Anda di halaman 1dari 24

Kerangka Acuan

Rencana Pengembangan Pelabuan Laut Raijua

BAB 3
METODE STUDI

3.1 Metode Pengumpulan dan Analisis data

Pada bagian ini akan dijelaskan metode pengumpulan dan analisis data
baik primer dan/atau sekunder yang digunakan dalam prakiraan dampak.
Metode pengumpulan dan analisis data ini akan digunakan untuk:

a. Menelaah, mengamati, dan mengukur komponen rencana usaha


dan/ atau kegiatan yang diperkirakan mendapat dampak besar dan
penting dari lingkungan hidup sekitarnya;

b. Menelaah, mengamati dan mengukur komponen lingkungan hidup


yang diperkirakan terkena dampak besar dan penting.

Data primer yang diambil meliputi data-data yang menjadi isu penting yang
akan diperoleh dengan cara survei dan pengukuran langsung di lapangan
serta pengambilan contoh untuk dianalisis di laboratorium, selain itu juga
akan dilakukan wawancara langsung dengan masyarakat maupun aparat
pemerintah setempat. Data sekunder akan dikumpulkan melalui cara studi
literatur serta informasi dari instansi terkait.

3.1.1 Aspek Geo Fisik-Kimia

1) Iklim

Pengumpulan Data

Data yang akan dikumpulkan adalah data sekunder tentang iklim, yaitu
temperatur udara, curah hujan, kelembaban, kecepatan angin dan arah
angin. Sumber data sekunder berasal dari Stasiun Meteorologi dan
Geofisika terdekat.

Sedangkan untuk penentuan iklim mikro, dilakukan pengukuran beberapa


parameter bersamaan dengan pengambilan sampel udara. Parameter iklim
mikro yang diukur adalah temperatur udara, kelembaban, kecepatan angin
dan arah angin. Temperatur dan kelembaban udara diukur dengan alat

Departemen Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut


III-24
Pelabuhan Laut Raijua
Kerangka Acuan
Rencana Pengembangan Pelabuan Laut Raijua

thermometer dan hygrometer, sedangkan kecepatan angin menggunakan


anemometer dan arah angin menggunakan penunjuk arah.

Analisis

Parameter-parameter iklim seperti curah hujan, temperatur udara,


kelembaban udara, kecepatan dan arah angin kemudian dikaji dan
dianalisis untuk menentukan tipe iklim. Penentuan tipe iklim di wilayah
studi dan sekitarnya mengacu pada pembagian iklim menurut Schmidt dan
Ferguson. Penentuan jenis iklim tersebut berdasarkan nilai Q (Quotient)
yang perhitungannya seperti berikut:

Q = k/b

dimana :

k = jumlah purata bulan kering, yaitu jumlah curah hujan < 60 mm

b = jumlah purata bulan basah, yaitu jumlah curah hujan > 100 mm

Dari nilai Q yang diperoleh, kemudian ditentukan tipe iklimnya yang


dinyatakan dari iklim A yaitu paling basah sampai iklim H yang paling
kering, dimana harga Q adalah sebagai berikut :

A : 0,000  Q < 0,143

B : 0,143  Q < 0,333

C : 0,333  Q < 0,600

D : 0,600  Q < 1,000

E : 1,000  Q < 1,670

F : 1,670  Q < 3,000

G : 3,000  Q < 7,000 dan

H : 7,000  Q

Departemen Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut


III-24
Pelabuhan Laut Raijua
Kerangka Acuan
Rencana Pengembangan Pelabuan Laut Raijua

2) Kualitas Udara

Pengumpulan Data

Pengukuran kualitas udara yaitu gas-gas dan partikel debu dilakukan


dengan berdasarkan metoda standar menurut APHA (1995). Parameter
kualitas udara yang diukur adalah NO x, NH3, O3, SO2, H2S, CO, Pb, CO2, CH,
debu.

Lokasi titik pengukuran kualitas udara ditentukan berdasarkan pada:


Daerah pengaruh dampak sebagai acuan kondisi lingkungan yang dianggap
belum tercemar, Meteorologis, arah dan kecepatan angin dominan, Fisis
dan topografis, untuk melihat massa dan sifat-sifat materi berdasarkan
level ketinggian.

Letak kawasan pemukiman penduduk dan keadaan vegetasi setempat


Matematis, untuk pengambilan uji petik (sample). Planologis dan
keruangan, untuk memenuhi syarat perencanaan kegiatan dan
perkembangan wilayah di masa yang akan datang.

Pengambilan contoh partikel debu dilakukan dengan menggunakan pompa


udara berkekuatan tinggi (high volume sampler) dengan dilengkapi filter
khusus, kemudian dianalisis secara gravimetri. Setelah ditimbang, melalui
filter tersebut ditentukan kandungan logamnya dengan mendestruksi
kertas filter dan dianalisis dengan AAS (Atomic Absorption
Spectrophotometer).

Lama waktu pengambilan contoh udara di lapangan pada umumnya adalah


2 (dua) jam, sedangkan lama waktu pengukuran menurut baku mutu yang
ada adalah 8 jam dan 24 jam.

Analisis Data

Parameter kualitas udara yang telah diukur tersebut, selanjutnya dianalisis


di laboratorium dan hasilnya akan dibandingkan dengan baku mutu udara
ambien nasional yang tercantum di dalam Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara.

Departemen Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut


III-24
Pelabuhan Laut Raijua
Kerangka Acuan
Rencana Pengembangan Pelabuan Laut Raijua

3) Kebisingan

Pengumpulan Data

Pengukuran tingkat kebisingan menggunakan alat sound level meter.


Pencatatan kebisingan dilakukan selama 10 (sepuluh) menit untuk setiap
pengukuran dengan interval pembacaan setiap 5 (lima) detik.

Pengukuran kebisingan akan dilakukan dalam kondisi dapat mewakili


periode sehari dengan interval tertentu, dengan menggunakan alat
pengukuran kebisingan Noise Level Meter. Hasil pengukuran di lapangan
akan dibandingkan dengan Baku Tingkat Kebisingan menurut Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 48/MENLH/11/1996.

4) Fisiografi dan Geologi

Penelitian aspek geologi dan fisiografi dikumpulkan/didapatkan melalui


beberapa tahapan kegiatan, antara lain kegiatan survey data sekunder
maupun data primer dilanjutkan dengan identifikasi dan analisis data.

a. Pengambilan data primer diperoleh dari hasil pengamatan langsung di


sekitar lokasi meliputi kondisi morfologi, litologi, hidrologi, dan tanah
lapukannya.

b. Pengambilan data sekunder diperoleh dari Pusat Penelitian dan


Pengembangan Geologi (P3G) mengenai kajian geologi yang meliputi
stratigrafi, morfologi, dan litologi. Selain itu diperoleh pula data dari
Direktorat Tata Lingkungan Geologi dan Pertambangan (DTLGP) meliputi
kajian hidrogeologi, geologi teknik, dan geologi lingkungan.

Analisis dan identifikasi data aspek geologi & fisiografi dilakukan dengan
cara :

 Analisis data-data sekunder


 Analisis geologi meliputi litologi dan tanah lapukannya (data primer)
 Analisis morfologi (data primer dan sekunder)
 Analisis secara komparatif (bila tidak diperoleh data-data sekunder)

Departemen Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut


III-24
Pelabuhan Laut Raijua
Kerangka Acuan
Rencana Pengembangan Pelabuan Laut Raijua

5) Hidrologi

Penyelidikan aspek hidrologi yang dianalisis terdiri dari kuantitas dan


kualitas dari muka air tanah dangkal, sifat dan karakteristik pola sungai
dan laut yang berpotensi sebagai badan air penerima limbah.

Lingkup studi komponen lingkungan hidrologi meliputi komponen-


komponen sebagai berikut:
a) Hidrologi/air permukaan
 Karakteristik fisik sungai, danau dan rawa
 Rata-rata debit dekade, bulanan dan tahunan
 Kadar sedimentasi (lumpur), tingkat erosi
 Kondisi fisik daerah resapan air permukaan dan air tanah
 Kualitas fisik, kimia dan mikrobiologi air
b) Tingkat penyediaan dan kebutuhan/pemanfaatan air

6) Hidro-oseanografi
Metode pengumpulan data

Pengumpulan data lingkungan dilakukan melalui pemetikan data primer


dan pengumpulan data sekunder.
a) Batimetri

Data hidrometri diperoleh dari data sekunder berupa peta yang dikeluarkan
DISHIDROS maupun hasil pengukuran/pemetaan/kajian/studi terdahulu.
Data batimetri diperlukan untuk mengkaji dampak yang terjadi dari
kegiatan pembangunan dermaga dan pemboran sumur lepas pantai.

b) Pasang surut

Data pasang surut diperoleh dari data sekunder hasil pengukuran terdahulu
yang telah dipakai untuk penyusunan design FSO maupun fasilitas pantai.
Selain itu, data sekunder dari DISHIDROS juga dapat digunakan. Data
pasang surut diperlukan untuk pemodelan hidrodinamika, untuk
mengetahui kisaran kedalaman perairan dan prakiraan dampak kegiatan
konstruksi pembangunan dermaga dan pemboran sumur lepas pantai.
Pasang surut diamati setiap interval satu jam.

c) Arus

Departemen Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut


III-24
Pelabuhan Laut Raijua
Kerangka Acuan
Rencana Pengembangan Pelabuan Laut Raijua

Data arus didasarkan pada data sekunder DISHIDROS dan dari studi
terdahulu.

d) Kualitas air laut

Untuk mengetahui kualitas air laut di lokasi penelitian, maka dilakukan


pengukuran terhadap kualitas air laut. Evaluasi kualitas air laut
berpedoman pada Keputusan MENLH No. 51 Tahun 2004 tentang Baku
Mutu Air Laut Lampiran I untuk Perairan Pelabuhan. Pengambilan sampel
air permukaan untuk penelitian ini dilakukan di sekitar lokasi rencana
pembangunan dermaga. Parameter-parameter kualitas air laut yang akan
diukur disajikan.

Tabel 3.1 Parameter Kualitas Air Laut untuk Perairan Pelabuhan (sesuai
dengan KEPMENLH No. 51 Tahun 2004)

No. Parameter
1 Kecerahan
2 Padatan tersuspensi total
3 Suhu
4 Ph
5 Salinitas
6 Amonia total (NH3)
7 Sulfida (H2S)
8 Hidrokarbon total
9 Senyawa Fenol total
10 PCB (poliklor bifenil)
11 Surfaktan (Deterjen)
12 Minyak dan lemak
13 Suhu
14 Cadmium (Cd)
15 Tembaga (Cu)
16 Timbal (Pb)
17 Seng (Zn)
18 Coliform (total)
19 Kekeruhan
20 BOD5

Departemen Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut


III-24
Pelabuhan Laut Raijua
Kerangka Acuan
Rencana Pengembangan Pelabuan Laut Raijua

No. Parameter
21 DO

7) Ruang, Lahan dan Tanah

Metodologi pengkajian aspek tata ruang, terutama terhadap


pengembangan wilayah sekitar dalam hubungannya dengan Lokasi
Penelitian dilakukan dengan cara membandingkan dan menyelaraskan
peruntukan lokasinya dengan rujukan Rencana Tata Ruang secara regional
(makro) dan lokal (mikro).

Untuk kajian pengembangan wilayah dan penyelarasan tata ruang, perlu


dikaji kedudukan lokasi Lokasi Penelitian secara makro dan mikro.

Sedangkan untuk mengidentifikasi dampak pengembangan wilayah, baik


skala regional maupun lokal digunakan kajian multiplier effek, dari berbagai
kegiatan yang mungkin dapat berkembang. Berkaitan dengan hal tersebut
di atas, maka beberapa metode pengumpulan dan analisis dalam
perencanaan pengembangan wilayah adalah sebagai berikut:

Dalam upaya mengumpulkan data dan informasi wilayah perencanaan,


akan dilakukan pengumpulan data dengan cara sebagai berikut:

 Data Primer
Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara pengamatan lapangan
dan wawancara langsung dengan tokoh masyarakat, dan pihak-pihak lain
yang relevan.
 Data Sekunder
Data sekunder dikumpulkan dari beberapa dinas dan instansi pemerintahan
yang terkait.

Metode Analisis Data

Data yang terkumpul selanjutnya dianalisis dan diinterpretasikan secara


kuantitatif dan/atau kualitatif.

Departemen Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut


III-24
Pelabuhan Laut Raijua
Kerangka Acuan
Rencana Pengembangan Pelabuan Laut Raijua

3.1.2 Biologi

1) Flora Terestrial (Hutan Pantai, Mangrove, Hutan Dataran


Rendah)
Pengumpulan Data Flora

Pengumpulan data dilakukan dengan teknik plot kuadrat yang diletakkan di


sepanjang transek. (Mueller-Dombois, 1974; Soerianegara, 1978). Untuk
memudahkan pengambilan data di lapangan dan analisis data, ditetapkan
kategori vegetasi. Penetapan kategori vegetasi ini dimaksudkan untuk
mengetahui struktur komunitas yang terdapat di lokasi studi, yaitu :
1. Semai (Seddling) adalah permudaan mulai kecambah sampai setinggi
1,5 m
2. Pancang adalah permudaan yang tingginya 1,5 m dan lebih sampai
pohon-pohon muda berdiameter batang kurang dari 10 cm.
3. Tiang adalah pohon-pohon muda berdiameter 10-30 cm
4. Pohon dewasa adalah yang berdiameter lebih dari 30 cm

(Wyatt-Smith, 1943 dalam Soerianegara, 1978)

Plot kuadrat yang dibuat terdiri dari beberapa macam ukuran tergantung
dari jenis dan stadium vegetasi yang akan diukur. Ukuran plot tersebut
adalah sebagai berikut :

- (2 x 2) m2 untuk semai (Oosting, 1942, Soerianegara, 1978)

- (5 x 5) m2 untuk pancang (Soerianegara, 1978)

- (10 x 10) m2 untuk tiang (Oosting, 1942, Soerianegara, 1978)

- (20 x 20) m2 untuk pohon dewasa (Mueller-Dombois, 1974, Soerianegara,


1978

Analisis Data

Departemen Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut


III-24
Pelabuhan Laut Raijua
Kerangka Acuan
Rencana Pengembangan Pelabuan Laut Raijua

Data-data yang diambil di lapangan kemudian di analisis menjadi beberapa


parameter sebagai berikut :

Kerapatan (Batang/Ha)

Jumlah individu suatu jenis


K =
Luas areal seluruh petak contoh
Kerapatan Relatif

Kerapatan suatu jenis


KR = x 100%
Total kerapatan seluruh jenis
Dominansi (m2/Ha)

Basal area suatu jenis


D =
Luas seluruh petak contoh
Dominansi Relatif

Dominansi suatu jenis


DR = x 100%
Total dominansi seluruh jenis
Frekuensi

Jumlah petak terisi suatu jenis


F =
Jumlah petak contoh seluruhnya
Frekuensi Relatif

Frekuensi suatu jenis


FR = x 100%
Total frekuensi seluruh jenis

Rumus di atas digunakan untuk menghitung Indeks Nilai Penting (INP).

Indeks Nilai Penting (INP) = KR + FR + DR

Nilai ini digunakan untuk menentukan jenis yang dominan di lokasi


penelitian

- Indeks Keanekaan ;

H’ = Σ pi ln pi (pi = ni/N)

H’ = Indeks Keanekaan Shannon

ni = Jumlah individu jenis I yang ditemukan

Departemen Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut


III-24
Pelabuhan Laut Raijua
Kerangka Acuan
Rencana Pengembangan Pelabuan Laut Raijua

N = Jumlah seluruh individu yang ditemukan

Indeks ini, menunjukkan nilai keanekaan jenis yang terdapat pada suatu
komunitas. Besarnya Indeks keanekaragaman jenis menurut Shannon-
Wiener didefinisikan sebagai berikut ;

- Nilai H’ > 3, menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu


transek adalah melimpah tinggi

- Nilai 1 ≤ H’ ≤ 3, menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies pada


suatu transek adalah sedang melimpah

- Nilai H’ < 1, menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu


transek adalah sedikit atau rendah.
- Indeks Perataan ;

E = H’/ln S

E = Indeks Perataan (Evennes Index)

H’ = Indeks Keanekaan

S = Jumlah jenis

(Pielou, 1969 dikutip oleh Maguran, 1988)

Indeks ini menyatakan meratanya jumlah individu diantara jenis-jenis yang


terdapat pada suatu komunitas. Semakin tinggi nilai indeks perataan, maka
semakin merata jumlah individu diantara jenis-jenis dalam suatu komunitas
tersebut.

Khusus untuk Mangroove, kriteria Baku Kerusakan Mangrove ditentukan


berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 201
Tahun 2004 Lampiran I yang diklasifikasikan (%) Kerapatan (pohon/ha)
yaitu sebagai berikut :

a) Baik (Sangat Padat) ; Baik Sangat Padat > 75 > 1500

b) Baik (Sedang); Sedang >50 – < 75 > 1000 – < 1500

c) Rusak. Rusak Jarang < 50 < 1000

Departemen Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut


III-24
Pelabuhan Laut Raijua
Kerangka Acuan
Rencana Pengembangan Pelabuan Laut Raijua

8) Fauna (Mammalia, Avifauna, Herpetofauna)


Pengumpulan Data Fauna

Survey keberadaan fauna bertujuan untuk mengetahui gambaran kekayaan


fauna terrestrial (mamalia, avifauna dan herpetofauna) di lokasi kajian.

Metode inventarisasi secara cepat (reconnaissance survey) digunakan


untuk mencatat kehadiran fauna darat di wilayah kajian. Kehadiran atau
keberadaan suatu jenis fauna dicatat melalui:

Hasil pengamatan langsung, baik terlihat maupun terdengar suaranya.

Adanya bekas atau sisa-sisa aktivitas satwa yang tertinggal di habitatnya


(seperti bekas tapak kaki atau jejak, cakaran pada batang pohon, sarang,
sisik, selongsong kulit ular, bulu burung atau bagian dari tubuh mamalia
satwa terlepas). Menjumpai potongan sisa-sisa bagian tubuh satwa
(tengkorak, tanduk, kulit, bulu, taring, sisik, dan bagian tubuh satwa lainya
yang masih bisa dikenali), yang diburu atau tertangkap masyarakat dari
wilayah yang disurvey.

Informasi sekunder, yaitu keberadaan satwa dicatat berdasarkan informasi


dari warga kampung, terutama pemburu satwa. Untuk menguji reliabilitas
informasi sekunder, selalu diperiksa konsistensinya melalui periksa ulang
(chek dan rechek) dengan pihak-pihak yang berlainan, serta dengan
memeriksa kelengkapan deskripsi suatu jenis satwa dari sumber-sumber
yang diwawancarai. Semua informasi sekunder yang terkumpul kemudian
dicocokkan dengan sebaran alami dan sejarah keberadaan satwa di lokasi
tersebut (seperti tercantum dalam literatur) serta menyandingkannya
dengan kondisi dan tipe habitat yang ada saat survey dilakukan.

Analisis Data

Seluruh hasil kajian (temuan lapangan dan kajian literatur) dianalisis dan
disajikan dalam bentuk daftar jenis (species list). Keberadaan spesies
burung akan didasarkan pada hasil temuan lapangan, sementara karena
keterbatasan waktu, untuk kelompok mamalia, reptilia dan amphibi, pada

Departemen Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut


III-24
Pelabuhan Laut Raijua
Kerangka Acuan
Rencana Pengembangan Pelabuan Laut Raijua

setiap spesies diberi keterangan mengenai tingkat reliabilitas data


informasi yang diperoleh. Tingkat yang paling tinggi adalah dijumpai
langsung di lapangan (Sight record confirmed by survey team), kemudian
berdasarkan informasi terpercaya hasil wawacara (Reliable secondary
data), dan spesies yang berpotensi kuat berada di wilayah kajian
berdasarkan literatur (Potentially present based on published habitat and
distribution data).

9) Biota Air (Plankton, Bentos, dan Ikan)

- Plankton dan Benthos

Data kuantitatif biota perairan akan didapatkan dari data primer hasil dari
analisis laboratorium. Plankton akan diambil menggunakan Net Plankton
dan benthos akan diambil dengan Ekman Dredge. Dari data yang diperoleh
akan dianalisis menggunakan rumus-rumus statistik seperti rumus Indek
Keanekaragaman Simpson untuk plankton (Odum, 1975) dan Indek
Keanekaragaman Shannon-Wienner (Lee, et al, 1978) untuk benthos.

Hasil perhitungan indeks keanekaan Simpson untuk plankton dan indeks


keanekaan Shannon – Wienner bagi benthos dapat digunakan untuk
memprakirakan kondisi kualitas air secara biologis. Atas dasar bahwa
ekosistem alami yang tidak mendapat subsidi energi besar, indeks
Simpsonnya akan berkisar dari 0,6 sampai 0,8 (Odum, 1975).

- Indeks Keanekaan Simpson

I = 1–D

D = (n1 / N)2

Dimana :

I = Indeks diversitas (keanekaan)

ni = Jumlah individu dari masing-masing spesies

N = Jumlah seluruhl individu

D = resiprok indeks keanekaan Simpson

Departemen Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut


III-24
Pelabuhan Laut Raijua
Kerangka Acuan
Rencana Pengembangan Pelabuan Laut Raijua

- Indeks Keanekaan Shannon - Wienner

ni ni
H’ = -∑ log
N N
Dimana :

H’ = Indeks keanekaragaman jenis

N = Jumlah total individu seluruh jenis

ni = Jumlah total individu

- Nekton (Ikan)

Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data ikan didasarkan pada pengamatan langsung terhadap


hasil tangkapan pencari ikan atau nelayan dan melakukan wawancara
langsung dengan masyarakat setempat. Selain itu dilengkapi dengan data
dari Dinas Perikanan.

Metode Analisis Data

Data jenis-jenis ikan yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dengan


menelaah kemungkinan adanya jenis-jenis ikan yang bernilai ekonomi bagi
masyarakat.

10) Seagress/Lamun

Lamun merupakan tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang dapat


tumbuh dengan baik pada lingkungan laut dangkal. Padang lamun
termasuk dalam ekosistem perairan dangkal yang tersebar pada zona
intertidal, dipengaruhi pasang surut hingga daerah subtidal dengan
kedalaman 40 m. Hamparan tumbuhan lamun yang luas membentuk suatu
padang lamun, lebih lanjut disebut ekosistem padang lamun (Nontji, 2009).

Keberadaan lamun (seagrass) di perairan dangkal menjadi habitat bagi


biota laut untuk tumbuh, memijah, berlindung, menetap, dan mencari
makan. Selain itu lamun (seagrass bed) dapat dimanfaatkan oleh

Departemen Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut


III-24
Pelabuhan Laut Raijua
Kerangka Acuan
Rencana Pengembangan Pelabuan Laut Raijua

masyarakat sebagai bahan anyaman keranjang, bahan untuk makanan,


bahan pembuatan atap rumah dan dapat dijadikan pupuk.

Metode Pengumpulan Data

Pengambilan sampel dan data lamun dilakukan dengan menggunakan


metode transek kuadrat yang dilakukan pada saat air surut. Panjang tiap
substasiun yaitu 50 m2 dimulai dengan ditemukannya komunitas lamun
yang tumbuh dengan membentangkan tali nilon yang ditarik secara tegak
lurus menuju ke arah laut, tiap substasiun dibagi menjadi 5 plot yang jarak
antar plot yaitu 10 m. Pada tiap plot dilakukan 2 kali pelemparan frame
yang berukuran 50cm x 50cm.

secara acak Identifikasi Sampel lamun yang diperoleh dari laut


dikumpulkan dalam kantong sampel. Identifikasi sampel lamun
berdasarkan karakteristik morfologi.

Analisis Data

Data kemudian diolah dan dianalisis untuk mengetahui beberapa parameter


stuktur vegetasi sebagai berikut :

Kerapatan

Kepadatan/kerapatan spesies adalah jumlah individu (tegakan) dari suatu


spesies persatuan luas tertentu. Kepadatan masing-masing spesies pada
setiap stasiun dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut
(Odum, 1998):

Diketahui :

Di = Kerapatan spesies (tegakan/1 m2)

Ni = Jumlah total tegakan species

A = Luas daerah yang disampling (1 m2)

Kerapatan Relatif (RDi)

Departemen Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut


III-24
Pelabuhan Laut Raijua
Kerangka Acuan
Rencana Pengembangan Pelabuan Laut Raijua

Kerapatan relatif adalah perbandingan antara jumlah individu spesies dan


jumlah total individu seluruh spesies, bertujuan untuk mengetahui
persentase kerapatan per spesies dalam total jumlah seluruh spesies
(Odum, 1998).

Diketahui :

RDi = Kepadatan relatif

Ni = Jumlah total tegakan species i

Σn =Jumlah total individu seluruh spesies

Frekuensi

Frekuensi spesies adalah peluang suatu spesies ditemukan dalam titik


contoh yang diamati, bertujuan untuk mengetahui penyebaran jenis lamun
tersebut dalam komunitas. Spesies yang mempunyai frekuensi besar
umumnya, memiliki daya adaptasi yang lebih besar terhadap faktor
lingkungan yang berbeda. Frekuensi spesies dihitung dengan rumus
(Odum, 1998).

Diketahui :

Fi = Frekuensi Spesies

Pi = Jumlah petak contoh dimana ditemukan species i

Σp = Jumlah total petak contoh

11) Terumbu Karang

Terumbu karang yang diamati terletak di sekitar lokasi penelitian kurang


lebih sepanjang 1 km dari garis pantai.

Departemen Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut


III-24
Pelabuhan Laut Raijua
Kerangka Acuan
Rencana Pengembangan Pelabuan Laut Raijua

Metode Pengumpulan Data

Untuk mengetahui kondisi ekosistem terumbu karang, akan dilakukan


penyelaman pada kedalaman 3 m dan 10 m. Metode yang digunakan
adalah metode transek garis (English at all, 1994), transek garis sejajar
pantai sepanjang 100 m, jenis karang diamati berdasarkan bentuk
hidupnya dan penutupan area. Pengumpulan data ini dilakukan oleh 1
kelompok penyelam yang terdiri dari 4 orang (1 orang membuat transek, 2
orang mengamati dan 1 orang mengatur dari atas perahu). Pengamatan
terumbu karang ini didasarkan pada pertimbangan rencana adanya jalur
pipa lepas pantai yang kemungkinan akan melewati habitat terumbu
karang yang dapat menyebabkan matinya terumbu karang dan
terganggunya kehidupan biota laut lainnya.

Metode Analisis Data

Terumbu karang dianalisis berdasarkan kategori bentuk hidup karang dan


prosentase penutupan area untuk menentukan kondisi terumbu karang.

Σ panjang total setiap kategori bentuk hidup


Panjang penutupan = × 100%
Panjang transek

Hasil analisis penutupan karang dimasukkan ke dalam skala kualitas


lingkungan penutupan terumbu karang modifikasi dari Kep.Men. LH
04/2001.

Departemen Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut


III-24
Pelabuhan Laut Raijua
Kerangka Acuan
Rencana Pengembangan Pelabuan Laut Raijua

Tabel 3.2 Parameter Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang


(dalam %)

Prosentase Luas Tutupan


Kriteria
Terumbu Karang yang Hidup
Rusak 0 - 24,9
Buruk
Sedang 25 - 49,9
Baik 50 - 74,9
Baik
Baik sekali 75-100

PERALATAN

Peralatan yang digunakan untuk pengambilan sampel aspek biologi dapat


dilihat pada Tabel berikut.

Tabel 3.3 Peralatan yang Digunakan Untuk Pengambilan Sampel Aspek


Biologi

Komponen
No Metode Peralatan
Hayati

1. Flora Darat + Peta Dasar, Peta


Seagress Rencana Tata Ruang
Inventarisasi,
Wilayah (RTRW), Peta
Transek -
Penggunaan Lahan,
kuadrat
buku panduan lapangan,
GPS, alat tulis, tali
plastik, meteran 30 m,
patok kayu, alat gunting
dahan, kertas label,
kantong plastik, kertas
koran, alkohol, sasak
bambu, kamera.
2. Fauna Darat Peta Dasar, Peta
Rencana Tata Ruang
Jelajah
Wilayah (RTRW), Peta
Wawancara Penggunaan Lahan,
buku panduan lapangan,
GPS,

Departemen Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut


III-24
Pelabuhan Laut Raijua
Kerangka Acuan
Rencana Pengembangan Pelabuan Laut Raijua

Komponen
No Metode Peralatan
Hayati

Teropong, alat pencatat

3. Biota Air
 Plankton
Transek - Net plankton, Eyckman
 Benthos
wawancara Grab, alat pencatat,
 Ikan
GPS.
4 Terumbu Karang Transek Baju selam, kamera,
perahu, tabung, alat
pencatat

3.1.3 Aspek Sosial

1) Aspek Sosial Ekonomi

Untuk mendapatkan hasil analisis yang memadai terhadap aspek sosial,


ekonomi dan budaya dilakukan dengan beberapa metode sebagaimana
terlihat pada Tabel berikut :

Tabel 3.4 Metode Pengumpulan Data Sosial Ekonomi

Parameter Jenis Data Metode


A. KEPENDUDUKAN
Jumlah Penduduk dan Sekunder Observasi dan
Tingkat Kepadatan Pendokumentasian Data
Tingkat Pertumbuhan Sekunder Observasi dan
Penduduk Pendokumentasian Data
Migrasi Sekunder Observasi dan
Pendokumentasian Data
B. SOSIAL EKONOMI
Pusat Kegiatan Ekonomi & Sekunder Observasi dan
Sektor Pendokumentasian Data
Struktur Mata Pencaharian Sekunder/ Observasi dan
Primer Pendokumentasian Data
Tingkat Pendapatan Sekunder/ Observasi dan
Penduduk Primer Pendokumentasian Data
Perekonomian Regional Sekunder Observasi dan
Pendokumentasian Data

Departemen Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut


III-24
Pelabuhan Laut Raijua
Kerangka Acuan
Rencana Pengembangan Pelabuan Laut Raijua

Pengumpulan Data
a. Data Primer

Adapun pengumpulan data primer dilakukan melalui : Wawancara dengan


pejabat dan tokoh masyarakat setempat (LSM, RT, RW) tokoh masyarakat
serta wawancara kepada responden.
b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan dokumentasi dari instansi terkait meliputi :


 Monografi dan Potensi Kecamatan
 Data statistik lainnya.

2) Aspek Sosial Budaya


Metode Pengumpulan Data

a. Observasi
 Observasi adalah pengamatan yang sistematis dan pasti terhadap
peristiwa-peristiwa yang dilakukan melalui mata. (Sumber : Tehnik
Keterampilan Sosial, Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan).
 Beberapa hal yang akan di observasi / diamati diantaranya, mempelajari
gejala-gejala sosial yang sederhana maupun kompleks (reaksi,
tanggapan, dll), pola-pola kehidupan ( dan tingkah laku manusia.
 Pengamatan dilakukan dengan cara ; ikut berpartisipasi, tidak ikut
berpatisipasi, berpatisipasi semu, berpartisipasi kooperatif.
 Langkah sebelum melakukan observasi diantaranya : 1) Apa yang akan
di observasi, 2) Mengetahui tujuan mengobservasi, 3) Menentukan cara
pencatatan hasil observasi, 4) Mencatat setiap gejala yang terpisah, 5)
Mengadakan batas-batas yang tegas tentang tingkat penggolongan
gejala.

b. Wawancara
 Wawancara adalah Suatu percakapan yang dilakukan oleh seorang
penanya (interviuwer) dengan seorang pribadi sumber (interviuwi) yang
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sistematis, yang diajukan
interviuwer tentang pokok bahasan yang terlebih dahulu ditetapkan dan

Departemen Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut


III-24
Pelabuhan Laut Raijua
Kerangka Acuan
Rencana Pengembangan Pelabuan Laut Raijua

berlangsung dihadapan sidang pendengar (Sumber : Tehnik


Keterampilan Sosial, Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan).
 Tehnik Intervieu dapat dilakukan dalam situasi belajar untuk : 1)
Memberikan informasi dengan santai dan tidak resmi, 2) Menyelidiki
atau menganalisa persoalan, 3) Menjelaskan persoalan, 4) Mendorong
adanya minat terhadap suatu persoalan, 5) Mendorong partisipasi
pendengar 6) Menjadi menghubung dengan pendengar laninya.
 Yang terlibat dalam tehnik interviu adalah 1) Pribadi sumber, 2)
Interviuwer, 3) Pendengar.
 Pola Komunikasi yang diterapkan adalah pola komunikasi dua arah yaitu
interviuwer bertanya dan interviuwi menjawab.

c. Teknik Sampling

Meode Penarikan Sampel yang digunakan adalah Two Stage Cluster


Sampling (Penarikan Contoh Dua Tahap)
 Populasi Sasaran, Unit Sampling dan Wilayah Studi
Populasi Sasaran adalah keseluruhan unit sampling yang memiliki ciri-ciri
yang sama menurut kreteria penelitian yang sedang dilakukan (Harun Al
Rasjid, 1991). Sedangkan unit sampling adalah unit yang dipilih dari
populasi sasaran. Dalam studi ini,populasi sasaran adalah semua kepala
rumah tangga atau kepala keluarga (KK) yang berada dalam wilayah
studi.Dengan demikian, yang menjadi unit sampling dalam studi ini adalah
KK..
 Penarikan Desa dan Kepala Keluarga, Contoh :

Penarikan Desa contoh digunakan Metode Two Stage Cluster Sampling”,


dengan dua tahap”. Prosedur penarikan contoh tahap pertama, adalah
penarikan desa contoh. Dalam sub wilayah studi terdapat beberapa Desa,
pada tahap ini akan dipilih Desa secara acak (Random Sampling).
Selanjutnya penarikan contoh tahap kedua, adalah penarikan Kepala
Keluarga Contoh. Pada tahap ini akan dipilih X KK dari setiap Desa Contoh
dengan menggunakan Metode Acak Berlapis (Stratifield Random Sampling).
Penggunaaan Metode Acak Berlapis dipandang lebih tepat mengingat
bervariasinya mata pencaharian penduduk di wilayah studi. Kepala
Keluarga dibagi dalam strata-strata berdasarkan mata pencaharian

Departemen Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut


III-24
Pelabuhan Laut Raijua
Kerangka Acuan
Rencana Pengembangan Pelabuan Laut Raijua

utamanya (Petani, Buruh Tani, Nelayan, Peternak, Pedagang, Tukang


Kayu/Batu, Buruh Industri/Bangunan, Pegawai Swasta/Negeri/Pensiunan).
Contoh dengan menggunakan alokasi proporsional dengan rumus sebagai
berikut.:

Ni
ni 
N

Dimana:

ni= Ukuran Contoh strata ke i

Ni= Ukuran Populasi Strata ke i

N= Ukuran Populasi

Metode Analisis Data

Metode analisis yang akan digunakan meliputi tabulasi silang,


penilaian/rujukan ahli, dan analisis deskriptif.

3.1.4 Kesehatan Masyarakat

Metodologi yang digunakan pada pengambilan data aspek kesehatan


masyarakat antara lain :

a. Mengumpulkan data sekunder dari Instansi yang terkait : Dinas


Kesehatan Kabupaten dan Puskesmas di wilayah studi.
b. Wawancara dengan petugas Kesehatan di Dinas Kesehatan
Kabupaten dan di Puskesmas
c. Pengamatan lapangan

Metode pengumpulan dan analisis data kesehatan masyarakat dapat dilihat


pada Tabel berikut:

Tabel 3.5 Metode Pengumpulan dan Analisis Data Komponen Kesehatan


Masyarakat

Departemen Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut


III-24
Pelabuhan Laut Raijua
Kerangka Acuan
Rencana Pengembangan Pelabuan Laut Raijua

No. Indikator Parameter Metode


- Gambaran 10 penyakit - pengumpulan
1. Pola penyakit
ter-banyak data sekunder
- Vektor/penyebab - wawancara
penyakit dengan petugas
kesehatan
- IMR per 1000 penduduk - pengumpulan
2. Angka kematian
- Kasus kematian data sekunder
bayi
neonatal - wawancara
dengan petugas
kesehatan
- Gizi balita - pengumpulan
3. Status gizi
- BBLR = berat bayi lahir data sekunder
ren-dah - wawancara
- KVA = kekurangan dengan petugas
vitamin A kesehatan
- GAKI = gangguan
akibat kekurangan
yodium
- Gizi anak sekolah
- cakupan air bersih - pengumpulan
4. Sanitasi lingkungan
- cakupan jamban data sekunder
keluarga - wawancara
dengan petugas
kesehatan
- survey lapangan
- sarana kesehatan - pengumpulan
5. Sumber daya
- ketersediaan tenaga data sekunder
kesehatan
medis dan paramedis - wawancara
dengan petugas
kesehatan

3.2 Metode Prakiraan Dampak Penting

Metode prakiraan dampak penting yang digunakan adalah salah satunya


metode analogi. Penerapan metode analogi pada prinsipnya merujuk pada
peristiwa yang pernah terjadi untuk kasus yang serupa, sehingga fenomena
yang pernah terjadi dianggap berlaku pada kejadian lain yang serupa.
Dengan metode analogi ini, maka dalam memprakirakan dampak yang
potensial akan timbul akibat kegiatan pengembangan PT. SRI akan
mengacu atau mendasarkan pada pengalaman yang ada pada kegiatan
serupa. Untuk melakukan prakiraan besaran dampak dan sifat penting

Departemen Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut


III-24
Pelabuhan Laut Raijua
Kerangka Acuan
Rencana Pengembangan Pelabuan Laut Raijua

untuk masing-masing dampak penting hipotetik dapat dilakukan dengan


metode sebagai berikut :

Penentuan ukuran dampak penting mengacu pada tujuh kriteria dampak


penting yang tertuang dalam keputusan Kepala Bapedal No.Kep-056 Tahun
1994 tentang Pedoman Mengenai Ukuran Dampak Penting dan PP No. 27
Tahun 2001 Bab I pasal 3. Tujuh kriteria tersebut antara lain:

1. Jumlah manusia yang akan terkena dampak


2. Luas wilayah persebaran dampak
3. Lamanya dampak berlangsung
4. Intensitas dampak
5. Banyaknya komponen lingkungan yang akan terkena dampak
6. Sifat kumulatif dampak
7. Berbalik atau tidak berbaliknya dampak

Dalam melakukan prakiraan besaran dampak, maka hal yang perlu


diperhatikan adalah penggunaan data yang menunjukkan perubahan
kualitas lingkungan dari waktu ke waktu (time series data).

Metode untuk memprakirakan besaran dampak antara lain adalah:

1. Metode perhitungan matematis (modeling)


2. Percobaan/eksperimen
3. Penilaian ahli (professional judgement)
4. Metode-metode lain yang dilakukan secara ilmiah (skenario, analogi dan
studi literatur kegiatan serupa).

3.3 Metode Evaluasi Secara Holistik Terhadap Dampak Lingkungan

Setelah dilakukan pendugaan prakiraan dampak maka akan diketahui


besarnya dampak atau perubahan yang akan terjadi akibat rencana
kegiatan pengembangan/peningkatan kapasitas Pelabuhan laut Raijua
secara kuantitatif. Komponen lingkungan yang akan mengalami perubahan
mendasar akan ditelaah lebih lanjut dan dievaluasi. Metode evaluasi yang
akan dipergunakan adalah Bagan Alir Dampak dilengkapi uraian deskriptif.
Metode bagan alir dampak digunakan untuk merunut/menelusuri terjadinya
dampak dan menggambarkan dampak lanjutan (sekunder dan tersier)

Departemen Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut


III-24
Pelabuhan Laut Raijua
Kerangka Acuan
Rencana Pengembangan Pelabuan Laut Raijua

serta keterkaitan suatu proses atau dampak dengan proses atau dampak
dengan proses atau dampak lainnya secara akumulatif dan holistik.

Departemen Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut


III-24
Pelabuhan Laut Raijua

Anda mungkin juga menyukai