A. Definisi
Istilah andropause berasal dari bahasa Yunani, yaitu andro yang berarti
pria dan pause yang artinya penghentian. Jadi, andropause dapat diartikan
sebagai berhentinya proses fisiologis pada pria. Andropause merupakan
sindrom pada pria separuh baya atau lansia di mana terjadi penurunan
kemampuan fisik, seksual dan psikologi.
1
sulfat (DHEAS), serta Insulin Growth Factor (IGF) dan Growth Hormon
(GH). Oleh karena itu, banyak pakar yang menyebut andropause dengan
sebutan lain seperti:
1) Klimakterium pada pria
2) Viropause
3) Androgen Deficiency in Ageing Men (ADAM)
4) Partial Androgen Deficiency in Ageing Men (PADAM)
5) Partial Testosterone Deficiency in Ageing Men (PTDAM)
6) Andrenpause (Defisiensi DHEA/DHEAS)
7) Somatopause (Defisiensi GH/IGF)
8) Low Testosterone Syndrome
B. Fisiologi Andropause
Testosteron merupakan hormone seks laki-laki (androgen) yang
terpenting. Hormone testosterone adalah suatu hormone steroid yang terbentuk
dari kholesterol.
2
diproduksi oleh kelenjar adrenalis. Di samping hormon-hormon steroid yang
disebutkan di atas, testis masih memproduksi androgen yang kurang poten
(bersifat androgen lemah), seperti dehidroepiandrosteron (DHEA) dan
androstendion.
Sel-sel Leydig selain memproduksi estradiol, masih juga
mensekresikan (dalam jumlah yang sangat kecil); estron, pregnenolon,
progesterone, 17-alfa-hidroksi-progesteron. Perlu diingat bahwa tidak semua
dihidrotestosteron dan estradiol disekresikan oleh sel-sel Leydig dari testis,
tapi hormon-hormon seks steroid seperti itu dapat juga dibentuk oleh
“Androgen precursorsdan estrogen pada jaringan. perifer lainnya. seperti
misalnya kelenjar adrenalis Bahkan 80% dari hormon steroid tadi. yang dapat
ditemukan dalam peredaran darah berasal dari "androgen precursor".
Androgen dalam peredaran darah pada umumnya didapatkan dalam
bentuk yang terikat dengan suatu molekul protein ("binding protein"). Hanya
sebagian kecil testosteron saja di dalam peredaran darah terdapat dalam
bentuk yang bebas sebagai "free testosteron". "Free testosteron" hanya dapat
diketemukan sekitar 2% saja. Sekitar 38% testosterone terikat kepada protein
albumin, selebihnya sebanyak 60% terikat kepada globulin yaitu “Sex
hormone binding globulin" atau "SHBG". Ikatan itu terkadang juga ditemukan
sebagai testosterone-estradio-binding-globulin. Dengan ikatan-ikatan seperti
itu androgen-androgen menjadi lebih mudah dapat memasuki sel-sel
“Target”nya dan memberikan efek fisiologiknya.
Pada sel-sel "target" testosteron pada umumnya akan diubah menjadi
dihidrotestosteron, namun di dalam hepar sebagian besar testosteron akan
diubah menjadi berbagai macam metabolit, misalnya menjadi androsteron,
epiandrosteron dan etiokholanolon. Metabolit - metabolit tersebut setelah
"berkonjugasi" dengan "glucuronic acid" "sulphuric acid" akan dikeluarkan
melalui urin sebagai 17-ketosteroid. Dalam ponentuan kadar 17-ketosteroid di
dalam urin, perlu disadari bahwa hanya sekitar 20-30% ketosteroid urin itu
berasal dari testosteron, sedangkan selebihnya berasal dari metabolit hormon
steroid adrenalis dan lainnya. Dengan demikian penentuan kadar 17-
3
ketosteroid, urin tidak dapat mewakili atau, misalnya dijadikan pedoman
untuk menentukan kadar steroid dari testis.
Nilai rujukan normal testosteron total adalah 300-1000 ng/dl (Guyton
dan I fall, 1997), Richard (2002,) menyatakan kadar testosteron pada pria
dewasa adalah sebagai berikut: free testosteron sebesar 0,47-2,44 ng/dl atau
1,6% 2,9%, sedangkan kadar testosteron dan kadar testosteron SHBG (Sex
Hormone Binding Globulin) diklasifikasikan berdasarkan usia seperti tabel
berikut ini:
Kadar Testosteron dan Kadar Testosteron SHBG (Sex Hormone Binding
Globulin)
Kadar Testosteron Kadar Testosteron SHBG
Usia ng/dl Usia nmol/1
20 - 39 400- 1080 13- 15 13- 63
40 59 350 - 890 16- 18 13- 71
>50 350 - 720 >19 11-54
(Richard, 2002) Testosteron total terdiri dari 60% testosteron terikat globulin
(SHBG), 38% testosteron terikat albumin, dan 2% testosteron bcbas.
Komponen aktif
dari vestosteron adalah testosteron terikat albumin dan testosteron bebas yang
Kemudian diubah oleh enzim menjadi estradiol (dengan aromatase) dan
dehidrotestosteron (dengan 5 alfa reduktase).
4
Afinitas testosterone dengan SHBG sangat tinggi sehingga hanya
testosterone terikat albumin dan testosterone bebas yang menunjukkan
bioavaillibilitas aktif.
Free Androgen Index (FAI) menunjukkan hubungan antara konsentrasi
testosteron dengan protein pengikat androgen. Kadar normal testosteron bebas
rata-rata 700ng/dl dengan kisaran 300-I100ng/dl, sedangkan FAI berkisar 70-
100%. Bila FAI < 50%, gejala-gejala andropause akan muncul.
Pada usia 20 tahun, pria mempunyai kadar testosteron tertinggi dalam
darah sekitar 800-1200 ng/dl yang akan dipertahankan sekitar 10-20 tahun.
Selanjutnya, kadarnya akan menurun sekitar 1% per tahun. Pada usia lanjut,
terjadi penurunan fungsi sistem reproduksi pria yang mengakibatkan
penurunan jumlah testosteron dan availabilitasnya, seiring dengan
meningkatnya SHBG Penurunan testosteron bebas sekitar 1,2% per tahun,
sementara bioavailabilitasnya turun hingga 50% pada usia 25-75 tahun
Pria akan mengalami penurunan kadar testosteron darah aktif sekitar
0,8-1,6% per tahun ketika memasuki usia sekitar 40 tahun. Sementara saat
mencapai usia 70 tahun, pria akan mengalami penurunan kadar testosteron
darah sebanyak 35% dari kadar semula. Perubahan kadar hormon testosteron
ini sangat bervariasi antara satu individu dengan individu lainnya dan biasanya
tidak sampai menimbulkan hipogonadisme berat.
Testosteron antara lain bertanggungjawab terhadap berbagai sifat
maskulinisasi tubuh. Pengaruh testosteron pada perkembangan sifat kelamin
primer dan sekunder pada pria dewasa antara lain.
Sifat-sifat seks primer antara lain adalah :
1. Perkembangan/pembesaran alat kelamin laki-laki (penis) yang mulai
nampak jelas pada usia 10-11 tahun (pre-pubertas/pubertas)
2. Perkembangan / pembentukan lekuk-lekuk kulit skrotum dan pigmentasi
kulit skrotum.
5
3. Perkembangan / pembesaran volume test is dan kelenjar-kelenjar seks
asesori (prostat dan vesika seminalis).
7
dan menurunnya volume ejakulasi, menurunnya libido yang berimbas
pada menurunnya minat terhadap aktivitas seksual.
8
2) Hipogonadism Sekunder
Idiopatik hypogonadotropic-hypogonadism, Sindrom Kallman, Sindrom
Prade/ Labhar Willi, Hipoplasia adrenal kongenital, Brain tumor causing
Secondary GnRH deficiency or hypopituitarism. Indectivating GnRH
receptor mutations, hyperprolactinemia
3) Campuran
Paparan toksin pekerjaan, antara lain: radiasi ion, DES (Diethylstillbestrol)
PCBs (Polychlorinated biphenyls) dan narkoba. Penyakit sistemik kronis
(gagal ginjal kronis, sirosis hepatic, PPOK, PARKINSON’S disease, AIDS)
penyakit non gonadal akut yang berat (infark miokard, trauma, tindakan
bedah besar), obat-obatan dan proses penuaan.
E. Diagnosa Andropause
1) Perubahan hormonal sebagai diagnosa pasti diukur dengan pemeriksaan
laboratorium yaitu mengukur kadar testosterone serum, total testosterone,
testosterone bebas, SHBG, DHEA, DHEAs.
2) Perubahan mental dan fisik dikonfirmasi dengan pemeriksaan fisik, fungsi
tubuh dan pemeriksaan psikologi.
3) Perubahan tingkah laku dikonfirmasi dengan alloanamnesa.
Untuk mempermudah penegakan diagnosa andropause dapat menggunakan
daftar pertanyaan mengenai gejala-gejala hipandrogen yang dikembangkan
oleh kelompok studi St. Louis-ADAM dari Canada yang disebut dengan
ADAM test. ADAM test memuat tentang gejala andropause, “ya/tidak”
yang dijawab oleh subyek.
Bila menjawab “ya” untuk pertanyaan 1 atau 7 atau ada 3 jawaban “ya” selain
nomor tersebut, maka kemungkinan besar pria tersebut mengalami
andropause.
Selain ADAM test, terdapat pula AMS (Aging Male’s Symptoms) test yang
9
F. Pengobatan
Dahulu penurunan kadar testosterone terkait usia dianggap tidak bisa
diobati, tetapi paradigma ini sekarang telah berubah. Saat ini terapi sulih
hormone adalah yang paling direkomendasikan untuk penanganan andropause.
Pemberian testosterone adalah pilihan paling baik saat ini. Belum ada
kesepakatan ambang standar untuk memulai pengobatan defisiensi
testosterone. Kadar testosterone 200-200 ng/dl yang diambil pada pagi hari
dianggap rendah. Tetapi angka ini tidak dapat dikaitkan dengan usia. Karena
nilai 300 ng/dl mungkin normal untuk pria berusia 65 tahun, tapi tidak normal
untuk usia 30 tahun.
Prinsip penatalaksanaan kadar testosterone adalah mempertahankan
kadar testosterone pada nilai normal, terapi diberikan jika kadar testosterone
cenderung turun, tanpa menunggu kadar testosterone tersebut berada dibawah
nilai normal. Tujuan terapi adalah mempertahankan kadar testosterone tetap
pada rentang nilai normal.
Berikut adalah preparat testosterone yang ada di Indonesia:
1) Pre oral
a. Testosteron undecanoat capsul 40mg (Andriol Testoscap)
b. Mesterolone tablet 25 mg (proviron, Infelon, Androlon)
2) Per Intra Muscular Injection
a. Kombinasi testosterone propionate 30 mg, testosterone
phenylpropionat 60 mg, testosterone decanoat 100mg ampul
(sustanon)
b. Testosteron undecanoat 1000mg ampul (Nebido)
3) Transdermal
Gel testosterone (Tostrex 2% gel)
10
DAFTAR PUSTAKA
Allan C.A, Strauss B.J, Burger H.G, Forbes E.A, McLachlan R.I. 2006 The
association between obsity and the diagnosis of androgen deficiency in
symptomatic agening men. MJA. 185:424-427
Anita N, Moeloek N. 2002. Aspek hormon testoteron pada pria usia lanjut
(andropause), MAI. 3:81-87
Could D.C, Rechar P. 2000. The male menopause-doses it exist. BMJ. 320:858-
861
Gunadarma R.A, 2005 Prevalensi andropause pada pria usia di atas 30 tahun di
kota Surakarta.
http://digilib.undip.ac.id/pustaka/index.php?pilih=pencarian&hal=karyailmiah&page
=3&syarat=&mod=yes&detail=y&id=225790(18 Maret 2009)
Guyton A.C, Hall J.E, 1997, Fungsi Reproduksi dan Hormonal Pria. In: Setiawan
I (ed). Buku Ajar Fisikologi Kedokteran Edidi 9 Jakarta: EGC.
Hal:1273-1280
Lund B.C, Pharm D. Kristine A. Stille B, P.J. 1999. Testoterone an andropuse: the
feasibility of testosterone replacement therapy in elderly men.
Pharmacotherapy. 19(8):951-956
Setiawati I, Juwono. 2006. Prevalensi Andropause pada Pria Usia Lebih Dari 30
Tahun di Kabupaten Bantul Propinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2005..
http://www.m3undip.org/ed3/artikel_10 htm (6 Februari 2009)
11
Soewondo P. 2006, Menopause, Andropause, dan Somatopause Perubahan Hormonal
pada Proses Menua. In : Sudoyo A.W, dkk (eds). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid III Edidi IV. Jakarta: FKUI, hal: 1989-1992.
Zen, N Fauziah, Thaib Siti Hildani, 2009. Testosteron dan Kesehatan Pria :
Majalah Andrologi Indonesa. No.31/Th.6/September.
2009/ISSNO25-429X,pp:1191-1197
12