Budidaya Pisang Raja Nangka
Budidaya Pisang Raja Nangka
Pisang raja nangka adalah jenis pisang olahan yang sering diremehkan petani, sehingga
jarang petani yang sengaja menanamnya. Namun saat ini pangsa pasar pisang tersebut
di Propinsi Lampung cukup luas, baik untuk pasar lokal, maupun pasar domestik
lainnya terutama Propinsi Banten, Jawa Barat dan DKI Jakarta. Pisang raja nangka
terutama dijadikan bahan harga 1 tandan pisang ini bervariasi tergantung mutu. Harga
tertinggi untuk 1 tandan di Lampung Selatan, sekitar Rp. 8.000,-.
Di Propinsi Lampung budidaya pisang lokal seperti raja nangka, hanya berupa usahatani
sampingan. Biasanya ditanam di pekarangan, batas-batas kepemilikan lahan, lahan yang
tidak diusahakan dan kadang-kadang sebagai tanaman pagar. Jenis pisang yang ditanam
biasanya beragam. Rerata areal lahan yang dikelola untuk usahatani pisang umumnya
sempit, bahkan jarang yang mencapai 0,5 hektar. Petani biasanya tidak punya target
produksi dan tidak ada usaha perbaikan produksi. Walaupun Propinsi Lampung
merupakan daerah utama serangan penyakit pisang yang mematikan, yaitu layu
fusarium yang dalam tahun sembilan puluhan mematikan hampir 700 ribu rumpun
pisang. Namun dari pengamatan lapang dan dari hasil uji ketahanan, pisang raja nangka
adalah salah satu jenis pisang yang tergolong tahan terhadap serangan penyakit tersebut.
Pisang ini termasuk jenis pisang besar dengan tinggi tanaman mencapai 3,5 meter.
Kalau pertumbuhan baik, di dalam 1 tandan, sisirnya bisa mencapai 7-8, dengan berat
sekitar 17-18 kg/tandan. Di tingkat petani dan penggunaan kerodong untuk mengatasi
serangan hama burik sekaligus perbaikan mutu buah.
Setelah 3 tahun pelaksanaan pengkajian, salah satu hasil penting adalah berubahnya cara
pandang petani koperator dan petani di sekitarnya terhadap prospek usahatani pisang
lokal. Kalau sebelumnya mereka anggap sebagai usahatani sampingan, maka setelah
3 tahun pengkajian, usahatani pisang dianggap sebagai salah satu usahatani lahan kering
utama. Hal itu terutama dipicu oleh adanya jaminan pendapatan setiap bulannya dengan
jumlah yang lebih dan cukup bagi petani dari usahatani pisang olahan tersebut.
Pada tahun pertama petani memang belum mendapat keuntungan banyak dari pisang,
namun mereka mendapat pengembalian dari penanaman jagung sebagai tanaman sela.
Pada tahun ke-2 mereka sudah mendapat keuntungan bersih tujuh jutaan/hektar/ tahun
dan pada tahun ke-3 duabelas jutaan/hektar/tahun dari pisang (Tabel). Pada tahun ke-3
produksi pisang nangka sekitar 200 tandan/hektar/bulan, yang setara dengan Rp. 1-1,2
juta/bulan. Pengelolaan yang baik membuat mutu pisang lebih baik dan produksi yang
kontinu (2 kali sebulan) juga berpengaruh pada kontinuitas kedatangan agen pengumpul
sehingga pemasaran berjalan lancar.
Bariot Hafif
Penulis dari BPTP Lampung
Dimuat pada Tabloid Sinar Tani, 19 Juli 2006