Muti4 years ago1 commentsproses biologi, activated sludge, F/M ratio, Process Control, sludge
bulking, filamentous, slime bulking, viscous bulking, pin floc, sludge volume index
Sludge bulking adalah suatu kondisi dimana solid sukar untuk mengendap sehingga proses
pemisahan solid dan liquid menjadi sangat sulit. Pada kondisi seperti ini maka solid dapat
terbawa ke saluran efluen dan menyebabkan penurunan kualitas efluen. Sludge bulking
merupakan salah satu masalah utama yang ditemukan pada sistem lumpur aktif.
Masalah utama dari sludge bulking yaitu penurunan kualitas efluen akibat tingginya konsentrasi
solid di aliran efluen. Selain itu, akibat solid yang susah mengendap maka penetapan resirkulasi
lumpur pada sistem (return activated sludge, RAS) juga akan menjadi sulit. Hal ini dapat
mengganggu proses kontrol pada sistem lumpur aktif
Penyebab lain yaitu kurangnya nutrien (baik nitrogen maupun phosphorus) sehingga
mikroorganisme menjadi stress dan memproduksi lipopolisakarida secara berlebih. Produksi
lipopolisakarida pada dinding sel bakteri yang berlebihan dapat menyebabkan terbentuknya
lapisan lender (slime) sehingga flok sulit untuk mengendap akibat densitasnya menjadi rendah.
Sludge bulking akibat terbentuknya slime disebut juga dengan istilah slime bulking atau viscous
bulking.
Ada juga bulking yang disebabkan oleh terbentuknya pin floc. Pin floc merupakan flok yang
berukuran sangat kecil (diameter <50mm). Pin floc terbentuk antara lain akibat rasio F/M yang
sangat rendah, umur lumpur yang terlalu lama, atau toksisitas berkepanjangan.
Selain dengan pengamatan visual, fenomena sludge bulking juga dapat diketahui dengan
mengukur sludge volume index (SVI). SVI merupakan analisis yang digunakan untuk
mengetahui kemampuan pengendapan solid. Analisis SVI dilakukan dengan cara mengendapkan
1 liter air limbah yang berasal dari tangki aerasi selama 30 menit di dalam gelas ukur. Volume
lumpur yang dapat mengendap kemudian diukur dan nilai SVI-nya dihitung menggunakan
rumus:
Nilai SVI > 150 biasanya perlu perhatian khusus. Akan tetapi, karena karakteristik air limbah di
tiap instalasi berbeda-beda maka nilai SVI pun dapat berbeda antara limbah yang satu dengan
yang lainnya.
Hal ini dapat dilakukan dengan cara meningkatkan debit RAS untuk mencegah
solid wash out ke saluran efluen.
Bahan kimia yang digunakan biasanya dari kelompok polimer. Polimer dapat
membantu proses pengendapan solid seperti halnya pada proses koagulasi-
flokulasi. Namun, karena harganya yang mahal, penggunaan polimer biasanya
digunakan hanya pada situasi darurat.
Desinfektan yang paling umum digunakan adalah klorin. Pemberian dosis klorin
harus dilakukan secara tepat sehingga dapat membasmi mikroorganisme
filamentous namun tidak membahayakan organisme-organisme pembentuk flok.
Metode spesifik
1. Kurangnya nutrien
Di dalam proses activated sludge (dan proses pengolahan biologi lainnya), dua
sumber nutrien yang utama (makronutrien) yaitu nitrogen (N) dan phosphorus
(P). Secara umum, rasio makronutrien yang digunakan adalah 100:5:1
(BOD:N:P) sehingga apabila rasio N atau P kurang dari ini maka dapat kita
katakan bahwa terjadi defisiensi nutrien di dalam proses. Kita dapat mengetahui
rasio ini dengan analisis kimiawi air limbah (analisis nilai BOD, konsentrasi N dan
P) atau dengan analisis mikrobiologi. Dengan analisis mikrobiologi, sludge
bulking akibat kurangnya nutrien ditandai antara lain dengan adanya mikroba
filamentous tipe 021N (Thiothrix spp., S. natans, H. hydrossis, dan N. limicola
III), penampakan activated sludge yang viscous, dan foam pada clarifier maupun
tangki aerasi yang mengandung material eksoseluler dalam jumlah yang
signifikan.
Masalah bulking akibat rendahnya DO ini bisa menjadi sangat tricky karena
berkaitan erat dengan rasio F/M. Kebutuhan oksigen di dalam tangki meningkat
bersamaan dengan meningkatnya rasio F/M. Jika kita tidak dapat meningkatkan
konsentrasi DO, maka kita harus menurunkan rasio F/M dengan cara
meningkatkan konsentrasi MLSS (memperbesar faktor M – mikroorganisme).
Akan tetapi, menurunkan F/M dapat berakibat pada peningkatan MCRT yang
berakibat pada meningkatnya kebutuhan oksigen untuk respirasi endogenous.
Apabila masalah seperti ini ditemukan, maka cara yang dapat dilakukan untuk
mengatasi bulking adalah tetap mengoperasikan pada DO rendah dan melakukan
klorinasi untuk membasi organisme filamentous. Hal lain yang dapat dilakukan
yaitu dengan penggunaan selector.
Nah, semoga informasi di atas memberi pencerahan untuk mereka yang ingin
mengetahui cara-cara mengatasi sludge bulking.
Informasi yang saya tulis di atas saya peroleh dari sumber-sumber berikut:
1. Richard, M. G., Daigger, G. T., & Jenkins, D. (2004). Manual on the causes
and control of activated sludge bulking, foaming, and other solids seperation
problems [3rd ed, pp 77-130]
Salah satu hal yang paling dihindari dan menjadi masalh besar bagi para pengelola limbah
cair – khususnya yang menggunakan metode bakteri aerobic di Instalasi Pengolah Air
Limbah ( IPAL ) nya – adalah sludge bulking.
Sludge bulking sering dikatakan menjadi momok, karena untuk mengelola dan merawat
bakteri aerob, susahnya minta ampun ( mirip-mirip merawat bayi ) sedangkan terjadinya
sludge bulking bisa diakibatkan oleh sebab-sebab yang kelihatan sederhana bahkan
sepele, namun untuk mengatasinya sangat rumit luar biasa.
Dan Sludge bulking memang merupakan indikasi yang paling kentara terjadinya kondisi
bakteri aerobic yang kurang atau tidak sehat.
Kondisi bakteri aerobic pada bak aerob yang mengalami sludge bulking biasanya ditandai
dengan :
- Sludge yang sulit mengendap dan banyak padatan yang terikut dan muncul di Clarifier
- Jika dilakukan Setteability test, maka nilainya sangat tinggi
- Jika dilihat dibawah mikroskop maka terlihat lebih banyak bakteri filamentos
- Dan yang paling kentara adalah pada bak aerasi timbul banyak endapan-endapan hitam yang
mengapung
Sebagaimana diuaraikan di atas, penyebab sludge bulking terkadang diakibatkan oleh sebab
yang sepele dan sederhana. Umumnya masalah pada aerasi ini karena kelalaian pengolahan dan
pengontrolan.
Meski terkadang karena adanya perubahan yang drastis pada sumber air limbah yang diolah.
Dari pengalaman, sebab-sebab umum yang dapat menimbulkan sludge bulking dapat
dikarenakan :
- Adanya beban / organic loading yang terlalu sering berubah-ubah dan tidak stabil
- Tingkat oksigen / Dissolve Oxygen ( DO ) terlarut di dalam bak aerasi yang terlalu tinggi atau
terlalu rendah.
- Sumber limbah terolah yang memang mengandung racun bagi bakteri
- Kurangnya nutrient
- Terjadinya fluktuasi terlalu besar dan atau kurang dari pH 6
Jika sampai terjadi sludge bulking, maka langkah-langkah pertama untuk mengatasi sludge
bulking yang harus dilakukan oleh para pengolah limbah cair / pengelolaan IPAL yang baik
adalah :
Jika telah dilakukan pengecheckan sesuai langkah di atas, biasanya telah bisa diketahui
sebab-sebabnya. Sehingga dapat langsung diambil langkah tindakan yang paling tepat.
Dan sebagai pedoman umum, langkah-langkah praktis yang dapat diambil untuk
melakukan pengobatan jika sampai terjadi sludge bulking pada bak / tangki Aerasi adalah :
1. Atur COD load
Nilai COD load tidak boleh lebih 20 % dari nilai rata-rata COD pada 5 9 lima ) hari terakhir )
2. Naikkan RAS ke batas maksimal ( maksimal limit RAS ) untuk mengurangi carry over
padatan ke Clarifier
3. Pantau dan jaga DO pada tangki / bak aerasi antara 1,5 sampai dengan 4 ppm
4. Pastikan sumber air limbah bagus. Dalam hal ini tidak mengandung racun bagi bakteri.
Misal mengandung Chlorine, Biocide, dsb
5. Tambahkan jumlah Nitrogen mikro ataupun makro.
Dan pastikan juga bahwa residual nutrient cukup
6. Lakukan Observasi sludge dengan Settling Test
7. Jika jumlah bakteri filament terlalu banyak ( diketahui setelah dilihat di bawah
mikroskop ), maka jangan ragu melakukan Chlorinasi.
Namun hati-hati jangan terlalu over. Usahakan Chlorinasi yang dilakukan dalam dosis yang
tepat, sekitar 2 mg/hari/1000 mg MLVSS.
8. Jika memang diperlukan, tambahkan koagulan dan flokulan
9. Jika kedapatan Dissolve Oxygen ( DO ) drop mau tak mau; langkah yang harus segera
dilakukan adalah menambah Oksigen secara cepat dan banyak
10. Terakhir, jika memang diperlukan juga lakukan adjust pH.