https://www.youtube.com/watch?v=E2a_lsR5E68&feature=youtu.be
Banyak hasil pembangunan yang telah dicapai oleh Indonesia. Menurunnya tingkat
kematian balita – dari 85 tiap 100 kelahiran pada tahun 1990, menjadi 31 pada 2012 –
adalah salah satunya.
Namun, masalah stunting, atau tubuh pendek, masih menjadi masalah besar.
Banyak masyarakat Indonesia belum menyadari besarnya masalah ini. Umumnya,
Indonesia lebih memperhatikan berat badan kurang untuk menentukan kondisi gizi.
Tetapi, bila menggunakan ukuran ini saja, masalah gizi akan nampak sudah teratasi
karena tingkat berat badan sangat kurang hanya 5,4% dari seluruh balita di Indonesia.
Faktanya, 8,4 juta balita, atau 37,2%, dari seluruh balita terkena stunting dan perlu
mendapat perhatian lebih karena akan berdampak panjang dalam hidup seseorang.
Antara tahun 2010 hinga 2013 kasus stunting naik dari 35,6% menjadi 37,2%.
“Salah satu tantangan mengatasi stunting di Indonesia adalah tubuh pendek sering
dianggap wajar karena faktor keturunan,” kata Prof. Dr. Endang Achadi, pakar gizi
dari Universitas Indonesia.
“Masalah sebenarnya bukan tubuh pendek,” tambahnya. “Tetapi kalau seseorang
terkena stunting, proses-proses lain di dalam tubuh juga terhambat, seperti
pertumbuhan otak yang berdampak pada kecerdasan.”
" Masalah sebenarnya bukan tubuh pendek. Tetapi kalau seseorang terkena stunting,
proses-proses lain di dalam tubuh juga terhambat, seperti pertumbuhan otak yang
berdampak pada kecerdasan.” "
Prof. Dr. Endang Achadi
Pakar gizi dari Universitas Indonesia
Anak-anak yang lahir dengan berat badan kurang punya peluang 2,6 kali lebih kecil untuk
melanjutkan ke pendidikan tinggi
Naiknya kekayaan nasional disertai naiknya ketersediaan makanan membuat konsumsi lemak
per kapita naik dua kali lipat. Makanan olahan juga dikonsumsi dengan tingkat yang lebih
tinggi, khususnya di wilayah perkotaan.
Banyak kota tidak ramah bagi pejalan kaki sehingga tidak mendukung aktivitas fisik, selain
itu tempat-tempat yang menyediakan makanan sehat terbatas. Mereka yang bekerja dan
sekolah tidak punya banyak pilihan selain makanan siap saji di luar rumah.
Budaya dan tradisi mempengaruhi gizi ibu hamil dan anak-anak, serta norma sosial membuat
perempuan menikah saat masih muda. Faktor-faktor ini berkontribusi terhadap naiknya kasus
kelahiran dengan berat badan kurang.