Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetri berkaitan
dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi korioamnionitis
sampai sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan
menyebabkan infeksi ibu. Dalam keadaan normal 8-10% perempuan hamil aterm
akan mengalami ketuban pecah dini. Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput
ketuban secara spontan pada saat belum menunjukkan tanda-tanda persalinan atau
inpartu. KPD bisa terjadi pada usia kehamilan berapa saja. KPD yang terjadi >24
jam akan mengalami risiko infeksi lebih besar dan berkontribusi dalam
meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas pada perinatal.

Insidensi Ketuban Pecah Dini (KPD) yang terjadi pada usia kehamilan aterm sekitar
8-10%.Pada janin cukup bulan, persalinan sering terjadi dalam 24 jam dalam 90%
kasus. Ketuban Pecah Dini pada beberapa kasus mengakibatkan prolaps tali
pusat(insidensi 1,5 %), Pada kebanyakan kasus mortalitas perinatal pada KPD
janin premature berhubungan dengan komplikasi prematuritas seperti Acute
Respiratory Distress Syndrome (ARDS).

Faktor yang menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini (KPD) antara lain
paritas, usia ibu, kelainan selaput ketuban, serviks inkompeten, trauma, gemeli,
hidramnion, kelainan letak, alkohol dan merokok, defisiensi gizi. Diagnosis dari
KPD paling baik ditentukan dari hasil anamnesis pasien diikuti dengan pemeriksaan
dengan spekulum steril. Pada beberapa kasus pemeriksaan USG dapat membantu
menegakkan diagnosis. dan janin. Diagnosis tepat dan cepat pada KPD sangat
dibutuhkan untuk mencegah komplikasi lebih lanjut. Prinsip utama
penatalaksanaan KPD adalah untuk mencegah mortalitas dan morbiditas perinatal
pada ibu dan bayi yang dapat meningkat karena infeksi atau akibat kelahiran
preterm pada kehamilan dibawah 37 minggu. Penatalaksanaan ketuban pecah dini
memerlukan pertimbangan usia kehamilan, adanya infeksi pada komplikasi ibu dan
janin, dan adanya tanda-tanda persalinan. Prinsip penanganan Ketuban Pecah Dini
adalah memperpanjang kehamilan sampai paru-paru janin matang atau dicurigai
adanya atau terdiagnosis korioamnionitis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 anatomi
amnion merupakan pelindung dan bantalan untuk proteksi sekaligus
menunjang pertumbuhan. Selaput ketuban atau Amniokorion terdiri atas 2
lapisan besar, amnion dan korion. Amnion adalah membran janin yang paling
dalam dan berdampingan langsung dengan cairan amnion (Likuor Amnii).
komponen-komponen amnion berfungsi untuk mencegah terjadinya ruptur atau
robekan yang akan menentukan keberhasilan kehamilan. Kekuatan regang hampir
seluruhnya berasal dari lapisan padat, yang tersusun atas kolagen I dan III
interstitial yang saling bersilang dan kolagen V dan VI dalam jumlah yang sedikit
yang saling berikatan. Sedangkan korion merupakan membran eksternal yang
berwarna putih dan terbentuk dari vili-vili sel telur yang berhubungan dengan
desidua kapsularis. Korion akan berlanjut dengan tepi plasenta dan melekat
pada lapisan uterus. Amnion dan korion mulai berkembang dan akan tumbuh
terus sampai kira-kira 28 minggu. Rongga amnion mulai terbentuk pada hari ke
10-20 setelah pembuahan.

Pada bagian dalam terdapat cairan amnion yang akan meningkat volumenya
seiring dengan perkembangan kehamilan sampai menjelang aterm. Volume air
ketuban bertambah banyak dengan makin tuanya usia kehamilan. Pada usia
kehamilan 12 minggu volumenya ± 50 ml, pada usia 20 minggu antara 350-
400 ml, dan pada saat usia kehamian mencapai 36-38 minggu kira-kira 1000
ml. Cairan ini terdiri atas 98% air, sisanya terdiri atas garam anorganik serta
bahan organik , terdapat rambut lanugo (rambut halus berasal dari bayi), sel-sel
epitel, dan verniks kaseosa (lemak yang meliputi kulit bayi). Protein
ditemukan rata-rata 2,6% g/dl yang sebagian besar sebagai albumin.
Gambar 2.1 Uterus pada ibu hamil dengan plasenta normal2

2.2 Definisi Ketuban Pecah Dini

Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan
pada saat belum menunjukkan tanda-tanda persalinan atau inpartu. Menurut
POGI tahun (2014), KPD diklasifikasikan menjadi 2 kelompok, yaitu, KPD
preterm dam KPD aterm :

1). KPD Preterm (premature rupture of membranes (PROM)

Ketuban pecah dini preterm adalah pecahnya ketuban yang terbukti dengan
vaginal pooling, tes nitrazin dan, tes fern atau IGFBP-1 (+) pada usia
<37 minggu sebelum onset persalinan. KPD sangat preterm adalah
pecahnya ketuban saat umur kehamilan ibu antara 24 sampai kurang
dari 34 minggu, sedangkan KPD preterm saat umur kehamilan ibu
antara 34 sampai kurang dari 37 minggu minggu.
2). KPD Aterm (premature rupture of membranes (PPROM)

Ketuban pecah dini aterm adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya


yag terbukti dengan vaginal pooling, tes nitrazin dan tes fern (+), IGFBP-
1 (+ ) pada usia kehamilan ≥ 37 minggu.

KPD preterm maupun aterm dapat dibagi menjadi early PROM yaitu pecahnya
selaput ketuban <12 jam dan prolonged PROM yaitu pecahnya selaput ketuban
≥12 jam.

2.3 Epidemiologi

Insidensi Ketuban Pecah Dini yang terjadi pada usia kehamilan aterm sekitar 8-
10%.Pada janin cukup bulan, persalinan sering terjadi dalam 24 jam dalam 90%
kasus. Ketuban Pecah Dini pada beberapa kasus mengakibatkan prolaps tali
pusat(insidensi 1,5 %), Pada kebanyakan kasus mortalitas perinatal pada KPD
janin premature berhubungan dengan komplikasi prematuritas seperti Acute
Respiratory Distress Syndrome (ARDS). Pada usia ibu <20 tahun termasuk usia
yang terlalu muda dengan keadaan uterus yang kurang matur untuk melahirkan
sehingga rentan mengalami ketuban pecah dini. Rekomendasi WHO untuk usia
yang dianggap paling aman menjalani kehamilan dan persalinan adalah 20
hingga 30 tahun.

Ketuban pecah dini merupakan masalah penting yang berkaitan dengan komplikasi,
meliputi kelahiran kurang bulan, sindrom gawat napas, kompresi tali pusat,
korioamnionitis, solusio plasenta, sampai kematian janin yang meningkatkan
mortalitas dan morbiditas perinatal. Pasien yang mengalami ketuban pecah dini,
50%-75% akan mengalami persalinan secara spontan dalam waktu 48 jam, 33%
akan mengalami sindrom gawat napas, 32%-76% mengalami kompresi tali pusat,
13%-60% mengalami korioamnionitis, 4%-12% mengalami solusio plasenta, dan
1%-2% kemungkinan mengalami kematian janin. Semakin lama KPD, semakin
besar kemungkinan komplikasi yang terjadi.
2.4 Etiopatogenesis

Pecahnya ketuban pada saat persalinan secara umum disebabkan oleh adanya
kontraksi uterus dan juga peregangan yang berulang. Selaput ketuban pecah pada
bagian tertentu dikarenakan adanya perubahan biokimia, yang mengakibatkan
berkurangnya keelastisan selaput ketuban, sehingga menjadi rapuh dan terjadi
pada daerah inferior. Mekanisme terjadinya KPD dimulai dengan terjadinya
pembukaan premature pada serviks, lalu kulit ketuban mengalami devaskularisasi.
Setelah kulit ketuban mengalami devaskularisasi selanjutnya kulit ketuban
mengalami nekrosis sehingga jaringan ikat akan menyangga ketuban semakin
berkurang.

2.4.1 infeksi
Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini melalui beberapa mekanisme.
Beberapa flora vagina termasuk Streptokokus grup B, Stafilokokus aureus, dan
Trikomonas vaginalis mensekresi protease yang akan menyebabkan terjadinya
degradasi membran dan akhirnya melemahkan selaput ketuban.
Melemahnya daya tahan ketuban dipercepat dengan adanya infeksi yang
mengeluarkan enzim proteolitik dan kolagenase yang diikuti dengan ketuban pecah
spontan. Kumpulan matrix metalloproteinase (MMPs) adalah salah satu keluarga
enzim yang bertindak untuk merusak serat kolagen. Di sini prostaglandin juga
memacu produksi MMPs di leher rahim dan desidua untuk mempromosikan
pematangan serviks dan aktivasi membran desidua dan janin, MMPs-1 dan MMPs-
8 adalah kolagenase yang mendegradasikan kolagen tipe I, II dan III, sedangkan
MMPs-2 dan MMPs-9 merupakan gelatinase yang mendegradasikan kolagen tipe IV
dan V. Aktivitas MMPs sendiri diatur oleh inhibitor jaringan MMPs yaitu tissue
inhibitors of MMPs (TIMPs). Faktor yang sering dapat meningkatkan konsentrasi
MMPs adalah infeksi atau peradangan. Infeksi dapat meningkatkan konsentrasi
MMP dan menurunkan kadar TIMP dalam rongga ketuban melalui protease
yang dihasilkan langsung oleh bakteri, yang nantinya protease itu akan
mengakibatkan degradasi kolagen. Proinflamasi seperti IL-1 dan TNFα juga
dapat meningkatkan kadar MMP. Selaput ketuban yang tadinya sangat kuat
pada kehamilan muda, akan semakin menurun seiring bertambahnya usia
kehamilan, dan puncaknya pada trimester ketiga.

2.4.2 Gangguan Nutrisi


Terjadinya gangguan nutrisi merupakan salah satu faktor predisposisi adanya
gangguan pada struktur kolagen yang diduga berperan dalam ketuban pecah dini.
Sosio-ekonomi yang rendah berkaitan dengan status gizi yang kurang akan
meningkatkan insiden KPD. Mikronutrien lain yang diketahui berhubungan dengan
kejadian ketuban pecah dini adalah asam askorbat yang berperan dalam
pembentukan struktur triple helix dari kolagen. Zat tersebut kadarnya didapatkan
lebih rendah pada wanita dengan ketuban pecah dini.

2.4.3 Anemia
Anemia pada kehamilan adalah anemia karena kekurangan zat besi. Menurut
Depkes RI (2014), bahwa anemia pada ibu hamil berdasarkan hasil pemeriksaan
dapat digolongkan menjadi (1) HB > 11 gr %, tidak anemia, (2) 9-10 gr %
anemia sedang, (3) < 8 gr % anemia berat. Jika persediaan zat besi minimal,
maka setiap kehamilan akan mengurangi persediaan zat besi tubuh dan akhirnya
menimbulkan anemia. Pada kehamilan relatif terjadi anemia karena darah ibu hamil
mengalami hemodelusi atau pengenceran dengan peningkatan volume 30% sampai
40% yang puncaknya pada kehamilan 32 sampai 34 minggu. Ibu hamil dengan
anemia menyebabkan daya tahan tubuh dan suplai nutrisi ke janin menjadi
berkurang. Kadar hemoglobin yang rendah memungkinkan wanita hamil mudah
mengalami infeksi. Defisiensi nutrisi dapat mempengaruhi respon tubuh terhadap
infeksi dan kekuatan membran kolagen, abno rmalitas struktur kolagen dan
perubahan matriks ekstraseluler. Anemia mempengaruhi kekuatan respon tubuh
terhadap infeksi dan fungsi imun yang mengakibatkan penurunan kemampuan sel
pembunuh alamiah.
2.4.4 Perilaku Merokok

Kebiasaan merokok atau lingkungan dengan rokok yang intensitas tinggi dapat
berpengaruh pada kondisi ibu hamil. Rokok mengandung lebih dari 2.500 zat
kimia yang teridentifikasi termasuk karbonmonoksida, amonia, aseton, sianida
hidrogen, dan lain-lain. Merokok pada masa kehamilan dapat menyebabkan
gangguan seperti kehamilan ektopik, ketuban pecah dini, dan resiko lahir mati
yang lebih tinggi.

2.4.5 Hormon
Progesteron dan estradiol menekan proses remodeling matriks ekstraseluler pada
jaringan reproduktif. Kedua hormon ini didapatkan menurunkan konsentrasi MMP-
1 dan MMP-3 serta meningkatkan konsentrasi TIMP pada fibroblas serviks.
Tingginya konsentrasi progesteron akan menyebabkan penurunan produksi
kolagenase walaupun kadar yang lebih rendah dapat menstimulasi produksi
kolagen. Protein hormon relaxin juga berfungsi mengatur pembentukan jaringan
ikat dimana hormon ini diproduksi secara lokal oleh sel desidua dan plasenta.
Hormon ini mempunyai aktivitas yang berlawanan dengan efek inhibisi oleh
progesteron dan estradiol dengan meningkatkan aktivitas MMP-3 dan MMP-9
dalam membran janin. Aktivitas hormon ini meningkat sebelum persalinan pada
selaput ketuban manusia saat aterm. Peran hormon-hormon tersebut dalam
patogenesis pecahnya selaput ketuban belum dapat sepenuhnya dijelaskan.

2.4.6 Inkompetensia serviks

Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot-otot


leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit
membuka ditengah -tengah kehamilan karena tidak mampu menahan desakan
janin yang semakin besar. Inkompetensia serviks adalah serviks dengan suatu
kelainan anatomi yang disebabkan laserasi sebelumnya melalui ostium uteri atau
merupakan suatu kelainan kongenital pada serviks yang memungkinkan
terjadinya dilatasi berlebihan tanpa perasaan nyeri dan mules dalam masa
kehamilan trimester kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan
penonjolan dan robekan selaput janin serta keluarnya hasil konsepsi.

2.4.6 Tekanan intra uterin

Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan dapat
menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini, misalnya :

1) Trauma; berupa hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis

2) Gemelli

Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih. Pada
kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan, sehingga
menimbulkan adanya ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadi
karena jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih besar dan kantung (selaput
ketuban ) relative kecil sedangkan dibagian bawah tidak ada yang menahan
sehingga mengakibatkan selaput ketuban tipis dan mudah pecah.

2.5 Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala pada kehamilan yang mengalami KPD adalah keluarnya
cairan ketuban merembes melalui vagina. Aroma air ketuban berbau amis dan
tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes,
dengan ciri pucat dan bergaris warna darah. Cairan ini tidak akan berhenti atau
kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila anda duduk atau
berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya mengganjal atau
menyumbat kebocoran untuk sementara. Demam, bercak vagina yang banyak,
nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi
yang terjadi.
2.6 Diagnosis

Diagnosis dari KPD paling baik ditentukan dari hasil anamnesis pasien sesuai secret
seven dan fundamental four, diikuti dengan pemeriksaan dengan spekulum steril.
Pada beberapa kasus pemeriksaan USG dapat membantu menegakkan diagnosis.
Pemeriksaan dalam (vaginal toucher) sebaiknya tidak dilakukan jika dicurigai KPD
preterm (PPROM).

1. anamnesis
a. kapan dan berapa lama KPD
b. Tipe dan warna air ketuban yang keluar (bedakan
dengan urin, sekresi vagina maupun eksudat dari adanya
c. inflamasi)
d. Jumlah air ketuban yang keluar.
e. Tanda-tanda infeksi
f. Bau yang menyengat
g. Gerakan bayi

2. Pemeriksaan fisik

a. Palpasi abdomen

Palpasi abdomen pada kehamilan dapat dilakukan Untuk menilai


ukuran dan presentasi dari janin. Perhatikan apabila terdapat nyeri
perut saat di palpasi yang mengindikasikan adanya infeksi.

b. Pemeriksaan vagina

Melakukan pemeriksaan dengan menggunakan speculum steril.


Amati adanya penyatuan cairan ketuban pada bagian posterior fornix
vagina atau air ketuban melewati saluran serviks
c. Lakukan pemeriksaan Low Vaginal Swab (LVS)

Pemeriksaan Low Vaginal Swab (LVS) untuk keperluan


mikroskopik (Skrining bakteri Streptococcus Grup B dan
Chlamydia) dan dan sensitivitas.

3. USG
Pemeriksaan USG untuk usia kehamilan, perkembangan janin,
pertumbuhan dan estimasi Amniotic Fluid Index (AFI). Pemeriksaan
USG ini menyediakan tambahan yang berguna untuk diagnosis
oligohidramnion.

1. Pemeriksaan Lab
Pada beberapa kasus, perlu dilakukan tes laboratorium apabila pemeriksaan
sebelumnya belum cukup untuk mendiagnosis dan juga untuk
menyingkirkan kemungkinan lain keluarnya cairan dari vagina atau
perineum. Contoh pemeriksaan laboratorium diantaranya tes nitrazin/kertas
lakmus dan Amniotic fluid crystallization test (Fern test).

Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada ketuban pecah dini adalah:
1. Saat ketuban pecah ditentukan berdasarkan anamnesis diketahui pasti kapan
ketuban pecah.
2. Bila anamnesis tidak dapat memastikan kapan ketuban pecah, maka saat
ketuban pecah adalah saat penderita masuk rumah sakit.

Bila berdasarkan anamnesis pasti bahwa ketuban sudah pecah > 12 jam, maka
dikamar bersalin dilakukan observasi selama dua jam. Bila setelah dua jam
tidak ada tanda-tanda inpartu dilakukan terminasi kehamilan.. Pemeriksaan
dalam (vaginal toucher) sebaiknya dihindari kecuali direncanakan induksi
segera yang mana terbukti meningkatkan angka infeksi neonatus. Kriteria
klinis infeksi pada KPD adalah temperatur tubuh yang lebih dari 37,8 C
dengan durasi 24 jam atau lebih, nadi lebih atau sama dengan 100 kali per
menit, peningkatan WBC lebih dari 16.000/uL, sekresi vagina yang berbau,
uterin tendernes.

2.7 Penatalaksanaan

Prinsip utama penatalaksanaan KPD adalah untuk mencegah mortalitas dan


morbiditas perinatal pada ibu dan bayi yang dapat meningkat karena infeksi atau
akibat kelahiran preterm pada kehamilan dibawah 37 minggu.4 Penatalaksanaan
ketuban pecah dini memerlukan pertimbangan usia kehamilan, adanya infeksi pada
komplikasi ibu dan janin, dan adanya tanda-tanda persalinan. Prinsip penanganan
Ketuban Pecah Dini adalah memperpanjang kehamilan sampai paru-paru janin
matang atau dicurigai adanya atau terdiagnosis korioamnionitis. Selama observasi,
ibu harus diperiksa berkala untuk tanda-tanda infeksi intrauterine dan parameter
abnormal atau kombinasi keduanya yang dapat mengindikasikan infeksi
intrauterine.
1. KPD pada Kehamilan Aterm dan Mendekati Aterm (≥ 35 Minggu):
a. Diberikan antibiotika profilaksis yaitu Ampisilin 4 x 500 mg.
b. Dilakukan pemeriksaan "admision test" bila hasilnya patologis dilakukan
SC.
c. Observasi temperatur rektal setiap 3 jam, bila ada kecenderungan
meningkat, lebih atau sama dengan 37,6° C, segera dilahirkan.
d. Bila AT normal dan temperatur rektal < 37,60C, dilakukan observasi
tanda-tanda inpartu dalam waktu 12 jam, bila belum inpartu lakukan drip
oksitosin.
e. Bila terdapat komplikasi pada ibu seperti hipertensi dalam kehamilan,
leukosit >12.000, CRP >10mg/L dan pelvik skor <5, dipertimbangkan
melakukan menajemen aktif dengan cara:
1. Bila PS lebih atau sama dengan 5, dilakukan induksi dengan oksitosin
drip.
2. Bila PS kurang dari 5, dilakukan pematangan servik dengan
Misoprostol 25 µg setiap 6 jam pervaginam maksimal 2 kali pemberian,
bila PS baik dilakukan induksi dengan oksitosin drip 6 jam setelah dosis
terakhir.
2. KPD Pada Kehamilan Preterm (UK <35 mg) :
a. Perawatan di Rumah Sakit.
b. Hindari pemeriksaan servik secara digital, hanya boleh dilakukan
inspekulo dengan spekulum steril.
c. Dilakukan pemeriksaan USG untuk menilai presentasi janin, adanya
solutio plasenta, perkiraan berat janin, dan jumlah air ketuban.
d. Diberikan antibiotika : Ampicillin 4 x 500 mg atau eritromisin 3 x 500 mg
selama 7 hari.
e. Untuk merangsang maturasi paru diberikan kortikosteroid (untuk usia
kehamilan <35 minggu) : Deksametason 6 mg setiap 12 jam selama 2 hari.
f. Lakukan amnioinfusion setiap minggu selama perawatan konservatif
(sampai dengan 34 minggu) dilanjutkan tirah baring dengan posisi bokong
lebih tinggi.
1. Bila terdapat komplikasi pada ibu berupa hipertensi dalam kehamilan,
febris atau leukosit >12.000, CRP >10mg/L dipertimbangkan
melakukan menajemen aktif dengan cara:
2. Bila PS lebih atau sama dengan 5, dilakukan induksi dengan oksitosin
drip.
3. Bila PS kurang dari 5, dilakukan pematangan servik dengan
Misoprostol 25 µg setiap 6 jam pervaginam maksimal 2 kali pemberian,
bila PS baik dilakukan induksi dengan oksitosin drip 6 jam setelah dosis
terakhir.
g. Observasi di kamar bersalin :
1. Tirah baring selama 24 jam, selanjutnya dirawat di ruang obstetrik.
2. Dilakukan observasi temperatur rektal tiap 3 jam, bila ada
kecenderungan terjadi peningkatan temperatur rektal lebih atau sama
dengan 37,6° C, segera dilakukan terminasi
h. Di ruang Obstetri :
1. Temperatur rektal diperiksa setiap 6 jam.
2. Dikerjakan pemeriksaan laboratorium: leukosit, neutrofil count, marker
infeksi seperti: IL-6, CRP.
i. Bila fasilitas memungkinkan dilakukan tes pematangan paru (tes kocok)
pada umur kehamilan 32-34 minggu setelah pemberian kortikosteroid 2
hari, bila terbukti matang janin dilahirkan.
j. Tata cara perawatan konservatif
1. Dilakukan sampai janin viable
2. Selama perawatan konservatif, tidak dianjurkan melakukan pemeriksaan
dalam
3. Dalam observasi selama 1 minggu, dilakukan pemeriksaan USG untuk
menilai air ketuban. Bila air ketuban cukup, kehamilan diteruskan. Bila air
ketuban kurang (oligohidramnion), dipertimbangkan untuk terminasi
kehamilan.
4. Pada perawatan konservatif, pasien dipulangkan hari ke-7 dengan saran
sebagai berikut:
a. Tidak boleh koitus
b. Tidak boleh melakukan manipulasi vagina
c. Segera kembali ke RS bila ada keluar air lagi

Terminasi Kehamilan:
1. Induksi persalinan dengan drip oksitosin.
2. Seksio sesaria bila prasyarat drip oksitosin tidak terpenuhi atau bila drip
oksitosin gagal.

2.8 Komplikasi

Komplikasi ketuban pecah dini berhubungan dengan komplikasi, yang beberapa


dapat berpotensi mengancam nyawa, diantaranya:

1. Prolaps tali pusat (yang berakibat hipoksia dan asfiksia janin)

2.. Solusio plasenta

3. Infeksi

Pada KPD aterm, infeksi merupakan komplikasi yang sangat serius bagi Ibu
maupun janin. Risiko terjadinya Choorioamnionitis pada KPD telah dilaporkan
menurun 10% dan meningkat 40% setelah 24 jam setelah terjadinya KPD
(Emechebe et.al., 2015).

Menurut POGI (2014), komplikasi pada kejadian KPD dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Komplikasi ibu

Komplikasi tersering biasanya adalah infeksi intrauterine (endomyometritis atau


korioamnionitis yang nantinya berujung menjadi sepsis). Selain itu, komplikasi
lain yang ditimbulkan dari ketuban pecah dini terhadap ibu hamil dapat
menyebabkan: partus lama, atonia uteri, dan perdarahan post partum. Walaupun
dari sisi ibu belum menunjukkan adanya gejala dan tanda-tanda terjadinya
infesi,tapi kita harus tetap waspada, masih sangat memungkinkan janin sudah
terlebih dahulu terkena infeksi, dikarenakan prevalensi terjadinya infeksi
intrauterine lebih dahulu terjadi sebelum gejala pada ibu dirasakan.

2. Komplikasi persalinan dan janin

Salah satu komplikasi yang sering terjadi adalah persalinan lebih awal
(prematuritas). Masa pecahnya selaput ketuban sampai terjadinya persalinan
secara umum bersifat proporsional secara terbalik dengan usia gestasi pada
saat KPD terjadi. Apabila KPD terjadi dengan waktu yang sangat cepat, akan
berefek pada neonatus, di mana akan lahir hidup dapat mengalami sekuele seperti
malpresentasi, kompresi tali pusat, oligohidramnion, necrotizing enterocolitis,
gangguan neurologi, perdarahan intraventrikel, dan sindrom distress pernapasan.

2.8 Prognosis

Prognosis pada ketuban pecah dini sangat bervariatif tergantung pada usia
kehamilan, ada tidaknya infeksi, faktor risiko atau penyebab, dan ketepatan
diagnosis awal dan penatalaksanaannya. Prognosis dari KPD pada janin tergantung
pada waktu terjadinya KPD dan waktu terjadinya persalinan. Bagaimanapun,
umumnya bayi yang lahir antara 34 sampai 37 minggu mempunyai prognosis lebih
baik dibandingkan bayi yang lahir prematur.
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien


Nama : NKP
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat, tanggal lahir : Tabanan, 25 Mei 1995
Umur : 30 tahun
Pekerjaan : Bidan
Pendidikan : D3 Kebidanan
Agama : Hindu
Kebangsaan : Indonesia
Status : Menikah
No CM : 42068
Alamat : BR Dukuh Nyambe Kediri Tabanan
Tanggal MRS : 23 November 2018
Tanggal pemeriksaan : 23 November 2018

3.2. Anamnesis
Keluhan Utama
Keluar cairan per vaginam (+), sakit perut hilang timbul (+)

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ditemani suami ke VK RSUD Kabupaten Tabanan dengan
keluhan keluar cairan per vaginam sejak pukul 06.30 WITA. Pasien
mengatakan keluhan disertai keluar darah bercampur lendir. Gerak janin
dikatakan aktif seperti biasa. Keluhan lain seperti nyeri kepala, mual, muntal
dan demam disangkal oleh pasien, Riwayat trauma selama kehamilan
disangkal oleh pasien.
Riwayat Obstetri
Pasien mengalami menstruasi pertama kali pada usia 15 tahun. Pasien
mengatakan bahwa siklus menstruasi teratur setiap bulan, siklus 28-30 hari,
lama menstruasi 5-6 hari, volume sekitar 60ml (2-3 pembalut/hari). Saat
mengalami menstruasi pasien mengatakan tidak memiliki keluhan seperti
nyeri perut, perdarahan yang banyak, dan sebagainya. Hari Pertama Haid
Terakhir (HPHT) adalah 22/02/2018.

Riwayat Perkawinan
Pasien menikah 1 kali dengan lama pernikahan 7 tahun. Usia saat awal
menikah adalah 24 tahun.

Riwayat Kehamilan
1. 2012/ aterm/pspt B/ laki-laki/ dokter/3000
2. 2017/aterm/sc/perempuan/dokter/3600
3. Hamil ini

Riwayat Antenatal Care


Pasien mengaku telah melakukan kontrol kehamilan di puskesmas sebanyak
6 kali dan melakukan kontrol ke dokter kandungan sebanyak 4 kali. Selama
kontrol kehamilan pasien belum sempat mendapatkan imunisasi. Pasien
menggunakan kontrasepsi berupa pil dengan lama pemakaian 6 bulan.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mengatakan tidak pernah mengalami penyakit tekanan darah tinggi,
kencing manis, asma, penyakit jantung dan penyakit ginjal. Pasien juga
mengatakan tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat atau makanan
apapun.

Riwayat Sosial dan Keluarga


Penyakit sistemik lainnya di keluarga seperti hipertensi, diabetes melitus,
asma, penyakit disangkal. Pasien mengaku tidak pernah merokok dan
mengkonsumsi minum beralkohol. Pasien bekerja sebagai bidan dan untuk
dilingkungan rumah dan disekitar lingkungan rumah komunikasi pasien
dengan keluarga dan sekitarnya cukup baik.

3.3 Pemeriksaan Fisik


1. Status Present
Keadaan umum : Baik Kesadaran : E4V5M6(CM)
Tekanan Darah : 110/70 mmHg Nadi : 80x/menit
Respirasi : 20 x/menit Suhu tubuh : 36 °C
Tinggi badan : 159 cm Berat badan : 78 kg

2. Status General
Kepala : Mata : anemia -/-, ikterus -/-, isokor
Jantung : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)
Pulmo : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : ~ status ginekologi
Ekstremitas : edema tidak ada pada keempat ekstremitas, akral hangat

3. Status Kebidanan

Mammae
Inspeksi
Bentuk simetris
Hiperpigmentasi aerola mammae
Penonjolan glandula Montgomery (+)
Abdomen
Inspeksi
Tampak perut membesar, disertai adanya striae gravidarum, tidak tampak
bekas luka sayatan.
Palpasi
 Pemeriksaan Leopold
I. Tinggi fundus uteri setinggi 3 jari dibawah prosesus xipoideus. Teraba
bagian bulat dan lunak. Kesan bokong.
II. Teraba tahanan keras di kanan (kesan punggung) dan teraba bagian
kecil di kiri.
III. Teraba bagian bulat, keras dan susah digerakkan (kesan kepala).
IV. Bagian bawah belum masuk pintu atas panggul, konvergen.
 Tinggi fundus uteri : 36 cm
 TBJ : 3.875 gr
 His : 1x/10menit~15”
 Gerak janin : Positif
Auskultasi
Denyut jantung janin terdengar paling keras di sebelah kanan bawah
umbilikus dengan frekuensi 140 x/menit
Vagina
Vagina Toucher (Pk. 07.10 WITA tanggal 23 November 2018)
Dilatasi servix 1 cm, effacement 25 %, ketuban (-)
Teraba kepala, denom belum jelas, penurunan hodge I, tidak teraba bagian
kecil/ tali pusat.

3.4 Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium :
1. Darah Lengkap (23/11/2018)
Parameter Hasil Satuan Nilai Rujukan Keterangan

WBC 7.85 103/µl 3.6-11 N

NE% 63.2 % 40.0-74.0 N

LY% 25.2 % 19.0-48.0 N

MO% 99.3 % 3.40-9.00 H

AOS% 0.67 % 0.6-7.0 N

ASO% 0.581 % 0.0-1.5 N

HGB 10.5 g/dL 11.7-15.5 L

HCT 31.2 % 35.0-547.0 L

MCV 77.6 fL 82.0-92.0 L


MCH 26.2 Pg 27.0-31.0 L

MCHC 26.2 g/Dl 32-36 L

RDW 13.7 % 11.6-14.8 N

2. Pembekuan darah (11/11/2018)


Parameter Hasil Rujukan Satuan
BT 1’30” 1-3 menit
CT 7’30” 6-15 menit

3.5 Diagnosis
G3P2002 UK 39 Minggu 1 hari (HTA), Tunggal/Hidup, PK I Fase laten, LMR
(1x SC) KPD < 12 jam

3.6 Penatalaksanaan
Terapi:
 MRS
 IVFD NaCL 20 tetes per menit
 Ambacin 2 gr
 Monitoring: Keluhan, anda vital, DJJ
 Pro section sesarea
 KIE pasien dan keluarga mengenai keadaan pasien, diagnosis, dan rencana
penangangan, pengawasan lanjutan, komplikasi, dan prognosis.
3.7 Perjalanan Persalinan Penderita

23 November 2018 Pukul 07.05 WITA


S Pasien datang mengeluh keluar cairan per vaginam sejak pukul
06.30 WITA (23/11/2018), sakit perut hilang timbul (+) , gerak
janin (+) baik. Keluhan lain (-)
O Keadaan umum baik, kesadaran compos mentis
Status present :
- Tekanan darah : 110/70 mmHg
- Nadi : 80x/menit
- Respirasi : 20x/menit
- Suhu aksila : 36 oC
- Skor nyeri : 1

Status General :
Kepala : mata anemis (-/-)
Cor : S1 S2 tunggal, reguler, murmur (-)
Pulmo : Vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-
Abdomen : sesuai status obstetri
Ekstremitas : akral hangat +/+
+/+
Status obstetri :
Abdomen :
Tinggi fundus uteri 32 cm (3 jari dibawah pusat)
His (-)
DJJ 144x/menit
VT 23 November 2018 Pukul 07.05 WITA :
Dilatasi servik 1 jari, effacement 25 %, ketuban (-)
Teraba kepala, penurunan hodge I, tidak teraba bagian kecil/
tali pusat.
A G1P0000 UK 39 Minggu 1 hari (HTA) Tunggal/Hidup, PK I Fase
laten, KPD < 12 jam
P - Obervasi keluhan, tanda-tanda vital, dan DJJ
- cek DL, faal hemostasis
- IVFD NaCL 20 tetes per menit
- ambicin
23 November 2018 Pukul 09.00 WITA
S Sakit perut hilang timbul (+) , gerak janin (+) baik. Keluhan lain (-)
O Keadaan umum baik, kesadaran compos mentis
Status present :
- Tekanan darah : 110/70 mmHg
- Nadi : 88x/menit
- Respirasi : 20x/menit
- Suhu aksila : 36,5oC
- Skor nyeri : 1

Status General :
Kepala : mata anemis (-/-)
Cor : S1 S2 tunggal, reguler, murmur (-)
Pulmo : Vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-
Abdomen : sesuai status obstetri
Ekstremitas : akral hangat +/+
+/+
Status obstetri :
Abdomen :
Tinggi fundus uteri 36cm
His (-)
DJJ 140-145x/menit

VT 23 November 2018 Pukul 09.00 WITA :


Dilatasi servik 1 jari, effacement 25 %, ketuban (-)
Teraba kepala, penurunan hodge I, tidak teraba bagian kecil/ tali
pusat.
A G1P2002 UK 39 Minggu 1 hari (HTA) Tunggal/Hidup, PK I Fase
laten, KPD < 12 jam
P - Obervasi keluhan, tanda-tanda vital, dan DJJ
- Induksi persalinan diberikan drip oxytosin 10 IU dalam 500 cc
NaCl 8 tpm naik 10 tpm setiap 15 menit selama 5 jam.
23 November 2018 Pukul 10.30 WITA dilakukan SC

LAPORAN PARTUS

23 November 2018

Pk. 10.30 Pasien dipersiapkan diruang persiapan oleh anestesi. Dilakukan RA-
BSA, Pasien diposisikan dalam posisi supine di meja operasi,
Asepsis – antisepsis lapangan operasi dengan kassa betadine – kassa
steril, kemudian dipasang doek steril.

Pk. 10.45 Operasi mulai, Insisi midline dinding abdomen sampai menembus
peritoneum, Tampak uterus gravidarum, identifikasi SBR,
diputuskan dilakukan SCTP, Meliksir kepala pukul 07.39 WITA

Pk. 10.50 Lahir bayi laki-laki, berat badan 3900 gram, Apgar Score 7-8. Anus
(+)
Cavum uteri dibersihkan dengan kassa steril, Sudut insisi ujung
dijahit figure et eight dengan monosin-0, Luka insisi ujung dijahit
feston dengan monosin-0, Evaluasi perdarahan aktif tidak ada.
Kontraksi uterus baik, Evaluasi perdarahan aktif tidak ada, Luka
insisi dinding abdomen dijahit lapis demi lapis , Peritoneum dijahit
dengan monosin 3-0, Otot dijahit interruptus dengan monosin 3-0,
Fascia dijahit jelujur festoon dengan monosin 3-0, Lemak subkutan
dijahit interuptus dengan chrom 2-0, Kulit dijahit subcuticular
dengan monosin 3-0 , Tutup luka dengan sofra-tulle – kassa steril –
hipafiks.
Pk 11.15 : Operasi Selesai

Ass : P3003 post section ceasarea hari ke 0


Pdx : cek DL setelah 6 jam pasca operasi
Tx : IVFD RL 500cc + 20 IU oxytocin ~ 24 jam
Ondancentron 4 mg (k/p)
Drip pethidin 175 mg + KTM 20 mg dl. Aqra 20 cc  0,8 cc/jam
Ketorolac 30 mg @ 8 jam
Paracetamol 500 mg @ 6 jam
Anbacim 1 gr @ 8 jam PO
Asam tranexamat 1 g @8 jam IV, jika injeksi habis stop
Metylergometrin tab 0,125 mg @8 jam PO
Sulfat Ferosus tab 300 mg @24 jam PO
Mx : observasi 2 jam postpartum, keluhan, kontraksi, vital sign, BAK
spontan,perdarahan
KIE : ASI Esklusif
KB Post Partum
Mobilisasi dini
Bekas operasi higinie
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien inisial NKP, 30 tahun datang ke ruang bersalin kebidanan BRSUD


Tabanan pada tanggal 23 November 2018 pukul 07.05 WITA. Pasien mengeluh
keluar air pervaginam disertai keluar darah bercampur lender pukul 07.05 WITA
(23 November 2018), nyeri perut hilang timbul (+). Gerak anak dirasakan baik (+).
Diagnosis dari KPD paling baik ditentukan dari hasil anamnesis pasien
diikuti dengan pemeriksaan fisik. Dari anamnesis di dapatkan keluar air
pervaginam serta keluar darah bercampur lendir sejak kurang lebih 6 jam.
Didapatkan umur kehamilan 39 minggu 1 hari dari tafsiran persalinan berdasarkan
HPHT. Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan tanda vital dan general dalam batas
normal. Pemeriksaan abdomen ditemukan kesan bokong diatas, punggung di
kanan, anggota gerak di kiri, kesan kepala di bawah dan belum masuk ruang
panggul. Pemeriksaan dalam ditemukan pembukaan 1 cm, eff 25%, ketuban (-),
lunak anterior, teraba kepala denominator belum jelas, penurunan H I, tidak teraba
bagian kecil/tali pusat. Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik sesuai dengan
keluhan ketuban pecah dini. Ketuban Pecah Dini (KPD) atau Premature Rupture
of Membrane (PROM) didefinisikan sebagai pecahnya selaput ketuban pada
kehamilan lebih dari 20 minggu dan tanpa disertai tanda-tanda persalinan. KPD
dibagi menjadi KPD aterm dan preterm sesuai dengan usia gestasi. Patogenesis
KPD berhubungan dengan adanya hipermotilitas rahim yang sudah lama terjadi
sebelum ketuban pecah dini serta factor-faktor lain yang menjadi predisposisi.
Faktor risiko yang dikatakan berhubungan dengan terjadinya KPD adalah infeksi,
penurunan jumlah kolagen dari membran amnion, malpresentasi janin, distensi
uterus (kehamilan multiple, polihidramnion), inkompetensi serviks, riwayat
ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya, merokok dan status sosial
ekonomi rendah. Pada kasus ini, untuk faktor risiko tidak ditemukan dari
anamnesis dan pemeriksaan fisik serta laboratorium. Masalah gangguan nutrisi
juga tidak ditemukan, hal ini di buktikan dengan kenaikan berat badan pada pasien
cukup serta tidak ada keluhan mual dan muntah berlebih saat kehamilan. Masalah
hormonal masih belum bisa dieksklusi karena tidak diketahui kadar pasti hormon
dalam tubuh pasien. Pada anamnesis tidak ditemukan juga gangguan menstruasi
maupun penyakit kandungan lainnya. Masalah inkompetensi serviks tidak
ditemukan pada pasien ini, dari hasil anamnesis berupa posisi gerakan aktif bayi
dan pemeriksaan Leopold tidak ditemukan kelainan letak janin. Faktor risiko dari
kehamilan sebelumnya juga tidak ada keluhan tapi pada kehamilan kedua
dilakukan section sesarea karena makrosomia. Riwayat trauma pada abdomen
disangkal. Dapat disimpulkan bahwa pada pasien ini tidak ditemukan faktor risiko
yang menyebabkan terjadinya KPD.
Penatalaksanaan KPD aterm prinsipnya adalah pemberian antibiotik,
pencegahan komplikasi, observasi selama 12 jam untuk memutuskan dimulainya
induksi dan dilakukan terminasi sesuai indikasi. Pada pasien ini telah diberikan
antibiotik berupa ambicin 2 gr, observasi temperatur dan tanda-tanda infeksi untuk
mencegah terjadinya korioamnionitis. Pada pasien sudah terjadi pecah ketuban <
12 jam dengan PK I fase laten sehingga diberikan drip oxytosin untuk menginduksi
persalinan. Setelah 6 jam induksi tidak ada kemajuan fase sehingga dilakukan
section caesarea.
Komplikasi yang timbul akibat Ketuban Pecah Dini bergantung pada usia
kehamilan. Komplikasi tersering yang terjadi pada ibu biasanya adalah infeksi
intrauterine (endomyometritis atau korioamnionitis yang nantinya berujung
menjadi sepsis). Selain itu, komplikasi lain yang ditimbulkan dari ketuban pecah
dini terhadap ibu hamil dapat menyebabkan: partus lama, atonia uteri, dan
perdarahan post partum. Selain komplikasi pada ibu , terdapat juga komplikasi
saat persalinan dan pada janin dan apabila KPD terjadi dengan waktu yang sangat
cepat, akan berefek pada neonatus, di mana akan lahir hidup dapat mengalami
sekuele seperti malpresentasi, kompresi tali pusat, oligohidramnion, necrotizing
enterocolitis, gangguan neurologi, perdarahan intraventrikel, dan sindrom
distress pernapasan.
BAB V
KESIMPULAN

Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda-tanda persalinan mulai atau
inpartu. Ketuban pecah dini dapat terjadi pada atau setelah usia gestasi 37 minggu dan disebut
KPD aterm atau premature rupture of membranes (PROM) dan sebelum usia gestasi 37 minggu
atau KPD preterm atau preterm premature rupture of membranes (PPROM). Patogenesis KPD
berhubungan dengan adanya hipermotilitas rahim yang sudah lama terjadi sebelum ketuban pecah
dini serta faktor-faktor lain yang menjadi predisposisi. Faktor risiko yang dikatakan berhubungan
dengan terjadinya KPD adalah infeksi, penurunan jumlah kolagen dari membran amnion,
malpresentasi janin, distensi uterus (kehamilan multiple, polihidramnion), inkompetensi serviks,
memiliki riwayat persalinan premature, riwayat ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya,
merokok dan status sosial ekonomi rendah. Tanda dan gejala pada kehamilan yang mengalami
KPD adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina. Aroma air ketuban berbau
amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes,
dengan ciri pucat dan bergaris warna darah dan biasanya disertai demam bila sudah terdapat
infeksi.
prinsip utama penatalaksanaan KPD adalah untuk mencegah mortalitas dan morbiditas
perinatal pada ibu dan bayi yang dapat meningkat karena infeksi atau akibat kelahiran preterm
pada kehamilan dibawah 37 minggu sehingga dapat mencegah terjadinya komplikasi pada ibu,
pada saat persalinan dan pada janin. Dilaporkan suatu kasus pada perempuan berusia 30 tahun
dengan G1P2002 39 Minggu 1 Hari, Tunggal/Hidup, KPD < 12 jam. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada pasien ini, faktor
risiko terjadinya KPD belum dapat ditemukan. Penanganan pasien ini dengan antibiotic,
monitoring, dan KIE. Prognosis pasien ini cenderung baik karena keadaan pasien stabil sebelum
dan setelah persalinan.

Anda mungkin juga menyukai