SAKIT SASANA TRESNA WERDHA KARYA BAKTI
JAKARTA

13

Anda mungkin juga menyukai