Anda di halaman 1dari 27

Blok Uronefrologi

Fakultas Kedokteran
Universitas Muslim Indonesia Makassar, 21 Maret 2014

LAPORAN TUTORIAL
MODUL 2 PRODUKSI KENCING MENURUN

Pembimbing : dr. Ida Royani


Kelompok :5

1. 1102110004
2. 1102110005
3. 1102110006
4. 1102110037
5. 1102110038
6. 1102110052
7. 1102110065
8. 1102110066
9. 1102110067
10. 1102110131
11. Ainil Maksura 1102110132

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2014
TUJUAN PEMBELAJARAN

Tujuan Instruksional Umum

Setelah mempelajari modul ini mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan tentang


penyakit-penyakit yang menyebabkan produksi urine menurun, penyebab dan
patomekanisme, gambaran klinik, cara diagnosis, penanganan dan pencegahan penyakit-
penyakit yang menyebabkan produksi kencing menurun.

Tujuan Instruksional khusus

Setelah mempelajari modul ini mahasiswa diharapkan dapat:

1. Mampu menguraikan struktur anatomi, histology dan histofisiologi dari system


uropoietik
2. Mampu menyebutkan fungsi masing-masing bagian dari nefron, fungsi sel-sel JGA
dalam renin-angiotensin sitem
3. Mampu menjelaskan factor-faktor yang mempengaruhi GFR, pinsip hokum starling pada
filtrasi ginjal serta proses reabsorbsi dan sekresi di ginjal
4. Mampu menjelaskan perubahan biokimia urin dan kompensasi ginjal dalam
keseimbangan asam-basa
5. Mampu menjelaskan penyakit-penyakit yang dapat memberikan gejala produksi kencing
menurunbaik pada penderita anak-anak maupun dewasa
6. Mampu menjelaskan patomekanisme timbulnya gejala produksi kencing menurun
7. Mampu menjelaskan cara anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
yang dibutuhkan untuk mendiagnosis banding beberapa penyakit yang mempunyai gejala
produksi kencing menurun
8. Mampu melakukan pemeriksaan laboratorium sedeerhana untuk pemeriksaan penyakit-
penyakit system urogenital, terutama yang memberikan gejala produksi kencing menurun
9. Mampu menganalisa hasil laboratorium dan pemeriksaan radiologic (BNO-IVP) pada
penderita penyakit system urogenital, terutama yang memberikan gejala produksi
kencing menurun
10. Mampu menjelaskan penatalaksanaan penderita-penderita system urogenital, terutama
yang memberikan gejala produksi kencing menurun
11. Mampu menjelaskan asupan nutrisi yang sesuai untuk penyakit system urogenital,
terutama penyakit dengan gejala produksi kencing menurun
12. Mampu menjelaskan epidemiologi dan tindakan-tindakan pencegahan penyakit-penyakit
sitem urogenital, terutama yang memberikan gejala produksi kencing menurun.
SKENARIO

Seorang pria 68 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan produksi kencing
berkurang. Gejala ini disertai muntah-muntah, merasa sangat lemas dan malaise. Dua minggu
sebelumnya penderita merasa sangat lemas dan sakit seluruh tubuh, terutama lengan dan kaki,
dan penderita minum obat untuk mengurangi rasa sakit tersebut.

KATA SULIT

Malaise: Perasaan yang tidak jelas dari ketidaknyamanan1

KATA / KALIMAT KUNCI

1. Seorang pria 68 tahun.


2. Keluhan produksi kencing berkurang.
3. Gejala disertai muntah-muntah, merasa sangat lemas dan malaise.
4. Dua minggu sebelumnya penderita merasa sangat lemas dan sakit seluruh tubuh, terutama
lengan dan kaki.
5. Riwayat minum obat untuk mengurangi rasa sakit.

PERTANYAAN

1. Jelaskan mekanisme produksi urine normal beserta organ-organ yang terkait pada proses
tersebut!
2. Sebutkan faktor predisposisi terjadinya produksi urine menurun!
3. Jelaskan etiologi dan patomekanisme terjadinya produsi kencing menurun!
4. Jelaskan patomekanisme dan hubungan antar gejala yang terdapat pada skenario!
5. Bagaimana langkah-langkah diagnosis dari skenario di atas!
6. Jelaskan diagnosis banding yang berkaitan skenario di atas!

JAWABAN

1. Mekanisme pembentukan urine:

1. Penyaringan (Filtrasi)

Filtrasi darah terjadi di glomerulus, dimana jaringan kapiler dengan struktur spesifik
dibuat untuk menahan komonen selular dan medium-molekular-protein besar kedalam
vascular system, menekan cairan yang identik dengan plasma di elektrolitnya dan komposisi
air. Cairan ini disebut filtrate glomerular. Tumpukan glomerulus tersusun dari jaringan
kapiler. Di mamalia, arteri renal terkirim dari arteriol afferent dan melanjut sebagai arteriol
eferen yang meninggalkan glomrerulus. Tumpukan glomerulus dibungkus didalam lapisan sel
epithelium yang disebut kapsula bowman. Area antara glomerulus dan kapsula bowman
disebut bowman space dan merupakan bagian yang mengumpulkan filtrate glomerular, yang
menyalurkan ke segmen pertama dari tubulus proksimal. Struktur kapiler glomerular terdiri
atas 3 lapisan yaitu : endothelium capiler, membrane dasar, epiutelium visceral. Endothelium
kapiler terdiri satu lapisan sel yang perpanjangan sitoplasmik yang ditembus oleh jendela atau
fenestrate. 2

Dinding kapiler glomerular membuat rintangan untuk pergerakan air dan solute
menyebrangi kapiler glomerular. Tekanan hidrostatik darah didalam kapiler dan tekanan
oncotik dari cairan di dalam bowman space merupakan kekuatn untuk proses filtrasi.
Normalnya tekanan oncotik di bowman space tidak ada karena molekul protein yang
medium-besar tidak tersaring. Rintangan untuk filtrasi ( filtration barrier ) bersifat selektiv
permeable. Normalnya komponen seluler dan protein plasmatetap didalam darah, sedangkan
air dan larutan akan bebas tersaring. 2

Pada umunya molekul dengan raidus 4nm atau lebih tidak tersaring, sebaliknya molekul 2
nm atau kurang akan tersaring tanpa batasan. Bagaimanapun karakteristik juga
mempengaruhi kemampuan dari komponen darah untuk menyebrangi filtrasi. Selain itu
beban listirk (electric charged ) dari sretiap molekul juga mempengaruhi filtrasi. Kation (
positive ) lebih mudah tersaring dari pada anionBahan-bahan kecil yang dapat terlarut dalam
plasma, seperti glukosa, asam amino, natrium, kalium, klorida, bikarbonat, garam lain, dan
urea melewati saringan dan menjadi bagian dari endapan.Hasil penyaringan di glomerulus
berupa filtrat glomerulus (urin primer) yang komposisinya serupa dengan darah tetapi tidak
mengandung protein. 2

2. Penyerapan ( Absorbsi)

Tubulus proksimal bertanggung jawab terhadap reabsorbsi bagian terbesar dari filtered
solute. Kecepatan dan kemampuan reabsorbsi dan sekresi dari tubulus renal tiak sama. Pada
umumnya pada tubulus proksimal bertanggung jawab untuk mereabsorbsi ultrafiltrate lebih
luas dari tubulus yang lain. Paling tidak 60% kandungan yang tersaring di reabsorbsi sebelum
cairan meninggalkan tubulus proksimal. Tubulus proksimal tersusun dan mempunyai
hubungan dengan kapiler peritubular yang memfasilitasi pergherakan dari komponen cairan
tubulus melalui 2 jalur : jalur transeluler dan jalur paraseluler. Jalur transeluler, kandungan (
substance ) dibawa oleh sel dari cairn tubulus melewati epical membrane plasma dan
dilepaskan ke cairan interstisial dibagian darah dari sel, melewati basolateral membrane
plasma.3

Jalur paraseluler, kandungan yang tereabsorbsi melewati jalur paraseluler bergerakdari


vcairan tubulus menuju zonula ocludens yang merupakan struktur permeable yang
mendempet sel tubulus proksimal satu daln lainnya. Paraselluler transport terjadi dari difusi
pasif. Di tubulus proksimal terjadi transport Na melalui Na, K pump. Di kondisi optimal, Na,
K, ATPase pump manekan tiga ion Na kedalam cairan interstisial dan mengeluarkan 2 ion K
ke sel, sehingga konsentrasi Na di sel berkurang dan konsentrasi K di sel bertambah.
Selanjutnya disebelah luar difusi K melalui canal K membuat sel polar. Jadi interior sel
bersifat negative .pergerakan Na melewati sel apical difasilitasi spesifik transporters yang
berada di membrane. Pergerakan Na melewati transporter ini berpasangan dengan larutan
lainnya dalam satu pimpinan sebagai Na ( contransport ) atau berlawanan pimpinan (
countertransport ). 3

Substansi diangkut dari tubulus proksimal ke sel melalui mekanisme ini ( secondary
active transport ) termasuk gluukosa, asam amino, fosfat, sulfat, dan organic anion.
Pengambilan active substansi ini menambah konsentrasi intraseluler dan membuat substansi
melewati membrane plasma basolateral dan kedarah melalui pasif atau difusi terfasilitasi.
Reabsorbsi dari bikarbonat oleh tubulus proksimal juga di pengaruhi gradient Na. 3

3. Penyerapan Kembali ( Reabsorbsi )

Volume urin manusia hanya 1% dari filtrat glomerulus. Oleh karena itu, 99% filtrat
glomerulus akan direabsorbsi secara aktif pada tubulus kontortus proksimal dan terjadi
penambahan zat-zat sisa serta urea pada tubulus kontortus distal. Substansi yang masih
berguna seperti glukosa dan asam amino dikembalikan ke darah. Sisa sampah kelebihan
garam, dan bahan lain pada filtrate dikeluarkan dalam urin. Tiap hari tabung ginjal
mereabsorbsi lebih dari 178 liter air, 1200 g garam, dan 150 g glukosa. Sebagian besar dari
zat-zat ini direabsorbsi beberapa kali. 3

Setelah terjadi reabsorbsi maka tubulus akan menghasilkan urin sekunder yang
komposisinya sangat berbeda dengan urin primer. Pada urin sekunder, zat-zat yang masih
diperlukan tidak akan ditemukan lagi. Sebaliknya, konsentrasi zat-zat sisa metabolisme yang
bersifat racun bertambah, misalnya ureum dari 0,03′, dalam urin primer dapat mencapai 2%
dalam urin sekunder. Meresapnya zat pada tubulus ini melalui dua cara. Gula dan asam mino
meresap melalui peristiwa difusi, sedangkan air melalui peristiwa osn osis. Reabsorbsi air
terjadi pada tubulus proksimal dan tubulus distal. 3

4. Augmentasi

Augmentasi adalah proses penambahan zat sisa dan urea yang mulai terjadi di tubulus
kontortus distal. Komposisi urin yang dikeluarkan lewat ureter adalah 96% air, 1,5% garam,
2,5% urea, dan sisa substansi lain, misalnya pigmen empedu yang berfungsi memberi warm
dan bau pada urin. Zat sisa metabolisme adalah hasil pembongkaran zat makanan yang
bermolekul kompleks. Zat sisa ini sudah tidak berguna lagi bagi tubuh. Sisa metabolisme
antara lain, CO2, H20, NHS, zat warna empedu, dan asam urat. 3

Karbon dioksida dan air merupakan sisa oksidasi atau sisa pembakaran zat makanan yang
berasal dari karbohidrat, lemak dan protein. Kedua senyawa tersebut tidak berbahaya bila
kadarnya tidak berlebihan. Walaupun CO2 berupa zat sisa namun sebagian masih dapat
dipakai sebagai dapar (penjaga kestabilan PH) dalam darah. Demikian juga H2O dapat
digunakan untuk berbagai kebutuhan, misalnya sebagai pelarut Amonia (NH3), hasil
pembongkaran/pemecahan protein, merupakan zat yang beracun bagi sel. Oleh karena itu, zat
ini harus dikeluarkan dari tubuh. Namun demikian, jika untuk sementara disimpan dalam
tubuh zat tersebut akan dirombak menjadi zat yang kurang beracun, yaitu dalam bentuk urea.
Zat warna empedu adalah sisa hasil perombakan sel darah merah yang dilaksanakan oleh hati
dan disimpan pada kantong empedu. Zat inilah yang akan dioksidasi jadi urobilinogen yang
berguna memberi warna pada tinja dan urin.Asam urat merupakan sisa metabolisme yang
mengandung nitrogen (sama dengan amonia) dan mempunyai daya racun lebih rendah
dibandingkan amonia, karena daya larutnya di dalam air rendah. 3

Semua proses di atas terjadi pada organ ginjal. Berikut penjelasan lebih jauh mengenai
struktur organ ginjal.

Anatomi Ginjal
Gambar 1. Anatomi ginjal
(Dikutip dari kepustakaan 4)
Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga retroperitoneal
bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya menghadap ke medial.
Ginjal kanan lebih rendah daripada ginjal kiri karena adanya hati. 4,5

Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrus tipis dan mengkilat yang disebut kapsula fibrosa
ginjal dan di luar kapsul ini terdapat jaringan lemak perirenal (perinefrik). Di sebelah kranial
ginjal terdapat glandula adrenal/suprarenal. Kelenjar adrenal bersama-sama ginjal dan lemak
perinefrikdibungkus oleh fasia perinefrik. 4,5

Struktur ginjal ini terdiri dari cortex dan medula yang masing-masing berbeda warna dan
bentuk. Cortex berwarna pucat dan permukaanya kasar. Sedangkan medula terdiri atas
piramid-piramid yang berjumlah sekitar 12-20 buah, warna dari medula ini agak gelap.
Antara satu piramid dengan piramid yang lainnya terdapat jaringan cortex berbentuk collum
yang disebut Columna Renalis Bertini. Apex dari piramid disebut papila. Pada setiap papila
bermuara 10-40 duktus pengumpul yang mengalirkan urin ke kaliks minor, kaliks mayor,
pelvis ginjal dan dialirkan ke ureter. 4,5

Setiap ginjal secara anatomis dibagi menjadi bagian korteks disebelah luar yang
mengandung semua kapiler glomerulus dan sebagian segmen tubulus pendek, dan bagian
medula di sebelah dalam tempat sebagian besar segmen tubulus berada. Perkembangan
segmen-segmen tubulus dari glomerulus ke tubulus proximal, kemudian sampai di tubulus
distal dan akhirnya hingga ke duktus pengumpul. 4,5
Sistem Vaskularisasi Ginjal

Aliran darah ke ginjal berlangsung melalui arteri renalis, satu untuk setiap ginjal. Arteri
renalis ini berasal dari aorta. Arteri renalis bercabang menjadi arteri interlobaris, arteri
interlobularis, arteri arcuata, arteri carticalis radiata, arteriola glomerularis afferens, kapiler
glomerulus, arteriola glomerularis efferens, kemudian menjadi kapiler peritubulus yang
mengelilingi dan menunjang tubulus nefron. Dan yang mengelilingi lengkung henle disebut
vasa rekta. Dan kapiler peritubulus ini langsung bermuara ke vena cava. 4,5

Histologi Ginjal

Gambar 2. Histologi Nefron


(Dikutip dari kepustakaan 4)
Corpus Renal/Corpus Malpighi, terdiri dari : 5

1. Glomerulus yaitu gulungan kapiler yang berasal dari percabangan arteriol afferens dan
keluar sebagai vas efferens.
2. Kapsula bowman, terdiri dari dua lapis, yaitu yang paling luar disebut pars parietalis, yang
terdapat epitel selapis gepeng. Pars parietalis ini berlanjut menjadi dinding tubulus
proximal. Dan lapisan yang paling luar disebut pars visceralis yang terdiri dari podocyte
melapisi endotel. Dan diantara kedua lapisan ini terdapat urinary space.
3. Polus vascularis yaitu masuknya pembuluh darah ke kapsul bowman.
4. Polus urinarius yaitu keluar dari kapsul bowman ke tubulus proksimal.

Apparatus Juxtaglomerular yang merupakan struktur yang terdiri dari 3 jenis sel utama: 5

1. Sel Makula Densa


Bagian dari tubulus distal yang berjalan diantara vas afferens dan vas efferens yang
menempel ke corpus renal. Sel dinding tubulus distal pada sisi yang menempel pada
corpus renal, menjadi lebih tinggi dan tersusun lebih rapat yang disebut sel makula densa.
2. Sel Messangial
Sel ini terletak diantara pembuluh darah-pembuluh darah dan kapiler-kapiler glomerulus.
Sel ini berasal dari jaringan mesenkim.
3. Sel Granular
Merupakan perubahan sel otot polos tunica media dinding arteriole afferens dan effrens
yang berubah menjadi sel sekretorik besar begranula yang mengandung renin.

2. Faktor predisposisi terjadinya produksi urine menurun:

Laju filtrasi Glomerulus (LFG) adalah pengukuran yang paling baik dalam menilai fungsi
ekskresi urin yang dikeluarkan seseorang perharinya. LFG dipengaruhi oleh usia, kelamin,
luas permukaan badan. Secara klasik, LFG diukur per 1,73m2. Luas pemukaan badan dapat
diuikur dengan nomogram dari tinggi dan berat badan. LFG pada orang dewasa rata-rata 130
cc/min/1,73 m2 untuk pria dan 120 ml/menit/1,73 m2 untuk perempuan dengan koefisien
varasi 14-18%. Umur akan mempengaruhi LFG ± 10 cc/min/,73 m2 per decade setelah usia
40 tahun. Jadi nilai LFG pada usia 80 tahun adalah ±50% dari LFG dewasa muda. LFG pada
kehamilan meningkat 50% pada trimester pertama dan kembali normal segera setelah
melahirkan. LFG mempunyai ritme sirkadian; ia naik 10% pada sore hari dibandingkan
tengah malam. Makanan tinggi protein atau infus asam amino akan meningkatkan LFG. LFG
dan aliran plasma ginjal meningkat dalam waktu 1 jam setelah makan, dan LFG menurun
sementara selama olahraga. 6

3. Etiologi dan patomekanisme terjadinya produksi urine menurun:

Gangguan pra-renal 6

1. Hipovolemia, disebabkan oleh:


a. Kehilangan darah/ plasma: perdarahan , luka bakar.
b. Kehilangan cairan melalui gastrointestinal, kulit, ginjal (diuretik, penyakit ginjal
lainnya), pernafasan, pembedahan.
c. Redistribusi cairan tubuh: pankreatitis, peritonitis, edema, asites.
2. Vasodilatasi sistemik:
a. Sepsis.
b. Sirosis hati.
c. Anestesia/ blokade ganglion.
d. Reaksi anafilaksis.
e. Vasodilatasi oleh obat.
3. Penurunan curah jantung / kegagalan pompa jantung:
a. Renjatan kardiogenik, infark jantung.
b. Gagal jantung kongestif (disfungsi miokard, katub jantung).
c. Tamponade jantung.
d. Disritmia.
e. Emboli paru.

Gangguan Renal 6

1. Kelainan glomeroulus
2. Reaksi imun
3. Hipertensi maligna
4. Kelainan tubulus
5. Kelainan interstisial
6. Kelainan vaskuler

Gangguan post-renal 6

1. Obstruksi intra renal:


a. Instrinsik: asam urat, bekuan darah, kristal asam jengkol.
b. Pelvis renalis: striktur, batu, neoplasma.
2. Obstruksi ekstra renal:
a. Intra ureter: batu, bekuan darah.
b. Dinding ureter: neoplasma, infeksi (TBC).
c. Ekstra ureter: tumor cavum pelvis.
d. Vesika urinaria: neoplasma, hipertrofi prostat.
e. Uretra: striktur uretra, batu, blader diabetik, paraparesis.

Proses produksi urine menurun akibat gangguan pada prarenal dapat berupa terjadinya
penurunan aliran darah ginjal (renal hypoperfusion) yang mengakibatkan penurunan tekanan
filtrasi glomerulus dan kemudian diikuti oleh penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG). 7,8,9
Keadaan ini umumnya ringan yang dengan cepat dapat reversibel apabila perfusi ginjal
segera diperbaiki. Pada gangguan prarenal aliran darah ginjal walaupun berkurang masih
dapat memberikan oksigen dan substrat metabolik yang cukup kepada sel-sel tubulus.
Apabila hipoperfusi ginjal tidak segera diperbaiki, akan mengakibatkan NTA (nekrosis
tubulus akut). 8,9

Jika dihubungkan dengan skenario, terkait riwayat mengonsumsi OAINS yang


merupakan salah satu obat yang digunakan untuk mengontrol nyeri tingkat sedang pada
beberapa gangguan muskoloskeletal, aktivitas OAINS diketahui menghambat biosintesis
prostaglandin, yang bekerja menghibisi enzim siklooksigenase (COX). Salah satu fungsi
prostaglandin ialah vasodilator pada arteriol glomerulus juga bekerja pada messengial sel
dalam glomerulus dari ginjal untuk meningkatkan laju filtrasi glomerulus apabila terjadi
vasokontriksi akibat hipovolemi (autoregulasi dari ginjal). Namun, apabila pasien ini
mengonsumsi OAINS dalam waktu yang lama maka laju filtrasi glomerulus akan menurun
yang dapat menyebabkan oliguria. Obat ini juga dapat menyerang mukosa lambung akibat
dihambatnya prostaglandin yang merupakan sitoprotektor. Akibatnya pasien juga sering
mengalami sindrom dispepsia akibat kerusakan mukosa lambung. Sehingga penggunaan
jangka panjang terutama pada lansia harus sangat diperhatikan. 10

4. Patomekanisme dan hubungan antar gejala:

Gejala penyerta yang terdapat pada skenario yaitu adanya muntah-muntah, sangat lemas
dan malaise dengan riwayat dua minggu sebelumnya mengonsumsi obat anti sakit yang
diduga OAINS (obat anti inflamasi non steroid) untuk menghilangkan rasa lemas dan sakit
terutama lengan dan kaki. Patomekanisme dan hubungan antar gejala di atas yaitu, perasaan
sangat lemas dan sakit seluruh tubuh yang dialami penderita sejak dua minggu yang lalu
merupakan gejala sindrom uremia akibat kelebihan zat sisa metabolisme yaitu urea dan
kreatinin dalam darah. Urea yang bersifat basa apabila berlebih di dalam darah, akan
merangsang kemoreseptor trigger zone (pusat muntah) di otak yang sangat peka terhadap zat
yang bersifat basa. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya gejala muntah pada pasien.
Selain itu, toksisitas urea juga akan menghambat proses transfer zat-zat makanan bagi sel-sel
tubuh sehingga mengakibatkan tubuh menjadi sangat lemas. Sementara itu, kreatinin yang
merupakan sisa metabolisme dari pembentukan ATP di otot apabila berlebih di dalam tubuh
akan menumpuk di jaringan otot, tulang, dan sendi yang kemudian akan menyebabkan nyeri
pada otot dan sendi. Kelebihan zat sisa metabolisme ini akibat menurunnya produksi urine
yang dapat disebabkan oleh banyak hal yang telah dijelaskan pada jawaban nomor tiga.3,6,8,9

5. Langkah-langkah diagnosis:

1. Anamnesis 11
- Keluhan: sedikit kencing, poliuria atau hematuria.
- Apakah pasien mengalami gejala mual, muntah, sesak napas, gatal, lelah, malaise
- Apakah ada riwayat anuresis masa kanak- kanak?
- Adakah gejala penyerta?
- Apakah sudah pernah mengalami pengobatan seperti hemodialisa,dialisis peritoneal,
atau transplantasi ginjal?
- Riwayat penyakit dahulu: Apakah pernah didiagnosis penyakit ginjal tertentu?
- Apakah ada hipertensi atau proteinuria?
- Apakah ada komplikasi berupa penyakit tulang atau penyakit hipertensi?
- Riwayat pengobatan: Apakah pernah mengonsumsi obat seperti NSAID, antibiotik,
atau ACEI?
- Apakah pernah mengonsumsi obat yang dapat mengendap dan bersifat toksik seperti
digoksin?
- Riwayat keluarga: apakah ada yang memiliki penyakit yang sama.

11
2. Pemeriksaan fisis
- Inspeksi: Apakah pasien tampak sakit? Apakah pasien sesak napas? Adakah sianosis?
- Palpasi: Periksa apakah ada tanda obstruksi: kandung kemih teraba? Apakah ada
pembesaran prostat? Apakah ada massa pelvis?
- Perkusi: apakah ada tanda edema paru ?
- Auskultasi: Apakah ada tanda- tanda kelebihan cairan: ada ronki? Irama gallop?

3. Pemeriksaan penunjang12
- Pemeriksaan urin: untuk melihat protein, albumin, atau elektrolit lain dan untuk
melihat fungsi ginjal dengan creatinin clearence
- Pemeriksaan darah: memeriksa Hb,hematokrit, memeriksa serum elektrolit (kalium,
natrium, kalsium, fosfor, dan klorida), ureum, creatini, asam urat, dan albumin
- Radiologi: USG ginjal

6. Diagnosis banding:
1. Gangguan Ginjal Akut (GGA)

Definisi

GGA adalah suatu penyakit tidak menular yang merupakan suatu sindrom klinis yang
ditandai dengan penurunan mendadak (dalam beberapa jam sampai beberapa hari) laju filtrasi
glomerulus (LFG), disertai sisa metabolisme (ureum dan kreatinin). GGA merupakan suatu
sindrom klinis oleh karena dapat disebabkan oleh berbagai keadaan dengan patofisiologi
yang berbeda-beda. Usia penderita GGA berkisar antara 40-50 tahun, tetapi hampir semua
usia dapat terkena penyakit ini. Menurut penelitian Orfeas Liangos dkk (2001), dari 558.032
penderita GGA, 51,8% adalah laki-laki, sedangkan perempuan sebesar 48,2%.6,13

Etiologi

Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan penyakit GGA, yaitu:

Gangguan pra-renal 6,13

1. Hipovolemia, disebabkan oleh:


a. Kehilangan darah/ plasma: perdarahan , luka bakar.
b. Kehilangan cairan melalui gastrointestinal, kulit, ginjal (diuretik, penyakit ginjal
lainnya), pernafasan, pembedahan.
c. Redistribusi cairan tubuh: pankreatitis, peritonitis, edema, asites.
2. Vasodilatasi sistemik:
a. Sepsis.
b. Sirosis hati.
c. Anestesia/ blokade ganglion.
d. Reaksi anafilaksis.
e. Vasodilatasi oleh obat.
3. Penurunan curah jantung / kegagalan pompa jantung:
a. Renjatan kardiogenik, infark jantung.
b. Gagal jantung kongestif (disfungsi miokard, katub jantung).
c. Tamponade jantung.
d. Disritmia.
e. Emboli paru.
Gangguan Renal 6,13

1. Kelainan glomeroulus: Glomerulonefritis akut adalah salah satu jenis GGA renal yang
biasanya disebabkan oleh kelainan reaksi imun yang merusak glomeruli. Sekitar 95%
dari pasien, GGA dapat terjadi satu sampai tiga minggu setelah mengalami infeksi
dibagian lain dalam tubuh, biasanya disebabkan oleh jenis tertentu dari streptokokus
beta grup A. Infeksi dapat berupa radang tenggorokan streptokokal, tonsilitis
streptokokal, atau bahkan infeksi kulit streptokokal.
2. Reaksi imun
3. Hipertensi maligna
4. Kelainan tubulus: Nekrosis Tubular Akut (NTA) akibat iskemia. Tipe iskemia
merupakan kelanjutan dari GGA prarenal yang tidak teratasi. Jika iskemia
berlangsung cukup berat sampai menyebabkan penurunan yang serius terhadap
pengangkutan zat makanan dan oksigen ke sel-sel epitel tubulus ginjal dan jika
gangguan ini terus berlanjut, kerusakan atau penghancuran sel-sel epitel dapat terjadi.
Jika hal ini terjadi, sel-sel tubulus hancur terlepas dan menempel pada banyak nefron,
sehingga tidak terdapat pengeluaran urin dari nefron yang tersumbat, nefron yang
terpengaruh sering gagal mengekskresi urin bahkan ketika aliran darah ginjal kembali
pulih normal, selama tubulus masih baik. Beberapa gangguan yang menyebabkan
iskemia ginjal yaitu, hipovolemia, insufisiensi sirkulasi (syok, payah jantung yang
berat, aritmi jantung, dan tamponade).
5. Kelainan interstisial: Nefritis interstisial akut (dapat terjadi akibat infeksi yang berat
dan dapat juga disebabkan oleh obat-obatan), pielonefritis akut (proses infeksi dan
peradangan yang biasanya mulai di dalam pelvis ginjal tetapi meluas secara progresif
ke dalam parenkim ginjal)
6. Kelainan vaskuler: Trombosis arteri atau vena renalis, vaskulitis.

Gangguan post-renal 6,13

1. Obstruksi intra renal:


a. Instrinsik: asam urat, bekuan darah, kristal asam jengkol.
b. Pelvis renalis: striktur, batu, neoplasma.
2. Obstruksi ekstra renal:
a. Intra ureter: batu, bekuan darah.
b. Dinding ureter: neoplasma, infeksi (TBC).
c. Ekstra ureter: tumor cavum pelvis.
d. Vesika urinaria: neoplasma, hipertrofi prostat.
e. Uretra: striktur uretra, batu, blader diabetik, paraparesis.

Agent

Agent dalam penyakit GGA adalah jenis obat-obatan. NTA akibat toksik terjadi akibat
menelan zat-zat nefrotoksik. Ada banyak sekali zat atau obat-obat yang dapat merusak epitel
tubulus dan menyebabkan GGA, yaitu seperti: 6,10,13

a. Antibiotik : aminoglikosoid, penisilin, tetrasiklin, amfotersisin B, sulfonamida, dan


lain-lainnya.
b. Obat-obat dan zat kimia lain : fenilbutazon, zat-zat anestetik, fungisida, pestisida, dan
kalsium natrium adetat.
c. Pelarut organik : karbon tetraklorida, etilon glikol, fenol, dan metil alkohol.
d. Logam berat : Hg, arsen, bismut, kadmium, emas, timah, talium, dan uranium.
e. Pigmen heme : Hemoglobin dan mioglobin.

Patogenesis

Perjalanan klinis GGA yang dibagi menjadi 3 stadium, yaitu: 6,13

1. Stadium Oliguria

Stadium oliguria biasanya timbul dalam waktu 24 sampai 48 jam sesudah terjadinya
trauma pada ginjal. Produksi urin normal adalah 1-2 liter/24jam. Pada fase ini pertama-tama
terjadi penurunan produksi urin sampai kurang dari 400cc/24 jam. Tidak jarang produksi urin
sampai kurang dari 100cc/24 jam, keadaan ini disebut dengan anuria. Pada fase ini penderita
mulai memperlihatkan keluhan-keluhan yang diakibatkan oleh penumpukan air dan
metabolit-metabolit yang seharusnya diekskresikan oleh tubuh, seperti mual, muntah, lemah,
sakit kepala, kejang dan lain sebagainya. Perubahan pada urin menjadi semakin kompleks,
yaitu penurunan kadar urea dan kreatinin. Di dalam plasma terjadi perubahan biokimiawi
berupa peningkatan konsentrasi serum urea, kreatinin, elektrolit (terutama K dan Na).

2. Stadium Diuresis

Stadium diuresis dimulai bila pengeluran kemih meningkat sampai lebih dari 400 ml/hari,
kadang-kadang dapat mencapai 4 liter/24 jam. Stadium ini berlangsung 2 sampai 3 minggu.
Volume kemih yang tinggi pada stadium ini diakibatkan karena tingginya konsentrasi serum
urea, dan juga disebabkan karena masih belum pulihnya kemampuan tubulus yang sedang
dalam masa penyembuhan untuk mempertahankan garam dan air yang difiltrasi. Selama
stadium dini diuresi, kadar urea darah dapat terus meningkat, terutama karena bersihan urea
tak dapat mengimbangi produksi urea endogen. Tetapi dengan berlanjutnya diuresis,
azotemia sedikit demi sedikit menghilang, dan pasien mengalami kemajuan klinis yang
benar.

3. Stadium Penyembuhan

Stadium penyembuhan GGA berlangsung sampai satu tahun, dan selama masa itu,
produksi urin perlahan–lahan kembali normal dan fungsi ginjal membaik secara bertahap,
anemia dan kemampuan pemekatan ginjal sedikit demi sedikit membaik, tetapi pada beberapa
pasien tetap menderita penurunan glomerular filtration rate (GFR) yang permanen.

Gambaran Klinis

Gejala klinis yang terjadi pada penderita GGA, yaitu : 6,13

a. Penderita tampak sangat menderita dan letargi disertai mual, muntah, diare, pucat
(anemia), dan hipertensi.
b. Nokturia (buang air kecil di malam hari).
c. Pembengkakan tungkai, kaki atau pergelangan kaki. Pembengkakan yang menyeluruh
(karena terjadi penimbunan cairan).
d. Berkurangnya rasa, terutama di tangan atau kaki.
e. Tremor tangan.
f. Kulit dari membran mukosa kering akibat dehidrasi.
g. Nafas mungkin berbau urin (foto uremik), dan kadang-kadang dapat dijumpai adanya
pneumonia uremik.
h. Manisfestasi sistem saraf (lemah, sakit kepala, kedutan otot, dan kejang).
i. Perubahan pengeluaran produksi urine (sedikit, dapat mengandung darah, berat jenis
sedikit rendah, yaitu 1.010 gr/ml)
j. Peningkatan konsentrasi serum urea (tetap), kadar kreatinin, dan laju endap darah (LED)
tergantung katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal, serta asupan protein, serum
kreatinin meningkat pada kerusakan glomerulus.
k. Pada kasus yang datang terlambat gejala komplikasi GGA ditemukan lebih menonjol
yaitu gejala kelebihan cairan berupa gagal jantung kongestif, edema paru, perdarahan
gastrointestinal berupa hematemesis, kejang-kejang dan kesadaran menurun sampai
koma.

Penatalaksanaan 6,13

1. Sekalipun GGA sudah terjadi (menetap), setiap faktor prarenal harus dikoreksi dengan
maksud memperbaiki sirkulasi dan mencegah keterlambatan penyembuhan faal ginjal.
2. Defisit volume sirkulasi oleh sebab apapun harus segera diatasi. Sebagai parameter
dapat digunakan pengukuran tekanan vena sentralis jika fasilitas ada, dengan demikian
over hidrasi bisa dicegah.
3. Terhadap infeksi sebagai penyakit dasar harus diberikan pengobatan yang spesifik
sesuai dengan penyebabnya, jika obat-obatan, misalnya antibiotika diduga menjadi
penyebabnya, maka pemakaian obat-obatan ini harus segera dihentikan. Terhadap GGA
akibat nefrotoksin harus segera diberikan antidotumnya, sedangkan zat-zat yang dapat
dialisis harus dilakukan dialisis secepatnya.
4. Pengaturan Diet. Selama 48-72 jam pertama fase oligurik terjadi peningkatan urea darah
akibat pemecahan jaringan yang hebat. Selama periode ini pemberian protein dari luar
harus dihindarkan. Umumnya untuk mengurangi katabolisme, diet paling sedikit harus
mengandung 100 gram karbohidrat per hari. Seratus gram glukosa dapat menekan
katabolisme protein endogen sebanyak kira-kira 50%. Setelah 3-4 hari oligurik,
kecepatan katabolisme jaringan berkurang dan pemberian protein dalam diet dapat segera
dimulai. Dianjurkan pemberian 20-40 gram protein per hari yang mempunyai nilai
biologis yang tinggi (mengandung asam amino esensial) seperti telur, susu dan daging.
Pada saat ini pemberian kalori harus dinaikkan menjadi 2000-2500 kalori per hari,
disertai dengan multivitamin. Batasi makanan yang mengandung kalium dan fosfat
(pisang, jeruk dan kopi). Pemberian garam dibatasi yaitu, 0,5 gram per hari.
5. Pengaturan kebutuhan cairan dan keseimbangan elektrolit
6. Dialisis. Tindakan pengelolaan penderita GGA disamping secara konservatif, juga
memerlukan dialisis, baik dialisis peritoneal maupun hemodialisis. Tindakan ini
dilaksanakan atas indikasi-indikasi tertentu. Pemilihan tindakan dialisis peritonial atau
hemodialisis didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan indivual penderita.
7. Operasi. Pengelolaan GGA post renal adalah tindakan pembedahan untuk dapat
menghilangkan obstruksinya. Kadang-kadang untuk dapat dilakukan operasi diperlukan
persiapan tindakan dialisis terlebih dahulu.

2. Gagal Ginjal Kronik (Chronic Kidney Disease)

Definisi

Gagal ginjal kronik (menahun) merupakan kerusakan ginjal yang progresif dan
ireversibel karena suatu penyakit. Akibat Destruksi struktur ginjal yang progresif dan terus-
menerus.8,9

Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insiden penyakit ginjal kronik
diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun dan angka ini meningkat sekitar 8% setiap
tahunnya. di Malaysia dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal
ginjal pertahunnya. Di negara-negara berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar
40-60 kasus perjuta penduduk pertahun. 6,13

Etiologi

Etiologi penyakit ginjal kronik sangat bervariasi antara satu negara dengan yang lain.
Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2000 mencatat penyebab gagal ginjal yang
menjalani hemodialisis di Indonesia. 6,13

Dikelompokan pada sebab lain diantaranya, nefritis lupus, nefropati urat, intoksikasi
obat, penyakit ginjal bawaan, tumor ginjal dan penyakit ginjal yang tidak diketahui. 6

Penyebab Insiden

Glomerulonefritis 46,39%

Diabetes Melitus 18,65%

Obstruksi dan Infeksi 12,85%

Hipertensi 8,46%

Sebab Lain 13,65%


Tabel 1. Penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di Indonesia pada tahun 2000
(Dikutip dari kepustakaan 6)
Gambaran Klinis 6,13

a. Kelainan hemopoeisis
Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering ditemukan pada
pasien gagal ginjal kronik. Anemia yang terjadi sangat bervariasi bila ureum darah lebih dari
100 mg% atau bersihan kreatinin kurang dari 25 ml per menit.
b. Kelainan saluran cerna
Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien gagal ginjal
kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dam muntah masih belum jelas,
diduga mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk amonia.
Amonia inilah yang menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus.
Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau hilang setelah pembatasan diet
protein dan antibiotika.
c. Kelainan mata
Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil pasien gagal ginjal
kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari mendapat pengobatan gagal ginjal
kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis. Kelainan saraf mata menimbulkan gejala
nistagmus, miosis dan pupil asimetris. Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan
hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan
atau deposit garam kalsium pada conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat
iritasi dan hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien gagal
ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier.
d. Kelainan kulit
Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan diduga
berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan segera hilang
setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan bersisik, tidak jarang dijumpai
timbunan kristal urea pada kulit muka dan dinamakan urea frost.
e. Kelainan selaput serosa
Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering dijumpai pada gagal ginjal
kronik terutama pada stadium terminal. Kelainan selaput serosa merupakan salah satu
indikasi mutlak untuk segera dilakukan dialisis.
f. Kelainan neuropsikiatri
Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan depresi sering
dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Kelainan mental berat seperti konfusi, dilusi, dan
tidak jarang dengan gejala psikosis juga sering dijumpai pada pasien GGK. Kelainan mental
ringan atau berat ini sering dijumpai pada pasien dengan atau tanpa hemodialisis, dan
tergantung dari dasar kepribadiannya (personalitas).
g. Kelainan kardiovaskular
Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik sangat kompleks.
Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi sistem vaskular, sering
dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal dan dapat
menyebabkan kegagalan faal jantung.

Patofisiologi

Penurunan fungsi ginjal yang progresif tetap berlangsung terus meskipun penyakit
primernya telah diatasi atau telah terkontrol. Hal ini menunjukkan adanya mekanisme
adaptasi sekunder yang sangat berperan pada kerusakan yang sedang berlangsung pada
penyakit ginjal kronik. Bukti lain yang menguatkan adanya mekanisme tersebut adalah
adanya gambaran histologik ginjal yang sama pada penyakit ginjal kronik yang disebabkan
oleh penyakit primer apapun. Perubahan dan adaptasi nefron yang tersisa setelah kerusakan
ginjal yang awal akan menyebabkan pembentukan jaringan ikat dan kerusakan nefron yang
lebih lanjut. Demikian seterusnya keadaan ini berlanjut menyerupai suatu siklus yang
berakhir dengan gagal ginjal terminal. Secara skematis penurunan fungsi ginjal bisa
menyebabkan beberapa keadaan berikut. 6,13

Skema 1. Patogenesis Penyakit Ginjal Kronik


(Dikutip dari kepustakaan 6)
Klasifikasi

Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik

Stadium 1 Kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminuria persisten dan


LFG (Laju Filtrasi Glomerulus) yang masih normal >90ml/menit

Stadium 2 Kelainan ginjal dengan albuminuria persisten dan LFG antara 60-
89 ml/menit

Stadium 3 Kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 ml/menit

Stadium 4 Kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29 ml/menit

Stadium 5 Kelainan ginjal dengan LFG antara 15 ml/menit

Tabel 2. Klasifikasi penyakit ginjal kronik


(Dikutip dari kepustakaan 6)
Diagnosis

a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik


Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang berhubungan
dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi GGK, perjalanan penyakit termasuk
semua faktor yang dapat memperburuk faal ginjal (LFG). Gambaran klinik (keluhan subjektif
dan objektif termasuk kelainan laboratorium) mempunyai spektrum klinik luas dan
melibatkan banyak organ dan tergantung dari derajat penurunan faal ginjal. 6

b. Pemeriksaan laboratorium
Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu memastikan dan menentukan derajat penurunan
faal ginjal (LFG), identifikasi etiologi dan menentukan perjalanan penyakit termasuk semua
faktor pemburuk faal ginjal: 6,13
1. Pemeriksaan faal ginjal (LFG): Pemeriksaan ureum, kreatinin serum dan asam urat serum
sudah cukup memadai sebagai uji saring untuk faal ginjal (LFG).
2. Etiologi gagal ginjal kronik (GGK) : Analisis urin rutin, mikrobiologi urin, kimia darah,
elektrolit dan imunodiagnosis.
3. Pemeriksaan laboratorium untuk perjalanan penyakit: Progresivitas penurunan faal ginjal,
hemopoiesis, elektrolit, endoktrin, dan pemeriksaan lain berdasarkan indikasi terutama
faktor pemburuk faal ginjal (LFG).

c. Pemeriksaan penunjang lain


Pemeriksaan penunjang diagnosis harus selektif sesuai dengan tujuannya, yaitu: 6,13
1. Diagnosis etiologi GGK
Beberapa pemeriksaan penunjang diagnosis, yaitu foto polos perut, ultrasonografi
(USG), nefrotomogram, pielografi retrograde, pielografi antegrade dan Micturating
Cysto Urography (MCU).
2. Diagnosis pemburuk faal ginjal
Pemeriksaan radiologi dan radionuklida (renogram) dan pemeriksaan ultrasonografi
(USG).

Penatalaksanaan

a. Terapi konservatif 6,13


Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara
progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia, memperbaiki
metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.
1) Peranan diet
Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau mengurangi
toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama gangguan keseimbangan
negatif nitrogen.
2) Kebutuhan jumlah kalori
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat dengan tujuan utama,
yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara status nutrisi dan
memelihara status gizi.
3) Kebutuhan cairan
Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah diuresis
mencapai 2 L per hari.
4) Kebutuhan elektrolit dan mineral
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari LFG dan
penyakit ginjal dasar (underlying renal disease).
b. Terapi simptomatik 6,13
1) Asidosis metabolik
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium (hiperkalemia).
Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat diberikan suplemen alkali. Terapi
alkali (sodium bicarbonat) harus segera diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau serum
bikarbonat ≤ 20 mEq/L.
2) Anemia
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu pilihan terapi
alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus hati-hati karena dapat
menyebabkan kematian mendadak.
3) Keluhan gastrointestinal
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering dijumpai pada
GK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief complaint) dari GGK.
Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus.
Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan
simtomatik.
4) Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.
5) Kelainan neuromuskular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis reguler yang
adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi.
6) Hipertensi
Pemberian obat-obatan anti hipertensi.
7) Kelainan sistem kardiovaskular
Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang diderita.

c. Terapi pengganti ginjal 6,13


Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG
kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan
transplantasi ginjal.
1) Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia,
dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang belum
tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG).
Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa
yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik,
bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi
refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin >
10 mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia,
muntah, dan astenia berat.
Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang telah
dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang
kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre kidney).
Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi sampai sekarang
14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal.
2) Dialisis peritoneal (DP)
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) di
pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak
dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem
kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan
hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal
ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-
morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat
intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat
ginjal.
3) Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal). Pertimbangan
program transplantasi ginjal, yaitu:
a. Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal ginjal,
sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah.
b. Kualitas hidup normal kembali.
c. Masa hidup (survival rate) lebih lama.
d. Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat
imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
e. Biaya lebih murah dan dapat dibatasi

d. Terapi non farmakologi 6,13


a. Kontrol Hipertensi
b. pengendalian gula darah, lemak darah, dan anemia
c. penghentian merokok
d. peningkatan aktivitas fisik
e. pengendalian berat badan
DAFTAR PUSTAKA

1. Andersoon, W. Douglass. Kamus kedokteran dorland, edisi 31. Jakarta: EGC; 2010.
2. Guyton, Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 9 revisi. Jakarta: EGC; 1997.
3. Lauralee S. Editor. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem edisi 6. Jakarta: EGC; 2009.
4. Putz R, Pabst R. Editor. Anatomi Uronefrologi. Atlas Anatomi Sobotta jilid 2 edisi 22.
Jerman: Elsevier GmbH; 2007.
5. Victor PE. Editor. Atlas Histologi diFiore dengan Korelasi Fungsional. Jakarta: EGC;
2008.
6. Sudoyo WA, Setyiohado B, Idrus A, Simadibrata M, Setiati S, dkk. Ilmu Penyakit
Dalam edisi 5. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
7. Asdie Ahmad H. Harrison: Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: EGC; 2009.
8. Hadi, Isman. A Compilation of Pathogenesis & Pathophysiology. Hospital Universiti
Sains Malaysia: Kelantan; 2006.
9. Kumar, Cotrain, Robbins. Buku Ajar Patologi Robbins Ed.7, Vol.2. Jakarta: EGC; 2004.
10. Setiabudi R. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2004.
11. Gleadle, Jonathan. At a Glance Anamnesis. Jakarta: Erlangga; 2005.
12. Sabarguna A. Atlas Alur untuk Diagnosis dan Terapi. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2006.
13. Alam, Samsir. Gagal Ginjal. Jakarta: Gramedia; 2007

Anda mungkin juga menyukai