Anda di halaman 1dari 27

Arah Kebijakan dan

Program Gizi di
Indonesia
AKMAL NOVRIAN SYAHRUDDIN M.KES
Pendahuluan
Indonesia menderita kekurangan gizi yang cukup tinggi
(defisiensi gizi makro dan mikro) yang diiringi dengan
meningkatnya prevalensi obesitas
Beban Ganda Masalah Gizi’ (Double Burden of
Malnutrition)
12% anak BALITA menderita kurus (wasting) VS 12% lainnya mengalami kegemukan (overweight)

11% dari remaja perempuan dan laki-laki mengalami kurus VS 11% lainnya mengalami kegemukan. (USIA 13-15 tahun)

(Kementerian Kesehatan, 2013)


Pendahuluan
Beban Ganda Masalah Gizi di Indonesia terjadi di
sepanjang siklus kehidupan
Kerusakan yang paling parah dan berlangsung jangka panjang
terjadi pada periode pertumbuhan dan perkembangan yang cepat,
khususnya selama 1.000 hari pertama kehidupan (1.000 HPK) sejak
masa kehamilan hingga anak berusia dua tahun, dan selama masa
remaja.
Dampak Beban Ganda ???
Ibu dengan berat badan kurang cenderung memiliki bayi dengan pertumbuhan intra-
uterus yang terhambat serta lahir dengan berat badan lahir rendah dan dengan
risiko kematian yang lebih tinggi
(Black, Victora, Walker, & et al., 2013).

Berat badan berlebih dan obesitas pada ibu juga meningkatkan risiko kematian bayi
(Meehan, Beck, Mair-Jenkins, & et al., 2014).

Sementara bayi dengan BBLR lebih cenderung untuk mengalami kekurangan gizi
pada masa kanak-kanak
(Cresswell, Campbell, De Silva, & Filippi, 2012).
Dampak Beban Ganda ???
MORTALITAS ANAK
Kurang gizi menyebabkan 45% kematian pada anak usia di bawah lima tahun di seluruh dunia
(2008)
Pada saat yang sama, setidaknya 2,6 juta orang meninggal setiap tahun akibat kelebihan
berat badan ataupun obesitas (WHO, 2018)
PENYAKIT TIDAK MENULAR
Anak yang gemuk risiko saat dewasa yang mengalami berat badan berlebih dan mengalami PTM yang berkaitan dengan
pola makan seperti diabetes tipe 2 (Bjeeregaard, Jensen, & Angquist, 2018) dan penyakit kardiovaskular (Litwin, 2014).
Remaja putri yang mengalami malnutrisi lebih rentan untuk menjadi wanita dewasa yang juga terkena malnutrisi dan
melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah.  mewariskan Beban Ganda Masalah Gizi dari satu generasi
ke generasi berikutnya.
Dampak Beban Ganda ???
Anak-anak yang kurang gizi dan/ atau kelebihan berat badan,
tidak hadir di sekolah lebih sering dan berprestasi kurang baik
secara akademis
Hambatan (Dewey & Begum, 2011) (An, Yan, Shi, & Yang, 2017).
Stunting dan kekurangan gizi merugikan Indonesia lebih dari
US$ 5 miliar per tahun setara dengan hilangnya 2-3% dalam
1. Pembangunan manusia,
produk domestik bruto karena kehilangan produktivitas dan
2. Kemiskinan intergenerasi, berkurangnya kemampuan fisik
3. Memperlambat pertumbuhan (Bappenas, 2018).
ekonomi.
Kerugian akan lebih besar jika obesitas dan
kelebihan berat badan diperhitungkan.
Target Gizi di Indonesia dan Sasaran Global

WHO, 2012; WHO, 2013; Bappenas, 2015; Kementerian Kesehatan, 2013; Kementerian Kesehatan, 2018
Kurang Gizi pada Anak
Masalah Kurang Gizi pada BALITA stunting, wasting, dan underweight.

Sumber: RISKESDAS 2007, 2010, 2013, 2018; SIRKESNAS 2016


Stunting
• Bentuk kekurangan gizi yang paling umum di Indonesia
• Prevelensi 30,8%
• Stunting sangat umum terjadi di bagian paling timur dan paling
barat Indonesia dimana mencapai puncaknya dengan 51,7 % di
Nusa Tenggara Timur (NTT).
• Stunting pedesaan (40%) VS perkotaan (31%)
• Stunting dgn tingkat kekayaan terendah lebih banyak di banding
dengan tertinggi (29%)
Wasting
• Wasting (Kurus) adalah bentuk kekurangan gizi yang sangat serius karena sangat meningkatkan
risiko kematian dan kesakitan.
• Indonesia perinhkat keempat di dunia, 3 juta anak balita mengalami wasting (kurus),
diantaranya yakni 1,4 juta anak mengalami sangat kurus
• Tingkat kematian pada anak dengan gizi buruk akut (Severe Acute Malnutrition/SAM) adalah
11,6 kali lebih tinggi dibandingkan pada anak dengan gizi baik, dan mereka yang bertahan hidup
dari keadaan gizi buruk akut dapat terus mengalami masalah perkembangan di sepanjang hidup
mereka
• Wasting meningkatkan risiko stunting pada anak, gangguan perkembangan kognitif, dan
penyakit tidak menular di masa dewasa
• Prevelensi > 15% yang dianggap sebagai masalah kesehatan masyarakat yang sangat tinggi oleh
WHO
Underweight
• Underweight adalah Kurang Gizi (BB/U)
• Riskesdas 2018 menunjukkan penurunan prevalensi
menjadi 17,7%
• Underweight  Indikator kekurangan gizi anak yang
tidak membedakan antara kekurangan gizi jangka
pendek wasting dan kronis stunting.
Kurang Gizi pada Perempuan
• Tergambar dari KEK (Kurang energi Kronik)  diukur melalui lingkar lengan
atas (LILA)
1 dari 4 ibu hamil (24,2%) memiliki LILA yang rendah (2013) dan turun menjadi
17,3% (2018)

• BBLR (<2500gr) pada anak menajdi indiaktor dampak bahwa ibu kurang gizi
saat kehamilan angkanya meningkat terus tiap periode  6,2% di tahun
2018.
• BBLR lebih banyak pada kelaurga dengan Pendidikan rendah
• Baik desa maupun perkotaan tidak ada beda prevelnsi BBLR (6,3 vs 6,1)
Kemajuan terhadap Target RPJMN 2015-2019 untuk Bayi
dengan Berat Badan Lahir Rendah, Anemia dan ASI Eksklusif

RISKESDAS 2007, 2010, 2013, 2018; SIRKESNAS 2016.


Defisiensi Mikronutrien
• Anemia pada wanita dan anak-anak masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat dengan kategori berat menurut klasifikasi
WHO
• Anemia disebabkan oleh defisiensi zat besi, vitamin A, asam folat,
dan vitamin B12.
• Prevalensi anemia juga lebih tinggi di daerah dimana kecacingan
umum terjadi.
• Ibu Hamil anemia (48,9%) thn 2018. ¼ anak balita anemia (28%)
(hemoglobin < 11 g/dl) thn 2013
Defisiensi Mikronutrien
Belum terdapat data baru tetntang Vitamin A, terakhir dilakukan oleh
Kementerian Kesehatan pada tahun 1992 dan menemukan bahwa
serum retinol kurang dari 20 μg / dL pada setengah dari anak-anak
berusia 6-59
Begitupula dengan yodium, belum ada data terbaru, tetapi survey
terakhir dilaporkan status yodium pada anak sekolah dan wanita
usia subur tetap memadai, sementara status yodium pada wanita
hamil berada pada ambang batas (2014).
Obesitas atau kegemukan
• Prevalensi kegemukan orang dewasa (IMT ≥25 sampai < 27), Obesitas (IMT ≥27)
• Ada perbedaan geografis yang signifikan dengan prevalensi obesitas tertinggi
ditemukan di Sulawesi Utara (30,2%) dan terendah di NTT (10,3%)
• Kegemukan dan obesitas pada wanita dewasa jauh lebih tinggi daripada pria dewasa,
dimana terdapat 41,6% wanita dewasa kelebihan berat badan dibandingkan 24% pria
(2016)
• Obesitas ditemui pada semua kelompok kuintil pendapatan baik yang rendah maupun
yang lebih tinggi
• Sekitar 7% anak balita diperkirakan mengalami kegemukan pada tahun 2018  tahun
2013 prevelensi lebih tingg pada kuintil tinggi dibanding rendah  kuintil rendah
prevelensi cukup besar 10,2%
Kemajuan terhadap Target RPJMN 2015-2019 untuk
Kegemukan dan Obesitas

Sumber: RISKESDAS 2007, 2010, 2013, 2018; SIRKESNAS 2016


Gizi Remaja
Periode kritis kedua untuk pertumbuhan fisik setelah tahun pertama
kehidupan, dimana ketika perubahan psikososial dan emosional yang
mendalam terjadi dan peningkatan kognitif dan kapasitas intelektual
tercapai.
Gizi Remaja Menjadi Masalah cukup besar
Usia 16-18 tahun
9,4% kurus (IMT per usia <-2 SD Zscore)
7,3% gemuk
Usia 13-15 tahun
Apa yang menjadi
11,1 kurus penyebab???
10,8% remaja
Penyebab Masalah Beban ganda
1. Konsumsi Pangan yang Tidak Cukup dan Kerawanan
Pangan
◦ 29,7% penduduk Indonesia mengonsumsi gula, garam, dan lemak melebihi rekomendasi WHO dimana untuk
gula > 50 g/hari, garam > 5 g/hari, dan lemak > 67 g/hr
◦ Hampir setengah penduduk (45,7%) dengan tingkat kecukupan energi sangat kurang (<70% AKE) dan 36,1%
dengan tingkat kecukupan protein sangat kurang (<80%AKP)
◦ akses ekonomi (keterjangkauan) terhadap pangan dibandingkan dengan ketersediaan pangan merupakan
penyebab utama kerawanan pangan di Indonesia
◦ Pengeluaran untuk makanan dan minuman jadi, yang sebagian besar cenderung diproses, meningkat
sebanyak empat kali lipat antara 2007 dan 2017 yang didorong oleh industri makanan dan minuman yang
sedang berkembang
Asupan Energi dan Protein per Kapita per Hari Menurut
Kelompok Tingkat Kekayaan pada Tahun 2017

Sumber: SUSENAS 2017


Asupan Energi per Kapita per Hari dari Kelompok Makanan yang
Berbeda pada Tahun 2007 dan 2017

Sumber: BPS, 2007; BPS, 2017


Penyebab Masalah Beban ganda
2. Penyakit, akses yang tidak memadai ke pelayanan
kesehatan, dan air dan sanitasi, terkait dengan
Beban Ganda Masalah Gizi:
◦ Penyakit infeksi terus menyebar dan memiliki keterkaitan
dengan kekurangan gizi.
◦ PTM sedang meningkat sebagai akibat dari meningkatnya
obesitas dan menambah beban sistem pelayanan
kesehatan.
Penyebab Masalah Beban ganda
3. Pemberian makan pada bayi dan anak (PMBA) dan
asupan makanan ibu yang buruk, serta praktik perawatan
ibu dan pengasuhan anak yang suboptimal adalah
penyebab penting dari kekurangan gizi dan obesitas:
◦ Tingkat menyusui meningkat tetapi praktik pemberian makanan
pendamping ASI yang tidak sesuai terjadi di mana-mana
◦ hanya 61% wanita yang memulai menyusui dalam satu jam pertama kelahiran
bayi mereka dan hanya setengah (54%) yang terus menyusui hingga dua tahun
Penyebab Masalah Beban ganda
4.Perekonomian yang berubah, demografi, relasi gender,
keyakinan sosial dan budaya, dan perubahan iklim di
Indonesia menawarkan peluang serta ancaman terhadap
gizi.
Isu Strategis
dan Arah Kebijakan Program Gizi
1. Menetapkan regulasi yang kuat untuk meningkatkan komitmen dan alokasi
anggaran untuk gizi di tingkat pusat dan daerah.
2. Meningkatkan pemberian layanan gizi berkualitas untuk semua masyarakat.
3. Meningkatkan kesadaran dan komitmen untuk perbaikan gizi dengan
menggunakan metode inovatif dan berbagai saluran komunikasi.
4. Membangun sistem informasi dan bukti terkait gizi untuk menyediakan
sumber data yang kredibel dan tepat waktu yang dapat digunakan untuk
pengambilan keputusan
5. Memperluas keterlibatan multi-sektor untuk mempercepat perbaikan gizi.
Terima
Kasih
Tugas Kuis
1. Apa yang menjadi penyebab masalah gizi pada
remaja ??
2. Mengapa Masalah Gizi kurang Semakin ke timur,
semakin tinggi masalah gizi nya ?
3. Apa yang menyebabkan masalah gizi Obesitas
pada perempuan jauh lebih banyak di bandingkan
laki-laki ??

Anda mungkin juga menyukai