Anda di halaman 1dari 16

Tugas individu Mata Kuliah : Penyakit Degeneratif Dosen : Dr. dr.

Tahir Abdullah, MSc, MSPH

ANDROPAUSE

IZMULYANI ARSAL
P 180 721 2007

KONSENTRASI KESEHATAN REPRODUKSI DAN KELUARGA PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah menopause sangat identik dengan wanita setengah baya, hampir semua orang tahu tentang menopause, tapi tidak banyak yang tahu bahwa menopause ternyata juga bisa terjadi pada laki-laki.Pada saat mencapai usia diatas 50 tahun, pria mengalami fenomena yang hampir mirip menopause pada wanita, dan disebut andropause. Pada wanita, masa menopause memiliki batas yang jelas, yakni berhentinya haid sebagai tanda perubahan dari masa reproduksi menuju masa senja, sedangkan pada pria batas tersebut tidak jelas. Namun demikian, keduanya sama-sama mengalami penurunan kadar hormon seks. Pada wanita, yang menurun adalah kadar estrogen, sedangkan pada pria kadar testosteronnya. Semua pria yang mampu mencapai usia tua pasti akan mengalami penurunan bioaktif hormon testosteron. Tetapi tidak semua orang akan mengalami penurunan sampai di bawah garis fisiologis. Yang paling umum adalah penurunan hormon testosteron tetapi masih dalam batas normal. Batasan normal yang fisiologis ini sangat lebar, sehingga penurunannya secara fisiologis masih tidak mengganggu kesehatan. Dengan demikian tidak semua pria merasakan akibat perubahan-perubahan yang tampak setelah setengah baya. Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk dunia dan meningkatnya angka harapan hidup dengan status sosial yang cukup, jelas terlihat bahwa masalah pria usia lanjut akan meningkat sehingga diperlukan kesadaran dan pengetahuan tentang manifestasi klinik, pemeriksaan yang diperlukan dan terapi yang sesuai untuk andropause. Kapan andropause dimulai, akan ada perbedaan antara individu yang satu dengan yang lainnya, antara suku atau ras yang satu dengan yang lainnya atau antara golongan sosial ekonomi yang satu dengan yang lainnya. Bahkan antara jenis pekerjaan (tergantung kesehatan lingkungan kerja). Pria yang memasuki masa andropause, yang dianggap mengalami

problema serius serta benar-benar dianggap sakit hanya sekitar 15 %. Sekitar 50 % hanya mengalami keluhan yang dirasakan tidak normal atau merasakan adanya kemunduran. Sisanya, 35%, hanya mengalami masa-masa buruk dalam beberapa minggu atau bulan saja. Yang menarik adalah bahwa secara medis kecemasan atau keluhan atas kesehatannya jauh lebih menonjol daripada penyakitnya sendiri. Fenomena ini sering disimpulkan sebagai kekurang siapan mental psikologik setelah terjadi penurunan hormon testoteron.Pengetahuan kedokteran mengenai andropause masih sangat minim dan penelitian yang mengkhususkan pada masalah andropause juga masih sangat sedikit. Oleh karena itu belumlah mungkin mengidentifikasi penyebab andropause secara akurat dan ilmiah murni. Beberapa peneliti kerapkali lebih cenderung menyebut andropause sebagai Partial Androgen Deficiency in Aging Male (PADAM) atau Androgen Decline in Aging Male (ADAM). Dalam kurun 15 tahun terakhir andropause semakin hangat dibicarakan di dunia kedokteran. Terlebih penduduk berusia lanjut di dunia telah berlipat ganda. Diperkirakan pada tahun 2000-2050 proporsi penduduk yang berusia lebih dari 60 tahun dan 80 tahun akan meningkat masing-masing menjadi dua kali lipat dan empat kali lipat. Penelitian terhadap 501 responden laki-laki dari usia 40 tahun ke atas, melalui Aging Males Symptoms (AMS), diketahui 71 persen mengeluhkan gejala andropause, dengan berbagai derajat keparahan. Sementara pada 105 responden laki-laki yang berusia di bawah 40 tahun hanya ditemui gejala andropause sebesar tiga persen dengan derajat ringan. Dari 71 persen yang mengeluhkan gejala andropause, sebanyak duapertiga merasa hal itu masalah. Sedangkan sepertiganya merasa gejala itu bukan masalah dalam hidup mereka. Lagipula, memang, bagi beberapa orang pada usia lanjut, kehidupan seksual tidak lagi terlalu esensial. Oleh karena laki-laki tidak haid seperti perempuan-yang haidnya tiba-tiba berhenti-gejala tersebut kadangkala dianggap biasa seiring dengan proses bertambah tua.

B. Tujuan Penyusunan makalah ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui apa itu andropause. 2. Mengetahui penyebab dari andropause. 3. Mengetahui gejala-gejala dari andropause. 4. Mengetaui apa risiko dari osteoporosis dan risiko penyakit jantung pada andropause. 5. Mengetahui pemeriksaan dari andropause. 6. Mengetahui pengobatan sulih hormon testosteron. 7. Mengetahui keseimbangan hidup dari terjadinya andropause.

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Andropause Menopause pada laki-laki atau yang dinamakan dengan andropause adalah suatu istilah yang paling sering dipakai untuk menggambarkan kondisi pria diatas umur pertengahan atau tengah baya yang mempunyai kumpulan gejala, tanda dan keluhan mirip dengan menopause pada wanita. Adanya kondisi biologik dan biokhemis tertentu setelah usia tengah baya yang mendasari timbulnya perubahan fisik, psikologik dan emosi. Kondisi ini secara alami pasti terjadi dan seringkali mengakibatkan perasaan tidak bahagia. Penurunan kadar steroid seks tersebut menyebabkan perubahanperubahan, yang akan disertai dengan berubahnya sikap dan emosi, kelelahan, berkurangnya energi, menurunnya libido dan ketangkasan fisik. Berbeda dengan menopause yang secara umum terjadi pada wanita di usia 45-55 tahun, maka masa perubahan andropause pada pria ini mungkin lebih panjang dan secara bertahap. Definisi andropause (andro = laki-laki, pause = berhenti) adalah berhentinya fungsi maskulin (kelaki-lakian) akibat hilangnya fungsi testis (buah zakar) dan/atau kelenjar anak ginjal (adrenal) dalam memproduksi hormon testosteron, yang ditandai dengan sekumpulan gejala. Sebagian pakar beranggapan bahwa istilah andropause secara biologis kurang tepat, karena di sini tidak terjadi penghentian fungsi dalam arti sesungguhnya. Produksi spermatozoa terus berlangsung meski dalam jumlah lebih sedikit. Fungsi seksual maupun fertilitas masih terjadi, hanya memang menurun. Pada andropause tidak terjadi penghentian proses biologis tertentu, melainkan hanya kemunduran fungsi sejumlah organ tubuh, termasuk fungsi seksual. Istilah andropause tersebut lebih ditujukan untuk sindrom klinis yang ditandai perubahan fisik dan emosional pada pria yang dihubungkan dengan proses penuaan dan menurunnya kadar hormon steroid seks secara bermakna. B. Penyebab

Meskipun demikian dapat diperkirakan beberapa penyebab penting antara lain : a. Faktor Lingkungan Dapat mempengaruhi secara langsung maupun tidak langsung sebagai penyebab yang bersifat organik maupun psikogenik. Bisa bersifat pencemaran lingkungan yang fisik maupun psikis. Faktor lingkungan yang bersifat Fisik misalnya : pemakaian bahan kimia yang bersifat estrogenik, biasa dipakai dalam bidang pertanian, pabrik dan rumah tangga. Yang bersifat psikis antara lain suasana lingkungan, kebisingan dan perasaan aman. Kedua faktor lingkungan diatas dapat menimbulkan stress fisik dan psikis yang dapat menimbulkan perubahan tekanan darah dan jantung serta organ tubuh lainnya. b. Faktor Organik (Perubahan hormonal) Terjadinya perubahan hormonal, yaitu penurunan kadar hormon testosteron dan lain-lainnya. Dengan terjadinya penurunan kadar testosteron maka semua metabolisme yang berkaitan dengan testosteron akan terpengaruh antara lain otot, tulang, susunan saraf pusat, prostat, sumsum tulang dan fungsi seksual. Perubahan-perubahan ini dapat diperlambat dengan berbagai cara seperti mengatur pola hidup dan pola diet. Yang perlu diingat dan diperhatikan adalah menghindari pemakaian jamu-jamu kuat, obat-obatan perangsang, hormon yang banyak diiklankan. Karena pemakaian produk ini pada gilirannya justru akan memberikan efek umpan balik pada otak sehingga produksi hormon endogen akan makin cepat berkurang atau bahkan berhenti. c. Faktor Psikogenik Faktor psikogenik yang sering dianggap dapat menstimulasi timbulnya keluhan andropause antara lain adalah: 1. Tujuan hidup yang tidak realistik atau terlalu tinggi untuk dicapai 2. Pensiun (sering disebut sebagai post power syndrome. 3. Penolakan terhadap kemunduran

4. Stress tubuh C. Manfaat testosteron Andropause disebabkan oleh menurunnya jumlah hormon seks tertentu dalam tubuh seiring proses penuaan, terutama testosteron. Mulai sekitar umur 30-an, kadar testosteron menurun sekitar 10% tiap 10 tahun. Pada saat yang sama, faktor lain dalam tubuh yang disebut globulin pengikat hormon seks (sex hormone binding globulin atau SHBG) meningkat. SHBG mengikat lebih banyak testosteron yang beredar dalam darah dan membuat testosteron tidak dapat mengeluarkan pengaruhnya pada jaringan-jaringan tubuh. Akibatnya testosteron bebas yang tersisa (bioavailable testosterone) semakin sedikit untuk menjalankan fungsi-fungsinya. Testosteron merupakan hormon yang berdampak unik terhadap tubuh pria secara keseluruhan. Testosteron dihasilkan dari testis dan kelenjar adrenal. Pada pria hormon ini sama seperti estrogen pada wanita. Aktivitas biologis testosteron bersifat androgenik (berkhasiat pada organ reproduksi) dan anabolik (berkhasiat pada organ somatik). Oleh karena itu, penurunan kadar testosteron akan mempengaruhi semua metabolisme yang terkait dengannya seperti otot, tulang, susunan saraf pusat, prostat, sumsum tulang dan fungsi seksual. Testosteron juga membantu pembentukan protein dan sangat penting untuk aktivitas seksual normal dan menghasilkan ereksi. Testosteron juga berdampak pada banyak aktivitas metabolik seperti menghasilkan sel -sel darah pada sumsum tulang, pembentukan tulang, metabolisme lemak, metabolisme karbohidrat, fungsi hati dan pertumbuhan kelenjar prostat. Jika testosteron yang tersedia kurang untuk menjalankan fungsinya, tanggapan organ-sasaran testosteron menurun, dan menyebabkan banyak perubahan. Seiring dengan proses penuaan, setiap pria akan mengalami penurunan jumlah testosteron bebas, tetapi kadangkala pada beberapa pria kadarnya lebih rendah dibanding lainnya. Bilamana hal ini terjadi maka pria tersebut akan mengalami gejalagejala andropause. Gejala-gejala tersebut dapat mengganggu kualitas hidup

dan dapat memajankan mereka pada gangguan kesehatan lain, akibat dari pengaruh jangka panjang testosteron rendah. Diperkirakan 30% pria di usia 50-an akan mempunyai kadar testosteron cukup rendah yang dapat memunculkan gejala-gejala atau membuat mereka berisiko. D. Gejala-gejala Penurunan kadar testosteron pada akhirnya akan terjadi pada semua pria, dan belum ada cara untuk menduga siapakah yang akan mengalami gejala-gejala andropause cukup parah sehingga perlu bantuan. Juga tidak dapat diduga pada usia berapakah gejala-gejala tersebut akan muncul pada individu tertentu. Gejala-gejala yang dialami setiap pria dapat berbeda-beda. Beberapa gejala-gejala khas andropause adalah: 1. Penurunan libido (gairah seksual) dan impotensi (gagal ereksi) 2. Perubahan suasana hati (mood ), disertai penurunan aktivitas intelektual, kelelahan, depresi, dan mudah tersinggung. 3. Menurunnya kekuatan otot dan massa otot 4. Lemah dan kurang energi 5. Perubahan emosional, psikologis dan perilaku (misalnya depresi) 6. Berkeringat dan gejolak panas di sekitar leher (hot flash ), yang terjadi secara bertahap 7. Pengecilan organ-organ seks dan kerontokan rambut di sekitar daerah kelamin dan ketiak 8. Peningkatan lemak di daerah perut dan atas tubuh 9. Osteoporosis (keropos tulang) dan nyeri punggung 10. Risiko penyakit jantung E. Risiko osteoporosis Pada individu yang sehat, jaringan tulang secara konstan rusak dan dibentuk kembali. Pada pasien osteoporosis, pembentukan kembali jaringan tulang tidak secepat jaringan tulang yang rusak sehingga lebih banyak jaringan tulang yang rusak dibanding yang terbentuk kembali. Pada pria, testosteron juga berperan untuk menjaga keseimbangan otot dan tulang. Dengan bertambahnya usia dan menurunnya kadar testosteron,

kemampuan pembentukan kembali jaringan tulang semakin menurun sehingga pria akan menunjukkan pola yang mirip pada risiko osteoporosis. Sekitar 1 dari 8 pria di atas usia 50 tahun menderita osteoporosis. Selain itu, antara usia 40-70 tahun densitas tulang pria menurun hingga 15%. Densitas tulang yang rendah menyebabkan risiko patah tulang lebih sering, dan disertai nyeri. Pergelangan, pinggang, tulang punggung, dan tulang rusuk adalah bagian yang paling sering berisiko patah. Kejadian patah tulang pinggang pada pria usia lanjut meningkat eksponensial, sama seperti yang terjadi pada wanita. Pada pasien osteoporosis, patah tulang pinggang dapat membahayakan jiwa atau dapat menyebabkan 1/3 pasien tidak dapat bergerak lagi seperti semula. F. Risiko penyakit jantung Telah lama diketahui bahwa risiko wanita terkena aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah) cenderung meningkat setelah menopause. Fenomena yang hampir sama juga terjadi pada pria karena kadar testosteronnya menurun sejalan dengan proses penuaan. Meskipun penelitian yang dilakukan belum selengkap seperti yang dilakukan pada wanita, tetapi temuan klinis menunjukkan adanya hubungan antara kadar testosteron rendah dan peningkatan faktor risiko penyakit jantung pada pria. Hubungan sebabakibatnya masih belum diketahui pada percobaan klinis dalam jumlah kasus yang besar dan masih diperlukan penelitian klinis lanjutan pada kajian bidang ini. G. Pemeriksaan Dahulu andropause sering kurang terdiagnosis karena gejala-gejalanya tidak jelas dan beragam antara satu pria dengan pria lain. Bahkan, beberapa pria sulit untuk mengakui bahwa mereka mengalami masalah. Sering para dokter tidak menduga kadar testosteron yang rendah sebagai penyebab masalah, sehingga faktor-faktor ini sering mengarahkan dokter untuk mengambil kesimpulan bahwa gejala-gejala itu berhubungan dengan keadaan penyakit lain (misalnya depresi) atau hanya berhubungan dengan penuaan, sehingga sering mendorong pasien untuk menerima kenyataan bahwa mereka

tidak muda lagi. Kini, penentuan diagnosis lebih mudah dilakukan dengan cara peneraan hormon steroid seks untuk memastikan gejala-gejala andropause. Pemeriksaan itu mencakup:

mengukur kadar testosteron bebas dalam darah, atau menghitung indeks androgen bebas (free androgen index, FAI) = total testosteron x 100/SHBG

Kadar normal androgen

Rata-rata

Rentang

Testosteron bebas (pria)

700 ng/dL

300 1100 ng/dL

Testosteron bebas (wanita)

40 ng/dL

15 70 ng/dL

Indeks androgen bebas

70 100 %< 50%

muncul gejala andropause

H. Pengobatan Pengobatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi andropause adalah pemberian hormon testosteron, yang lebih dikenal sebagai pengobatan sulih hormon (hormone replacement therapy, HRT) dengan testosteron. Seperti halnya pengobatan sulih hormon estrogen pada wanita menopause, sulih hormon testosteron pada pria andropause juga efektif dan bermanfaat, serta tidak menimbulkan rasa sakit. Namun pengobatan ini tidak diberikan kepada semua pria, karena pada pria dengan gejala-gejala andropause, mungkin juga mengidap masalah kesehatan lain yang dapat menimbulkan gejala-gejala tersebut. Terdapat beberapa keadaan yang tidak mengizinkan pria andropause diberikan pengobatan sulih hormon, yaitu:

Kanker payudara (pada pria)

Kanker prostat

Pada beberapa kasus lain, pengobatan sulih hormon ini bahkan mungkin tidak tepat. Bilamana terdapat keadaan berikut ini, pengobatan sulih hormon testosteron perlu dipertimbangkan apakah akan menjadi pilihan terbaik.

Penyakit hati Penyakit jantung atau pembuluh darah Edema (pembengkakan muka, tangan, kaki, telapak kaki) Pembesaran prostat Penyakit ginjal Diabetes mellitus (penyakit gula, kencing manis)

Guna menentukan rencana pengobatan yang terbaik untuk Anda, dokter perlu diberitahukan apakah Anda: 1. Pernah alergi terhadap androgen atau steroid anabolik 2. Berencana memiliki anak lagi, karena dosis tinggi androgen dapat menyebabkan infertilitas. 3. Menderita penyakit yang menyebabkan terpaksa di tempat tidur terus. 4. Sedang meminum obat lainnya, terutama antikoagulasi (peluruh darah). Pengobatan sulih hormon testosteron dapat berupa pil atau kapsul yang diminum, suntikan, implan (susuk dalam tubuh), krim dan patch(tempelan di kulit). Sebelum pemberian obat, perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui secara pasti kadar hormon masing-masing dalam tubuh, agar dokter dapat menentukan jenis pengobatan hormonal yang dibutuhkan, berikut dosisnya. Selama pengobatan, peran dokter sangat besar, karena pengobatan hormon sangat mungkin menimbulkan penyulit (komplikasi) yang merepotkan. Oleh karena itu, selama pengobatan periksa ke dokter secara teratur diperlukan untuk memantau perkembangan dan kesehatan Anda secara keseluruhan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum pengobatan sulih hormon testosteron:

1. Pemeriksaan fisik lengkap. Pria usia lanjut harus mempunyai indikasi jelas untuk diberikan testosteron. 2. Pemeriksaan laboratorium untuk profil lemak darah, hemoglobin, dan kadar hormon. 3. Penderita hipogonadisme yang diduga disebabkan oleh kelainan pada hipofisis/hipotalamus harus diperiksa menyeluruh. 4. Pemeriksaan fungsi hati. 5. Pemeriksaan colok dubur dan antigen spesifik-prostat (prostate specific antigen , PSA). 6. Penderita dengan gejala gangguan saluran kemih bawah tidak boleh diberikan pengobatan sulih hormon testosteron 7. Kanker prostat merupakan kontraindikasi mutlak untuk pemberian testosteron. 8. Pemberian testosteron dianjurkan dalam bentuk ester injeksi, oral, atau tempelan di kulit. 9. Respons klinis merupakan petunjuk terbaik untuk menentukan dosis yang dibutuhkan. I. Manfaat pengobatan sulih hormon testosteron Pengobatan ini bermanfaat untuk mengatasi gangguan fisik andropause akibat berkurangnya libido dan kemampuan ereksi. Dari beberapa kajian klinis pada pria dengan kadar testosteron rendah telah dilaporkan adanya tanggapan positif terhadap testosteron, yaitu; 1. Emosi dan rasa penghargaan diri membaik 2. Energi secara fisik dan mental meningkat 3. Kemarahan, mudah tersinggung, kesedihan, kelelahan dan rasa gugup berkurang 4. Kualitas tidur membaik 5. Libido dan kemampuan seksual meningkat 6. Massa tubuh meningkat, dan lemak berkurang 7. Kekuatan otot bertambah (genggaman tangan, ekstremitas atas dan bawah)

8. Penurunan risiko penyakit jantung Dengan pemberian testosteron diperoleh perubahan-perubahan berikut: perilaku membaik, harga diri dan percaya diri kembali, energi meningkat baik di rumah maupun di lingkungan sosial. Banyak pria yang merasa lebih kuat, selain itu terjadi peningkatan pada emosi, konsentrasi, pengenalan, libido, kegiatan seksual, dan secara keseluruhan merasa baik. Pengaruh ini biasanya dirasakan dalam kurun 3-6 minggu. Manfaat lainnya adalah menjaga atau meningkatkan densitas tulang, meningkatkan komposisi tubuh, massa dan kekuatan otot, serta meningkatkan daya penglihatan-ruang. J. Keseimbangan hidup Seringkali sulit untuk menyadari bahwa perubahan-perubahan yang terjadi pada andropause berhubungan lebih dari sekedar keadaan eksternal karena semua itu terjadi ketika para pria mulai mempertanyakan nilai -nilai, pencapaian harapan dan tujuan hidupnya, atau yang juga dikenal sebagai krisis usia pertengahan. Krisis usia pertengahan dan andropause yang dialami para pria sering mempengaruhi aspek kejiwaan (psikis)nya, sehingga penanggulangannya perlu dilakukan dengan cara meningkatkan kualitas hidup pasien agar dapat tetap melakukan hal yang bermanfaat dan menyenangkan. Pengobatan andropause harus mencakup aspek psikis dan fisik. Tanpa kombinasi keduanya, maka hasil pengobatan tidak akan optimal. Pendekatan spiritual dapat membantu seseorang menjadi lebih realistis menerima fakta kehidupan dan menganggap setiap kekurangan sebagai tantangan. Pada kasus-kasus tertentu seperti depresi berat atau yang menjurus pada gangguan jiwa diperlukan pertolongan ahli jiwa (psikolog) atau dokter spesialis jiwa (psikiater). Setiap kiat yang dijalankan untuk mengurangi gejala-gejala dan risiko andropause tersebut harus digabungkan dengan pendekatan gaya hidup yang baik seperti diet yang optimal, olahraga teratur, pengelolaan cekaman (stress) dan menghentikan minum alkohol dan merokok. Hubungan andropause dengan budaya atau kultur juga patut disimak.

Banyak pakar berpendapat bahwa andropause adalah produk dari suatu budaya atau kultur. Semakin budaya itu beradab, maka seorang pria akan semakin dituntut untuk menentukan dan menemukan jati dirinya. Makin jauh perbedaan antara harapan dan kenyataan, maka makin besar pula kemungkinan akan timbulnya stress psikogenik. Kesadaran dan bagaimana penerimaan kondisi kehilangan kemudaannya sangat mempengaruhi tingkah laku pria yang usianya telah melebihi tengah baya. Ada beberapa tingkah laku yang khas pada pria yang mulai mengalami andropause dapat dibagi sebagai berikut : a. Berusaha berpenampilan muda (puber ke dua) b. Takut akan kesehatannya c. Pencegahan atau pengobatan berlebihan d. Petualangan seksual.

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Menopause pada laki-laki atau yang dinamakan dengan andropause adalah suatu istilah yang paling sering dipakai untuk menggambarkan kondisi pria diatas umur pertengahan atau tengah baya yang mempunyai kumpulan gejala, tanda dan keluhan mirip dengan menopause pada wanita. Adanya kondisi biologik dan biokhemis tertentu setelah usia tengah baya yang mendasari timbulnya perubahan fisik, psikologik dan emosi. Kondisi ini secara alami pasti terjadi dan seringkali mengakibatkan perasaan tidak bahagia. 2. Hubungan andropause dengan budaya atau kultur juga patut disimak. Banyak pakar berpendapat bahwa andropause adalah produk dari suatu budaya atau kultur. Semakin budaya itu beradab, maka seorang pria akan semakin dituntut untuk menentukan dan menemukan jati dirinya. Makin jauh perbedaan antara harapan dan kenyataan, maka makin besar pula kemungkinan akan timbulnya stress psikogenik. Kesadaran dan bagaimana penerimaan kondisi kehilangan kemudaannya sangat mempengaruhi tingkah laku pria yang usianya telah melebihi tengah baya. B. Saran Dengan dijelaskan dari pembahasan tentang andropause maka dapat diketahui secara jelas apa saja yang perlu diketahui dari andropause terkait dengan kesehatan reproduksi.

DAFTAR PUSTAKA Anita N, Moelok N. 2002. Aspek Hormon Testosteron pada Pria Usia Lanjut (Andropause), MAI Gunadarma RA. 2005. Prevalensi Andropause Pada Pria Usia Diatas 30 tahun di Kota Surakarta. Guyton AC, Hall JE. 1997. Fungsi Reproduksi dan Hormonal Pria. In: Setiawan I (ed) Buku Ajar Fisikologi Kedokteran Edidi 9 Jakarta: EGC Soewondo P. 2006. Menopause, Andropause dan Somatopause Perubahan Hormonal Pada Proses Menua. In: Sudoyo AW, dkk (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edidi IV Jakarta: FKUI Zen N Fauziah, Thaib Siti Hildani. 2009. Testosteron dan Kesehatan Pria: Majalah Andrologi Indonesia No 31/tahun 2006/September.2009/ISSN025429X,pp:1191-1997

Anda mungkin juga menyukai