Anda di halaman 1dari 10

FISIOLOGI PENGLIHATAN DAN MEKANISME MELIHAT

Untuk memenuhi tugas Keperawatan Medikal Bedah


Dosen: Liliek Wijayati, Ns., M.Kep

Disusun oleh: Kelompok 2


1. Rizka Dwi Septiantini 8. Fitria Febri Rakhmawati
2. Dwi Rimandani 9. Layla Yunita Eka P
3. Febri Arum Pangesti 10. Irfan Syaifuddin
4. Ana Ni Ayu Pratiwi 11. Fanny Yulia Sari
5. Vanessa Salvadilah 12. Krisdian Dwi Ireni
6. Anggitasari 13. Wahyu Anggit Pangesti
7. Popon Suryani 14. Nazmuddin Ali

STIKES AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP


D3 KEPERAWATAN 3B
2017/2018

1
A. MEKANISME PENGLIHATAN

Mata adalah alat indra kompleks yang berevolusi dari bintik-bintik peka sinar
primitive pada permukaan golongan invertebrate. Dalam bungkus pelindungnya, mata
memilki lapisan reseptor, system lensa yang membiaskan cahaya ke reseptor tersebut, dan
system saraf yang menghantarkan impuls dari reseptor ke otak.

Sumber cahaya
|
Masuk ke mata melalui kornea
|
Melewati pupil yang lebarnya diatur oleh iris
|
Dibiaskan oleh lensa
|
Terbentuk bayangan di retina yang bersifat nyata, terbalik, diperkecil
|
Sel-sel batang dan sel kerucut meneruskan sinyal cahaya melalui saraf optik
|
Otak membalikkan lagi bayangan yang terlihat di retina
|
Obyek terlihat sesuai dengan aslinya

2
Cahaya yang masuk melalui kornea diteruskan ke pupil. Pupil merupakan lubang
bundar anterior di bagian tengah iris yang mengatur jumlah cahaya yang masuk ke mata.
Pupil membesar bila intensitas cahaya kecil (bila berada di tempat gelap), dan apabila
berada di tempat terang atau intensitas cahayanya besar, maka pupil akan mengecil. Yang
mengatur perubahan pupil tersebut adalah iris, yang merupakan cincin otot yang
berpigmen dan tampak di dalam aqueous humor, iris juga berperan dalam menentukan
warna mata. Setelah melalui pupil dan iris, maka cahaya sampai ke lensa. Lensa ini
berada diantara aqueous humor dan vitreous humor, melekat ke otot–otot siliaris melalui
ligamentum suspensorium. Fungsi lensa selain menghasilkan kemampuan refraktif yang
bervariasi selama berakomodasi, juga berfungsi untuk memfokuskan cahaya ke retina.
Apabila mata memfokuskan pada objek yang dekat, maka otot–otot siliaris akan
berkontraksi, sehingga lensa menjadi lebih tebal dan lebih kuat. Dan apabila mata
memfokuskan objek yang jauh, maka otot–otot siliaris akan mengendur dan lensa
menjadi lebih tipis dan lebih lemah. Bila cahaya sampai ke retina, maka sel–sel batang
dan sel–sel kerucut yang merupakan sel–sel yang sensitif terhadap cahaya akan
meneruskan sinyal–sinyal cahaya tersebut ke otak melalui saraf optik. Bayangan atau
cahaya yang tertangkap oleh retina adalah terbalik, nyata, lebih kecil, tetapi persepsi pada
otak terhadap benda tetap tegak, karena otak sudah dilatih menangkap bayangan yang
terbalik itu sebagai keadaan normal.
Supaya benda terlihat jelas, mata harus membiaskan sinar–sinar yang datang dari
benda agar membentuk bayangan tajam pada retina. Untuk mencapai retina, sinar–sinar
yang berasal dari benda harus melalui lima medium yang indeks biasnya (n) berbeda:
udara (n=1,00), kornea (n=1,38), humor aqueous (n=1,33), lensa (n=1,40 (rata-rata)) dan
humor vitreous (n=1,34). Setiap kali sinar lewat dari satu medium ke medium yang lain,
sinar itu dibiaskan pada bidang batas.
Bagian terbesar dari daya bias mata bukan dihasilkan oleh lensa, akan tetapi
terjadi pada bidang batas antara permukaan anterior kornea dan udara, hal ini dapat
terjadi karena perbedaan indeks bias antara kedua medium ini cukup besar. Perbedaan
indeks bias yang kecil akan sangat menurunkan kekuatan pembiasan cahaya di kedua
permukaan lensa.

3
Mekanisme melihat adalah :
1. Cahaya masuk ke dalam mata melalui pupil.
2. Lensa mata kemudian memfokuskan cahaya sehingga bayangan benda yang
dimaksud jatuh tepat di retina mata.
3. Kemudian ujung saraf penglihatan di retina menyampaikan bayangan benda tersebut
ke otak.
4. Otak kemudian memproses bayangan benda tersebut sehingga kita dapat melihat
benda tersebut.
Gangguan/Kelainan pada Sistem Penglihatan Mata manusia dapat mengalami
kelainan
Beberapa kelainan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Mata miopi (rabun dekat)

Bayangan yang Terbentuk pada Mata yang Miopi dan Jenis Lensa yang di Pakai
Mata miopi adalah mata dengan lensa terlalu cembung atau bola mata terlalu
panjang. Dengan demikian,objek yang dekat akan terlihat jelas karena bayangan
jatuh pada retina, sedangkanobjek yang jauh akan terlihat kaburkarena bayangan
didepan retina. Kelainan mata jenis ini dikoreksi dengan mata jenis cekung.
2. Hipermetropi (rabun jauh)

4
Bayangan yang Terbentuk pada Mata Heipermetropi dan Jenis Lensa yang di
Pakai Mata hipermetropi adalah mata dengan lensa terlalu pipih atau bola mata
terlalu pendek. Objek yang dekat akan terlihat kabur karena bayangan jatuh didepan
retina, sedangkan objek yang jauh akan terlihat jelas karena bayangan jatuh di retina.
Kelainan mata jenis ini dikoreksi dengan lensa cembung.
3. Mata astigmatisma
Mata astigmatisma adalah mata dengan lengkungan permukaan kornea atau lensa
yang tidak rata.Misalnya lengkung kornea yang vertikal kurang melengkung
dibandingkan yang horizontal.Bila seseorang melihat suatu kotak, garis vertical
terlihat kabur dan garis horizontal terlihat jelas.Mata orang tersebut menderita
kelainan astigmatis reguler.Astigmatis reguler dapat dikoreksi dengan mata
silindris.Bila lengkung kornea tidak teratur disebut astigmatis irregular dan dapat
dikoreksi dengan lensa kotak
. 4. Mata presbiopi
Mata presbiopi adalah suatu keadaaan dimana lensa kehilangan elastisitasnya
demikian lensa mata tidak dapat berakomindasi lagi dengan baik. Umumnya penderit
akan melihat jelas bila objeknya jauh. Tetapi perlu kacamata cembung untuk melihat
objek dekat.

5
Konsep Buta Warna
Definisi
Buta warna adalah penglihatan warna-warna yang tidak sempurna. Buta warna juga dapat
diartikan sebagai suatu kelainan penglihatan yang disebabkan ketidakmampuan sel-sel kerucut
(cone cell) pada retina mata untuk menangkap suatu spektrum warna tertentu sehingga objek
yang terlihat bukan warna yang sesungguhnya (Nina Karina,2007).

Penyebab terjadinya buta warna


Buta warna biasanya adalah suatu gangguan genetik terkait kromosom ex (X)
Menurut Guyton, Buta warna merupakan kelainan yang disebabkan oleh tidak adanya gen
warna dalam kromosom X. Tidak adanya gen ini,terkait resesif, sehingga gejala buta warna tidak
akan tampak selama kromosom X yang lainya dapat membawa gen yang diperlukan untuk
perkembangan sel kerucut penerima warna yang sesuai.
Oleh karena pria hanya memiliki satu kromosom X saja, maka dalam satu kromosom ini harus
ada ketiga gen warna tersebut bila ia tidak menderita buta warna.Disamping itu, ada juga
penyebab lain yaitu kecelakaan dan keracunan
Klasifikasi buta warna
Menurut Ilyas, klasifikasi buta warna dibagi menjadi :
Monokromat atau akromatopsia (Total)
Hanya terdapat satu jenis kerucut yang sering mengeluh fotofobia tajam penglihatan yang kurang
1. Dikromat
Mempunyai dua pigmen kerucut dan mengakibatkan sukar mebedakan warna-warna tertentu.
2. Protanopia
Keadaan yang paling sering ditemukan dengan cacat pada warna merah hijau.
3. Deutranopia
Kekurangan pigmen hijau.
4. Tritanopia
Dimana terdapat kesukaran membedakan dengan warna merah dari kuning.
5. Trikromat

6
Keadaan pasien yang mempunyai 3 pigmen kerucut yang mengatur fungsi penglihatan. Pasien
buta warna dapat melihat berbagai warna, akan tetapi dengan interprestasi yang berbeda daripada
normal, yang paling sering ditemukan adalah :
6. Trikromat anomaly
Pasien mempunyai ketiga pigmen kerucut akan tetapi, satu tidak normal, pada anomali ini
perbandingan merah hijau yang dipilih pada anomaloskop berbeda dengan orang normal.
7. Deutronomaly
Cacat pada hijau sehingga diperlukan lebih banyak hijau, karena terjadi gangguan lebih banyak
pada warna hijau

8. Protanomaly
Diperlukan lebih banyak merah untuk menggabung menjadi kuning baku pada anomaloskop
yang pada pasien terdapa buta berat terhadap warna hijau merah dimana merah lebih banyak
terganggu.

Proses terjadinya buta warna


Bentuk warisan paling umum kebutaan warna (merah-hijau) disebabkan oleh gen terkait-X
resesif umum.
Ibu memiliki pasangan kromosom XX membawa materi genetik, dan ayah memiliki pasangan
kromosom XY. Seorang ibu dan ayah masing-masing menyumbangkan kromosom yang
menentukan jenis kelamin bayi mereka. Ketika kromosom X pasangan dengan X yang lain,
adalah perempuan. Dan ketika pasangan X dengan Y, adalah laki-laki.
Jika anak memiliki bentuk umum dari buta warna disebabkan oleh gen resesif terkait-X, ibu anak
akan menjadi pembawa gen atau kekurangan warna sendiri.
Seorang anak perempuan yang mewarisi gen warna-kekurangan dari ayahnya akan hanya
pembawa kecuali ibunya juga memiliki gen warna-kekurangan. Jika anak perempuan mewarisi
sifat terkait-X dari kedua ayah dan ibunya, maka ia akan buta warna serta pembawa.
Contoh :

Tersebut di atas, ada seorang lai-laki buta warna yang menikah dengan seorang wanita
normal. Kemudian pasangan ini di karuniai 6 orang anak, di antaranya 3 orang wanita dan 3
orang laiki-laki. Pada gambar terlihat jelas bahwa anak laki-laki dari pasangan tersebut
normal. Akan tetapi anak wanita-nya tergolong sebagai CARRIER FEMALE atau wanita yang
membawa sifat buta warna.

7
Pada saat wanita pembawa sifat buta warna atau CARRIER FEMALE ini menikah dengan
seorang laki – laki normal, dan pada gambar di atas pasangan tersebut dikaruniai 4 orang
anak. 2 orang laki – laki dan 2 orang wanita. peluangnya bisa terjadi:

 1 orang laki-laki buta warna


 1 orang laki-laki normal
 1 orang wanita carrier female/pembawa sifat buta warna
 1 orang wanita normal

Tanda dan Gejala

Seseorang yang mengalami buta warna mengalami gejala sebagai berikut :

 tidak dapat membedakan warna.


 Beberapa orang dengan buta warna hanya bisa melihat abu-abu.
 biasanya memiliki jarak pandang yang pendek, sensitif pada cahaya, dan gerakan mata cepat.

Komplikasi Buta warna


Komplikasi buta warna antara lain :
1.Dampak pada Keseharian penyandang buta warna :
Penyandang buta warna mengalami kesulitan untuk membedakan warna pakaian, warna lampu
lalu lintas, dan simbol-simbol tertentu.
2. Dampak pada Bidang pendidikan
Buta warna mempengaruhi penderitanya dalam memilih program study untuk melanjutkan
pendidikannya, bahkan dalam memilih karir selanjutnya, karena beberapa program study dan
pekerjaan mensyaratkan mahasiswa atau karyawan tidak buta warna.
3. Dampak pada Psikologi
Deskriminasi terhadap orang-orang penyandang buta warna masih sering terjadi,
ketidakmampuan dalam membedakan warna sering kali menjadi bahan ejekan, yang dapat
penyandang buta warna merasa dikucilkan dan tidak percaya diri.

Pemerikasaan Diagnostik
Pemerikasaan diagnostik buta warna pada umumnya disebut Uji Ishihara
Uji Ishiara merupakan uji untuk mengetahui adanya efek pengelihatan warna, didasarka pada
menentukan angka atau pola yang ada pada kartu dengan berbagai ragam warna (Ilyas, 2008)

8
Tes Ishihara adalah tes buta warna yang dikembangkan oleh Dr, Shidou Ishihara. Tes ini pertama
dipublikasi pada tahun 1917 di jepang. Sejak saat itu, tes ini terus digunakan di seluruh dunia
sampai sekarang. Tes Ishihara terdiri dari lembaran yang didalamnya terdapa titik-titik dengan
berbagai warna dan ukuran. Titik berwarna tersebut disusun sehingga membentuk lingkaran.
Karena titik itu dibuat sedemikian rupa sehingga orang buta warna tidak akan melihat perbedaan
warna seperti yang dilihat orang normal.
Pada orang normal di dalam lingkaran akan tampak angka atau garis tertentu. Tetapi pada orang
buta warna yang tampak pada lingkaran akan berbeda seperti yang dilihat oleh orang normal. Tes
ishihara biasanya dilengkapi oleh kunci jawaban untuk setiap lembarnya. hasil tes seseorang
akan dibandingkan dengan kunci jawaban tersebut. dari sini dapat ditentukan apakah seseorang
normal atau buta warna.
Contoh Tes Ishihara :

Penatalaksanaan atau penanganan


Sampai sekarang belum ditemukan pengobatan untuk pengidap buta warna, hal ini karena buta
warna bukanlah sebuah penyakit melainkan kecacatan yang bersifat genetik.

9
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/18796651/ANATOMI_FISIOLOGI_DAN_MEKANISM
E_PENGLIHATAN
Ilyas, S. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2008. Ilmu Penyakit Mata.
Edisi ketiga. Hal 83-88. Jakarta: Balai penerbit FKUI.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23511/4/Chapter%20II.pdf. Diakses
tanggal 13 November 2013.
Taufan Nugroho. Januari 2013. Buku buta warna dan strabismus

10

Anda mungkin juga menyukai