Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TIDAK MENULAR


“EPIDEMIOLOGI SALAH GIZI (OBESITAS DAN STUNTING)”

DISUSUN OLEH :
Echa Carlinda(N1A119049)
Muhammad Alfrenzi Jufri (N1A119229)
Nadila Zikra Wahyuni(N1A119228)
Nikeen Oktovia (N1A119217)
Septi Wahyu Wulantika(N1A119237)
Yorri Maulina Kasya(N1A119240)

KELAS :4 D

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “EPIDEMIOLOGI SALAH GIZI
(OBESITAS DAN STUNTING)”

Makalah ini dibuat sebagai tugas dari mata kuliah Epidemiologi penyakit tidak
menular dan kami susun bertujuan untuk memberikan pembahasan mengenai materi
epidemiologi salah gizi (obesitas dan stunting).

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para


pembaca.Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat
membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Jambi , 5 maret 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................................i
KATA PENGANTAR ....................................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ........................................................................................................1
1.2 Rumusan masalah .................................................................................................1
1.3 Tujuan penulisan .....................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian obesitas dan stunting............................................................................2
2.2 Epidemiologi obesitas dan stunting.........................................................................3
2.3 Permasalahan gizi lebih dan kurang ......................................................................3
2.4 Faktor resiko obesitas dan stunting........................................................................5
2.5 Upaya pencegahan penanggulangan obesitas dan stunting................................10

BAB III PENUTUP


3.1 KESIMPULAN ......................................................................................................13
3.2 SARAN .................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Obesitas dan stunting masih menjadi isu atau masalah yang sering terjadi di
Indonesia hal ini membuktikan bahwa masyarakat masih kurang memahami atau
kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai gizi baik.Kasus gizi kurang atau lebih
sering terjadi pada bayi maupun balita karena dari masa kehamilan gizi kurang di
perhatikan dengan baik. Di Indonesia sendiri masih banyak yang terjadi kasus obesitas
dan stunting dimana pemahaman ibu mengenai gizi kurang baik dan kondisi ekonomi
yang kurang mendukung.Dan adanya mitos pemicu kurang gizi yaitu pada ibu hamil
tidak boleh makan ikan karena bayinya akan bau amis padahal ikan dapat membantu
dalam pemenuhan gizi bayi yang masih dalam kandungan. Kemudian, mitos di daerah
tertentu yang melarang anak balita makan telur karena bisa bisulan.Sering kali orang
menganggap gizi kurang atau kurus itu lebih baik dari gizi lebih padahal kenyataannya
tidak.Sama seperti obesitas anak maupun remaja dengan gizi kurang memiliki risiko
pada kesehatannya.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.2.1 Bagaimana definisi dari obesitas dan stunting
1.2.2 Bagaimana epidemiologi penyakit obesitas dan stunting di Indonesia
1.2.3 Bagaimana permasalahan dari gizi lebih dan gizi kurang
1.2.4 Apa saja faktor risiko obesitas dan stunting
1.2.5 Bagaimana upaya pencegahanPenanggulangan obesitas dan stunting
1.3 TUJUAN PENULISAN
1.3.1 Untuk mengetahui definisi dari obesitas dan stunting
1.3.2 Untuk mengetahui epidemiologi penyakit obesitas dan stunting di Indonesia
1.3.3 Untuk mengetahui permasalahan dari gizi lebih dan gizi kurang
1.3.4 Untuk mengetahui faktor risiko obesitas dan stunting
1.3.5 Untuk mengetahui upaya pencegahan Penanggulangan obesitas dan
stunting

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN
a. Obesitas atau gizi lebih adalah suatu keadaan dimana kelebihan lemak tubuh atau
berat badan yang dialami oleh seseorang. Obesitas sebagai suatu kelainan yang
ditandai dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan yang dimana
berat badan melampaui batas normal yakni 18,5-22,9. Anak yang obesitas bisa
termasuk malnutrisi karena tubuhnya kekurangan nutrisi tertentu misalnya, serat,
vitamin, dan mineral.kurangnya nutrisi-nutrisi tersebut, ditambah dengan kelebihan
lemak dan gula akhirnya bisa berujung pada obesitas.
Keadaan dapat dkenal tetapi sulit untuk didefinisikan dan melakukan diagnosis
secara objektif, terutama tingkat keparahannya. Ukuran yang sering digunakan
adalah :
 Berat terhadap tinggi, dikoreksi sesuai dengan jenis kelamin dan usia
 Pengukuran lipatan kulit pada lokasi tertentu biseps, triseps, subscapular,
dan sebagainya.
 Rasio lingkar pinggang dan lingkar pinggul
 Sistem lain yang lebih rumit.

b. Stunting atau gizi kurang adalah kondisi malnutrisi kronis yang disebabkan oleh
asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama, umumnya karena pemberian
makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi.
Menurut Dr. Fatimah Hidayati, Sp.A stunting terjadi karena kurangnya asupan gizi
pada anak dalam 1000 hari pertama kehidupan, yaitu semenjak anak masih
didalam kandungan hingga anak berusia 2 tahun. Sedangkan menurut Dekker et al
2010 dalam Nadimin stunting disebabkan oleh banyak faktor, baik faktor langsung
maupun tidak langsung.Faktor tidak langsung ditentukan oleh asupan makanan,
berat badan lahir dan penyakit.Sedangkan faktor tidak langsung seperti ekonomi,
budaya, pendidikan dan pekerjaan, fasilitas pelayanan kesehatan.

2
Gejala stunting :
• Postur anak lebih pendek dari anak seusianya
• Proporsi tubuh cenderung normal, tetapi anak tampak lebih muda atau kecil
untuk seusianya
• Berat badan rendah untuk anak seusianya
• Pertumbuhan tulang tertunda

2.2 EPIDEMIOLOGI
a. Obesitas
Berdasarkan data riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2018, prevalensi
obesitas di Indonesia pada usia di atas 18 tahun adalah sekitar 21,8%. Prevalensi
tertinggi terdapat di Sulawesi Utara (30,2%), DKI Jakarta (29,8%), Kalimantan
Timur (28,7%), Papua Barat (26,4%), Kepulauan Riau (26,2%), dan diikuti provinsi-
provinsi lainnya. Data ini cenderung meningkat dari tahun 2007 yaitu sebanyak
10,5% menjadi 11,5% pada tahun 2013 dan meningkat menjadi 21,8% pada tahun
2018.
b. Stunting
Hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2018 menyatakan bahwa masih ada
30,8% balita di Indonesia yang stunted/berperawakan pendek. Meskipun angka ini
lebih rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya (Riskesdas 2013) balita
pendek dan sangat pendek sebesar 37,2%), namun jumlah ini masih tergolong
sangat besar dan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat.
Permasalahan gizi kurang atau stunting di Indonesia dimana bayi di Indonesia lahir
dengan berat badan rendah (<2500 gram) ada sekitar 10,2%, kemudian balita
diindonesia yang memiliki berat badan yang tidak sesuai dengan usianya ada
sekitar 19,6%.

2.3 PERMASALAHAN GIZI LEBIH DAN GIZI KURANG


Stunting
Malnutrisi adalah masalah klasik Indonesia sejak dahulu kala yang belum dapat
ditangani dengan optimal hingga sekarang.Berdasarkan data dari Riset

3
KesehatanDasar dari tahun 2007 hingga 2018, terdapat tren peningkatan angka
malnutrisi di Indonesia, terutama pada balita.
Pada tahun 2007 dan 2010, balita yang mengalami gizi kurang berjumlah 13%.
Angka ini sedikit meningkat pada tahun 2013 menjadi 13,9%, dan relatif stagnan pada
tahun 2018 di angka 13,8%.Dua hal yang banyak disorot dari gizi kurang ini adalah
masalah stunting (pendek) dan wasting (kurus).Stunting adalah masalah gizi yang
terjadi akibat kurang gizi kronis yang terjadi dalam jangka panjang, sehingga tubuh
anak gagal bertumbuh mencapai tinggi yang seharusnya untuk usianya.Stunting bukan
hanya masalah tubuh yang pendek, tetapi dapat meningkatkan risiko anak terkena
gangguan perkembangan saraf dan kognitif serta terkena penyakit tidak menular kelak.
Persentase balita pendek di Indonesia adalah 18% (2007), 17,1% (2010), 19,2%
(2013), dan 19,3% (2018). Sementara angka balita sangat pendek berhasil turun
menjadi 11,5% (2018) dari 18,8% (2007). Tidak hanya memiliki masalah gizi kurang,
Indonesia pun dibebani oleh masalah gizi lebih sehingga terjadilah beban ganda.

Obesitas
Masyarakat Indonesia dikenal senang mengonsumsi makanan gorengan dalam
jumlah besar.Berbagai menu makanan diolah dengan cara digoreng. Ikan goreng,
tempe tahu goreng, gorengan jajanan di pinggir jalan, dan lainnya.Seperti diketahui,
makanan yang digoreng mengandung kalori yang lebih tinggi daripada makanan yang
direbus, dikukus, ditumis, dan dipanggang, karena tambahan lemak dari
minyak.Dibandingkan karbohidrat dan protein, lemak juga mengandung kalori paling
banyak.Selain gorengan, masyarakat Indonesia, khususnya balita juga dikenal gemar
mengonsumsi minuman manis, seperti teh dan jus kemasan. Bahkan, teh terkadang
menjadi minuman pendamping untuk balita tidur. Penelitian telah menunjukkan secara
konsisten bahwa orang yang sering minum minuman bergula, seperti soda dan jus
kemasan, memiliki berat badan yang lebih dibandingkan orang yang tidak
mengonsumsi minuman manis.
Mi instan juga tak ketinggalan menjadi salah satu penyumbang kalori terbanyak
penyebab gizi lebih. Asosiasi Mi Instan Dunia di Jepang mengungkap bahwa
Indonesiaadalah negara konsumen mi instan terbesar kedua di dunia setelah Cina,

4
dengan total konsumsi 14,5 miliar bungkus per tahun.Mi instan mengandung kalori yang
cukup besar dengan protein, vitamin, dan mineral yang minim. Apalagi, ada masyarakat
yang memiliki kebiasaan mengonsumsi mi instan
sebagai lauk nasi. Hal ini tentunya menggandakan asupan kalori yang masuk ke dalam
tubuh.

2.4 FAKTOR RISIKO


Terdapat banyak faktor yang menimbulkan masalah gizi, konsep yang
dikembangkan oleh United Nation Children’s Fund (Unicef) tahun 1990, bahwa masalah
gizi disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu langsung dan tidak langsung.

Faktor langsung
yang menimbulkan masalah gizi yaitu kurangnya asupan makanan dan penyakit
yang diderita. Seseorang yang asupan gizinya kurang akan mengakibatkan rendahnya
daya tahan tubuh yang dapat menyebabkan mudah sakit. Sebaliknya pada orang sakit
akan kehilangan gairah untuk makan, akibatnya status gizi menjadi kurang. Jadi asupan
gizi dan penyakit mempunyai hubungan yang saling ketergantungan.Kekurangan
asupan makanan disebabkan oleh tidak tersedianya pangan pada tingkat rumah
tangga, sehingga tidak ada makanan yang dapat dikonsumsi.Kekurangan asupan
makanan juga disebabkan oleh perilaku atau pola asuh orang tua pada anak yang
kurang baik.Dalam rumah tangga sebetulnya tersedia cukup makanan, tetapi distribusi
makanan tidak tepat atau pemanfaatan potensi dalam rumah tangga tidak tepat,
misalnya orang tua lebih mementingkan memakai perhiasan dibandingkan untuk
menyediakan makanan bergizi.Penyakit infeksi disebabkan oleh kurangnya layanan
kesehatan pada masyarakat dan keadaan lingkungan yang tidak sehat.Tingginya
penyakit juga disebabkan oleh pola asuh yang kurang baik, misalnya anak dibiarkan
bermain pada tempat kotor.

Faktor tidak langsung


meliputi ketahanan pangan dikeluarga, pola pengasuhan anak serta pelayanan
kesehatan anak dan lingkungan. Fuada, Mulyati dan Hidayat (2011) menyatakan bahwa

5
faktor yang berhubungan dengan status gizi pada anak balita di perkotaan adalah
tingkat sosial ekonomi, pendidikan, pekerjaan orang tua dan tinggi badan orang tua,
sedangkan di perdesaan faktor yang berhubungan adalah status sosial ekonomi,
pendidikan, pekerjaan, tinggi badan orang tua, pemanfaatan pelayanan kesehatan dan
angka kecukupan konsumsi protein.

Faktor risiko kejadian stunting


a. Status Gizi
Status Gizi merupakan sebuah penilaian keadaan gizi yang diukur oleh seseorang
pada satu waktu dengan mengumpulkan data.Status gizi menggambarkan kebutuhan
tubuh seseorang terpenuhi atau tidak.Salah satu penelitian menunjukan bahwa status
gizi dalam masyakarat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti sosial ekonomi,
pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, jumlah anak dalam keluarga, dan pola asuh.

b. Kebersihan Lingkungan
Sanitasi yang baik akan mempengaruhi tumbuh kembang seorang anak. Sanitasi
dan keamanan pangan dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit
infeksi.Penerapan hygiene yang tidak baik mampu menimbulkan berbagai bakteri yang
mampu masuk ke dalam tubuh yang menyebabkan timbul beberapa penyakit seperti
diare, cacingan, demam, malaria dan beberapa penyakit lainnya.faktor-faktor yang
dapat meningkatkan risiko stunting akibat lingkungan rumah adalah kondisi tempat
tinggal, pasokan air bersih yang kurang dan kebersihan lingkungan yang tidak
memadai. Kejadian infeksi dapat menjadi penyebab kritis terhambatnya pertumbuhan
dan perkembangan. Penyediaan toilet, perbaikan dalam praktek cuci tangan dan
perbaikan kualitas air adalah alat penting untuk mencegah tropical enteropathy dan
dengan demikian dapat mengurangi risiko hambatan pertumbuhan tinggi badan anak

c. Makanan Pendamping ASI


Masalah kebutuhan gizi yang semakin tinggi akan dialami bayi mulai dari umur
enam bulan membuat seorang bayi mulai mengenal Makanan Pendamping ASI (MP-
ASI) yang mana pemberian MP-ASI untuk menunjang pertambahan sumber zat gizi

6
disamping pemberian ASI hingga usia dua tahun. Makanan pendamping harus
diberikan dengan jumlah yang cukup, sehingga baik jumlah, frekuensi, dan menu
bervariasi bisa memenuhi kebutuhan anak.

d. ASI Eksklusif
Air Susu Ibu (ASI) merupakan air susu yang dihasilkan seorang ibu setelah
melahirkan. ASI Eksklusif adalah pemberian ASI yang diberikan sejak bayi dilahirkan
hingga usia bayi 6 bulan tanpa memberikan makanan atau minuman lainnya seperti
susu formula, air putih, air jeruk kecuali vitamin dan obat.
ASI mengandung enzim pencerna susu sehingga organ pencernaan pada bayi
sangat mudah untuk mencerna dan menyerap ASI, kata lain organ pencernaan bayi
belum memiliki enzim yang cukup untuk mencerna makanan lain selain ASI. Komposisi
ASI dengan konsentrasi sesuai dengan pencernaan bayi akan membuat bayi tumbuh
dengan badan yang seimbang Dan Seorang anak yang minum ASI eksklusif
mempunyai tumbuh kembang yang baik, hal ini dikarenakan di dalam ASI terdapat
antibodi yang baik sehingga membuat anak tidak mudah sakit, selain itu ASI juga
mengandung beberapa enzim dan hormone.
Pada ASI terdapat kolostrum yang mengandung zat kekebalan salah satunya IgA
(Immunoglobin A) yakni sangat penting untuk membuat seorang bayi terhindar dari
infeksi.IgA yang sangat tinggi tedapat pada ASI yang mampu melumpuhkan bakteri
pathogen Ecoli dan beberapa bakteri pada pencernaan lainnya. Kandungan lainnya
yang dapat ditemukan dalam ASI ialah Decosahexanoic Acid (DHA) dan Arachidonic
Acid (AA) yang sangat penting dalam menunjang pembentukan sel – sel pada otak
secara optimal sehingga bisa menjamin pertumbuhan dan kecerdasan pada seorang
anak.

e. Berat Badan Lahir


Berat badan lahir adalah pengukuran berat badan yang setelah dilahirkan
1) Klasifikasi Berat Lahir Bayi
a) Berat Bayi Lahir Cukup (BBLC) bayi dengan berat lahir antara 2500
gramsampai4000 gram.

7
b) Berat Bayi Lahir Besar (BBLB) bayi dengan berat lahir lebih dari 4000 gram.
c) Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) bayi dengan berat lahir antara 1500 gram
hingga kurang dari 2500 gram.
d) Berat Bayi Lahir Sangat Rendah (BBLSR) bayi dengan berat lahir antara
1000 gram hingga kurang 1500 gram.
e) Berat Bayi Lahir Ekstrim Rendah (BBLER) bayi dengan berat lahir di bawah
1000 gram.

f. Berat Bayi Lahir Rendah


Berat bayi lahir rendah memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian
stunting.Dikatakan BBLR jika berat < 2500 gram.Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
merupakan faktor risiko yang paling dominan terhadap kejadian stunting pada anak
baduta.Karakteristik bayi saat lahir (BBLR atau BBL normal) merupakan hal yang
menentukan pertumbuhan anak.Anak dengan riwayat BBLR mengalami pertumbuhan
linear yang lebih lambat dibandingkan Anak dengan riwayat BBL normal.

g. Pendidikan Orang Tua


Tingkat pendidikan orang tua yang rendah juga mampu meningkatkan risiko
terjadinya malnutrisi pada anak.Tingkat pendidikan orang tua merupakan salah satu
penyebab terjadinya stunting hal ini dikarenakan pendidikan yang tinggi dianggap
mampu untuk membuat keputusan dalam meningkatkan gizi dan kesehatan anak-
anak. Pengetahuan yang tinggi juga mempengaruhi orang tua dalam menentukan
pemenuhan gizi keluarga dan pola pengasuhan anak, dimana pola asuh yang tidak
tepat akan meningkatkan risiko kejadian stunting.

h. Pendapatan Orang Tua


Tingkat pendapatan keluarga memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian
stunting. Hal ini dikarenakan keluarga dengan pendapatan yang rendah akan
mempengaruhi dalam penyediakan pangan untuk keluarga. Daya beli keluarga
tergantung dengan pendapatan keluarga, dengan adanya pendapatan yang tinggi maka
kemungkinan terpenuhinya kebutuhan makan bagi keluarga.

8
Orang tua dengan pendapatan keluarga yang memadai akan memiliki
akemampuan untuk menyediakan semua kebutuhan primer dan sekunder anak.
Keluarga dengan status ekonomi yang baik juga memiliki akses pelayanan kesehatan
yang lebih baik.Anak pada keluarga dengan status ekonomi rendah cenderung
mengkonsumsi makanan dalam segi kuantitas, kualitas, serta variasi yang
kurang.Status ekonomi yang tinggi membuat seseorang memilih dan membeli makanan
yang bergizi dan bervariasi.

i. Penyakit Infeksi Diare


Diare merupakan keadaan dimana seseorang BAB dengan konsistensi yang
lembek atau bahkan dapat berupa air saja dengan frekuensi yang sering bisa tiga atau
lebih dalam satu hari. Penyakit infeksi diare ini sering diderita oleh anak, seorang anak
yang mengalami diare secara terus menerus akan berisiko untuk mengalami dehidrasi
atau kehilangan cairan sehingga penyakit infeksi tersebut dapat membuat anak
kehilangan nafsu makan dan akan membuat penyerapan nutrisi menjadi terganggu .

j. Pola Pemberian Makan


Pola asuh yang baik dalam mencegah terjadinya stunting dapat dilihat dari praktik
pemberian makan.Pola pemberian makan yang baik ini dapat berdampak pada tumbuh
kembang dan kecerdasan anak sejak bayi. Pola asuh pemberian makan yang sesuai
dengan anjuran KEMENKES RI 2016, yaitu pola makan pemberian makan yang baik
kepada anak adalah dengan memberikan makanan yang memenuhi kebutuhan zat gizi
anaknya setiap hari, seperti sumber energi yang terdapat pada nasi, umbi – umbian dan
sebagainya. Sumber zat pembangun yaitu ikan, daging, telur, susu, kacang – kacangan
serta zat pengatur seperti sayur dan buah terutama sayur berwarna hijau dan kuning
yang banyak mengandung vitamin dan mineral yang berperan pada proses tumbuh –
kembang bayi terutama agar bayi terhindar dari masalah gizi salah satunya yang
berdampak pada stunting. Pola makan bayi juga perlu menjadi perhatian ibu dimana
pola makan bayi harus sesuai dengan usia bayi dan memberikan menu makanan yang
bervariasi setiap harinya. Pemberian menu makanan yang tidak bervariasi atau

9
hampersama setiap harinya dapat mengakibatkan seorang anak tidak mendapatkan
pemenuhan gizi yang sesuai dengan kebutuhannya.

K. Jenis Kelamin Balita


Salah satu penelitian menunjukan bahwa anak balita laki – laki lebih banyak
mengalami stunting dibandingkan dengan balita perempuan hal ini dikarenakan
perkembangan motorik kasar anak laki – laki lebih cepat dan beragam sehingga
membutuhkan energi lebih banyak, sehingga risiko menjadi lebih tinggi jika pemenuhan
kebutuhan energi tidak terpenuhi dengan baik.

Faktor Risiko Obesitas


Genetik : Genetik atau faktor keturunan. Selain itu Obesitas diakibatkan oleh pola
makan dan gaya hidup anak yang serupa dengan orangtuanya.

Kebiasaan Makan : Sering mengonsumsi makanan siap saji dan olahan. Makanan
siap saji dan olahan cenderung tinggi lemak dan gula namun rendah serat.Makanan
berlemak dan bergula mempunyai kepadatan energi yang tinggi.

Penurunan Aktivitas Fisik : Dengan kemajuan teknologi, Anak akan memanfaatkan


waktu luang dengan bermain di dalam rumah dibanding di luar rumah. Mereka lebih
gemar menonton TV / video, bermain gadget, game komputer/ videogame. Menonton
TV lebih dari 5 jam dapat meningkatkan risiko Obesitas.

2.5 UPAYA PENCEGAHAN


Pencegahan stunting :
 Penuhi kecukupan nutrisi ibu selama kehamilan dan menyusui, terutama zat
besi,
 asam folat, dan yodium.
 Lakukan inisiasi menyusui dini dan memberikan ASI eksklusif.
 Lengkapi pengaturan mengenai MPASI yang baik dan menerapkannya.

10
 Biasakan perilaku hidup bersih dan sehat dengan mencuci tangan menggunakan
sabun dan air, terutama sebelum menyiapkan makanan dan setelah buang air
besar atau buang air kecil.
 Meminum air yang terjamin kebersihannya.
 Mencuci peralatan makan dengan sabun cuci piring agar terhindar penyakit
infeksi.

Pencegahan Obesitas
 Tambahkan Asupan Protein Harian Anda
Dengan asupan protein, metabolisme bisa meningkat hingga 80-100 kalori per
hari. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa orang yang menjalani diet tinggi
protein akan makan lebih sedikit dari 400 kalori per hari. Selain itu, diet tinggi
protein juga bisa membuat Anda merasa lebih kenyang sehingga nafsu makan
bisa lebih diatur. Energi Anda pun akan lebih optimal untuk beraktivitas.
 Hindari Makanan Olahan
Makanan yang telah melewati berbagai macam metode pengolahan biasanya
sering ditambahkan gula, lemak, dan tinggi kalori.Terlebih lagi, asupan tersebut
juga direkayasa untuk membuat Anda makan lebih banyak. Selain itu,
karbohidrat olahan seperti tepung putih, roti putih, nasi putih, soda, kue kering,
pasta dan serealia dalam kemasan juga mengandung karbohidrat sederhana
yang lebih cepat menyebabkan lonjakan gula darah dan menjadi faktor risiko
obesitas
 Sediakan Makanan atau Camilan Sehat
Penelitian menunjukkan bahwa makanan yang disimpan di rumah atau di
sekeliling Anda sangat memengaruhi berat badan dan perilaku makan sehari-
hari. Untuk itu, Anda dianjurkan untuk selalu menyediakan makanan sehat dan
tinggi serat seperti buah dan sayuran. Dengan demikian, Anda atau anggota
keluarga lain akan terhindar dari asupan atau camilan lain yang tidak sehat.
 Batasi Asupan Gula dan Kalori Cair
Makan dengan banyak gula tambahan rentan memicu munculnya penyakit
jantung, diabetes tipe 2, dan kanker. Karenanya, meminimalkan asupan gula

11
tambahan adalah cara yang bagus untuk memperbaiki pola makan Anda.Selain
itu, hindari konsumsi kalori cair yang berasal dari minuman soda, jus buah
kemasan dan minuman berenergi, karena berdampak buruk bagi kesehatan dan
bisa meningkatkan risiko obesitas
 Cukup Tidur dan Minum Air Putih
Tidur yang cukup sangat penting untuk kestabilan berat badan.Penelitian
menunjukkan bahwa orang yang kurang tidur lebih mungkin menjadi gemuk
dibandingkan dengan mereka yang cukup tidur. Selain tidur, asupan air putih
juga sangat memengaruhi kenaikan berat badan. Pasalnya, minum 0,5 liter air
putih dapat meningkatkan kalori yang dibakar hingga 24-30% selama satu jam
sesudahnya. 
 Lakukan Olahraga Kardio
Olahraga kardio seperti jogging, bersepeda, berenang atau jalan kaki adalah
cara yang baik untuk membakar kalori serta meningkatkan kesehatan mental
dan fisik Anda. Olahraga jantung atau kardio telah terbukti mampu menekan
risiko penyakit jantung dan mengurangi berat badan.
 jalankan Diet Rendah Karbohidrat
Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa diet rendah karbohidrat sangat
efektif untuk menurunkan berat badan. Membatasi karbohidrat, makan lebih
banyak lemak sehat (HDL) dan protein dapat mengurangi nafsu makan serta
membantu Anda makan lebih sedikit.Menariknya, upaya ini dapat menyebabkan
penurunan berat badan hingga 3 kali lebih besar daripada diet rendah lemak
standar.

12
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN

            Dari pernyataan diatas dapat saya simpulkan bahwa stunting dan obesitas
pada balita saat ini dianggap tidak bagus karena mengingat dampak pada
stunting yang sangat buruk pada balita dan dapat membuat kurangnya rasa
percaya diri saat dewasa. Begitu pula dengan obesitas yang dahulu dianggap
sehat, kini sudah ditakutkan karena dapat menyebabkan penyakit yang sangat
berbahaya bagi balita.

3.2 SARAN

            Saran saya sebaiknya para orang tua mulai sekarang menghimbau atau
mengatur makanan balita sesuai dengan kebutuhan tubuh anaknya, dan lebih
berhati-hati dalam memilih makanan untuk si kecil, jangan melakukan diet keras
pada si balita karna akan mengundang penyakit yang serius. Sebaiknya mengajak
anak untuk sering berolahraga di pagi hari namun tidak dengan aktifitas berat.

13
DAFTAR PUSTAKA

Buku :
Kumar Robbins Cotran. 1999. Dasar patologi penyakit. Jakarta : Penerbit buku
kedokteran EGC.
Alimoeso Sudibyo. 2019. Pengasuhan 1000 HPK. Jambi : Perwakilan BKKBN Provinsi
Jambi.
Hernawati Ina dkk.2007. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
747/MENKES/SK/VI/2007 Tentang Pedoman Operasional Keluarga Sadar Gizi Di Desa
Siaga.Jakarta : Departemen Kesehatan RI.

E-Book :
Murniasih Eri. 2010. Mengenal Obesitas. Jakarta : Multi Kreasi Satudelapan.
Imani Nurul. 2020. Stunting Pada Anak : Kenali Dan Cegah Sejak Dini. Yogyakarta :
Hijaz Pustaka Mandiri

- Wiradarma, Karin. 2019. Dua Masalah Gizi Yang Paling Sering Ditemukan di
Indonesia. https://www.klikdokter.com/info-sehat/read/3622044/dua-masalah-gizi-yang-
paling-sering-ditemukan-di-indonesia. Diakses pada 24 Maret 2021

- Harjatmo, Titus Priyo dkk. Oktober 2017.Penilaian Status


Gizi.http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2017/11/PENILAIAN-
STATUS-GIZI-FINAL-SC.pdf. Diakses pada 24 Maret 2021

14

Anda mungkin juga menyukai