Anda di halaman 1dari 26

RESUME SKENARIO 2

BLOK 11
TUTORIAL H

disusun oleh:

Tifenda Nurafifah sholihah 152010101020


Luluk Mauludyahwati 152010101133
Nurin Kamila Suwandi Putri 152010101056
Annisa Salsabela 152010101063
Yoshe Gassarine Ainun Nisaa 152010101069
Nadhifah Athaya Putri 152010101076
Haqiqotul Fikriyah 152010101082
Indah Permata Sholicha 152010101095
Claresta Kurnia Nur Huda 152010101102
Samuel Hobarto Sampe 152010101117
Bima Setia Sandya Nugraha 152010101121
Toyibatul Hidayati 152010101135

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2017
SKENARIO 2: NYERI PINGGANG

Seorang pasien laki-laki berusia 38 tahun, datang ke UGD RS karena


mengeluh nyeri pinggang kanan hebat yang dirasakan sejak 4 jam
sebelum ke UGD. Satu bulan terakhir pasien tersebut mengeluh sering
kencing disertai rasa nyeri dan kencing yang keruh. Dengan riwayat
kencing nanah (+), kencing batu (+). Dari pemeriksaan fisik didapatkan
TD: 130/80 mmHg, denyut nadi 108 x/mnt, dan temperatur 38,6oC, dari
pemeriksaan Lab leukosit 15.000 /uL, sedimen urin erytrosit: penuh,

LEARNING OBJEKTIF

A. FISIOLOGI PEMBENTUKAN URINE


B. UROLITHIASIS
C. KOLIK RENAL
D. INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)
a. PYELONEFRITIS AKUT
b. SISTITIS
c. PROSTATITIS
d. EPIDIDIMITIS
E. GONORHAE
F. ABSES RENAL
A. FISIOLOGI PEMBENTUKAN URIN

Proses pembentukan urin terdiri dari 3 proses yakni filtrasi oleh


glomerulus, reabsorbsi dari tubulus renalis, serta sekresi menuju tubulus
renalis.
1. Filtrasi glomerulus
Penyaringan (filtrasi) darah pada kapiler glomerulus dari arteriol
afferent dilakukan oleh 3 lapisan, yaitu :
- Endotel kapiler glomerulus yang bertipe fenestrated (berlubang-
lubang)
- Membran dasar kapiler (sangat selektif terhadap protein plasma)
- Sel-sel podosit, melalui pedikelnya yang akan membentuk
filtration slit (celah).
Pada proses ini didapatkan filtrat yang tidak mengandung protein,
termasuk zat dengan berat molekul rendah (Ca dan asam lemak) yang juga
tidak terdapat pada filtrat karena struktur ikatannya dengan protein plasma.
Glomerulus Filtration Rate (GFR) ditentukan oleh :
- keseimbangan kekuatan hidrostatik dan osmotik koloid yang
melewati membran kapiler, dan
- koefisien filtrasi kapiler ( kf: hasil bagi dari permeabilitas dan
permukaan area filtrasi kapiler). * GFR dewasa =125 ml/menit
(180L/hari).
Fraksi filtrasi adalah fraksi Renal Plasma Flow yang di filtrasi, sekitar 0,2
atau 20% plasma yang mengalir ke ginjal difiltrasi melalui kapiler
glomerulus. (FF= GFR/RPF). Pengaturan GFR dan RBF (renal blood
flow) diatur oleh
- aktivasi sistem saraf simpatis, aktivasi simpatis yang kuat dapat
mengakibatkan konstriksi arteriol renal dan menurunkan RBF dan
GFR. Penting pada gangguan akut dan berat, misalnya iskemia otak
dan perdarahan,
- pengaturan hormonal dan autakoid (zat vasoaktif yang dilepaskan
ginjal).
Hormon atau autakoid Efek terhadap GFR
Norepinefrin Menurunkan
Epinefrin Menurunkan
Endothelin Menurunkan
Angiotensin II Mencegah penurunan
Endopthelial-derived nitric oxide Meningkatkan
Prostaglandin Meningkatkan
Selain itu ada autoregulasi RBF dan GFR dari ginjal secara intrisik yang
secara normal ginjal melakukan feedback untuk menjaga RBF dan GFR
relatif konstan sehingga memungkinkan pengaturan sekresi air dan solut,
kecuali terdapat perubahan tekanan arteri yang sangat besar. Hal ini
penting untuk mencegah perubahan ekskresi urin yang ekstrim.
Mekanisme ini dilakukan oleh:
- feedback tubuloglomerular pada kompleks juksta glomerular (sel
jukstaglomerular dan makula densa) dengan mengatur tahanan arteriol
ginjal,
- mekanisme miogenik : kemampuan pembuluh darah untuk menahan
regangan saat terjadi tekanan arteri.

2. Reabsorbsi dan sekresi oleh tubulus ginjal


Filtrat yang dihasilkan pada proses filtrasi di glomerulus akan masuk ke
tubulus proksimal, berlanjut melalui loop of henle, menunu tubulus distal,
tubulus kolektivus, dan duktus kolektivus sampai dengan terbentuk urine.
o Mekanisme reabsorbsi tubulus
Zat yang direabsorbsi ditransport dalam 2 tahap :
1) melalui membran epitel tubulus ke dalam cairan interstitial dengan
transport aktif atau pasif (jalur transeluler atau paraseluler).
- Transport aktif primer melalui membran tubulus memerlukan
ATP.
- Transport aktif sekunder melalui membran tubulus memerkan
molekul karier.
2) melalui membran kapiler peritubuler ke dalam darah dengan
ultrafiltrasi yang diperantarai kekuatan hidrostatik atau osmotik
koloid.
- Reabsorbsi air secara pasif dg osmosis terutama bersamaan dg
reabsorbsi Na.
- Reabsorbsi Cl, urea dan solut lain secara difusi pasif. Cl juga
direabsorbsi secara transport aktif sekunder.
o Pengaturan reabsorbsi tubular
1) Pengaturan lokal
Keseimbangan glomerulotubular, kemampuan tubulus untuk
meningkatkan kecepatan reabsorbsi sebagai respon terhadap
peningkatan beban tubular.
Kekuatan fisik kapiler peritubuler dan cairan interstitial ginjal,
tekanan hidrostatik dan osmotik.
Tekanan arteri, mekanisme tekanan natriuresis dan tekanan
diuresis. Sedikit peningkatan tekanan arteri sangat menaikkan
ekskresi Na dan air dalam urine.
2) Pengaturan hormonal
Aldosteron meningkatkan reabsorbsi Na dan meningkatkan
sekresi K.
Angiotensin II meningkatkan reabsorbsi Na dan air, dengan
cara ;
- merangsang sekresi aldosteron,
- mengkonstriksi arteriol efferent,
- merangsang reabsorbsi Na di tub prok, Loof of henle dan
tub distal secara langsung.
ADH meningkatkan reabsorbsi air.
Atrial natriuretic peptide menurunkan reabsorbsi Na dan air.
Hormon paratiroid meningkatkan reabsorbsi Ca.
3) Pengaturan syaraf
Aktivasi sistem saraf simpatis.
Meningkatkan reabsorbsi Na di tubulus proksimal dan thick
segment ascending Loop of Henle.
Menurunkan ekskresi Na dan air dengan mengkonstriksi
arteriol afferens.
Meningkatkan pelepasan renin dan pembentukan angiotensin
II.

o Reabsorbsi dan sekresi pada sepanjang tubulus


1. Reabsorbsi tubulus proksimal
Sekitar 65% Na dan air hasil filtrasi akan direabsorbsi di tubulus
proksimal, dimana tubulus ini memiliki kapasitas tinggi untuk
terjadinya reabsorbsi aktif dan pasif karena probabilitas sifat
epitelnya yakni daya metabolisme yang tinggi, mitokondria yang
banyak, serta brush border luas.
Bahan yg direabsorbsi :
I : Na, glukosa, asam amino, bikarbonat.
II : Na, Cl
2. Sekresi tubulus proksimal
Terjadi sekresi (penambahan zat) asam dan basa organik (seperti
garam empedu, oksalat, urat dan katekolamin); serta produk
metabolisme obat dan toksin berbahaya.
3. Transport solut dan air di loop of henle
Ada 3 segmen : Thin descending segment, Thin ascending segment
dan Thick ascending segment.
Descending : sangat permeabel terhadap air, cukup permeabel
terhadap sebagian besar solut (urea dan Na) melalui difusi
sederhana. 20% air yang difilter direabsorbsi disini,
memekatkan urin.
Ascending : tidak permeabel terhadap air.
Segmen tebal : ativitas metabolik tinggi, dapat transport aktif
Na, Cl, K, mereabsorbsi 25% yg difilter.
4. Tubulus distal
Bagian I : kompleks juxtaglomerular, pengatur feedback GFR
dan aliran darah.
Bagian II : sangat berliku dan sifat absorbsinya seperti segmen
tebal ascending Loop of Henle, merebasorbsi sebagian besar
ion tapi impermeabel terhadap air dan urea.
Segmen dilusi : mengencerkan cairan tubular.
Tubulus distal akhir dan tub kolektivus kortikal : secara
anatomi mempunyai 2 sel yg berbeda, sel prinsipal dan
interkalated.
- Sel prinsipal : reabsorbsi Na dan air , mensekresi K.
- Sel interkalated : reabsorbsi K dan mensekresi ion H
5. Tubulus kolektivus medular
Merupakan tahap akhir pemrosesan urine, terjadi reabsorbsi 10%
air dan Na yg difilter. Permeabilitas terhadap air disini ditentukan
oleh kadar ADH, dimana apabila ADH tinggi maka air akan
direabsorbsi dan volume urine menurun.

B. UROLITHIASIS

Definisi

Keberadaan batu pada saluran kencing

Insidensi

1. Prevalensi 2-3%

2. Laki laki : perempuan = 3:1, kebanyakan pada usia 30-50 tahun

Faktor resiko

a. Herediter
b. Diet : vitamin c, oxalat, purin, calcium
c. Dehidrasi
d. Sedentary life
e. Konsumsi obat thiazide (merangsang pengeluaran natrium dan kalsium)

Etiologi

a. Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang
dikonsumsi
b. Diet banyak purin, oksalat, kalsium
c. Kurang aktifitas / sedentary life

Pathogenesis pembentukan batu

a. Supersaturasi dari bahan nahan pembentukan batu (pada pH dan


temperature yang sesuai)
b. Statis urin
c. Pembentukan kristal
d. Kurangnya faktor inhibitor seperti sitrat dan magnesium

Gejala Klinis
a. Obstruksi saluran kemih (ureter) menyebabkan distensi pada saluran sampai
pelvic sehingga bermanifestasi sebagai Nyeri.

-non colic pain: nyeri pinggang sebagai akibat dari distensi kapsul renal.

-colic pain: nyeri yang berat, tiba-tiba, menjalar dari pinggang sampai testis
karena distensi dari ureter.

b. Pasien selalu menggeliat, tidak tenang mencari posisi yang nyaman


c. Mual muntah
d. Gejala trias iritasi bladder (frequency, urgency, dysuria)
e. Hematuria

Pemeriksaan Laboratorium

a. CBC: leukositosis (menandakan infeksi terutama jika disertai demam).


b. Urinalisis: sedimen urin mengandung RBC dan WBC serta Kristal.

Pemeriksaan Radiologis

a. KUB x ray: sensitif pada batu yang radioopac (calcium)


b. Non Contrast CT scan : dapat mendeteksi batu opac dan nin opac
c. USG
d. IVP

Tatalaksana

a. Simptomatis : analgesic, antiemesis, antibiotik


b. Pemasangan ureteric stent
c. Percutaneous nephrostomy
d. ESWL

C. KOLIK RENAL
Definisi
Renal Kolik merupakan nyeri yang terjadi akibat spasmus otot polos ureter
atau sistem kalises ginjal. Nyeri dirasakan sangat sakit, hilang timbul sesuai
dengan gerakan otot polos. Nyeri dirasakan di daerah sudut kostovetebra yang
menjalar kedinding depan abdomen, ke regio inguinal, hingga daerah pubis.
Bisa disertai keluhan pada GIT.

Etiologi
Disebabkan karena gangguan persitaltik karena obstruksi benda asing
disaluran kemih sehingga otot polos perlu tenaga ekstra untuk menyalurkan
urine. Obtruksi sering disebabkan oleh batu ureter.

Manifestasi Klinis
a. Nyeri akut
b. Nyeri menyebar dari groin sampai testikel
c. Nausea dan vomiting

Diagnostik
a. Pemeriksaan Urinalisis mengetahui jenis batu yang mungkin terbentuk
b. IVP mengetahui letak obstruksi batu yang terjadi
c. USG renal
d. Tanda kardinal : jika sakit menetap saat istirahat kemungkinan pembentukan
batu. Jika sakit menurun saat istirahat dan diam maka kemungkinan sakit
pada sistem GIT

Terapi
Terapi yang digunakan berupa peningkatan asupan minum dan pemberian
diuretik dengan target diuresus 2liter/hari; pemberian nifedipin atau agen alfa-
blocker; analgesik jenis opioid kerja singkat diberikan secara IM atau
pemberian OAINS supositoria untuk onset cepat dan efek samping lebih
rendah; terapi berdasarkan etiologi dan observasi.

Edukasi
Erat kasusnya dengan pembentukan batu ureter sehingga menghindari
makanan tinggi oksalat. Makanan yang perlu dihindari (bayam, coklat, kacang-
kacangan, teh, daun parsley, buah berry. Kurangi konsumsi natrium untuk
menghindari hiperkalsuri yang dapat meningkatkan resiko pembentukan batu.
Gambar : Letak nyeri kolik

D. INFEKSI SALURAN KEMIH


Infeksi saluran kemih adalah reaksi inflamasi sel urotelium yang melapisi
saluran kemih. Pada orang dewasa, wanita lebih sering mengalami daripada
laki-laki karena uretra wanita lebih pendek. Sedangkan pada neonatus ISK
lebih banyak terdapat pada bayi laki-laki terutama yang tidak menjalani
sirkumsisi.
ISK terjadi pada saat mikroorganisme masuk ke dalam saluran kemih dan
berbiak di dalam urine. Sebagian mikroorganisme memasuki saluran kemih
melalui cara ascending (kolonisasi di uretra masuk ke buli-buli kuman
menempel di dinding buli-buli ureter ginjal). Selain itu, ISK dapat terjadi
karena ketidakseimbangan antara mikroorganisme penyebab infeksi sebagai
agent dan epitel saluran kemih sebagai host.
Faktor dari mikroorganisme, bakteri mempunyai pili dan fimbrae di
permukaannya. Pili berfungsi untuk menempel pada urotelium melalui reseptor
yang ada di permukaan urotelium. Faktor pertahanan sistem saluran kemih
yang paling baik adalah wash out, yaitu aliran urine yang mampu
membersihkan kuman yang ada di dalam urine. Pada individu yang
mempunyai kebiasaan jarang minum dan pada gagal ginjal menghasilkan urin
yang tidak adekuat sehingga memudahkan terjadi infeksi saluran kemih.
Pada urinalisis ditemukan piuria jika mikroskopik didapatkan >5 leukosit
per lapangan pandang besar. Pada pemeriksaan darah lengkap menunjukkan
leukositosis, peningkatan laju endap darah, sel-sel muda pada sediaan hapusan
darah.
ISK uncomplicated adalah infeksi saluran kemih pada pasien tanpa
disertai kelainan anatomi maupun kelainan struktur saluran kemih. ISK
complicated adalah infeksi saluran kemih pada pasien yang menderita kelainan
anatomi maupun kelainan struktur saluran kemih atau adanya penyakit
sistemik.

INFEKSI SALURAN KEMIH ATAS


PIELONEFITRIS AKUT
Definisi
Pielonefritis akut adalah reaksi inflamasi akibat infeksi yang terjadi pada
pielum dan parenkim ginjal.

Etiologi
Kuman yang menyebabkan infeksi ini berasal dari saluran kemih bagian
bawah yang naik ke ginjal melalui ureter. Kuman-kuman tersebut adalah
Escherica coli, Proteus, Klebsiella sp., dan kokus gram positif (Streptokokus
faecalis dan enterokokus). Kuman stafilokokus aureus menyebabkan
pielonefritis melalui penularan secara hematogen.

Gambaran klinis
a. Demam tinggi disertai menggigil,
b. Nyeri di daerah perut dan pinggang,
c. Mual dan muntah.
d. Gejala iritasi pada buli-buli yaitu berupa disuri, frekuensi, dan urgensi.

Diagnosis
a. Pemeriksaan fisik nyeri pinggang dan perut, suara usus melemah.
b. Pemeriksaan darah adanya leukositosis disertai peningkatan laju endap
darah.
c. Urinalisis piuria, bakteriuria, dan hematuria.
d. Pemeriksaan foto polos perut kekaburan dari bayangan otot psoas dan
mungkin terdapat bayangan radio-opak dari batu saluran kemih.
e. PIV terdapat bayangan ginjal membesar dan terdapat keterlambatan pada
fase nefrogram.

Terapi
Ditujukan untuk mencegah terjadinya kerusakan ginjalyang lebih parah
dan memperbaiki kondisi pasien yaitu berupa terapi suportif dan pemberian
antibiotika. Antibiotika yang digunakan yaitu yang bersifat bakterisidal dan
berspektrum luas, yang secara farmakologis mampu mengadakan penetrasi ke
jaringan ginjal dan kadarnya di dalam urine cukup tinggi. Golongan obat-
obatan tersebut yaitu aminoglikosida (ampisilin atau amoksisilin),
aminopenisilin dikombinasi dengan asam klavulanat atau sulbaktam,
karboksipenisilin, sefalosporin, atau fluoroquinolone.
INFEKSI SALURAN KEMIH BAWAH
a. SISTITIS
Definisi
Sistitis akut adalah inflamasi akut pada mukosa buli-buli yang sering
disebabkan infeksi bacteria. Mikroorganisme penyebab infeksi ini terutama
adalah E coli, Enterococci, Proteus, dan Stafilokokus aureus yang masuk
buli-buli terutama melalui uretra. Sistitis akut mudah terjadi jika pertahanan
local tubuh menurun, yaitu pada diabetes mellitus atau trauma lokal minor
seperti pada saat senggama.

Epidemiologi
Wanita lebih sering mengalami serangan sistitis daripada pria Karena
uretra wanita lebih pendek daripada pria. Di samping itu, getah cairan
prostat pada pria mempunyai sifat bakterisidal sehingga relatif tahan
terhadap infeksi saluran kemih. Inflamasi pada buli-buli juga dapat
disebabkan oleh bahan kimia, seperti pada detergen yang dicampurkan ke
dalam air untuk rendam duduk, deidiran yang disemprotkan pada vulva,
atau obat-obatan yang dimasukkan intravesika untuk terapi kanker buli-buli.

Gambaran Klinis
a. Mukosa buli-buli menjadi kemerahan (eritema) mudah berdarah
menyebabkan hematuria
b. Edema
c. Hipersensitif sehingga jika buli-buli terisi urin, akan mudah terangsang
untuk segera berkontraksi, hal ini menimbulkan gejala frekuensi.
d. Kontraksi buli-buli akan menyebabkan rasa sakit/nyeri di daerah
suprapubik.
e. Tidak seperti gejala pada infeksi saluran kemih sebelah atas, sistitis
jarang disertai dengan demam, mual, muntah, badan lemah, dan kondisi
umum yang menurun. Jika disertai demam dan nyeri pinggang, perlu
difikirkan adanya penjalaran infeksi ke saluran kemih atas.

Diagnosis
a. Pemeriksaan urin berwarna keruh, berbau
b. Urinalisis piuria, hematuria, dan bacteriuria.
c. Kultur urin mengetahui jenis kuman penyebab infeksi.
d. Jika sistitis sering mengalami kekambuhan, perlu dipikirkan adanya
kemungkinan kelainan lain pada abuli-buli (keganasan, urolitiasis)
sehingga diperlukan pemeriksaan (PIV, USG) atau sistokopi.

Terapi
Pada uncomplicated sistitis cukup diberikan terapi dengan antimikroba
dosis tunggal atau jangka pendek (1-3 hari). Tetapi jika hal ini tidak
memungkinkan dipilih antimikroba yang masih cukup sensitif terhadap
kuman E coli, antara lain nitrofurantoin, trimethoprim-sulfametoksazol, atau
ampisilin. Kadang-kadang diperlukan obat-obatan golongan antikolinergik
(propantheline bromide) untuk mencegah hiperiritabilitas buli-buli dan
fenazopitidin hidroklorida sebagai antiseptik pada saluran kemih.

b. PROSTATITIS

Definisi
Prostatitis adalah reaksi inflamasi pada kelenjar prostat yang dapat
disebabkan oleh bakteri maupun non bakteri. Kuman penyebab infeksi yang
paling sering adalah kuman E. coli, Proteus spp., Klebsiella spp.,
Pseudomonas spp., Enterobacter spp., dan Serratiaspp.

Untuk menentukan penyebab suatu prostatitis, diambil sampel urine dan


getah kelenjar prostat melalui uji 4 tabung sesuai yang dilakukan oleh
Meares. Uji 4 tabung itu terdiri atas :

1. 10 cc pertama adalah contoh urine yang dikemihkan pertama kali yang


dimaksudkan untuk menilai keadaan mukosa uretra.

2. Urine porsi tengah yang dimaksudkan untuk menilai keadaan mukosa


kandung kemih.

3. Getah prostat yang dikeluarkan melalui massase prostat (EPS) yang


dimaksudkan untuk menilai keadaan kelenjar prostat.

4. Urine yang dikemihkan setelah massase prostat.

Klasifikasi
National Institute of Health memperkenalkan klasifikasi prostitis dalam 4
kategori, yaitu :

1. Kategori I adalah prostatitis bacterial akut.

2. Kategori II adalah prostatitis bacterial kronis.

3. Kategori III prostatitis non bacterial kronis atau sindroma pelvik kronis.
Kategori ini dibedakan dalam 2 subkategori, yaitu subkategori IIIA
adalah sindroma pelvik kronis dengan inflamasi, dan kategori IIIB adalah
sindroma pelvik non inflamasi.

4. Kategori IV adalah prostatitis inflamasi asimtomatik.

PROSATITIS BAKTERIAL AKUT (KATEGORI I)

Bakteri masuk melalui beberapa cara antara lain :

1. Ascending dari uretra

2. Refluks urine yang terinfeksi ke dalam ductus prostatikus

3. Langsung atau secara limfogen dari organ yang berada di sekitarnya


(rectum) yang mengalami infeksi

4. Penyebaran secara hematogen

Gambaran Klinis
a. Tampak sakit
b. Demam
c. Menggigil
d. Sakit daerah perineal
e. Adanya gangguan miksi

Pemeriksaan Fisik
Pada colok dubur prostat teraba bengkak, hangat, dan nyeri.

Terapi
Antibiotik yang sensitive terhadap kuman penyebab infeksi seperti dari
golongan fluoroquinolone, trimethoprim-sulfametoksazol, dan golongan
aminoglikosida secara parenteral. Setelah membaik diberi antibiotic per oral
selama 30 hari.

PROSTATITIS BAKTERIAL KRONIS (KATEGORI II)

Prostatitis bacterial kronis terjadi karena adanya infeksi saluran kemih


yang sering kambuh.

Gejala Klinis
a. Dysuria
b. Urgensi
c. Frekuensi
d. Nyeri perineal
e. Kadang nyeri saat ejakulasi

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan colok dubur mungkin teraba krepitasi yang
merupakan tanda dari suatu kalkulosa prostat. Uji 4 tabung tampak pada
EPS dan VB3 didapatkan kuman yang lebih banyak daripada VB1 dan VB2,
disamping itu pada pemeriksaan mikroskopik pada EPS tampak oval fat
body.

Terapi
Antibiotik yang digunakan adalah trimethoprim-sulfametoksazol,
doksisiklin, minosiklin, karbenisilin, dan fluoroquinolone.

PROSTATITIS NON BAKTERIAL (KATEGORI III)

Prostatitis non bacterial adalah reaksi inflamasi kelenjar prostat yang


belum diketahui penyebabnya. Pada subkategori IIIA tidak tampak adanya
kelainan pemeriksaan fisik, hanya saja EPS terlihat banyak leukosit dan
bentukan oval fat body. Antibiotic yang diberikan, antara lain minosiklin,
doksisiklin, atau eritromisin selama 2-4 minggu.
Pada subkategori IIIB terdapat nyeri pada pelvis yang tidak
berhubungan dengan keluhan miksi. Pada uji 4 tabung tidak didapatkan
adanya bakteri penyebab infeksi. Diduga kelainan ini ada hubungannya
dengan factor stress. Pemberian obat-obatan simtomatik berupa obat
penghambat adrenergic alfa dapat mengurangi keluhan miksi.

PROSTATITIS INFLAMASI ASIMTOMATIK (KATEGORI IV)

Secara klinis pasien tidak menunjukkan adanya keluhan maupun tanda


dari suatu prostatitis. Sebagian besar prostatitis yang tanpa menunjukkan
gejala seperti ini tidak memerlukan terapi, tetapi didapatkannya sel-sel
inflamasi pada analisis semen seorang pria yang mandul perlu mendapatkan
terapi antibiotika.

c. EPIDIDIMITIS

Definisi
Epididimitis adalah reaksi inflamasi yang terjadi pada pada
epididimis. Reaksi inflamasi ini dapat terjadi secara akut atau kronis.
Dengan pengobatan yang tepat penyakit ini dapat sembuh sempurna tetapi
jika tidak ditangani dengan baik dapat menular ke testis sehingga
menimbulkan orkitis, abses pada testis, nyeri kronis pada skrotum yang
berkepanjangan, dan infertilitas.

Patogenesis
Diduga reaksi inflamasi ini berasal dari bakteri yang berada di dalam
buli-buli, prostat, atau uretra yang secara ascending menjalar ke epididimis.
Dapat pula terjadi refluks urin melaluin duktus ejakulatorius atau
penyebaran bakteri secara hematogen / langsung ke epididimis seperti pada
penyebaran kuman tuberkulosis.

Mikroba penyebab infeksi pada pria dewasa muda (<35 tahun) yang
tersering adalah Chlamidia trachomatis atau Neisseria gonorhoika,
sedangkan pada anak-anak dan orang tua yang tersering adalah E.coli atau
Ureoplasma ureolitikum.

Gambaran Klinis
a. Nyeri mendadak pada daerah skrotum, diikuti dengan bengkak pada
kauda hingga kaput epididimis.
b. Demam, malaise.
c. Nyeri dirasakan hingga ke pinggang.
d. Pembengkakan pada hemiskrotum
e. Pada palpasi sulit untuk memisahkan antara epididimis dengan testis.
Mungkin disertai dengan hidrokel sekunder akibat reaksi inflamasi pada
epididimis. Reaksi inflamasi dan pembengkakan dapat menjalar ke
funikulus spermatikus pada daerah inguinal.
Gejala klinis epididimitis dan tosio testis sulit dibedakan, sehingga
untuk memastikannya bisa dengan melakukan Phrenn test yaitu mengangkat
skrotum (testis) ke atas. Jika nyeri berkurang saat skrotum (testis) diangkat
itu menunjukkan epididimitis. Sedangkan sebaliknya pada torsio testis.

Diagnosis

Pemeriksaan urinalisis dan darah lengkap dapat membuktikkan


adanya proses inflamasi. Pemeriksaan dengan ultrasonografi Doppler dan
stetoskop Doppler dapat mendeteksi peningkatan aliran darah di daerah
epididimis.

Tata Laksana
Pemilihan antibiotik tergantung pada kuman penyebab infeksi,. Pada
pasien yang berusia dibawah 35 tahun dengan perkiraan kuman
penyebabnya adalah Chlamidia trachomatis atau Neisseria gonorhoica,
antibiotik yang dipilih adalah amoksisilin dengan disertai probenesid atau
ceftriakson yang diberikan secara intravena. Selanjutnya diteruskan dengan
pemberian doksisiklin atau eritromisin per oral selama 10 hari. Tidak kalah
pentingnya adalah pengobatan terhadap pasangannya. Sebagai terapi
simptomatis untuk menghilangkan nyeri dianjurkan memakai celana ketat
agar testis terangkat, mengurangi aktivitas, atau pemberian anestesi
lokal/topikal. Untuk mengurangi pembengkakan dapat dikompres dengan
es. Pemberian terapi diatas akan menghilangkan keluhan nyeri dalam
beberapa hari, akan tetapi pembengkakan baru sembuh setelah 4-6 minggu
dan indurasi pada epididimis akan bertahan sampai beberapa bulan.

Pilihan bedah meliputi:


a. Epididymotomy: Jarang dilakukan pada pasien dengan epididimitis
supuratif akut
b. Epididymectomy: Biasanya untuk kasus-kasus refrakter
c. Orchiectomy: Diindikasikan hanya untuk pasien dengan nyeri epididimis
tak kenal henti
d. Skeletonisasi dari korda spermatika melalui varicocelectomy subinguinal
dilakukan dalam kasus yang jarang nyeri refrakter karena epididimitis
kronis dan orchialgia

Komplikasi
Komplikasi yang terkait dengan epididimitis akut dan orchitis bakteri
termasuk berikut:

a. Abses skrotum dan pyocele


b. Infark testis : Cord yang membengkak dapat membatasi aliran darah
arteri testicular
c. Masalah kesuburan
d. Atrofi testis
e. Cutaneous fistulization dari pecahnya abses melalui tunika vaginalis
(terlihat terutama pada tuberculosis)
f. Kekambuhan, epididimitis kronis, dan orchialgia

Berkenaan dengan item terakhir di atas, nyeri lokal yang asli dapat
dibedakan dari rasa sakit dengan suntikan korda spermatika dengan 1%
lidokain. Nyeri refrakter yang tidak diperbaiki dengan analgesik juga telah
dikelola oleh denervasi dari korda spermatika.

Berkenaan dengan masalah kesuburan yang disebutkan di atas,


kemandulan jarang terjadi setelah epididimitis akut, meskipun kejadian yang
sebenarnya tidak diketahui. Gangguan pada kualitas sperma sekunder untuk
leukocytospermia dan peradangan yang biasanya bersifat sementara. Yang
lebih penting adalah azoospermia jauh kurang umum, yang disebabkan oleh
obstruksi saluran epididimis saluran pada pria dengan epididimitis yang
tidak diobati atau pengobatan yang tidak benar. Insiden kondisi ini tidak
diketahui.

Komplikasi yang terkait dengan mumps orchitis meliputi berikut ini:


a. Hipogonadisme hipogonadotropik dapat terjadi sebagai akibat dari atrofi
testis, yang diamati pada 30-50% pasien
b. Sterilitas terjadi pada 7-13% pasien yang terkena; orchitis mempengaruhi
interstitium testis lebih dari sel-sel Leydig dan Sertoli, tetapi jumlah
sperma, mobilitas, dan morfologi juga dipengaruhi
c. Dapat muncul Orchialgia
d. Mumps orchitis tidak terkait dengan perkembangan tumor testis

Prognosis

Infeksi pada epididimis dapat menyebabkan pembentukan abses


epididimis. Selain itu, perkembangan infeksi dapat menyebabkan
keterlibatan testis, menyebabkan epididymo-orchitis atau abses testis. Sepsis
merupakan konsekuensi potensial dari infeksi yang parah. Epididimitis
bilateral dapat mengakibatkan kemandulan karena oklusi duktus dari
fibrosis peritubular.

Pasien dengan epididimitis sekunder dan pasien dengan penyakit


menular seksual memiliki 2-5 kali risiko tertular dan menularkan HIV.
Semua pasangan seksual dari pasien dengan epididimitis sekunder dan
pasien dengan penyakit menular seksual perlu rujukan untuk memastikan
bahwa mereka menerima pengujian yang adekuat dan pengobatan yang
memadai.

E. GONORHAE
Definisi
Gonore adalah penyakit infeksi menular seksual (IMS) yang disebabkan
oleh infeksi bakteri diplokokus gram negatif, Neisseria gonorrhoeae. Bakteri
ini sering menyerang membran mukosa uretra pada pria dan endoservik pada
wanita. Untuk dapat menular, harus terjadi kontak langsung antar mukosa.

Patogenesis dan patofisiologi


Bakteri Neisseria gonorrhoeae melekat dan menghancurkan membran sel
epitel yang melapisi selaput lendir, terutama epitel yang melapisi kanalis
endoserviks dan uretra.
Secara morfologik gonokokus ini terdiri atas empat tipe, yaitu tipe 1 dan
2 yang mempunyai protein pili yang bersifat virulen, serta tipe 3 dan 4 yang
tidak mempunyai protein pili dan bersifat nonvirulen. Protein pili adalah alat
mirip rambut yang menjulur ke luar beberapa mikrometer dari permukaan
gonokokus yangdibentuk oleh tumpukan protein pilin. Protein pili membantu
pelekatan pada sel inang dan resistensi terhadap fagositosis.
Gonokous memiliki Por (Protein I) yang menjulur dari selaput sel
gonokokus. Protein ini terdapat dalam bentuk trimer untuk membentuk pori-
pori di permukaan untuk tempat masuknya beberapa nutrien ke dalam sel.
Gonokokus juga memiliki Opa (Protein II) yang memiliki fungsi untuk
perlekatan gonokokus pada sel inang. Protein III bekerja sama dengan Por
dalam pembentukan pori-pori pada permukaan sel. Gonokokus memiliki
Lipooligosakarida (LOS) yang tidak mempunyai rantai samping antigen O
yang panjang. Daerah yang paling mudah terinfeksi ialah daerah dengan
mukosa epitel kuboid atau lapis gepeng yang belum berkembang (imatur),
yakni pada vagina wanita sebelum pubertas. Gonokokus dapat menyerang
selaput lendir saluran genitourinari, mata, rektum, dan tenggorokan,
mengakibatkan supurasi akut yang dapat menyebabkan invasi jaringan. Hal ini
diikuti oleh peradangan kronis dan fibrosis.
Gonokokus memiliki protein pili yang membantu perlekatan bakteri ini
ke sel epitel yang melapisi selaput lendir, terutama epitel yang melapisi kanalis
endoserviks dan uretra. Pertama-tama mikroorganisme melekat ke membran
plasma (dinding sel), lalu menginvasi ke dalam sel dan merusak mukosa
sehingga memunculkan respon inflamasi dan eksudasi.
Gonokokus akan menghasilkan berbagai macam produk ekstraseluler
yang dapat mengakibatkan kerusakan sel, termasuk diantaranya enzim seperti
fosfolipase,peptidase dan lainnya. Kerusakan jaringan ini disebabkan oleh dua
komponen permukaan sel yaitu LOS (lipooligosakarida) yang berperan
menginvasi sel epitel dengan cara menginduksi produksi endotoksin yang
mengakibatkan kematian sel mukosa dan peptidoglikan.
Bakteri gonokokus merusak membran yang melapisi selaput lendir
terutama kanalis endoserviks dan uretra. Infeksi ekstragenital di faring, anus,
dan rektum dapat dijumpai pada kedua jenis kelamin. Penularan terjadi melalui
kontak langsung antara mukosa ke mukosa. Risiko penularan laki-laki kepada
perempuan lebih tinggi daripada penularan perempuan kepada laki-laki
terutama karena lebih luasnya selaput lendir yang terpajan dan eksudat yang
berdiam lama di vagina.
Setelah terinokulasi, infeksi dapat menyebar ke prostat, vas deferens,
vesikula seminalis, epididimis, dan testis pada laki-laki. Pada perempuan
infeksi dapat menyebar ke uretra, kelenjar Skene, kelenjar Bartholin,
endometrium, tuba falopii, dan rongga peritoneum, yang dapat menyebabkan
Pelvic Inflammatory Disease (PID) pada perempuan. Pelvic Inflammatory
Disease adalah penyebab utama infertilitas pada perempuan.
Infeksi gonokokus dapat menyebar melalui aliran darah, menimbulkan
bakteremia. Bakteremia dapat terjadi pada laki-laki maupun perempuan.
Perempuan berisiko paling tinggi mengalami penyebaran infeksi pada saat haid
karena terjadinya peningkatan pH diatas 4,5 saat menstruasi. Penularan
perinatal kepada bayi saat lahir, melalui ostium serviks yang terinfeksi, dapat
menyebabkan konjungtivitis dan akhirnya kebutaan pada bayi apabila tidak
didiagnosis dan diobati.

Gejala
Gejala Pada Pria
a. Uretritis anterior akut. Masa inkubasinya berkisar antara 1 sampai 14 hari
atau lebih lama
b. Sekret dari uretra
c. Disuria.
d. Rasa gatal, panas di bagian distal uretra di sekitar orifisium uretra
eksternum
e. Nyeri pada waktu ereksi.
f. Pada pemeriksaan tampak orifisium uretra eksternum kemerahan, edema,
dan ektropion.

Gejala Pada Wanita


a. Infeksi pada kanalis endoservikalis, kelenjar Skene atau kelenjar Bartholin.
b. Timbul dalam tujuh sampai dua puluh satu hari.
c. peningkatan sekret vagina
d. Disuria
e. Perdarahan uterus diluar siklus menstruasi dan menorrhagia.
f. Pemeriksaan fisik menunjukan sekret serviks yang purulen atau
mukopurulen, eritema, edema dan perdarahan mucosal yang mudah di
induksi dengan melakukan apus endoserviks.
g. Nyeri panggul dan abdomen, dan gejala-gejala PID progresif apabila tidak
diobati.

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan klinis, dan
pemeriksaan pembantu yang terdiri atas beberapa tahapan.
a. Sediaan langsung
Pada sediaan langsung dengan pengecatan Gram akan ditemukan
gonokok Gram negatif, intraselular dan ekstraselular. Bahan pada pria
diambil dari daerah fosa navikularis, sedangkan pada wanita diambil dari
uretra, muara kelenjar Bartholin dan endoserviks. Pemeriksaan Gram dari
cairan tubuh uretra pada pria memiliki sensitivitas tinggi (90-95%) dan
spesifisitas 95-99%. Sedangkan dari endoserviks, sensitivitasnya hanya
45-65%, dengan spesitifitas 90-99%. Pemeriksaan ini direkomendasikan
untuk dilakukan di klinik luar rumah sakit atau praktek pribadi, klinik
dengan fasilitas laboratorium terbatas seperti kultur, maupun untuk rumah
sakit dengan fasilitas laboratorium lengkapyang memiliki LG, tes serologi,
kultur, dan tes sensitivitas.
b. Kultur (biakan)
Untuk identifikasi perlu dilakukan kultur (pembiakan). Dua macam
media yang dapat digunakan ialah media transpor dan media pertumbuhan.
c. Tes Beta-Laktamase
Tes ini menggunakan cefinase TM disc. BBL 96192 yang
mengandung chromogenic cephalosporin. Apabila kuman mengandung
enzim beta laktamase, akan menyebabkan perubahan warna koloni dari
kuning menjadi merah.

Terapi
a. Pengobatan Spesifik Gonore
Sebagian besar gonokokus yang berhasil diisolasi telah resisten
terhadap penisilin, tetrasiklin, dan antimikroba terdahulu lainnya, sehingga
obat-obat ini tidak bisa digunakkan lagi untuk pengobatan gonore. Secara
umum dianjurkan pada semua pasien gonore juga diberikan pengobatan
bersamaan dengan obat anti klamidiosis oleh karena infeksi campuran
antara klamidiosis dan gonore sering dijumpai.
a) Regimen pengobatan yang dianjurkan
a. Sefiksim : 400 mg per oral, dosis tunggal
b. Levofloksasin : 250 mg per oral dosis tunggal
b) Pilihan pengobatan lain
a. Kanamisin : 2 gr intramuskular dosis tunggal atau,
b. Spektinomisin : 2 gr intramuskular dosis tunggal atau,
c. Tiamfenikol : 3,5 gr per oral dosis tunggal
Untuk meningitis dan endokarditis yang disebabkan oleh
gonokokus dapat diberikan dalam dosis yang sama, namun memerlukan
jangka waktu pemberian yang lebih lama, yaitu selama empat minggu
untuk endokarditis.

b. Obat-obatan Infeksi Gonore


a) Sefalosporin
Beberapa sefalosporin generasi ketiga seperti Seftriakson dosis 125
mg atau 250 mg i.m, dan sefiksim 400 mg per oral dosis tuggal
menunjukan efektifitas dalam pengobatan gonore tanpa komplikasi dan
memberi angka kesembuhan lebih dari 95%.
b) Penisilin
Yang efektif ialah penisilin G prokain akua. Dosis 3-4,8 juta unit +
1 gram probenesid. Obat tersebut dapat menutupi gejala sifilis.
Kontraindikasi nya ialah alergi penisilin.
c) Ampisilin dan Amoksisilin
Ampisilin dosisnya adalah 3,5 gram + 1 gram probenesid, dan
amoksisilin 3 gram + 1 gram probenesid. Suntikan ampisilin tidak
dianjurkan. Kontraindikasinya adalah alergi penisilin.
d) Spektinomisin
Dosisnya adalah 2 gram i.m. baik untuk penderita yang alergi
penisilin, dan yang mengalami kegagalan pengobatan dengan penisilin.
e) Kanamisin
Dosisnya adalah 2 gram i.m. Kebaikan obat ini sama dengan
pektinomisin. Kontraindikasinya adalah kehamilan.
Komplikasi
Komplikasi gonore sangat erat hubungannya dengan susunan anatomi
dan faal genitalia.Komplikasi lokal pada pria bisa berupa tisonitis (radang
kelenjar Tyson), parauretritis, Littritis (radang kelenjar Littre), dan Cowperitis
(radang kelenjar Cowper). Selain itu, infeksi dapat pula menjalar ke atas
(asendens), sehingga terjadi prostatitis, vesikulitis, funikulitis, epididimitis,
yang dapat menimbulkan infertilitas.
Infeksi dari uretra pars posterior dapat mengenai trigonum kandung
kemih yang menimbulkan trigonitis. Gejala trigonitis adalah poliuria, disuria
terminal, dan hematuria.
Pada wanita, infeksi pada serviks (servisitis gonore) dapat menimbulkan
komplikasi salpingitis, ataupun penyakit radang panggul. Penyakit radang
panggul yang simtomatik ataupun asimtomatik dapat mengakibatkan jaringan
parut pada tuba sehingga menyebabkan infertilitas atau kehamilan ektopik. Bila
infeksi mengenai uretra dapat terjadi parauretritis, sedangkan pada kelenjar
Bartholin akan menyebabkan terjadinya bartholinitis.
Komplikasi diseminata pada pria dan wanita dapat berupa artritis,
miokarditis, endokarditis, perikarditis, meningitidis, dan dermatitis. Kelainan
yang timbul akibat hubungan kelamin selain cara genito-genital, pada pria dan
wanita dapat berupa infeksi non-genital, yaitu orofaringitis, proktitis, dan
konjungtivitis.

Gambar

F. ABSES RENAL
Definisi
Abses renal adalah abses yang terdapat pada parenkim ginjal. Abses ini
dibedakan dalam 2 macam, yaitu abses korteks ginjal & abses kortiko-meduler.
Abses korteks ginjal atau disebut karbunkel ginjal pada umumnya disebabkan
oleh penyebaran infeksi kuman Staphilococcus aureus yang menjalar secara
hematogen dari fokus infeksi di luar sistem saluran kemih. Abses kortiko-
medular merupakan penjalaran infeksi secara ascending oleh bakteri E. coli,
Proteus, atau Klebsiella spp. Abses kortiko-medular ini seringkali merupakan
penyulit dari pyelonefritis akut.

Gambaran Klinis
Nyeri pinggang
Demam menggigil
Keluhan miksi
Anoreksia
Malas dan lemah.
Gejala ini sering didiagnosis banding dengan pyelonefritis akut. Nyeri
dapat dirasakan pula di daerah pleura karena pleuritis akibat penyebaran infeksi
ke subphrenik & intrathorakal, inguinal, & abdominal akibat iritasi pada
peritoneum posterior. Nyeri pada saat hiperekstensi pada sendi panggul adalah
tanda dari penjalaran infeksi ke otot psoas.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan urinalisis pyuria & hematuria
Kultur urine menunjukkan kuman penyebab infeksi,
Pemeriksaan darah leukositosis & laju endap darah yang meningkat.
Pemeriksaan foto polos abdomen didapatkan kekaburan pada daerah
pinggang, bayangan psoas menjadi kabur, terdapat bayangan gas pada
jaringan lunak, skoliosis, atau bayangan opak dari suatu batu di saluran
kemih. Adanya proses pada subdiafragma akan tampak pada foto thoraks
sebagai atelektasis, efusi pleura, empyema, atau elevasi diafragma.
USG adanya cairan abses.
CT-Scan adanya cairan nanah di dalam intrarenal, perirenal, maupun
pararenal.

Tindakan
Pada prinsipnya jika dijumpai suatu abses harus dilakukan drainase, &
sumber infeksi diberantas dengan pemberian antibiotik yang adekuat.
Drainase abses dapat dilakukan melalui pembedahan terbuka ataupun perkutan,
melalui insisi kecil di kulit. Selanjutnya dilakukan berbagai pemeriksaan untuk
mencari penyebab terjadinya abses guna menghilangkan sumbernya

Anda mungkin juga menyukai