Anda di halaman 1dari 12

PROSES PEMBENTUKAN URIN

Sekitar 1200 ml darah melewati glomerulus tiap menit, 650 ml-nya plasma
dan 150 ml dari plasma ini disaring masuk ke tubulus renalis. Kerja ini sebanding
dengan memfiltrasi seluruh volume plasma 60x/hari. Kerja ginjal ini
menyebabkan ginjal mengonsumsi 20-25% oksigen yang dibutuhkan seluruh
tubuh. Filtrat dan urin cukup berbeda. Filtrat mengandung semua yang dibutuhkan
dalam plasma darah, kecuali protein, tapi saat mencapai duktus koligentes filtrate
sudah kehilangan sebagian besar air, nutrient, dan ion menyisakan apa yang
disebut urin. Urin terutama mengandung sisa metabolic dan bahan yang tidak
dibutuhkan tubuh.

Pembentukan urin dan pengaturan komposisi darah melibatkan 3 proses utama


yaitu filtrasi glomerulus, reabsorbsi tubular, dan sekresi tubular. Sebagai
tambahan, duktus coligentes bekerja mengonsentrasikan atau mengencerkan urin.

1. Filtrasi Glomerulus

Filtrasi glomerulus adalah proses pasif, dimana tekanan hidrostatik menekan


cairan dan solute melalui membran basalis glomerulus. Glomerulus merupakan
filter yang lebih efisien dibanding kapiler karena membrane filtrasinya
mempunyai permukaan yang luas dan beribu kali lebih permeabel terhadap air dan
solute dan tekanan darah dalam glomerulus lebih besar dari kapiler (55 mmHg :
18 mmHg) sehingga tekanan filtrasi lebih tinggi. Hasilnya, ginjal memproduksi
180 L filtrate /hari dibanding 3-4 L yang dihasilkan sekuruh kapiler tubuh.

Darah memasuki glomerulus melalui arteri afferent.  Kemudian darah


difiltrasi di glomerulus, direabsorbsi dan sekresi di tubulus.  Pada filtrasi terjadi
penyaringan oleh  tiga lapisan yaitu endotel kapiler glomerulus, podosit (sel  epitel
dari kapsul), dan membrane basalis.

Molekul yang lebih kecil dari 3 nm (air, glukosa, asam amino, dan sampah
nitrogen) lewat dengan bebas melalui membrane glomerulus. Molekul yang lebih
besar lebih sulit lewat. Karena protein plasna tidak dapat melewati membran
glomerulus, maka tekanan osmotic dalam   glomerulus terjaga dan mencegah
keluarnya semua air ke tubulus renalis.  Adanya protein atau sel darah dalam urin
menunjukkan masalah pada membrane filtrasi.

Tekanan filtrasi bertanggung jawab atas pembentukan filtrate. Tekanan


filtrasi ditentukan oleh tekanan hidrostatik glomerulus (tekanan darah dalam
glomerulus) (THG),  tekanan osmotic darah glomerulus (TOG), dan tekanan
hidrostatik capsula Bowman (THC).

Glomerular Filtration Rate (GFR) adalah volume filtrat yang terbentuk tiap
menit. Faktor yang mempengaruhi volume filtrasi glomerulus adalah permukaan
total glomerulus yang mampu memfiltrasi, permeabilitas  membra filtrasi, dan
tekanan filtrasi glomerulus.

GFR diatur oleh kontrol intrinsik dan ekstrinsik. Kedua jenis kontrol ini
bekerja pada situasi yang berbeda. Ginjal membutuhkan GFR yang konstan untuk
dapat bekerja dan menjaga homeostasis. Sedangkan tubuh membutuhkan tekanan
darah dan volume darah yang konstan.  Kontrol intrinsik (autoregulasi) bekerja
lokal pada ginjal untuk menjaga GFR, sedangkan kontrol ekstrinsik  bekerja pada
sistem endokrin dan syaraf untuk mengatur tekanan darah.

a. Kontrol intrinsik : Autoregulasi renal. Melalui pengaturan resistensi


terhadap aliran darah, ginjal dapat mengatur GFR. Terdapat 2 macam kontrol :
1. Mekanisme myogenik disebabkan kecenderungan otot polos vascular yang
cenderung berkontraksi bila teregang. Peningktan tekanan darah sistemik
menyebabkan kontriksi arteriole afferent, yang menghambat aliran darah ke
glomerulus menghambat peningkatan tekanan hidrostatik glomerulus.
Penurunan tekanan darah sistemik dilatasi arteriole afferent meningkatkan
tekanan hidrostatik glomerulus. Kedua respon tersebut menjaga GFR tetap
normal.
2. Mekanisme feedback tubuloglomerular, diatur oleh macula densa pada
apparatus jukstaglomerular. Kompleks juukstaglomerular terdiri dari macula
densa di tubulus distalis dan sel jukstaglomerular (sel JG) di dinding arteriole
afferent dan efferent. Mekanisme feedback tubuloglomerular memiliki 2
komponen yaitu 1) mekanisme feedback arteriole afferent, dan 2) mekanisme
feedback arteriole efferent. Sel macula densa merespon perubahan konsentrasi
NaCl (yang bervariasi tergantung pada kecepatan aliran filtrate). Saat GFR
meningkat, waktu untuk reabsorbsi NaCl terbatas dan konsentrasi NaCl dalam
filtrate tetap tinggi. Hal ini menyebabkan macula densa melepas 
vasokonstriktor kimiawi yang menyebabkan konstriksi arteriole afferent
menurunkan aliran darah ke glomerulus  menurunkan tekanan Filtrasi
(NFP/Net Filtration rate) dan GFR waktu lebih lama untuk reabsorbsi NaCl.
Sedangkan bila konsentrasi NaCl filtrate menurun dideteksi macula densa
vasokonstriktor dihambat vasodilatasi arteriole afferent  meningkatkan NFP
dan GFR.

b. Kontrol ekstrinsik terdiri dari kontrol neuronal dan kontrol hormonal


1. Kontrol sistem syaraf simpatik menjaga homeostasis tubuh. Saat cairan
ekstraseluler normal dan syaraf simpatik istirahat, pembuluh darah renal
dilatasi maksimal dan mekanisme autoregulasi bekerja. Tetapi saat stress berat
atau emergensi, dimana aliran darah diutamakan ke organ vital, kontrol neural
akan mendominasi mekanisme autoregulasi ginjal. Norepinephrine yang
dilepaskan syaraf simpatik (dan epinephrine dari medulla adrenal)  bekerja
pada reseptor alfa-adrenergik pada otot polos vaskular mengkonstriksikan
arteriole afferent  menghambat pembentukan filtrat secara tidak langsung
merangsang macula densa stimulasi sistem renin-angiotensin.
2. Kontrol renin-Angiotensin dipicu oleh berbagai stimulus pada sel granular
sehingga melepas renin. Renin bekerja terhadap angiotensinogen (plasma
globulin yang dibentuk di hepar) mengubahnya jadi angiotensin 1à diubah
oleh  by angiotensin converting enzyme (ACE) à jadi angiotensin 2 à bekerja
dalam 5 cara untuk menstabilkan tekanan darah sistemin dan volume
ekstraseluler :

1. Sebagai vasokonstriktor poten à Meningkatkan tekanan darah arteri (mean


arterial pressure)
2. Menstimulasi reabsorbsi sodium, secara langsung dengan bekerja pada
tubulus renalis dan secara tidak langsung dengan merangsang pelepasan
aldosteron dari korteks adrenal. Karena air mengikuti sodium secara
osmotik, maka volume dan tekanan darah meningkat.
3. Menstimulasi hipotalamus untuk melepaskan antidiuretic hormone (ADH)
dan mengaktivasi pusat haus hipotalamus à meningkatkan volume darah.
4. Meningkatkan reabsorbsi cairan dengan menurunkan tekanan hidrostatik
tekanan hidrostatik kapiler peritubuler. Penurunan tekanan terjadi karena ini
menurun  konstriksi arteriole efferent à penurunan tekanan hidrostatik di
distal arteriole efferent à cairan dari intratubuler berdifusi ke kapiler
peritubuler
5. Angiotensin II bekerja pada sel mesangeal glomerular menyebabkan
kontraksi kapiler glomerulus à total permukaan kapiler glomerulus
menurunà GFR menurun

Beberapa faktor yang bekerja independen atau kolektif merangsang pelepasan


renin

1. Penurunan regangan pada sel granular (di dinding A. afferent). Tekanan


darah sistemik < 80 mmHg (misal perdarahan, dehidrasi ) à menurunkan
regangan pada sel granular  à  stimulasi pelepasan renin.
2. Stimulasi sel granular oleh sel macula densa yang teraktivasi. Bila sel
macula densa mendeteksi konsentrasi NaCl rendah (aliran filtrate yang
lambat) à sinyal ke sel granular untuk melepaskan rennin.  Sinyal yang
diberikan dapat berupa penurunan ATP atau peningktan pelepasan
prostaglandin, atau keduanya.
3. Stimulasi langsung sel granular melalui reseptor β1-adrenergicoleh syaraf
simpatik renal.
4. Berbagai factor yang mempengaruhi GFR. Renal memproduksi berbagai
zat kimia yang bekerja sebagai parakrin (bekerja lokal), yaitu

a.   Prostaglandin E2 (PGE2) bekerja sebagai vasodilator, mengcounter


vasokonstriksi oleh norephinephrine dan angiotensin II. Hal ini bertujuan
mencegah kerusakan renal saat merespon permintaan tubuh untuk
meningkatkan resistensi perifer.

b. Adenosin dilepaskan sebagai ATP oleh sel macula densa, atau diproduksi
ekstraseluler. Walaupun secara sistemik berfungsi sebagai vasodilator
tetapi adenosine menyebabkan konstriksi vaskuler renal.

2. Reabsorbsi Tubular
Volume total plasma difiltrasi melalui tubulus renalis setiap 22 menit, sehingga
plasma akan habis menjadi urin dalam 30 menit kecuali sebagian besar isi tubules
diserap  kembali ke darah. Proses ini disebut reabsorbsi tubular, yaitu proses
selektif trans epithelial yang dimulai segera setelah filtrate memasuki tubulus
proksimal. Untuk mencapai aliran darah, substansi yang diserap harus bergerak
melewati tiga membran luminal dan  membran basolateral dari tubulus
renalis,barier  serta endotel dari kapiler peritubuler. Karena sel tubulus 
dihubungkan oleh tight junction, pergerakan substansi antar sel terbatas, walaupun
beberapa ion penting (Ca2+, Mg2+, K+, dan sejumlah Na+) bergerak melalui jalur
paraseluler. 
 Air dan solute bergerak dari dalam lumen tubular ke kapiler peritubular
melalui transelular atau paraselular. Rute transelular terdiri dari :

 (1) transport melewati membrane luminal

(2) difusi menyeberangi sitosol

(3) transport melewati membrane basolateral


(4) pergerakan pada cairan interstitial menuju kapiler.

Transport transeluler biasanya terjadi pada ruang interseluler lateral, karena 


ATP-dependent pump yang terletak di membrane basolateral memompa ion ke
ruang ini. Pada ginjal normal mereabsorbso semua nutrient organi seperti glukosa
dan asam amino untuk menjaga konsentrasi plasma. Sedangkan reabsorbsi air dan
ion diregulasi terus menerus. Tergantung pada substansi yang ditransport, proses
reabsorbsi dapat pasif (tidak perlu ATP) atau aktif.               

a. Reabsorbsi sodium

Ion sodium adalah kation yang dominan di filtrate, dan 80% energy untuk
aktif transport digunakan untuk reabsorbsi sodium. Reabsorbsinya hampir selalu
aktif dan melalui rute transeluler (transepitelial). Secara umum, dua proses dasar
yang mendorong transport aktif Na+ terjadi pada tiap segmen tubulus: (1) Na+ dari
filtrate memasuki  sel tubulus melalui membrane luminal, lalu (2) ditransport aktif
keluar sel tubulus dengan Na+-K+ ATPase pump yang terdapat pada membrane
basolateral. Dari sini,  Na+ dibawa oleh aliran air ke kapiler peritubuler dengan
cepat karena rendahnya tekanan hidrostatik kapiler dan tingginya tekanan
osmotik.

b. Reabsorpsi air, ion, dan nutrien

Pada reabsorpsi pasif tubular (termasuk difusi, difusi terfasilitasi, dan


osmosis) substansi berpindah sesuai gradient elektrokimianya tanpa menggunakan
ATP. Saat berpindah dari sel tubulus ke kapiler peritubuler, Na + menghasilkan
gradient elektrik yang memfasilitasi reabsorbsi anion      ( misal Cl– dan HCO3–)
untuk mengembalikan muatan elektrik netral pada filtrate dan plasma.

Pergerakan  Na+ juga menghasilkan gradient osmotic yang kuat, dan air
bergerak secara osmosis ke kapiler peritubuler, melalui kanal air aquaporin. Pada
region tubulus yang permeabel terhadap air (misal  PCT), aquaporin merupakan
komponen yang selalu ada pada membrane sel tubulus. Karena kanal ini selalu
ada, pada tubulus proksimal selalu terjadi absorbs air tidak peduli kondisi tubuh
saat itu (overhidrasi atau dehidrasi). Aquaporin tidak terdapat di membrane
luminal duktus koligentes, kecuali bila ada ADH.

Bersamaan dengan pindahnya air dari tubulus ke kapiler peritubuler,


konsentrasi filtrate meningkat, dan solute dalam filtrate cenderung mengikuti
gradient konsentrasi menuju ke kapiler peritubuler. Fenomena solute mengikuti
solvent ini menjelaskan reabsorpsi pasif sejumlah solute yang terdapat pada
filtrate (kation, fatty acid, dan urea). Hal ini juga menjelaskan mengapa obat atau
toksin yang larut lemak sulit diekskresikan. Senyawa yang larut lemak dengan
mudah melewati membrane, mereka akan mengikuti gradient konsentrasi dan
direabsorbsi.

Beberapa substansi direabsorpsi dengan transport aktif sekunder (dorongan


transport ini berasal dari gradient yang diciptakan oleh Na+-K+ pump pada
membrane basolateral ) termasuk glukosa, asam amino, laktat, vitamin, dan
sebagian besar kation. Kecuali Na+, terdapat  transport maksimum (Tm) untuk
semua substansi yang ditransport aktif. Tm (dalam mg/min) menunjukkan jumlah
karier dalam tubulus renalis yang tersedia untuk mengangkut tiap partikel. Secara
umum, tersedia banyak karier sesuai dengan kebutuhan, sehingga Tm glukosa
dijaga tetap tinggi dan karier untuk substansi yang tidak dibutuhkan tubuh hanya
sedikit atau tidak ada. Apabila karier sudah jenuh (semua terikat pada substansi
yang ditransportnya) maka kelebihan substansi akan diekskresi ke urin.

Semua protein plasma yang dapat melewati membrane filtrasi akan


dihilangkan dari filtrate pada tubulus proksimal dengan endositosis, dipecah
menjadi asam amino, dan ditransfer ke kapiler peritubuler.    

Substansi yang tidak direabsorbsi

Beberapa substansi tidak atau hanya sebagain direabsorbsi,  karena (1) tidak
punyai karier atau kanal, (2) tidak larut lipid, atau (3) terlalu besar untuk melewati
tight junction di antara sel tubular.  Yang paling penting adalah produk akhir
metabolism  nitrogen dan asam nukleat: urea, kreatinin, dan asam urat. Pengaturan
urea pada nephron agak rumit, tapi hasil akhirnya 50-60% urea pada filtrate
direabsorbsi. Kreatinin, molekul tidak larut lemak dan berukuran besar, tidak
direabsorbsi sama sekali. Konsentrasi plasmanya stabil selama massa otot stabil,
sehingga menjadi penanda yang baik dalam mengukut GFR dan fungsi
glomerular.

Kemampuan reabsorbsi tubulus renalis dan duktus koligentes.

a. Tubulus contortus proksimal (TCP). Walaupun seluruh tubulus renalis


berperan dalam reabsorbsi pada derajat yang berbeda, tetapi tubulus proksimalis
merupakan tempat reabsorbsi yang paling aktif. Normalnya TCP akan
mereabsorbsi seluruh glukosa, laktat, dan asam amino pada filtrate, serta 65% air
dan sodium. Sedangkan 90% bicarbonate (HCO3–), 60% Cl–, dan sekitar 55% K+
juga direabsorbsi di PCT. Hampir seluruh asam urat juga direabsorbsi di TCP  tapi
nantinya akan disekresikan kembali ke filtrate.

b. Loop of Henle (LOH). Setelah TCP, permeabilitas epitel tubulus berubah.


Di LOH, untuk pertama kalinya reabsorbsi air tidak berpasangan dengan
reabsorbsi solute. Air dapat berdifusi  meninggalkan LOH descenden tapi tidak
pada ascenden dimana tidak terdapat aquaporin. Perbedaan ini berperan penting
pada kemampuan ginjal untuk mengatur konsentrasi urin.  Sedangkan absorpsi
solute hanya terjadi di bagian ascenden LOH. Pada bagian tipis LOH ascenden
Na+ bergerak secara pasif sesuai dengan gradient konsentrasi yang dihasilkan oleh
reabsorbsi air. Pada bagian tebal LOH ascenden, perpindahan Na +terjadi karena
adanya  Na+-K+-2Cl– symporter, Na+-H+ antiporter, atau melalui rute paraceluler.

c. Tubulus contortus distalis (TCD) dan Duktus Koligentes. Saat filtrate


mencapai TCD, hanya 10% dari solute NaCL dan 25% air awal yang tetap di
dalam tubulus. Reabsorpsi NaCl dapat terjadi di TCD melalui Na +-Cl– symporter.
Tetapi kebanyakan reabsorbsi di bagian  ini tergantung pada kebutuhan tubuh saat
itu dan diregulasi oleh hormone (aldosteron untuk Na+, ADH untuk air, dan PTH
untuk  Ca2+).

Kontrol kerja TCD dan Duktus Koligentes

 Apabila tidak ada hormon regulator maka TCD dan duktus koligentes
tidak permeabel terhadap air. Reabsorbsi air tergantung pada adanya ADH yang
membuat duktus koligentes lebih permeabel terhadap air dengan penyisipan
aquaporin ke membrane lumen duktus koligentes.
 Aldosteron mengatur reabsorbsi sisa Na+ di filtrate. Penurunan volume
darah atau tekanan darah, konsentrasi Na+ ekstraseluler yang rendah
(hiponatremia), atau konsentrasi K+ (hiperkalemia) merangsang korteks adrenal
melepaskan aldosteron. Kecuali hiperkalemia yang secara langsung merangsang
adrenal,  kondisi lainnya akan mengaktifkan mekanisme renin-angiotensin-
aldosteron. Aldosteron merangsang sel pada duktus koligentes dan di distal TCD
untuk membuka atau menyintesa lebih banyak kanal Na+ dan K+ di membran 
luminal, dan lebih banyak kanan  Na+-K+ ATPases di membran basolateral).
Sebagai hasilnya, sedikit atau tidak ada Na+ yang keluar bersama urin. Tanpa
adanya aldosteron, hanya sedikit Na+ yang direabsorbsi pada TCD dan DK. 

Efek lain aldosteron adalah untuk memfasilitasi reabsorbsi air. Saat Na +


direabsorbsi, air juga akan mengikutinya. Aldosteron akan menurunkan kadar K+
darah karena reabsorbsi Na+  akan berpasangan dengan sekresi K+ , sehingga  Na+
masuk dan K+  keluar ke lumen

 Atrial natriuretic peptide (ANP) bekerja berlawanan dengan aldosteron.


ANP bekerja menurunkan Na+ darah sehingga menurunkan volume darah dan
tekanan darah. ANP dilepaskan oleh sel atrial jantung saat volume dan tekanan
darah meningkat. ANP menurunkan kadar Na+ melalui beberapa cara (1) bekerja
langsung pada duktus koligentes medulla untuk menghambat reabsorbsi Na +, (2)n
secara tidak langsung menghambat reabsorbsi Na+ dengan mengcounter efek
stimulasi angiotensin II terhadap sekresi aldosteron di korteks adrenal, dan (3)
secara tidak langsug meningkatkan GFR melalui arteriole renalis sehingga
menurunkan reabsorbsi air à volume darah menurun. 

C. Langkah 3 : Sekresi tubular

Sekresi tubular adalah kebalikan dari reabsorbsi tubular. Substansi seperti +,


K+, NH4+, creatinine, dan senyawa organic tertentu berpindah dari kapiler
peritubuler ke lumen tubulus atau disintesa dalam sel tubulus lalu disekresi ke
lumen. Dengan demikian urin mengandung zat yang difiltrasi dan disekresi.
Kecuali untuk K+, TCP merupakan tempat sekresi utama, tapi duktus
koligentes bagian kortikal dan bagian distal TCD juga aktif. Tujuan sekresi
tubular adalah

1. Membuang substansi, seperti obat dan metabolit yang terikat pada plasma
protein (yang tidak dapat lewat saat filtrasi glomerulus)
2. Mengeliminasi substansi atau produk sisa yang tidak  diinginkan, yang
direabsorbsi secara pasif (urea dan asam urat)
3. Membuang kelebihan K+. Seluruh K+ pada filtrate direabsorbsi di TCP dan
LOH ascenden, yang berarti bahwa semua K+ pada urin berasal dari
aktivitas aldosteron yang memicu sekresi K+ di TCD dan duktus
koligentes.
4. Mengontrol pH darah. Saat pH darah turun, sel tubulus renalis mensekresi
lebih banyak  H+ ke filtrate dan menyimpan lebih banyak HCO 3–..
Hasilnya, pH darah meningkat dan urin membuang kelebihan H +.
Sebaliknya bila pH darah alkali, Cl– direabsorbsi sedangkan HCO3–
dibuang bersama urin.

4. EKSKRESI DAN MIKSI

Ekskresi urin dari ginjal menuju ke Vesica Urinaria:  Urin melewati pelvis
renalis menuju ureter, dengan dibantu kontraksi otot polos pelvis renalis.
Kontraksi otot polos  ureter mengawali rangkaian peristaltik yang mendorong
urin menuju vesica urinaria. Saat tekanan dalan vesica urinaria meningkat,
refluks urine ke dalam ureter dicegah oleh  otot polos vesica urinaria yang
menjepit ureter (saat ureter memasuki VU).

Mikturisi adalah kejadian pengosongan vesica urinaria (kandung kemih).


Sebagian besar waktu, manusia tidak miksi terus menerus, tapi menyimpan
urin dengan bantuan reflek penyimpanan (storage reflex). Pada saat urin
terakumulasi, distensi (pengembangan) dinding vesica urinaria akan
mengaktifkan reseptor regangan  (stretch receptor).  Impuls dari reseptor yang
teraktivasi akan diteruskan melalui syaraf afferent menuju medulla spinalis
bagian sacralis. Aktivasi syaraf sacralis ini akan memicu reflex spinal  yang
kemudian akan :

1. Meningkatkan inhibisi / hambatan simpatis terhadap otot detrusor vesica


urinaria, sehingga otot  sphincter interna akan tetap menutup (sementara)
2.  

Menstimulasi konstraksi  otot sphincter urethra externa melalui aktivasi nervus


pudendus.   

Bila sekitar 200 ml urin terkumpul, impuls afferent akan dikirimkan ke


otak, sehingga menimbulkan rasa ingin segera miksi. Kontraksi vesica
urinaria menjadi lebih sering dan lebih mendesak, dan bila dianggap
memungkinkan untuk mengosongkan vesica urinaria (keputusan ini dibuat
oleh korteks cerebri), maka refleks miksi akan dimulai.

Sumber : Marieb EN, Hoehn K. Human Anatomy & Physiology 


7th.  2007. Pearson Education Inc.            

Refleks Miksi

Impuls afferent akan mengaktivasi pusat miksi yang terdapat pada pons
dorsolateral.  Pusat miksi ini bekerja seperti  sakelar on/off untuk mikturisi.
Pusat miksi member sinyal  kepada neuron parasimpatik untuk
menstimulasi kontraksi otot detrusor, sehingga membuka otot sphincter
interna. Pusat miksi juga menghambat  syaraf efferent somatik sehingga
menyebabkan relaksasi otot sphincter eksterna, dan urin bias mengalir ke
urethra untuk kemudian dikeluarkan.

Bila seseorang memutuskan untuk tidak miksi, maka refleks kontraksi otot
detrusor vesica urinaria akan menghilang dan urin tetap terakumulasi.
Karena otot sphincter externa dapat dikontrol secara volunteer (sadar) maka
kita dapat memutuskan untuk tetap membuatnya tertutup dan menunda
pengosongan  vesica  urinaria, Sesudah isi urin yang tersimpan dalam
vesica urinaria mencapai 200-300 ml atau lebih, refleks miksi akan terjadi
lagi, dan bila miksi ingin ditunda maka refleks ini akan menghilang lagi.
Keinginan untuk miksi tidak dapat ditahan pada saat volume urin melebihi
500-600 ml, sehingga urin  akan memaksa untuk keluar baik kita ingin atau
tidak.  Setelah miksi umumnya hanya sekitar 10 ml urin tertinggal dalam
vesica urinaria

1. Sherwood L., Human Physiology : from cells to system, 5th ed.; Thomson
Brooks Co. 2004
2. Guyton A.C., Hall J.E.; Textbook of Medical Physiology; 10th ed.; WB
Saunders & Co; 2000

Anda mungkin juga menyukai