Anda di halaman 1dari 17

STRATEGI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 latar Belakang Masalah


Faktor penentu keberhasilan program pendidikan salah satunya ditentukan oleh strategi
pembelajaran. Strategi pembelajaran bahasa sebagai bagian dari proses pembelajaran memasyarakatkan
langkah yang terencana dan sistematis. Tahapan tersebut melibatkan banyak variabel yang juga cukup
berpengaruh seperti pengajar, peserta didik, sarana dan prasarana.
Bagaimana merancang penyelenggaraan pembelajaran yang produktif dan kreatif dan bagaimana
menyusun strategi pembelajaran yang efektif? Kedua hal ini akan menjadi permasalahan yang akan
dibahas dalam makalah ini.
1.1.1 Pengertian Strategi
Strategi berasal dari kata Yunani strategia yang berarti ilmu perang atau panglima perang.
Berdasarkan pengertian ini, maka strategi adalah suatu seni merancang operasi di dalam peperangan,
seperti cara-cara mengatur posisi atau siasat berperang, angkatan darat, atau laut. Strategi dapat pula
diartikan sebagai suatu keterampilan mengatur suatu kejadian atau peristiwa.
Kata strategi sama maknanya dengan siasat, kiat atau taktik. Dalam arti umum menurut Gibbs
"Strategi adalah rencana untuk pencapaian tujuan yang telah ditetapkan dengan biaya sekecil mungkin".
Sedangkan menurut IVOR K. Davies "Strategi berarti rencana pokok mengenai pencapaian, beberapa
tujuan yang lebih umum".
Strategi pengajaran adalah siasat atau taktik yang harus dipikirkan/direncanakan guru untuk mencapai
tujuan pengajaran yang telah ditetapkan. Strategi pengajaran ini akan menampak pada dimensi
perencanaan ataupun pelaksanaan pengajaran. Dengan demikian cakupan strategi pengajaran sangat luas
meliputi:
a. TIK
b. Bahan pelajaran
c. Kegiatan belajar - mengajar (metode/teknik)
d. Media
e. Pengelolaan kelas
f. Penilaian.
Dalam konteks pengajaran, Menurut Gagne (1974), strategi adalah kemampuan internal
seseorang untuk berpikir, memecahkan masalah, dan mengambil keputusan. Artinya, bahwa proses
pembelajaran akan menyebabkan peserta didik berpikir secara unik untuk dapat menganalisis,
memecahkan masalah di dalam mengambil keputusan. Peserta didik akan mempunyai executive control
atau kontrol tingkat tinggi, yaitu analisis yang tajam, cepat, dan akurat. Sedangkan strategi secara
kognisi adalah sebagai proses berpikir induktif, yaitu membuat generalisasi dari fakta, konsep, dan
prinsip dari apa yang diketahui seseorang (Bell-gredler, 1986).
O’Malley dan Chamot (1990) mengemukakan pula bahwa strategi adalah seperangkat alat yang
berguna secara aktif yang melibatkan individu secara langsung untuk mengembangkan bahasa kedua
atau bahasa asing. Strategi sering dihubungkan dengan prestasi bahasa dan kecakapan dalam
menggunakan bahasa.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa strategi merupakan taktik atau
pola yang dilakukan oleh seorang pengajar dalam proses belajar bahasa, sehingga peserta didik dapat
lebih leluasa dalam berpikir dan dapat mengembangkan kemampuan kognitifnya secara mendalam
dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar.
Keseluruhan pengertian strategi di atas merujuk pada aspek perencanaan yang cermat, terukur,
dan dipersiapkan melalui mekanisme yang benar.
1.1.2 Pengertian Belajar
Dalam bahasa sederhana kata belajar dimaknai sebagai menuju ke arah yang lebih baik dengan
cara sistematis. Bruner mengemukakan proses belajar yang terdiri atas tiga tahapan, yaitu informasi,
transformasi, dan evaluasi. Tahap informasi adalah proses penjelasan, penguraian atau pengarahan
mengenai prinsip-prinsip struktur pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Tahap transformasi adalah
proses pengalihan atau perpindahan prinsip-prinsip struktur tadi ke dalam diri peserta didik. Proses
transformasi dilakukan melalui informasi. Namun, informasi harus dianalisis, diubah atau
ditransformasikan ke dalam bentuk yang lebih abstrak atau konseptual agar dapat digunakan dalam
konteks yang lebih luas. Dalam hal ini peranan dan bantuan pengajar sangat diperlukan.
Kata belajar berarti proses perubahan tingkah laku pada peserta didik akibat adanya interaksi
antara indvidu dan lingkungannya melalui pengalaman dan latihan. Perubahan ini terjadi secara
menyeluruh, menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.
1.1.3 Pengertian Strategi Belajar
Dari segi ruang lingkupnya, sebagian ahli beranggapan bahwa strategi belajar hanya mencakup
hal-hal yang berkaitan dengan proses internalisasi sistem bahasa, tetapi ada sebagian yang beranggapan
bahwa strategi belajar juga mencakup proses pemakaian bahasa untuk berkomunikasi.
Brown menekankan konsep strategi belajar sebagai tingkah laku yang tidak teramati di dalam
diri pembelajar. Brown membedakan antara strategi belajar (learning strategy) dan strategi komunikasi
(Communication strategy). Strategi belajar berkaitan dengan pemrosesan, penyimpanan, dan
pengambilan (retrieval) masukan pemerolehan bahasa sedangkan strategi komunikasi berkenaan dengan
keluaran pemerolehan bahasa. Terminologi strategi belajar dan strategi komunikasi dipakai untuk
menyatakan konsep yang sama.
Stern juga menekankan aspek kognitif yang tidak teramati. Stern memandang strategi belajar
sebagai kecenderungan atau sifat-sifat umum dari pendekatan yang digunakan oleh pembelajar bahasa
kedua. Dia memisahkan strategi belajar dari teknik belajar karena teknik belajar mengacu kepada
tingkah laku yang diamati. Selain itu, Nunan juga menafsirkan bahwa strategi pembelajaran sebagai
proses mental yang digunakan pembelajar untuk mempelajari dan menggunakan bahasa sasaran.
Dengan demikian, strategi pembelajaran sifatnya personal, berbeda dari satu individu ke individ
u lainnya karena merupakan proses mental yang tidak tampak. Strategi pembelajaran hanya bisa
diidentifikasi melalui manifestasi perilakunya.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran meliputi
kegiatan atau pemakaian teknik yang dilakukan oleh pengajar mulai perencanaan, pelaksanaan kegiatan
sampai tahap evaluasi serta program tindak lanjut yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk
mencapai tujuan tertentu, yaitu pengajaran.
Apabila dihubungkan dengan pengajaran bahasa Indonesia, maka strategi pembelajaran
bahasa adalah tindakan pengajar melaksanakan rencana mengajar bahasa Indonesia. Artinya,
usaha pengajar dalam menggunakan beberapa variabel pengajaran bahasa Indonesia, seperti
tujuan, bahan, metode dan alat, serta evaluasi agar dapat mempengaruhi para peserta didik
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dapat pula dikemukakan bahwa strategi pembelajaran bahasa Indonesia, yaitu pola keterampilan
pembelajaran yang dipilih dosen atau pengajar untuk melaksanakan program pembelajaran keterampilan
berbahasa Indonesia. Program tersebut dirancang agar dapat menciptakan situasi pembelajaran yang
memungkinkan peserta didik melakukan aktivitas mental dan intelektual secara optimal untuk mencapai
tujuan keterampilan berbahasa Indonesia yang terdiri atas keterampilan menyimak, keterampilan
berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan menulis.
1.1.4 Penggolongan Strategi Belajar
Strategi belajar menurut Huda (1999) dapat digolongkan atas beberapa cara. Pertama, strategi
belajar digolongkan atas strategi utama dan strategi pendukung, atau strategi langsung dan strategi tidak
langsung. Strategi utama dipakai secara langsung dalam mencerna materi pembelajaran, sedangkan
strategi pendukung dipakai untuk mengembangkan sikap belajar dan membantu pembelajar dalam
mengatasi gangguan, kelelahan, frustasi, dan sebagainya.
Kedua, strategi belajar dibedakan atas strategi kognitif dan strategi metakognitif. Strategi
kognitif dipakai untuk mengelola materi pembelajaran agar dapat diingat untuk jangka waktu yang
lama. Sedangkan strategi metakognitif adalah langkah yang dipakai untuk mempertimbangkan proses
kognitif, seperti monitoring diri sendiri dan penguatan diri sendiri.
Ketiga, strategi belajar dapat juga digolongkan atas strategi sintaksis dan strategi semantik.
Strategi sintaksis menggunakan kata fungsi, awalan, akhiran, dan penggolongan kata. Sedangkan
strategi semantik berhubungan dengan objek nyata, situasi, dan kejadian.
Sejumlah ahli menggolongkan pula strategi belajar atas strategi sosial dan strategi nonsosial.
Strategi belajar sosial berkaitan dengan upaya pembelajar mendapat kesempatan berbahasa sebanyak
mungkin, meningkatkan interaksi dengan penutur asli dan meningkatkan motivasi belajar. Termasuk ke
dalam kategori ini adalah cara bagaimana mengajukan pertanyaan, memberikan penjelasan, gerakan
badan, jarak badan dengan lawan bicara, dan sebagainya.
Subyantoro dkk (2004) mengungkapkan jenis-jenis utama strategi belajar dilihat dari
karakteristik belajar setiap individu yang terbagi atas:
a. strategi mengulang,
b. strategi elaborasi,
c. strategi komunikasi, dan
d. strrategi metakognitif.
a. Strategi mengulang
Strategi mengulang terdiri atas mengulang sederhana dan mengulang kompleks. Strategi
mengulang sederhana digunakan untuk sekedar membaca ulang materi tertentu dan hanya untuk
menghapal. Contohnya menghapal nomor telepon, arah tempat, waktu tertentu, daftar belanjaan, dan
sebagainya. Memori yang sudah ada di dalam pikiran dimunculkan kembali untuk kepentingan jangka
pendek, seketika, dan sederhana.
Penyerapan bahan belajar yang lebih kompleks memerlukan strategi mengulang kompleks.
Menggarisbawahi ide-ide kunci, membuat catatan pinggir, dan menuliskan kembali inti informasi yang
telah diterima merupakan bagian dari kegiatan mengulang kompleks.
b. Strategi Elaborasi
Strategi elaborasi adalah proses penambahan rincian sehingga informasi baru akan menjadi lebih
bermakna. Strategi elaborasi membantu pemindahan informasi baru dari memori di otak yang bersifat
jangka pendek ke jangka panjang dengan menciptakan hubungan dan gabungan antara informasi baru
yang pernah ada.
Beberapa bentuk strategi elaborasi adalah pembuatan catatan, analogi, dan PQ4R (preview:
membaca selintas denga cepat, question: bertanya, 4R: read, reflect, recite, dan review atau membaca,
merefleksi, menanyakan pada diri sendiri dan mengulang secara menyeluruh. Strategi PQ4R merupakan
strategi belajar elaborasi yang terbukti efektif dalam membantu peserta didik menghapal informasi
bacaan.
c. Strategi Organisasi
Strategi organisasi membantu pelaku belajar meningkatkan kebermaknaan bahan-bahan baru
dengan struktur pengorganisasian baru. Strategi organisasi terdiri atas pengelompokkan ulang ide-ide
atau istilah menjadi bagian yang lebih kecil. Strategi tersebut juga berperan sebagai pengidentifikasi ide-
ide atau fakta kunci dari sekumpulan informasi yang lebih besar. Bentuk strategi organisasi adalah
outlining, yakni membuat garis besar. Peserta didik belajar menghubungkan berbagai macam topik atau
ide dengan beberapa ide utama. Mapping, yang lebih dikenal dengan pemetaan konsep, dalam beberapa
hal daripada outlining. Mnemonics membentuk kategori khusus dan secara teknis dapat diklasifikasikan
sebagai satu strategi, elaborasi, atau organisasi. Mnemonics membantu pembentukan asosiasi, yang
secara alamiah tidak ada yang membantu pengorganisasian informasi menjadi memori kerja. Strategi
mnemonics terdiri atas pemotongan, akronim, dan kata berkait.
d. Strategi Metakognitif
Metakognitif berhubungan dengan berpikir peserta didik tentang berpikir mereka sendiri dan
kemampuan menggunakan strategi belajar dengan tepat. Metakognisi memiliki dua komponen, yakni
pengetahuan tentang kognisi dan mekanisme pengendalian atau monitoring kognisi. Metakognisi
mementingkan learning how to learn, yaitu belajar bagaimana belajar.
1.1.5 Strategi Pembelajaran Partisipatif
Selain strategi pembelajaran yang telah dikemukakan di atas, terdapat pula kegiatan
pembelajaran partisipatif yang muncul sebagai akibat dari penggunaan startegi pembelajaran
partisipatif. Kegiatan pembelajaran partisipatif dapat diartikan sebagai upaya pendidik untuk
mengikutsertakan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran partisipatif
mengandung arti ikut sertanya peserta didik di dalam program pembelajaran partisipatif.
Kegiatan pembelajaran partisipatif berakar pada nilai-nilai sosial dan norma-norma agama
yang telah mapan dalam kehidupan masyarakat. Selain itu, berakar pula pada tradisi dan adat istiadat
yang berlaku di masyarakat karena nilai-nilai agama, tradisi, dan adat istiadat yang tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat merupakan sumber-sumber potensial untuk berkembangnya proses
kegiatan pembelajaran partisipatif.
Di Indonesia, kegiatan pembelajaran partisipatif berakar pada nilai-nilai positif yang tumbuh
dalam kehidupan masyarakat yang diangkat dari makna mengenai status dan fungsi manusia dalam
kehidupan di masyarakat.
Selain itu, berbagai jenis strategi belajar mengajar dapat dikelompokkan juga berdasarkan
berbagai pertimbangan sebagai berikut.
1. Atas dasar pertimbangan proses pengolahan pesan
a. Strategi deduktif. Dengan strategi deduktif materi atau bahan pelajaran diolah dari mulai yang
umum, generalisasi atau rumusan, ke yang bersifat khusus atau bagian-bagian. Bagian itu dapat
berupa sifat, atribut atau ciri-ciri. Strategi
deduktif dapat digunakan dalam mengajarkan konsep, baik konsep konkret maupun konsep
terdefinisi.
b. Strategi Induktif. Dengan strategi induktif materi atau bahan pelajaran diolah mulai dari yang
khusus (sifat, ciri atau atribut) ke yang umum, generalisasi atau rumusan. Strategi induktif dapat
digunakan dalam mengajarkan konsep, baik konsep konkret maupun konsep terdefinisi.
2. Atas dasar pertimbangan pihak pengolah pesan
a. Strategi Ekspositorik. Dengan strategi ekspositorik bahan atau materi pelajaran diolah oleh guru.
Siswa tinggal "terima jadi" dari guru. Dengan strategi ekspositorik guru yang mencari dan
mengolah bahan pelajaran, yang kemudian menyampaikannya kepada siswa. Strategi
ekspositorik dapat digunakan di dalam mengajarkan berbagai materi pelajaran, kecuali yang
sifatnya pemecahan masalah.
b. Strategi Heuristik. Dengan strategi heuristik bahan atau materi pelajaran diolah oleh siswa.
Siswa yang aktif mencari dan mengolah bahan pelajaran. Guru sebagai fasilitator memberikan
dorongan, arahan, dan bimbingan. Strategi heuristik dapat digunakan untuk mengajarkan
berbagai materi pelajaran termasuk pemecahan masalah. Dengan strategi heuristik diharapkan
siswa bukan hanya paham dan mampu melakukan suatu pekerjaan sesuai dengan tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan, akan tetapi juga akan terbentuk sikap-sikap positif, seperti:
kritis, kreatif, inovatif, mandiri, terbuka. Strategi Heuristik terbagai atas Diskoperi dan Inkuiri.
3. Atas Dasar Pertimbangan Pengaturan Guru
a. Strategi seorang guru. Seorang guru mengajar kepada sejumlah siswa.
b. Strategi pengajaran beregu (Team Teaching). Dengan pengajaran beregu, dua orang atau lebih
guru mengajar sejumlah siswa.
Pengajaran beregu dapat digunakan di dalam mengajarkan salah satu mata pelajaran atau
sejumlah mata pelajaran yang terpusat kepada suatu topik tertentu.
4. Atas Dasar Pertimbangan Jumlah Siswa
a. Strategi Klasikal
b. Strategi Kelompok Kecil
c. Strategi Individual.
5. Atas Dasar Pertimbangan Interaksi Guru dengan Siswa.
a. Strategi Tatap Muka. Akan lebih baik dengan menggunakan alat peraga.
b. Strategi Pengajaran Melalui Media. Guru tidak langsung kontak dengan siswa, akan tetapi guru
"mewakilkan" kepada media. Siswa berinteraksi dengan media.
1.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimana merancang penyelenggaraan pembelajaran yang produktif dan kreatif?
b. Bagaimana menyusun strategi pembelajaran yang efektif?
1.3 Tujuan penulisan
a. Untuk mengetahui rancangan pembelajaran pembelajaran yang produktif dan kreatif.
b. Untuk mengetahui bagaimana cara menyusun strategi pembelajaran yang efektif.
1.4 Manfaat penulisan
a. Untuk mengetahui rancangan pembelajaran pembelajaran yang produktif dan kreatif.
b. Untuk mengetahui bagaimana cara menyusun strategi pembelajaran yang efektif.
BAB II
APLIKASI STRATEGI PEMBELAJARAN PARTISIPATIF
DALAM PROSES KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR
BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

Kegiatan pembelajaran partisipatif peserta didik dalam kelompok telah menjadi fenomena proses
pendidikan baik dalam jalur pendidikan sekolah maupun dalam jalur pendidikan luar sekolah. Agar
kegiatan pembelajaran dapat berjalan efektif dan melibatkan partisipasi peserta didik maka diperlukan
suatu strategi pembelajaran.
Kaitannya dengan bahasa, manusia tidak akan mampu mengungkapkan perasaannya,
menyampaikan keinginan, memberikan saran dan pendapat, bahkan sampai tingkat pemikiran seseorang
yang berkaitan dengan bahasa tanpa adanya bahasa. Semakin tinggi tingkat penguasaan bahasa
seseorang, semakin tinggi pula penggunaan bahasa dalam berkomunikasi.
Bahasa dituangkan dalam bentuk lisan maupun tulisan sebagai curahan ide, perasaan, pendapat,
dan sebagainya merupakan salah satu proses peningkatan kemampuan peserta didik dalam
berkomunikasi dengan mengupayakan berbagai metode dan teknik yang bervariatif dan inovatif
sehingga menciptakan situasi pembelajaran yang kondusif dan dinamis. Dengan demikian, diharapkan
akan tercipta bentuk komunikasi lisan antara peserta didik yang terpola melalui strategi pembelajaran
partisipatif.
2.1 Strategi Pembelajaran Partisipatif
2.1.1 Pengertian Operasional Kegiatan Pembelajaran Partisipatif (Participatory Learning)
Kegiatan pembelajaran partisipatif mengandung pengertian ikut sertanya peserta didik di dalam
program pembelajaran partisipatif. Keikutsertaan peserta didik itu diwujudkan dalam tiga tahapan
kegiatan pembelajaran, yaitu perencanaan program (program planning), pelaksanaan (program
implementation), dan penilaian (program evaluation) kegiatan pembelajaran.
Partisipasi pada tahap perencanaan adalah keterlibatan peserta didik dalam kegiatan
mengidentifikasi kebutuhan belajar, permasalahan dan prioritas masalah, sumber-sumber atau potensi
yang tersedia dan kemungkinan hambatan dalam pembelajaran. Kebutuhan belajar dinyatakan oleh
peserta didik dalam wujud keinginan yang dirasakan tentang pengetahuan, keterampilan, dan atau nilai
apa yang ingin dimiliki melalui kegiatan pembelajaran. Hasil identifikasi kebutuhan belajar tersebut
dapat dijadikan dasar bagi penyusunan jenis-jenis kebutuhan belajar untuk selanjutnya ditentukan
urutan prioritas kebutuhan belajar atas dasar kepentingan dan kesegeraannya untuk dipenuhi melalui
kegiatan belajar.
Partisipasi berikutnya adalah keterlibatan peserta didik dalam merumuskan tujuan belajar.
Tujuan belajar merupakan pernyataan mengenai perolehan belajar yang akan dicapai peserta didik
melalui kegiatan belajar. Untuk mencapai tujuan belajar tersebut maka ditetapkan program
pembelajaran yang mencakup bahan belajar, metode, dan teknik pembelajaran, evaluasi proses dan
hasil belajar, alat-alat dan fasilitas, waktu dan lain sebagainya. Singkatnya, keikutsertaan peserta didik
dalam tahap perencanaan meliputi identifikasi kebutuhan belajar, sumber-sumber yang tersedia, dan
kemungkinan hambatan-hambatan yang ditemui dalam kegiatan pembelajaran, penyusunan prioritas
pembelajaran, perumusan tujuan belajar, dan penetapan program kegiatan pembelajaran.
Partisipasif dalam tahap pelaksanaan adalah keterlibatan peserta didik dalam menciptakan iklim
yang kondusif dalam kegiatan belajar. Secara singkat dapat dikemukakan bahwa situasi kegiatan
pembelajaran yang dapat mengembangkan interaksi yang efektif dapat ditumbuhkan apabila peserta
didik ikut serta secara aktif dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran.
Partisipasi dalam tahap evaluasi program pembelajaran sangat penting. Evaluasi dapat dilakukan
dengan mengimpun, mengolah, dan menyajikan data atau informasi yang dapat dimasukkan dalam
pengambilan keputusan. Evaluasi dapat digunakan baik untuk penilaian pelaksanaan pembelajaran
maupun untuk penilaian pengelolaan program pembelajaran. Penilaian pelaksanaan pembelajaran
mencakup penilaian terahadap proses, hasil, dampak pembelajaran. Penilaian terhadap proses
pembelajaran untuk mengetahui sejauh mana kesesuaian antara proses yang telah direncanakan didik
dengan pelaksanaannya. Evaluasi terhadap pengelolaan program pembelajaran dilakukan untuk menilai
perencanaan, pelaksaanaan, dan pengembangan program pembelajaran. Hasil evaluasi melalui
partisipasi peserta didik diarahkan untuk menyajikan informasi yang objektif untuk kepentingan
perencanaan, pelaksanaan, hasil dan pengaruh program pembelajaran. Partisipasi dalam tahap evaluasi
ini bermanfaat bagi peserta didik untuk mengetahui sejauh mana perubahan yang telah dialami dan
dicapai oleh mereka melalui kegiatan pembelajaran partisipatif.
Tiga istilah yang berkembang dalam partisipasi ini ialah keikutsertaan peserta didik dalam
perencanaan partisipatif (partisipatory planning), keikutsertaan dalam pelaksanaan partisipatif
(partisipatory implementation), dan keikutsertaan dalam kegiatan evaluasi (partisipatory evaluation)
tentang program pembelajaran.
Penerapan partisipasi diarahkan supaya peserta didik melibatkan diri dalam ketiga tahapan
pembelajaran, karena pemenggalan partisipasi peserta didik hanya dalam salah satu tahapan
pembelajaran adalah peningkatan yang menyimpang dari konsep partisipasi itu sendiri. Dengan
demikian, partisipasi yang perlu dijadikan strategi dalam kegiatan pembelajaran ialah untuk terjadinya
keikutsertaan peserta didik secara aktif dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program
kegiatan pembelajaran.
2.1.2 Filsafat Tentang Proses Kegiatan Pembelajaran Partisipatif
Filsafat proses kegiatan pembelajaran partisipatif menyangkut tiga aspek, yaitu ontologi,
epistemologi, dan aksiologi. Ontologi berhubungan dengan kajian tentang kegiatan pembelajaran
partisipatif dilihat dari segi pengertiannya. Sebagaimana telah dikemukakan pada bahasan sebelumnya
bahwa pembelajaran partisipatif adalah keikutsertaan peserta didik bersama pendidik dalam kegiatan
perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran. Epistemologi berkaitan dengan kajian tentang
pembelajaran partisipatif dilihat dari tata urutan kegiatan pembelajaran itu sendiri. Kajian dilakukan
terhadap rincian aktivitas peserta didik dan pendidik yang dimulai sejak identifikasi kebutuhan belajar
sampai dengan penilaian terhadap pelaksanaan dan pengelolaan kegiatan pembelajaran. Aksiologi
berkenaan dengan kegunaan pembelajaran partisipatif bagi peserta didik, pendidik, lembaga atau
organisasi penyelenggara program pembelajaran, masyarakat, dan pendidikan pada umumnya.
Objek formal yang dikaji dalam pembelajaran partisipatif adalah kegiatan pembelajaran yang
sejalan dengan hakekat peserta didik dalam proses pengembangan sikap dan perilakunya yang harus
dan dapat berpartisipasi dalam aktivitas bersama. Sedangkan obyek material pembelajaran partisipatif
berhubungan dengan hakekat proses pembelajaran itu sendiri di mana dalam hal ini terjadi interaksi
antara pihak-pihak yang terlibat dalam pembelajaran, khususnya interaksi edukasi antara pendidik dan
peserta didik. Pendidik menitikberatkan perannya untuk membantu peserta didik melakukan kegiatan
belajar, sedangkan peserta didik adalah pelaku utama untuk melakukan kegiatan belajar dan
membelajarkan. Peserta didik dinyatakan harus berpatisipasi dalam kegiatan pembelajaran karena
untuk mencapai perubahan yang positif dan instruktif itu hanya dapat dilakukan secara efektif oleh
peserta didik melalui kegiatan belajar bersama orang lain dengan berpikir dan berbuat dalam dan
terhadap dunia kehidupannya. Peserta didik dapat berpartisipasi dalam pembelajaran karena mereka
memiliki potensi-potensi untuk berkembang serta untuk melakukan kegiatan bersama orang lain dalam
mencapai tujuan bersama.
Kajian filsafat terhadap pembelajaran partisipatif dapat dilakukan secara spekulatif, preskriptif,
dan analitik. Kajian secara spekulatif digunakan untuk menggambarkan pembelajaran partisipatif
secara menyeluruh (komprehensip) dilihat dari kaitannya dengan sistem pendidikan, proses
pembelajarannya, faktor-faktor pendukung dan keunggulan serta kelemahannya dalam interaksi
edukasi. Kajian secara preskriptif berkaitan dengan saran atau gagasan untuk penggunaan pembelajaran
partisipatif dilihat dari segi manfaatnya sebagai peningkatan proses dan mutu pendidikan serta
dampaknya bagi peserta didik dan masyarakat. Kajian secara analitik dapat digunakan baik untuk
merinci unsur-unsur pembelajaran partisipatif maupun untuk mencari dan memahami hubungan antar
berbagai unsur yang terlibat dalam pembelajaran partisipatif.
2.1.3 Prinsip-prinsip Pembelajaran Partisipatif
Sehubungan dengan kajian filosofis sebagaimana dikemukakan di atas, maka prinsip-prinsip
pembelajaran partisipatif bercirikan hal-hal berikut :
1) berdasarkan kebutuhan belajar (learning needs based);
2) berorientasi pada tujuan kegiatan pembelajaran (learning goals and objectives oriented);
3) berpusat pada peserta didik (partisipant centered)
4) berangkat dari pengalaman belajar (experiential learning)
(Sudjana, 2000 : 172-174)
1). Berdasarkan kebutuhan belajar (learning needs Based)
Kegiatan belajar partisipasi didasarkan atas kebutuhan belajar. Kebutuhan belajar
adalah setiap keinginan atau kehendak yang dirasakan dan dinyatakan oleh seseorang,
masyarakat, atau organisasi untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, nilai dan atau sikap
tertentu melalui kegiatan pembelajaran. Sumber informasi kebutuhan belajar adalah peserta
didik, masyarakat, dan atau organisasi yang fungsinya terkait dengan peranan dan tugas peserta
didik. Dengan perkataan lain, bagi peserta diidk yang mempunyai tugas pelayanan kepada
masyarakat yang dibina oleh suatu lembaga atau organisasi yang menyelenggarakan pelayanan
tersebut berupa kebutuhan belajar itu dapat pula diidentifikasi dari lembaga yang memberi tugas
kepada peserta didik serta dari masyarakat yang menjadi sasaran layanan peserta didik.
Pentingnya kebutuhan belajar didasarkan atas asumsi bahwa peserta didik akan belajar
secara efektif apabila semua komponen program peljaran dapat membantu peserta didik untuk
memenuhi kebutuhan belajarnya. Upaya untuk memenuhi kebutuhan belajar inilah yang menjadi
indikator bagi penyusunan dan pengembangan kegiatan pembelajaran partisipatif.
2) Berorientasi pada Tujuan kegiatan pembelajaran (learning goals and objectives oriented)
Prinsip ini mengandung arti bahwa kegiatan pembelajaran partisipatif direncanakan dan
dilaksanakan untuk mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam
perencanaan, tujuan belajar disusun dan dirumuskan berdasarkan kebutuhan belajar. Tujuan
belajar disusun dengan mempertimbangkan latar belakang pengalaman peserta didik, potensi yang
dimilikinya, sumber-sumber yang tersedia pada lingkungan kehidupan mereka, serta
kemungkinan hambatan dalam kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu, kebutuhan belajar potensi
dan sumber-sumber serta kemungkinan hambatan perlu diidentifikasi terlebih dahulu supaya
tujuan belajar dapat dirumuskan secara tepat dan proses kegiatan pembelajaran partisipatif dapat
dirancang dan dilaksanakan dengan efektif.
3) Berpusat pada peserta didik (participant centered)
Proses kegiatan pembelajaran partisipatif yang berpusat pada peserta didik mengandung
makna bahwa kegiatan pembelajaran yang dilakukan disesuaikan dengan latar belakang kehidupan
peserta didik. Hal tersebut menjadi perhatian utama dan dijadikan dasar dalam penyusunan rencana
kegiatan pembelajaran partisipatif yang mencakup antara lain, langkah-langkah, materi, fasilitas, alat
bantu, evaluasi proses, keluaran, dan pengaruh pembelajaran. Latar belakang kehidupan meliputi
latar belakang pendidikan, tugas atau pekerjaan, pergaulan, agama, dan lain sebagainya.
Peserta didik diikutsertakan dalam kegiatan identifikasi kebutuhan belajar, sumber-sumber,
dan kemungkinan hambatan serta dalam kegiatan merumuskan tujuan belajar. Peserta didik tidak
hanya bertindak sebagai responden dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan
dengan kebutuhan belajar, tetapi mereka pun diberi peran dalam menyusun alat-alat atau instrument
pengumpulan data yang digunakan untuk mengidentifikasi kebutuhan belajar. Begitu juga dalam
kegiatan evaluasi terhadap pembelajaran. Dalam tahap pelaksanaan kegiatan pemebalajaran, para
pesersa didik ikut serta dalam mengembangkan bahan belajar yang cocok dengan kebutuhan belajar
dan tempat untuk mencapai tujuan belajar.
4) Berangkat dari pengalaman belajar (experient learning)
Prinsip ini memberi arah bahwa kegiatan pembelajaran partisipatif disusun dan dilaksanakan
dengan berangkat dari hal-hal yang telah dikuasai peserta didik atau dari pengalaman yang telah
dimiliki peserta didik. Prinsip ini pun berkaitan dengan pengalaman di dalam melaksanakan tugas
dan pekerjaan serta dalam cara-cara belajar yang biasa dilakukan peserta didik.
Proses kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan peserta didik yang dilakukan secara
bersama dalam situasi pengalaman nyata baik pengalaman dalam tugas yang dilakukan dalam
kehidupan sehari-hari maupun pengalaman yang diangkat dari tugas dalam lingkungan pekerjaan.
Untuk itu, pendekatan yang dilakukan dalam proses kegiatan proses pembelajaran partisipatif adalah
pendekatan pemecahan masalah karena pemecahan masalah adalah pembelajaran yang lebih banyak
menumbuhkan partisipasi peserta didik.
Adapun model strategi partisipatif yang dikemukakan Crone dan Hunter (1980) dilaksanakan
ke dalam empat langkah kegiatan (Sudjana, 2001:19). Langkah pertama adalah mempersiapkan
kelompok belajar. Ke dalam langkah ini temasuk upaya mengumpulkan aspirasi atau harapan peserta
didik terhadap program pelatihan, pembinaan keakraban, dan kerja sama di antara mereka serta sub- -
sub kelompok.
Langkah kedua ialah mengidentifikasi kebutuhan belajar dan menganalisis tujuan pelatihan.
Kegiatannya mencakup pengumpulan informasi tentang kebutuhan belajar para peserta didik dari
para peserta didik, masyarakat yang menjadi layanan peserta didik, dan lembaga yang berkaitan
dengan tugas dan aktivitas peserta didik. Analisis tujuan pelatihan didasarkan atas kebutuhan-
kebutuhan belajar tersebut. langkah ketiga adalah menyusun dan mengembangkan bahan belajar
serta memilih metode dan teknik pembelajaran. Kegiatan ini mencakup analisis model tingkah laku
yang sedang dan akan ditampilkan oleh peserta didik menentukan bahan belajar dan tahapan
pembelajaran, serta memilih metode dan teknik-teknik pembelajaran.
Langkah keempat, yaitu menilai pelaksanaan dan hasil pelatihan. Termasuk ke dalam kegiatan
ini adalah menentukan strategi evaluasi terhadap proses dan hasil pelatihan. langkah-langkah
tersebut saling berkaitan yang satu dengan yang lain.
Lebih lanjut Sudjana (2001: 65) mengemukakan tahapan yang dapat ditempuh dalam kegiatan
partisiptif; yaitu:
l. tahapan pembinaan keakraban
2. tahap identitikasi kebutuhan, sumber, dan kemungkinan hambatan
3. tahap perumusan tujuan belajar
4.tahap penyusunan program kegiatan belajar
5.tahap pelaksanaan kegiatan pembelajaran
6. tahap penilaian proses dan hasil
2.1.4 Landasan Teoritis Kegiatan Pembelajaran Partisipatif
Ditinjau dari teori belajar, kegiatan pembelajaran partisipatif dilandasi oleh berbagai teori di
antaranya, teori asosiasi dan teori medan.
Teori Asosiasi oleh Thondike, kemudian oleh James Wattson dan William James. Menurut
teori ini, kegiatan belajar akan efektif apabila interaksi antara peserta didik dilakukan melalui stimulus
dan respons. Kegiatan pembelajaran adalah proses menghubungkan proses S dan R. Berdasarkan
teori ini, makin giat peserta belajar dan makin tinggi kemampuannya dalam menghubungkan stimulus
dan respons maka makin efektif pula kegiatan pembelajaran.
Prinsip-prinsip yang digunakan dalam teori ini ialah kesiapan, latihan, dan pengaruh. Prinsip
kesiapan menekankan perlunya motivasi yang tinggi pada peserta didik untuk mengubungkan
stimulus dan respons. Apabila motivasi ini telah tumbuh maka peserta didik akan melakukan kegiatan
pembelajaran dengan penuh perhatian, bersemangat, tanpa paksaan, dan dalam suasana
menyenangkan. Kegiatan pembelajaran yang penuh dengan perhatian dan tanpa paksaan akan
meningkatkan intensitas kegiatan pembelajaran. Tujuan belajar yang telah diketahui oleh peserta didik
akan mendorong mereka untuk melakukan kegiatan pembelajaran. Prinsip kegiatan ini berhubungan
erat dengan prinsip pengaruh.
Prinsip kedua yaitu latihan mengandung makna bahwa peserta didik sendirilah yang melakukan
kegiatan belajar secara berulang-ulang dalam menghubungkan stimulus dan respons yang dialami.
Tanpa perbuatan atau latihan maka kegiatan menghubungkan stimulus dan respons akan lemah bahkan
mungkin akan hilang tanpa bekas.
Prinsip pengaruh adalah prinsip yang paling penting dalam teori asosiasi. Prinsip ini
berhubungan dengan hasil kegiatan dan manfaat yang dirasakan langsung oleh peserta didik dalam
kegiatannya. Untuk menopang pengaruh langsung kegiatan pembelajaran hendaknya diwarnai oleh
suasana yang menyenagkan dengan pemberian motivasi yang dilakukan melalui penghargaan atau
hadiah. Jadi, dapat disimpulkan bahwa teori asosiasi berguna untuk mengembangkan kegiatan
partisipatif yaitu supaya peserta didik melakukan respons terhadap stimulus yang dipelajari.
Menurut teori Medan kegitan pembelajaran akan efektif apabila peserta didik merasa butuh
akan belajar, menyadari bahwa belajar itu penting bagi perubahan dirinya, serta ikut ambil bagian secara
aktif dalam merancang apa yang akan dipelajari, menenetukan cara-cara dalam mempelajari dan
merasakan manfaat apa yang dapat diperoleh dari kegiatan pembelajaran. Implikasi dari teori ini adalah
bahwa peserta didik tidak melakukan kegiatan pembelajaran secara perorangan tetapi ia belajar
bersama orang lain dalam kelompok, dengan kegiatan berpikir untuk berbuat di dalam dan terhadap
dunia kehidupannya.
2.1.5Ciri-ciri Kegiatan Pembelajaran Partisipatif
Ditinjau dari segi interaksi antara pendidik dan peserta didik maka proses kegiatan
pembelajaran partisipatif ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut :
1. Pendidik menempatkan diri pada kedudukan yang tidak serba mengetahui, ia
memandang peserta diddik sebagai sumber yang bermanfaat,
2. Pendidik memainkan peran untuk membantu peserta didik,
3. Pendidik melakukan motivasi terhadap peserta didik,
4. Pendidik sekaligus menempatkan dirinya sebagai peserta didik selama kegiatan
pembelajaran.
5.Pendidik dan peserta didik bertukar pikiran mengenai isi, proses, dan hasil pembelajaran serta cara-cara
dan langkah-langkah pengembangan pengalaman belajar.
6. Pendidik berperan untuk membantu peserta didik dalam menciptakan situasi yang kondusif.
7. Pendidik mengembangkan kegiatan pembelajaran kegiatan berkelompok memperhatikan minat
perorangan, dan mengoptimalkan respons terhadap stimulus.
8.Pendidik mendorong peserta didik untuk meningkatkan semangat berprestasi.
9. Pendidik mendorong dan membantu peserta didik utnuk mengembangkan kemmapuan pemecahan
masalah.
2.2. Kegiatan Belajar Mengajar Bahasa Indonesia
Dalam proses kegiatan belajar mengajar bahasa Indonesia, terdapat beberapa keterampilan berbahasa
yang menjadi tolak ukur keberhasilan pengajaran dan pembelajaran bahasa baik bahasa Indonesia maupun
bahasa asing. Keterampilan berbahasa tersebut terdiri atas keterampilan menyimak, keterampilan berbicara,
keterampilan membaca, dan keterampilan menulis.
2.2.1 Strategi Pembelajaran Keterampilan Menyimak
Keterampilan menyimak merupakan salah satu bentuk keterampilan berbahasa yang bersifat reseptif.
Langlah pertama dalam kegiatan keterampilan menyimak adalah adanya proses psikomotorik untuk
menerima gelombang suara melalui telinga dan mengirimkan impuls-impuls yang sudah diterima ke dalam
otak. Hal ini merupakan permulaan dari suatu unteraksi ketika otak bereaksi terhadap impuls-impuls tadi untuk
mengirimkan sejumlah mekanisme kognitif dan afektif yang berbeda.
Terdapat delapan proses dalam kegiatan menyimak ( Brown 1995, dalam Iskandar, 2008:227) yakni:
1) Memproses raw speech dan menyimpan image darinya dalam short term memory
2) Menentukan tipe pembicaraan
3) Mencari maksud dan tujuan pembicara dengan mempertimbangkan bentuk dan jenis
pembicaraan, konteks, dan isi
4) Me-recall latar belakang informasi
5) Mencari arti literal pesan yang didengar dengan melibatkan kegiatan interpretasi
semantik
6) Menentukan arti yang dimaksudkan
7) Mempertimbangkan kelayakan penyimpanan informasi yang diperoleh
8) Menghapus pesan yang telah diperoleh
Strategi pembelajaran keterampilan menyimak berkembang dengan muculnya teknologi perekaman
seperti kaset, CD, video, dan lain-lain. Dalam hal ini, unsur penting yang fundamental dalam semua interaksi
adalah keterampilan untuk memahami apa yang diucapkan oleh pembicara.
Pada dasarnya, menyimak bukan merupakan kegiatan yang pasif melainkan kegiatan aktif dalam
mengkonstruksikan suatu pesan dari suatu arus bunyi sebagai potensi fonologis, semantik, dan sintaksis suatu
bahasa.
Dalam proses tersebut dapat dibedakan dua aspek tujuan menyimak, yaitu:
a) Persepsi, merupakan ciri kognitif dari proses mendengarkan yang didasarkan pada pemahaman
pengetahuan tentang kaidah-kaidah kebahasaan
b) Resepsi, merupakan pemahaman pesan atau penafsiran pesan yang dikehendaki oleh pembicara.
Pola kegiatan belajar mengajar dapat dilakukan seperti yang dikemukakan Kemp (1977, dalam Iskandar
2008:230) sebagai berikut:
1) Identifikasi, yakni peserta didik mempersepsi bunyi-bunyi dan frase-frase dengan
mengidentifikasi unsur-unsur secara langsung dan holistik terhadap artinya
2) Identifikasi dan seleksi tanpa retensi, peserta didik mendengarkan untuk kesenangan
memahami, mencarikan sekuen, tanpa dituntut untuk mendemonstrasikan pemahaman melalui penggunaan
bahasa secara aktif.
3) Identifikasi dan seleksi terarah dengan retensi terbatas
4) Identifikasi dan seleksi dengan retensi yang memerlukan waktu yang panjang
Keempat pola menyimak tersebut dapat diterapkan pada tingkat belajar permulaan, menengah, dan
lanjutan dengan metode dan teknik yang disesuaikan dengan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
pencapaian tujuan pembelajaran. Kegiatan belajar mengajar menyimak untuk ketiga tingkat belajar tersebut
dapat dipergunakan metode dan teknik:
a) Menyimak murni
b) Wicara
c) Visual
d) Gerakan
e) Menulis
Identifikasi Identifikasi Identifikasi
Identifikasi seleksi tanpa seleksi terarah, seleksi, retensi
retensi retensi pendek panjang
Mendengarkan Mendengarkan
Diskriminasi Mendengarkan
pengajar atau pengajar
ciri gaya bicara, pembacaan
teman menuturkan
aksen daerah, naskah lakon
Aural menuturkan informasi yang
ragam bahasa yang belum
peristiwa melatar
lewat tape, pernah dipelajari
menarik dalam belakangi suatu
lakon, radio sebelumnya
suatu perjalanan berita
Mendengarkan
Memberikan
Mendengarkan suatu cerita, Menjawab
saran
dan kemudian pertanyaan
mengganti
mendiskusikan memberikan dengan
Wicara kata-kata yang
laporan lisan intisarinya mendengarkan
tak tepat darei
dari mahasiswa dengan kalimat- suatu passage
cerita yang
lain kalimat efektif yang panjang
telah dibacakan
secara lisan
Mendengarkan
Menjawab
suatu bagian
pertanyaan
Transkripsi dialog, Menuliskan
setelah
rekaman kemudian masalah
mendengarkan
Menuliskan ucapan asli mengarang kebudayaan
cerita atau
yang belum dengan yang baru saja
wawancara
diedit memberikan didiskusikan
dengan
konteks dan
menuliskan
konklusi
Mendengarkan Mendengarkan
narasi Mendengarkan suatu
Mengikuti
sederhana lalu instruksi untuk narasi,kemudian
instruksi untuk
Gerakan mengangkat tugas melakukan
melakukan
tangan ketika menampilkan gerakan tertentu
seuatu
sesuatu unsur sesuatu seuai dengan
disebut yang ditetapkan
Memilih kata-
Mendengarkan
kata pungutan Menerima soal-
sebuah cerita
dengan cepat soal objektif, Memilih baris-
yang dibaca
dari daftar kemudian baris pikiran yang
Visual orang lain untuk
kacau sambil memilih bersifat paling
memperbaiki
mendengarkan jawaban sambil utama
teknik
pembacaan mendengarkan
membaca
teks.

Pada prinsipnya, strategi pembelajaran menyimak dapat memilih salah satu atau campuran dari ketiga
pola KBM umum, sehingga bentuknya kurang lebih sebagai berikut,
1) Pemerian informasi tertentu kepada peserta didik mengenai apa dan bagaimana
menyimak menurut jenis dan tahap aktivitas, kemudian diikuti demonstrasi.
2) Interaksi. Pengajar memberi contoh dan peserta didik menirukan lagi dengan lebih
kreatif
3) Secara independen,tiap individu peserta didik bekerja sendiri dengan melakukan
kegiatan tertentu:
a). Menyimak rekaman model
b). Mengidentifikasi, mengklasifikasi, dan melakukan retensi tertentu sesuai dengan
tingkat keterampilan yang dipilih dari model
Menyimak bahasa merupakan suatu jenis mendengarkan dan menyimak yang meminta kesadaran
mental. Berikut dua belas tahapan kegiatan menyimak:
1) Mendengar
2) Mendengarkan
3) Memperhatikan
4) Membentuk imajinasi
5) Mencari simpanan masa lalu dalam gagasan
6) Membandingkan
7) Menguji isyarat-isyarat
8) Mengodekan kembali
9) Mendapatkan makna
10) Memasukkan ke dalam pikiran di saat-saat mendengarkan atau menyimak
11) Menginterpretasikan sesuatu yang disimak
12) Menirukan dalam pikiran
Alasan yang menyebabkan kurangnya perhatian terletak dalam tiga hal berikut:
a. menyimak dipandang sebagai suatu proses kematangan jiwa yang secara alamiah akan menjadi lebih baik
sewaktu anak berkembang menjadi lebih dewasa
b. ada beberapa penuntun, petunjuk, manual, atau program-program terstruktur lainnya untuk kegiatan
menyimak secara langsung
c. perbaikan pengajaran menyimak dipandang sebagai kewajiban setiap orang dan akhirnya tak seorang pun
pernah mencobanya

Dengan demikian, suatu strategi yang panjang rentangannya merupakan pertimbangan yang utama.
Begitupun dengan menyimak harus diajarkan secara sistematis sepanjang proses belajar berlangsung.
Keterampilan menyimak menurut Rost (1991:4) digambarkan sebagai beikut:

KETERAMPILAN
MENYIMAK

Kerampilan Keterampilan Keterampilan


Mempersepsi: Menganalisis: Menyintesis:
   M
Membedakan bunyi bahasa Mengidentifikasi enghubungkan penanda
 suatu gramatikal bahasa dengan penanda
Mengenali kata  lainnya
Mengidentifikasi suatu  M
pragmatis emanfaatkan latar belakang
pengetahuan

2.2.2 Strategi Pembelajaran Keterampilan Berbicara


Interaksi lisan ditandai oleh rutinitas informasi. Oleh karena itu, seorang pembicara perlu
mengasosiasikan makna, mengatur interaksi, siapa harus mengatakan apa, kepada siapa, kapan, dan tentang
apa.
Dalam konteks komunikasi, pembicara berlaku sebagai pengirim (sender), sedangkan penerima
(receiver) adalah penerima warta (message). Warta terbentuk oleh informasi yang disampaikan sender, dan
message merupakan reaksi dari penerima pesan, seperti halnya dalam bagan berikut ini

warta

pengirim pengirim

pengirim

Strategi pembelajaran berbicara merujuk pada prinsip stimulus-respon. Selama kedua variabel ini
dikuasai oleh pembicara, maka pembicara dapat dikategorikan memiliki kemampuan berbicara karena
keterampilan berbicara didasari oleh kepercayaan diri untuk berbicara wajar, jujur, benar, dan bertanggung
jawab dengan menghilangkan masalah psikologis seperti rasa malu, rendah diri, ketegangan, berat lidah, dan
lain-lain.
Rancangan program pengajaran untuk mengembangkan keterampilan berbicara dapat dilakukan dengan
kegiatan berikut:
1. Mengembangkan keterampilan bicara secara umum
2. Mengembangkan bicara secara khusus untuk membentuk model diksi dan ucapan, dan mengurangi
penggunaan bahasa nonstandar
3. Mengatasi masalah yang meminta perhatian khusus:
a. penggunaan bahasa ibu yang dominan
b. adanya problema kejiwaan, pemalu dan tertutup
c. adanya hambatan jasmani yang berkaitan dengan alat ucapnya
Dengan demikian, keterampilan berbicara harus mampu memberikan kesempatan kepada setiap
individu mencapai tujuan yang dicita-citakan. Tujuan keterampilan berbicara akan mencakup pencapaian hal-
hal berikut:
1. Kemudahan berbicara
2. Kejelasan
3. Bertanggung jawab
4. Membentuk pendengaran yang kritis
5. Membentuk kebiasaan
Tujuan keterampilan berbahasa tersebut dapat dicapai apabila program pengajaran dilandasi prinsip-
prinsip yang relevan dan pola KBM yang membuat para peserta didik secara aktif mengalami kegiatan belajar.
Prinsip-prinsip tersebut adalah pengintegrasian program latihan keterampilan berbicara.
Dari uraian di atas, pemilihan strategi atau gabungan metode dan teknik pembelajaran yang didasarkan
pada tujuan dan materi yang telah ditetapkan. Dalam hal ini, untuk melatih keterlibatan intelektual-emosional
peserta didik dapat dilakukan melalui kegiatan berikut
a. bermain peran
b. berbagai bentuk diskusi
c. wawancara
d. bercerita
e. pidato
f. laporan lisan
g. membaca nyaring
h. merekam bicara
i. bermain drama
Mengenai strategi pengajaran, pemakaian beberapa teknik dipandang lebih menguntungkan daripada
hanya menggunakan satu teknik saja. Begitupun dalam hal pendekatan digunakan secara bervariasi antara
pendekatan terkontrol dan pendekatan bebas. Kedua pendekatan ini dapat diberlakukan pada sejumlah teknik
yang dikehendaki, misalnya:
(1). Berbicara terpimpin
 Frase dan kalimat
 Satuan paragraf
 Dialog
 Pembacaan puisi
(2). Berbicara semi-terpimpin
 Reproduksi cerita
 Cerita berantai
 Menyusun kalimat dalam pembicaraan
 Melaporkan isi bacaan secara lisan
(3). Berbicara bebas
 Diskusi
 Drama
 Wawancara
 Berpidato
 Bermain peran
Konsep pembelajaran bahasa dapat digambarkan sebagai berikut:

Berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan


melalui bahasa lisan

penyimak pembicaraan media sarana pembicara

interaksi
2.2.3 Strategi Pembelajaran Keterampilan Membaca
Pengajaran membaca senantiasa memperhatikan kebiasaan cara berpikir teratur dan baik karena
membaca melibatkan proses yang cukup kompleks dan mental yang lebih tinggi, seperti ingatan, pemikiran,
daya khayal, pengaturan, penerapan, dan pemecahan masalah.
Tes kemampuan membaca merupakan tes keterampilan berbahasa yang bisa dilakukan dalam
pengajaran bahasa, baik dalam pengajaran bahasa pertama maupun bahasa kedua. Teknik pengukuran
kemampuan membaca diantaranya bentuk betul-salah, melengkapi kalimat, pilihan ganda, pembuatan ringkasan
atau rangkuman, cloze test,C-test, dan lain-lain.
Teknik yang umum digunakan biasanya bentuk tes pemilihan ganda. Namun, format tersebut sering
dikritik karena jawaban benar dapat diperoleh lebih dari satu cara, misalnya dengan cara menebak. Selain itu,
penilaian pun hanya berdasarkan pada jawaban yang benar saja tanpa melibatkan kemampuan membaca siswa.
Untuk mengatasi kritik tersebut, usaha pengukuran kemampuan berbicara dapat ditempuh dengan
mempergunakan lebih dari satu teknik. Misalnya, di samping menggunakan bentuk pilihan ganda juga dipakai
bentuk lainnya seperti teknik cloze.
Meski demikian, teknik tradisional masih dipergunakan oleh para pengajar karena masih relevan dengan
tuntutan keterampilan membaca para peserta didik. Hal ini biasanya dilakukan oleh pengajar dengan meminta
peserta didik untuk membaca teks selama waktu tertentu, kemudian mengajukan pertanyaan seperti apa jenis
teks yang dibaca? Siapa pengarangnya? Kapan dibuatnya? Mengapa? Bagaimana? Siapa? Keseluruhan
pertanyaan tersebut masih dilakukan karena masih relevan dengan tuntutan keterampilan membaca para peserta
didik.
Stretegi pembelajaran lain adalah dengan menggunakan teknik pemberian tugas. Tugas membaca dirumah
dengan waktu yang relatif lebih leluasa. Tuntutan keterampilan yang diminta pun lebih tinggi karena perbedaan
durasi membaca. Selain harus mampu pula mampu membuat ringkasan dari apa yang dibacanya.
2.2.4 Strategi Pembelajaran Keterampilan Menulis
Kemampuan menulis mengandalkan kemampuan berbahasa yang bersifat aktif dan produktif. Dengan
demikian agar peserta didik dapat memperlihatkan keterampilannya, maka perlu disiapkan tes yang baik yang
mampu menunjukkan kompetensi peserta didik.
Tes jenis karangan merupakan jenis tes yang memiliki kriteria kompleks. Meski demikian, penilaian
sebuah karangan bebas memiliki kelemahan pokok yakni rendahnya kadar objektivitas. Sebuah karangan yang
dinilai oleh dua orang atau lebih biasanya tidak akan sama skornya, bahkan apabila sebuah karangan dinilai
oleh seorang penilai dalam waktu dan kondisi yang berlainan kemungkinan perbedaan pemberian skor pun akan
terjadi. Bagaimanapun juga dan berapa pun kadarnya, unsur subjektivitas penilai akan tetap berpengaruh.
Dalam kaitan dengan penilaian karangan, beberapa kriteria diantaranya:
1. kualitas dan ruang lingkup isi;
2. organisasi dan penyajian isi;
3. komposisi;
4. kohesi dan koherensi;
5. gaya dan bentuk bahasa;
6. mekanik: tata bahasa, ejaan, tanda baca;
7. kerapian tulisan dan kebersihan ;
8. respon afektif pengajar terhadap karya tulis.
Penilaian yang dilakukan terhadap karangan siswa biasanya bersifat holistis, impresif, dan selintas,
maksudnya adalah penilaian yang bersifat menyeluruh berdasarkan kesan yang diperoleh dari membaca
karangan secara selintas (Nurgiyantoro, 2001 dalam Iskandarwassid 2008:250).
Strategi pengajaran bahasa Indonesia di tingkat SMA atau perguruan tinggi hendaknya bertujuan bukan
semata-mata untuk menghasilkan bahasa saja, melainkan bagaimana mengungkapkan gagasan dengan
menggunakan sarana bahasa tulis secara tepat. Dengan kata lain, kegiatan menulis haruslah yang mungkin
melibatkan unsur linguistik dan ekstralinguistik, serta mampu memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk tidak saja berpikir bagaimana menggunakan bahasa secara tepat, melainkan juga memikirkan gagasan-
gagasan apa yang akan dikemukakan. Hal ini akan mendidik peserta didik untuk mengkomunikasikan
gagasannya.
2.3 Aplikasi Pembelajaran Partisipatif di Sekolah Menengah Umum

Kelas : 5 XII
Bidang Studi : bahasa Indonesia
Standar Kompetensi : Membaca
kompetensi dasar : Membedakan fakta dan opini pada editorial dengan membaca intensif
Indikator
a. Siswa dapat membaca intensif sebuah editorial
b. Siswa dapat membedakan fakta dan opini
c. Siswa dapat mengungkapkan isi editorial
Waktu : 2 x 45 menit
Media pembelajaran : surat kabar harian
Kegiatan Perencanaan Pembelajaran
1. Guru harus memahami terlebih dahulu kompetensi dasar dan hasil belajar yang harus dikuasai oleh siswa.
2. Guru menyiapkan sumber belajar. Dari kompetensi dan hasil belajar yang harus dikuasi siswa tersebut, guru
memilih sumber belajar. Sumber belajar yang dipilih adalah buku bahasa Indonesia SMA kompeten bahasa
Indonesia.
3. Guru menentukan materi esensial.
Dari pokok bahasan tersebut di atas, guru harus menentukan materi-materi esensial yang memang
mendukung penguasaan kompetensi dan hasil belajar siswa. Materi esensial itu seperti berikut.
a. pengertian fakta dan opini
b. pengertian editorial
c. contoh fakta dan opini
Strategi Pelaksanaan Pembelajaran
Strategi pembelajaran yang efektif tidak akan terlepas dari adanya pendekatan dan metode yang
digunakan oleh guru dalam rangka mencapai tujuan belajar. Oleh karena itu, dalam pembelajaran ini, strategi
pelaksanaan pembelajarannya menggunakan pendekatan expository dan metode Buzz Group.
a) Pendekatan expository
Pendekatan expository adalah pendekatan yang menekankan pada penyampaian informasi yang
disampaikan guru kepada peserta didik. Pendekatan ini dipilih digunakan karena bahan belajar yang digunakan
bersifat informatif yaitu berupa konsep-konsep dan prinsip dasar yang perlu dipahami peserta didik secara pasti.
Secara umum, langkah-langkah penggunaan pendekatan expository adalah sebagai berikut:
a. Guru menyampaikan informasi mengenai konsep, prinsip-prinsip dasar serta contoh-cotoh konkritnya. Pada
langkah ini guru dapat menggunakan berbagai metode yang dianggap tepat untuk menyampaikan informasi,
salah satunya adalah metode Buzz group.
b. Pengambilan kesimpulan dari keseluruhan pembahasan baik dilakukan oleh guru atau peserta didik atau
bersama antara guru dengan peserta didik.
b) Metode Buzz group
a. Metode Buzz group, yaitu cara pembahasan suatu masalah yang pelaksanaannya peserta
didik dibagi dalam kelompok kecil antara tiga sampai enam orang membahas suatu masalah yang diakhiri
dengan penyampaian pembahasannya oleh setiap juru bicara pada kelompok besar.
b. Tujuan
Untuk melatih peserta didik dalam membahas suatu permasalahan yang dilakukan dalam kelompok
kecil dan dalam waktu yang singkat.
c. Langkah-langkah penggunaan
1) Guru menyampaikan permasalahan dan menjelaskan tugas-tugas yang harus dilaksanakan oleh warga
belajar.
2) Guru membagi warga belajar dalam kelompok kecil antara tiga sampai enam orang.
3) Setiap kelompok membahas permasalahan yang sudah ada.
4) setiap juru bicara dari setiap kelompok menyampaikan hasil bahasannya.
Pelaksanaan diskusi umum tentang permasalahan yang sudah dibahas oleh masing-masing kelompok
kecil.
Tahap 1 GURU

SELURUH PESERTA DIDIK

Tahap II PESERTA
PESERTA DIDIK
DIDIK
PESERTA
DIDIK
Tahap
III GURU

PESERTA PESERTA PESERTA


DIDIK DIDIK DIDIK
d. Kelebihan dan kelemahan
Kelebihan kelemahan
1. Peserta didik dilatih untuk 1. Kemungkinan ada keterbatasan
bertanggungjawab dalam gagasan karena setiap kelompok
memecahkan masalah dalam hanya terdiri atas tiga orang.
jumlah peserta didik yang kecil.

2. Peserta didik dilatih untuk 2. Kelompok kecil kemungkinan


mempunyai keberanian dalam hal hanya mencapai target selesai
mengemukakan pendapatnya. memecahkan masalah daripada
kualitas daripada hasil diskusinya
itu sendiri.
3. Lebih mengakrabkan di antara
peserta didik. 3. Dalam kelompok besar
kemungkinan ditemui berbagai
hasil pembahasan dari setiap
kelompok sehingga kesulitan
dalam hal mencapai kesepakatan.

Kegiatan awal Pembelajaran


1. Guru membuka pelajaran dengan mengucapkan salam.
2. Guru memeriksa kehadiran siswa.
3. Guru memberikan motivasi kepada siswa.
4. Guru memberikan apersepsi mengenai materi pelajaran yang akan dibahas dalam kegiatan inti.
Kegiatan Inti Pembelajaran
1. Guru menjelaskan pengertian membaca intensif.
2. Guru membagi peserta didik ke dalam beberapa kelompok yang terdiri atas tiga sampai enam orang.
3. Guru memberikan tugas untuk membedakan fakta dan opini yang terdapat dalam surat kabar dengan
membaca intensif.
4. Guru menyuruh siswa untuk mendiskusikannya dengan teman sekelompok yang telah ditentukan.
5. Guru menugaskan masing-masing kelompok untuk mengemukakan hasil diskusinya yang diwakili oleh
juru bicara masing-masing kelompok.
6. Guru menyuruh juru bicara masing-masing kelompok untuk mengomentari hasil diskusi ketika juru
bicara kelompok lain telah selesai menyampaikan hasil diskusinya.
Kegiatan Akhir Pembelajaran
1. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya apabila ada hal-hal yang kurang
dimengerti.
2. Guru menyimpulkan keseluruhan materi pelajaran yang telah dibahas.
3. Guru menutup pembelajaran.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Startegi pembelajaran merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan program pendidikan. Dalam
pelaksanaannya, cakupan strategi meliputi: TIK, bahan pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, media,
pengelolaan kelas, dan penilaian.
Strategi merupakan taktik atau pola yang dilakukan oleh seorang pengajar dalam proses belajar bahasa,
sehingga peserta didik dapat lebih leluasa dalam berpikir dan dapat mengembangkan kemampuan kognitifnya
secara mendalam dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar. Apabila dikaitkan dengan kegaitan belajar
dan pembelajaran bahasa, strategi dapat diartikan sebagai tindakan pengajar melaksanakan rencana mengajar
bahasa Indonesia dalam menggunakan beberapa variabel pengajaran bahasa Indonesia, seperti tujuan, bahan,
metode dan alat, serta evaluasi agar dapat mempengaruhi para peserta didik mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
Huda (1994) mengelompkkan strategi ke dalam tiga golongan. Pertama, strategi utama dan pendukung,
kedua strategi kognitif dan metakognitif, dan ketiga strategi sintaksis dan strategi semantik. Subyantoro dkk
(2004) mengungkapkan 4 jenis stratego dilihat dari karakteristik belajar setiap individu, yakni strategi
mengulang, strategi elaborasi, strategi komunikasi, dan strategi metakognitif. Dan beberapa jenis startegi
lainnya lagi.
Selain itu, ada pula kegiatan pembelajaran partisipatif sebagai akibat dari penggunaan strategi
pembelaran partisipatif yang menitikberatkan pada keikutsertaan peserta didik dalam proses pembelajaran.
Keikutsertaan peserta didik diwujudkan dalam tiga tahapan kegiatan pembelajaran, yaitu kegiatan perencanaan
program pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan kegiatan penilaian kegiatan pembelajaran. Objek formal
yang dikaji dalam pembelajaran partisipatif adalah kegiatan pembelajaran yang sejalan dengan hakekat peserta
didik dalam proses pengembangan sikap dan perilakunya, dan objek material pembelajaran partisipatif
berhubungan dengan hakekat proses pembelajaran yang melibatkan interaksi edukasi antara pendidik dan
peserta didik.
Dengan demikian strategi pembelajaran partisipatif dapat dipilih dosen atau pengajar untuk
melaksanakan program pembelajaran keterampilan berbahasa Indonesia. Strategi tersebut dirancang agar dapat
menciptakan situasi pembelajaran yang memungkinkan peserta didik melakukan aktivitas mental dan
intelektual secara optimal untuk mencapai tujuan keterampilan berbahasa Indonesia yang terdiri atas
keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan menulis.

DAFTAR PUSTAKA

Broto, Suryoso.1983.Sistem Pengajaran Dengan Modul.Yogyakarta: Bina Aksara


Iskandarwassid dan Dadang Sunendar. 2008. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Rooijakkers, Ade.1989. Mengajar Dengan Sukses. Jakarta: Pustaka Gramedia
Subana M. Dan Sunarti. Tanpa tahun. Strategi Belajar mengajar Bahasa Indonesia. Bandung: Pustaka Setia.
Sudjana, D.1983. Metoda dan Teknik Kegiatan Belajar Partisipatif. Bandung: Theme 76 Bandung.
Sudjana, D.2005.Strategi Pembelajaran.Bandung: Falah Production
Sudjana, D.Strategi Kegiatan Belajar Mengajar dalam Pendidikan Nonformal. Bandung: Theme
Uzer, Moh. Usman dan Lilis Setiawati.1993.Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar. Bandung: Remaja
Rosdakarya

Anda mungkin juga menyukai