Disusun Oleh :
Anggit Fatmanagari ( 03 )
Arul Ichan Maulana ( 05 )
Nadila Juliviana ( 26 )
Shelin Nahira Wizani ( 33 )
SMAN 1 PATI
TAHUN PELAJARAN 2019/2020
BAGIAN I
Di bawah terik siang matahari kala itu, warga kampung Desa Sekararum, salah
satu desa penghasil beras di Tanah Jawa sedang berkumpul di balai desa terlihat
membicarakan hal serius. Puluhan pasang mata tampak saling menelisik dengan kepalan
tangan yang kian mengeras membuktikan bahwa masalah yang dibahas kali ini
bukanlah hal yang sepele.
“ Sampai kapan hal ini terus terjadi Nggi ? kalau tetap dibiarkan, bukan
penghasilan kita saja yang menurun bisa mati juga anak turun kita ! “ kata salah satu
warga.
“ Sawah ee ajor mumur, wes kaping pindo iki ora tau panen. Beras nek lumbung
sing digawe mangan ae wes arep entek, iso ora iso awake dewe kudu teges lan nangkep
Kebo daden ! “ kata salah seorang petani tua.
Itu hanyalah satu dua keluhan yang berhasil membuat suasana Balai Desa siang
itu terasa semakin panas. Bukan tanpa alasan jika warga dibuat geram atas kejadian
yang sudah terjadi selama satu tahun ini. Sawah yang seharusnya bisa dipanen, tiba –
tiba rusak dan akhirnya gagal panen. Pada mulanya warga mengira kejadian ini suatu
hal yang biasa. Namun, jika ditelisik lebih jauh penyebab gagalnya panen yang terjadi
jelas bukan hama ataupun hewan yang merusak sawah warga. Melainkan sawah tersebut
sengaja dirusak oleh manusia, terlihat dari pola rusaknya sawah setiap warga yang
hampir sama.
“ Cari Kebo Nyabrang ! kita harus segera menangkapnya. Saya yakin seratus
persen kalau sawah kita yang merusak itu Dia. ! “ teriak seorang warga.
Tiba-tiba suara mencekam terdengar dan seketika atmosfer balai desa berubah
menjadi menyeramkan.
Seketika para warga panik dan ketakutan, sejak awal puluhan warga yang
menghadiri rapat ini sudah takut dan was-was jika tiba-tiba sosok yang selama ini
menjadi dalang utama sumber masalah yang terjadi muncul dihadapan semua warga dan
mengamuk. Karena warga tahu sendiri jika Kebo Nyabrang bukanlah manusia biasa. Ia
adalah siluman yang memiliki kekuatan sihir ilmu hitam yang berbahaya. Ini merupakan
satu dari seribu alasan mengapa sampai sekarang ini warga juga belum melakukan
tindakan tegas terhadap Kebo Nyabrang. Tidak sedikit warga yang akhirnya meregang
nyawa karena sudah memberontak terhadap Kebo.
“ Katakan ! Siapa yang mencariku ? Siapa yang berani melawan Kebo Nyabrang
? “ kata Kebo Nyabrang.
“ Kau ! Hey Pak Tua ! Ning endi mau lambe lamismu seng ngunen-nguneni
aku ? Aku wes ning kene iki lo ? Ayo cekel ayo pateni aku ! “ bentak Kebo Nyabrang.
Tetap saja semua warga termasuk kepala desa yang notabennya menjadi pemimpin
rapatpun tak berani menjawab semua pertanyaan Kebo .
“ Ssi... ssi... siap Den “ jawab petani tua tadi dengan terbata.
Sepeninggal Kebo Nyabrang, warga langsung bubar. Ada juga yang langsung
mengerubungi Mbah Wagijan, petani tua yang merangkap sebagai pedagang kopi kecil-
kecilan di rumahnya yang sempat marah-marah terhadap Kebo. Wajahnya pucat dan
tangan yang gemetar membuat prihatin para warga yang melihatnya.
Ucapan penyemangat tak hanya terlontar dari satu pihak, hampir semua warga
memberikan doa dan kalimat-kalimat penenang bagi Mbah Wagijan. Tapi tak bisa
dipungkiri, semua kalimat itu seakan tak terdengar lagi di telinga Mbah Wakijan, karena
Ia tahu bahwa hari ini adalah hari terakhir dimana dia bisa hidup normal di Desa
Sekararum.
Tanpa diketahui seorangpun ternyata sedari tadi sosok yang tengah dibicarakan
belum benar-benar pergi dari Balai Desa tempat berkumpul. Kebo menyeringai dibalik
pohon mangga yang ada di depan balai desa. “ Hahahaha, tidak akan ada orang yang
berani melawanku, karena aku adalah Kebo Nyabrang “ ucap Kebo.
BAGIAN II
Setelah kericuhan yang sempat terjadi beberapa hari lalu, warga sudah tidak mau
lagi merundingkan masalah terkait kerusakan-kerusakan yang disebabkan ulah Kebo.
Ditambah lagi sejak malam berkunjungnya Kebo Nyabrang ke rumah mbah Wagijan
yang membuat keesokan paginya membuat Mbah Wagijan tak bisa lagi berbicara
membuat warga benar-benar takut untuk berurusan dengan Kebo. Tidak ingin berlarut-
larut akan ketakutannya terhadap Kebo, para warga bergotong royong untuk membenahi
sawah-sawah mereka yang rusak dan sama-sama berunding untuk mencari cara
memenuhi kebutuhan beras mereka yang hampir habis karena gagal panen. Para
pemuda desa mulai merantau keluar desa untuk mencari pekerjaan lain, karena mereka
tahu bahwa bertani tidaklah lagi mampu untuk mencukupi kebutuhan mereka.
Belum puas dengan apa yang dilakukannya, Kebo berusaha untuk mencari cara
lain untuk mengganggu kesejahteraan warga Desa Sekararum. Akhir-akhir ini Kebo
sering menculik anak-anak kecil untuk dibawa pulang ke pondoknya dan meminta
tebusan kepada rang tua mereka jika ingin anaknya kembali. Hal ini membuat warga
tersiksa, beberapa dari mereka bahkan ingin meninggalkan desa .
Hingga pada akhirnya semua kejadian ini terdengar di telinga para petinggi
Kerajaan Segelap, Kerajaan yang menguasai Desa Sekararum dan sekitarnya. Letak
Kerajaan Segelap yang jauh dari Desa Sekararum tak heran membuat segala hal yang
terjadi di Desa Sekararum terlambat diketahui oleh pihak kerajaan. Karena letak Desa
Sekararum sendiri yang ada di pinggir wilayah perbatasan Kerajaan Segelap dengan
daerah kekuasaan Sunan Muria.
“ Izin menghadap Yang Mulia Ratu “ ucap Patih Joyokaso salah satu utusan di
Kerajaan Segelap.
Semua orang terdiam dan terlihat bingung karena tiba-tiba Sang Ratu berteriak
dan terlihat marah, padahal sebelumnya tidak ada masalah yang memancing amarahnya.
Sang Ratu yang menjadi pusat perhatian para petinggi kerajaan dan para menteri masih
saja tidak menunjukkan tanda-tanda berbicara. Hingga bayangan hitam yang hanya bisa
dilihat Sang Ratu itu pergi, barulah Beliau berbicara.
“ Siapkan tandu dan pasukan pengamanan, siang ini nanti saya akan berangkat
menuju Desa Sekararum “ dingin dan tegas nada yang dilontarkan Sang Ratu.
Para menteri dan pelayan terkejut, pasalnya Sang Ratu sendiri selama ini enggan
untuk berpergian jauh. Apalagi di desa pinggiran yang saat ini dilanda kekacauan akibat
ulah siluman Kebo. Tak ingin memancing amarah Sang Ratu yang kapan saja bisa
meledak, segera dari mereka semua membubarkan diri dan menyiapkan segala
keperluan Sang Ratu.
***
Pernah terjadi kejadian dimana tandu Sang Ratu tiba-tiba diserang oleh kawanan
perampok yang berhasil menghabisi separuh dari jumlah pengawal Kerajaan Segelap.
Beruntungnya, sosok ratu yang memimpin Kerajaan Segelap ini bukanlah wanita lemah
yang tabu untuk memegang senjata. Sejak kecil, Ratu Kerajaan Segelap ini sudah dilatih
untuk memegang segala macam jenis senjata dan diharuskan untuk menguasainya
dengan baik. Kawanan perampok yang berjumlah lebih dari sepuluh orang tersebut
berhasil dibunuh oleh Sang Ratu. Sejak kejadian itu, Kepala prajurit keamanan Kerajaan
Segelap mengusulkan tentang ide penyamaran disetiap acara kunjungan Sang Ratu
untuk mengantisipasi kejadian-kejadian buruk yang bisa mengancam keselamatan Sang
Ratu.
“ Berhenti ! sebaiknya kita istirahat terlebih dahulu. Aku akan pergi sebentar
mencari sungai yang bisa kita gunakan untuk bersih diri nanti “ ucap Sang Ratu.
“ Izinan saya unutuk mengawal Anda Yang Mulia “ ucap salah satu pengawal
“ Tidak perlu, aku ingin sendiri. Pastikan tidak ada rombongan yang pergi
selama aku tidak ada “ jawab Sang Ratu dengan datar.
Bukan tanpa alasan, mengapa Ia pergi memisahkan diri dari para rombongan
kerajaan. Sedari tadi, Ia merasa ada sosok yang mengikuti rombongan kerajaan sejak
memasuki kawasan hutan perbatasan wilayah kota dengan desa. Tak ingin
membahayakan banyak orang, segera Ia memisahkan diri untuk mencari tahu siapa
gerangan yang sedari tadi mengikuti rombongannya.
Setalah memisahkan diri cukup jauh, akhirnya Sang Ratu menemukan sungai
kecil dengan air jernih yang bisa dijadikan untuk dirinya dan para rombongan kerajaan
lain untuk bersih diri. Suasana di sekitar sungai ini begitu damai dan tentram, cocok
sekali untuk dijadikan tempat menyendiri. Tiba-tiba terdengar langkah kaki seseorang
yang membuyarkan lamunannya. Segera Ia memakai cadar yang menutupi wajah
cantiknya dan mengeluarkan pedang yang selalu menempel dipunggungnya. Kakinya
membentuk kuda-kuda yang kokoh, seakan dirinya siap menghadapi siapapun yang kini
melangkah menuju kearahnya.
“ Waduh ayu tenan. Kue kudu bisa dadi bojoku besok ! “ kata Kebo sosok yang
sedari tadi mengikuti para rombongan kerajaan
Apa yang terjadi membuat Sang Ratu murka, karena Kebo berhasil membuka
penyamarannya. Tanpa aba-aba Sang Ratu berlari menghunuskan pedangnya kehadapan
Kebo. Baru sampai dua meter dihadapan Kebo, tiba-tiba kakinya tak bisa digerakkan.
Kedua kakinya tak bisa bergerak dan genggaman tangan yang memegang erat pedang
tiba-tiba terlepas begitu saja. Sudah tidak ada waktu lagi untuk terkejut, Sang Ratu yang
yakin bahwa dirinya tak bisa melawan Kebo dengan cara biasa, memikirkan bagaimana
caranya agar para pengawalnya segera datang untuk membantunya.
“ Wahai Yang Mulia Baginda Ratu Kerajaan Segelap, ada apa gerangan Yang
Mulia berkeliaran di wilayahku hemm ? “ kata Kebo berpura-pura tidak tahu, padahal
sedari awal Kebolah yang memancing Ratu untuk memasuki kawasannya.
Dalam hati Kebo terus berkata bahwa Ia harus menjadikan wanita yang ada di
hadapannya ini istrinya, karena kecantikan dan keelokan yang dimiliki penguasa
Kerajaan Segelap ini sudah tidak bisa diragukan lagi. Tidak peduli bahwa yang akan
dipersunting dirinya ini suka atau tidak terhadapnya. Karena prinsip hidupnya, apapun
yang Ia inginkan pasti akan Ia dapatkan. Karena tak mendapat jawaban dari Sang Ratu,
Kebo memutuskan untuk menghilangkan sihirnya untuk sementara dan mencoba bicara
baik-baik kepada Sang Ratu.
“ Ratu Kerajaan Segelap, tidak ada satu orangpun yang mengetahui nama
aslinya. Wajahnya bukan main cantiknya, banyak orang yang tertarik untuk
mempersuntingmu. Dan tidak sedikit pula yang Kau tolak “ Kata Kebo sambil
mengelilingi Sang Ratu.
“ Hahahaha, apa-apaan itu ! Tak usah takut dengan calon suamimu Ratu “ kata
Kebo mulai menyentuh rambut milik Sang Ratu.
“ Hahahaha, suami ? kamu menjadi suamiku ? aku tidak bakal sudi untuk
menjadi istrimu. Dengar ya, kedatanganku kemari adalah untuk membunuhmu. Sosok
yang selalu mengganggu dan membuat kericuhan di kerajaanku. Berani-beraninya kamu
berkata seperti itu terhadap ratumu ! “ kata Sang Ratu terlihat murka.
“ Roro Ayo Pudjiwat, itukan namamu ? Hahahaha tidak usah terkejut semacam
itu, sudah kubilang kan kalau aku itu calon suamimu. Aku tahu semua entangmu dan
apa yang harus kutakutkan darimu ? Kalian semua tak akan bisa mengalahkan makhluk
sepertiku “ jawab Kebo yang membuat Sang Ratu terkejut. Pasalnya tak ada seorangpun
yang mengetahui nama aslinya kecuali para petinggi istana yang akrab dengannya.
Karena namanya sengaja Ia rahasiakan di khalayak umum untuk menjaga keamanan
dirinya sendiri.
“ Tidak usah bertele-tele dasar siluman ! Apa maumu ? “ bentak Sang Ratu.
Kebo tak langsung menjawab, Ia terlihat berfikir seraya memandangi Sang Ratu
yang tak jauh darinya. Entah apa yang terjadi, kebo berubah tidak menjadi seperti
biasanya yang selalu mudah melontarkan kata – kata kepada lawan bicaranya. Sudah
lama sekali Kebo menantikan momen seperti ini, dimana Ia bisa bertemu langsung dan
berbicara langsung dengan Ratu Kerajaan Segelap dalam jarak dekat seperti ini.
“ Aku ingin menikahimu, Ratu Kerajaan Segelap. Terdengar gila memang, tapi
aku bersungguh-sungguh mengatakannya terlepas dari statusku saat ini adalah seorang
siluman yang dikenal banyak orang sebagai pembawa masalah dan makhluk kotor “
jawab Kebo mantap.
Roro berusaha mengingat kejadian itu. Membutuhkan waktu cukup lama, karena
Ia sendiri adalah tipe orang yang tidak ingin mengingat suatu hal yang sudah terjadi.
Sekarang Ia ingat, kejadian itu tejadi sekitar tujuh bulan lalu saat Istana hampir saja
dimasuki para perampok disaat penjagaan gerbang Istana sedikit lengang.
“ Kau sudah tahu jawabanku bukan ? Tidak sedikit laki-laki yang kutolak,
apalagi Kau adalah seorang siluman. Apalagi asal-usulmu sendiri tidak jelas. Berhenti
berulah di wilayah kekuasaanku atau aku sendiri yang akan menghadapimu. Dan saat
itulah Aku benar-benar tak akan memberikan ampun, tidak peduli kau manusia ataupun
siluman, “ jawab Roro menatap tajam Kebo.
Hal tersebut membuat Roro beringsut dan mendesis tajam. “ Menyingkir dariku
atau kubunuh Kau sekarang juga ! ” bentak Roro. Jujur saja Roro sendiri merasa takut
saat ini. Yang ada di depannya ini bukanlah manusia biasa yang sekali tebas langsung
mati, melainkan siluman yang menguasai ilmu hitam.
“ Akan aku pastikan bahwa Kau akan menikah denganku. Mungkin bukan
sekarang, tapi nanti Kau sendiri yang akan datang kepadaku dan meminta untuk
menjadikanmu sebagai istriku, Istri Siluman Kebo Nyabrang,” kata kebo dengan
seringai kecil di wajahnya.
“ Itu tak akan pernah terjadi ! Mana sudi Aku mau menjadi istrimu ? ” balas
Roro tak kalah tajam.
Jawaban Kebo semakin membuat Roro geram dan muak melihat wajah
buruknya. Tiba-tiba telinganya mendengar langkah kaki berdatangan ke arah tempatnya
saat ini. Ia berharap para pengawal menemukannya dan segera membawanya pergi dari
siluman Kebo yang ada dihadapannya saat ini.
“ Hei ? Kau memanggil antek-antekmu kesini bukan ? padahal aku masih mau
berlama-lama disini bersamamu.” kata Kebo.
Roro tidak menjawab ucapan Kebo, saat ini Ia fokus menajamkan suara yang
semakin lama semakin dekat. Ia harus memastikan bahwa yang datang ketempatnya saat
ini benar-benar pengawalnya atau orang asing .
“ Yang Mulia Ratu, apa yang Anda lakukan di sini ? Astaga kenapa Anda duduk
di tanah seperti itu Yang Mulia ? ” teriak Patih Joyokarso
Mendengar suara teriakan slaah satu patih setianya, Roro lekas menoleh ke
belakang mencari suara tersebut. “ Cepat kesini bantu aku ? “ teriak Roro.
“ Aku bertemu dengan ... Dimana Dia ? Tadi aku bertemu dengan siluman yang
mengganggu desa Sekararum. Tadi Dia disini dan membicarakan hal gila dihadapanku.”
kata Roro kebingungan karena tiba-tiba Kebo sudah menghilang.
Tiba-tiba Roro mendengar suara Kebo, “ Mungkin kali ini kita kan berpisah, tapi
akan kupastikan Kau akan segera jadi milikku Ratu. Jadi sebelum waktu itu datang, Aku
berharap Kau tidak kabur dan mempersiapkan dirimu baik-baik untuk menjadi istriku “
kata Kebo .
“ Arghhh sial ! Ayo kembali ke Istana ! “ ucap Sang Ratu tanpa mengindahkan
ekspresi terkejut patihnya.
“ Ta .. ta.. tapi Yang Mulia, bagaiman dengan kunjungan kita ke Desa Sekararum
? Bukankah kita belum sampai menyelesaikan tujuan kita ? “ tanya Patih Joyokarso
ragu
“ Jangan banyak bicara ! Urusan kita sudah selesai, cepat perintahkan yang lain
untuk segera kembali ke Istana, “ kata Sang Ratu melenggang pergi.
Setelah Roro pergi dari sungai, Kebo yang sedari tadi belum benar-benar
meninggalkan tempat itu kembali duduk bersandar di salah satu batu besar dan terlihat
memikirkan semua kejadian yang dialaminya hari ini. Dimulai dari Ia bertemu langsung
dengan Roro hingga pernyataan cintanya untuk meminang Roro yang berujung dengan
penolakan. Sebelumnya Kebo tak pernah merasa seperti ini, statusnya yang setengah
manusia dan siluman tidak sepenuhnya membuat dirinya seperti manusia biasa. Dimana
bisa merasakan sakit hati, senang ataupun sedih dengan mudahnya. Separuh dirinya
yang dikuasai ilmu hitam hanya merasakan perasaan marah, dendam, dan keserakahan.
Namun, semua ini berubah ketika Ia pertama kali melihat Roro. Terlepas dari
kecantikan Roro yang tak terelakkan, Roro sendiri seperti memiliki kekuatan magis
dimana membuat Kebo tertarik.
Jika hanya wajah ayu yang membuat Kebo jatuh cinta dengan Roro jelas tidak
mungkin. Kebo sendiri sudah mengunjungi hampir semua wilayah Tanah Jawa, banyak
wanita cantik bahkan yang lebih cantik dari Roro pun sering Ia lihat, namun darI semua
wanita itu tidak benar-benar menarik perhatiannya.
Dilihatnya matahari sudah mulai turun menandakan bahwa hari semakin malam.
Suara adzan mulai berkumandang dan hewan-hewan malam mulai bermunculan, tapi
yang dilakukan Kebo hanya diam menikmati semua suasana yang ada. Ketika
mendengar suara adzan, Kebo selalu teringat tentang sosok yang selama ini menjadi
daftar nomor satu orang yang paling Ia benci. Masa lalu buruk yang dialaminya berputar
bagai kaset rusak di kepalanya dan menyisakan perasaan perih dan dendam.
***
Berbulan - bulan telah berlalu, Sunan Muria dan Dewi Sapsari masih sering
bertemu bahkan waktu pertemuan mereka semakin sering terjadi. Dalam waktu
seminggu saja mereka bisa mengadakan pertemuan sebanyak 4 kali. Istri Sang Sunan
juga telah mengetahui tentang Dewi Sapsari yang menjadi selingkuhan suaminya,
bukannya marah Istri Sunan Muria berusaha untuk tidak memperdulikan perilaku
suaminya. Selama dia tetap menjadi satu-satunya istri sah Sunan Muria dan Beliau tetap
menafkahinya, Ia tak ingin berbuat lebih jauh tentang hubungan gelap suaminya. Dia
sendiri yakin bahwa sesuatu yang dimulai dengan tidak baik, nantinya juga
membuahkan hasil yang tidak baik juga. Sang istri menganggap bahwa saat ini
suaminya sedang berada di posisi bosan dengan kehidupan rumah tangganya dan
mencoba untuk mencari hiburan lain. Nanti saat semuanya sudah kembali normal,
Sunan Muria pasti akan menghentikan perselingkuhannya.
Enam bulan hubungannya dengan Sunan Muria berjalan mulus tanpa hambatan,
hingga pada suatu ketika, Dewi Sapsari tiba-tiba sakit dan tak bisa bangun dari tempat
tidur bahkan hanya untuk membersihkan diri. Keadaannya tidak diketahui Sunan Muria,
biasanya Beliau akan berkunjung setiap dua hari sekali, tapi kali ini Sang Sunan tak
memberi kabar sama sekali. Dihari kedua sakitnya, rumahnya dikunjungi seorang nenek
tua dengan pakaian compang - camping dan golok yang tersampir di punggungnya.
Dewi Sapsari ketakutan, Ia mengira bahwa nenek ini akan menculiknya atau yang lebih
parah akan membunuhnya. Tapi siapa sangka Sang Nenek hanya duduk manis di kursi
reyot dalam gubuknya dqn mengajaknya berbicara baik-baik.
" Sudah berapa lama Kau menjalin hubungan gelap dengan Sunan Muria ? "
tanya Nenek tua.
" Hampir satu tahun ni " Jawab Dewi Sapsari ragu karena sedari tadi Sang nenek
tak melepaskan pandangannya dari tubuhnya terutama bagian perut.
" Koe gak sadar nduk, loronem iki loro opo ? " tanya Sang Nenek
Dewi Sapsari hanya menggeleng karena Ia sendiri benar-benar tak tahu dan
merasa sakitnya ini bukanlah sakit penyakit. Setiap paginya Ia selalu mual dan
hidungnya semakin sensitif terhadap bau-bauan. Ia juga tak bisa makan semua
makanan, dan beberapa hari yang lalu tiba-tiba Ia menginginkan makanan masam yang
sebelumnya Ia tak pernah menyukainya.
" Kamu hamil ! " kata Nenek tua terlihat marah." Kamu hamil anak Sunan
Muria. Kalian sudah melakukan tindakan tak benar di wilayah hutan suci ini " sambung
Nenek tua.
" Semua yang diawali dengan keburukan nantinya pasti akan menghasilkan hasil
yang buruk. Sejak awal hubungan kalian ini salah, semua orang tak mendukung
hubungan kalian dan kalian tetap saja memaksakan hubungan ini. Kamu pasti tahu apa
yang akan terjadi setelah ini bukan ? Tanya Nenek.
Orang - orang yang melakukan hal - hal buruk di hutan Suci akan mendapat
kutukan menjadi manusia setengah iblis atau sebut saja siluman. Dewi Sapsari tak
menyangka bahwa hubungannya dengan Sunan akan berakhir seperti ini.
" Anakmu akan menjadi siluman, kamu tak bisa mengelak itu. Cepatlah pergi
dari wilayah ini sebelum hal buruk lainnya akan muncul dan menyusahkan banyak
warga. Bawa anakmu pergi dari wilayah Gunung Muria ini, dan jangan lupa bahwa
setelah melahirkan bayi yang Kau kandung... " Nenek tua terdiam cukup lama untuk
menyambung perkataannya. Dewi Sapsari tetap sabar mendengar semua perkataan
wanita tua dihadapannya.
" Kau akan mati ! " kata Sang Nenek dan tiba-tiba menghilang.
***
Sembilan bulan telah berlalu, tiba saatnya bagi Dewi Sapsari untuk melahirkan.
Ia berhasil pergi jauh dari Sunan Muria dan sampai saat inipun tidak ada tanda-tanda
jika Sunan berhasil menemukannya. Entah Sunan memang benar-benar tidak bisa
menemukannya atau Sunan Muria sendiri telah menghentikan pencariannya dan
memutuskan untuk mengikhlaskan kepergiannya. Selama kehamilannya, Sapsari
banyak mengalami penderitaan. Susah dalam mencari tempat berteduh, mencari bahan
makanan dan rasa sakit di perutnya yang tidak wajar efek dari janin yang Ia kandung
bukanlah janin manusia biasa.
Setiap awal bulan pertama, perutnya terasa sakit seperti diremas – remas sampai
membuat dirinya tidak bisa bangun dan berakhir dengan dirinya yang sering tak
sadarkan diri akibat kesakitan dan rasa lapar akibat tak mendapat asupan makanan.
Bagaimana Ia bisa mencari makanan, kalau untuk bergerak sedikit saja perutnya terasa
diaduk-aduk dari dalam. Saat seperti itu yang bisa Ia lakukan hanya berdoa kepada Sang
Penguasa agar dirinya bisa selamat samapai waktu Ia melahirkan. Sudah seminggu
setelah memasuki bulan kesembilan kehamilannya, Dewi Sapsari bertemu lagi lewat
mimpi dengan nenek tua yang pernah Ia temui sembilan bulan lalu. Ia mengatakan
bahwa janin yang ada di dalam kandungannya sudah diberi nama oleh penguasa hutan
suci. Kelak jika anaknya lahir ke dunia, namanya adalah Raden Bambang Kebo
Nyabrang. Saat pertama kali mendengar nama itu, Dewi Sapsari merasa janggal dengan
nama hewan yang disematkan di tengah nama anaknya. Hingga tiba setelah melahirkan,
Ia baru mengerti apa maksud dari nama hewan yang tersemat di nama anaknya.
Bayi yang lahir dari perutnya tampak berbeda dengan bayi manusia pada
umumnya. Tubuhnya hitam lusuh dan ada tanduk kerbau kecil di kiri kanan kepala bayi
tersebut. Tak ada tangisan bayi ketika Ia melihat dunia untuk pertama kalinya, berbeda
dengan bayi pada umumya yang menangis kencang saat terlahir di dunia.
Tubuhnya masih terasa lemas dan semakin melemas, Ia sendiri tahu bahwa
waktu yang Ia punya sudah tak lama lagi. Menghabiskan waktu tambahan yang Ia
miliki, Dewi Sapsari hanya memanfaatkannya untuk memandangi bayi yang selama ini
Ia kandung selama sembilan bulan. Tak ada sedikitpun rasa kecewa dan sedih lantaran
anaknya adalah seorang siluman. Dengan susah payah Ia berusaha bangkit dan
menggendong putranya. Ia membersihkan tubuh bayinya dengan kain seadanya dan
memakaikannya baju yang sudah lama Ia jahit sendiri khusus untuk putranya.
“ Tak kusangka baju ini pas ditubuhmu. Wah terlihat tampan sekali putra ibu, “
kata Dewi Sapsari mencoba tersenyum disela kesakitan yang mengingatkannya akan
kematian yang segera tiba.
“ Walaupun ibu tidak bisa menemanimu hingga besar nanti, Ibu pasti akan selalu
menemanimu dan melihatmu walau dari jauh. Kamu pria yang kuat dan hebat, Ibu yakin
kamu bisa hidup tanpa ibu, “ kata Dewi Sapsari sambil terbatuk.
Bayi Kebo Nyabrang tampak tak nyaman dengan itu, Ia seakan bisa merasakan
kesakitan yang dialami ibunya. Mata Sang Bayi tampak berkaca-kaca siap untuk
menangis. Hingga tiba-tiba Dewi Sapsari terbatuk dengan keras dan mengeluarkan
darah dari mulutnya, hal itu mengejutkan Sang Bayi dan membuatnya menangis
kencang. Bukannya menenangkan Sang Bayi, yang Ia lakukan adalah tersenyum bangga
karena akhirnya bayi yang berhasil Ia lahirkan menangis kencang.
“ Uhuk... uhuk... Akhirnya Ibu bisa mendengar suara tangismu Le, “ kata Dewi
Sapsari dengan tubuh yang sebentar lagi tumbang.
Terdengar suara tangis Bayi Kebo semakin keras bahkan sampai terbatuk-batuk.
“ Urip sing nggenah yo Le. Ibu arep lunga ndisek, awakmu ora oleh nangis maneh
sakwise iki. Ibu sayang karo kowe Le, “ kata perpisahan terakhir Dewi Sapsari sebelum
Ia jatuh tersungkur ke tanah menandakan bahwa ruhnya sudah terpisah dari tubuhnya.
Berbarengan dengan itu, tangis Sang Bayi semakin nyaring dan hujan turun tiba-tiba
mengguyur kedua insan yang memiliki awal dan akhir buruk di hidupnya.
***
Sudah dua bulan berlalu dan selama itu juga Kebo tidak bertemu lagi dengan
Roro. Selama waktu itu, Kebo berusaha meyakinkan dirinya sendiri tentang
perasaannya terhadap Roro. Akhirnya Ia menyadari bahwa perasaannya terhadap Roro
benar adanya dan Ia sungguh-sungguh tentang ingin menjadikan Roro sebagai istrinya.
Hingga tiba-tiba Ia mendengar sebuah berita dari salah satu pemuda desa bahwa Ratu
Kerajaan Segelap itu mengadakan sayembara untuk memilih calon suami yang tepat
untunya.
“ Hahahaha permainan apalagi yang Kau ciptakan Roro ? aku takkan semudah
itu melepasmu untuk pemuda lain walaupun aku bukanlah pemenang sayembara itu “
kata Kebo dalam hati.
Hampir tiga perempat bagian dari seluruh total pemuda dinyatakan gugur dalam
babak ini. Hanya seperempat bagian dari total pemuda yang dapat melanjutkan ke babak
selanjutnya. Selanjutnya pada babak kedua akan diselenggarakan lomba adu gulat,
setiap pemuda akan diadu gulat dengan para kompetitor Kerajaan Segelap yang terkenal
kuat, sadis, dan lihai bergulat, tidak pernah ada satupun orang yang mampu
mengalahkan kompetitor ini. Saat lomba bergulat ini berlangsung banyak dari pemuda
yang gugur karena kalah dengan para kompetitor ini . Mereka kalah kuat dan lihai
dibanding para kompetitor ini. Namun, dibalik semua kehebatan para kompetitor
Kerajaan Segelap, masih ada pemuda yang lebih hebat. Hal itu dibuktikannya dengan
mengalahkan kompetitor yang terkenal hebat tersebut. Pemuda-pemuda itu ialah
pemuda yang tak terduga akan berhasil hingga tahap ini.
Hanya 2 orang pemuda yang berhasil mengalahkan para kompetitor ini, Mereka
merupakan seorang pangeran dan pemuda biasa yang sangat luar biasa. Masyarakat
Segelap mengenal Mereka dengan panggilan Ronggo Joyo dan Kebo Nyabrang.
Ronggo Joyo sendiri merupakan pangeran dari negeri utara, ia diutus oleh ayahnya Sang
Raja untuk mengikuti sayembara yang diadakan Roro dari Kerjaan Segelap, dengan
maksud suatu hari dapat menguasai dan mengambil alih kekuasaan Kerajaan Segelap
dari tangan Roro. Ronggo Joyo sendiri merupakan pemuda dengan fisik yang gagah,
kuat, serta tampan. Kekuatan serta ketampanannya pun diwariskan dari ayah
biologisnya yang merupakan seorang titisan dewa indra, sang dewa hujan.
Selain Ronggo Joyo, terdapat satu pemuda lagi yang bisa mengalahkan
kompetitor handal dari Kerajaan Segelap. Ialah Kebo Nyabrang, Kebo merupakan anak
dari Sunan Muria dengan Dewi Sapsari. Walaupun memiliki fisik yang buruk rupa
seperti kebo, Kebo Nyabrang memiliki kesaktian yang amat sakti mandraguna.
Akhirnya babak ketiga atau babak final dari sayembara inipun segera dimulai.
Pemuda yang tersisa yakni Ronggo Joyo dan Kebo Nyabrang, sebelum menghadapi
babak final mereka dihadapkan dengan Ratu dari Kerajaan Segelap yakni Roro
Pudjiwat.
“ Apa itu wahai Sang Ratu ? ” Jawab Ronggo Joyo dan Kebo Nyabrang dengan
serempak.
“ Untuk menguji kalian saya sudah menyiapkan sebuah rintangan yang sangat
sulit untuk kalian hadapi. Rintangan tersebut ialah Membuka Pintu Gerbang Kerajaan
Majapahit,” jelas Roro lantang.
Semua tamu yang hadir tampak kaget akan jawaban Roro, pasalnya hal tersebut
tidaklah mudah dilakukan. Konon, untuk melihat dan mengetahui dimana letak pintu
gerbang dari kerajaan legendaries ini sangat sulit, diperlukan kesaktian tingkat tinggi,
penglihatan secara gaib, dan hati yang suci dan murni dari dosa duniawi agar kita bisa
melihat keberadaan pintu tesebut.
“ Kita semua tahu bahwa untuk membuka pintu gerbang Kerajaan Majapahit ini
diperlukan Aji Saka Wiguna yang merupakan kunci untuk membuka pintu gerbang ini.
Untuk mendapatkan pusaka ini kalian harus memiliki kemampuan gaib yang dimana
bisa dimiliki bila kalian memiliki hati yang suci dan murni “ jelas Roro panjang lebar.
Roro memandang Ronggo Joyo dan Kebo Nyabrang secara bergantian. Saat
memandang Ronggo Joyo pandangan mereka bertemu, hal itulah yag membuat hati
Roro sedikit berdesir kagum akan kegagahan dan ketampanan Ronggo Joyo. Begitu
pula sebaliknya hati Ronggo Joyo berdetak tak karuan saat pandangannya dengan Roro
bertemu, ia jatuh cinta pada pandangan pertama pada kecantikan dan keanggunan yang
dimiliki Roro, Sang Ratu Segelap tersebut.
“ Apa ini kenapa jantungku berdetak sangat keras sekali? Apa aku telah jatuh
cinta padanya? Tidak hal itu pastilah tidak benar, ayah memberiku tugas untuk
memenangkan sayembara ini agar aku bisa mengambil alih kerajaannya kelak “ gumam
Ronggo Joyo dalam hati. Tampaknya Ronggo Joyo sedang berusaha melawan
perasaannya sendiri dan lebih memilih logikanya untuk terus mengikuti perintah
ayahnya tersebut.
“ Tunggu bukankah dia adalah Kebo Nyabrang? Dasar siluman Kebo licik, dia
ikut sayembara ini pasti ada maksud tersembunyi! Tak akan kubiarkan dia menang!
Aku harus merencanakan sebuah cara agar siluman kebo itu merasakan kekalahan telak!
“ gumam Roro dalam hati. Sementara itu Kebo Nyabrang menyeringai saat pandangan
matanya bertemu dengan Roro, Ia merasa senang karena ia berhasil bertemu dengan
Roro, sang pujaan hati untuk kesekian kalinya.
“ Tunggulah wahai Roro sang pujaan hatiku, aku akan segera memenangkan
sayembara ini untukmu! Akan aku kalahkan semua yang menghalangi jalanku untuk
menjadikanmu milikmu! ” gumam Kebo Nyabrang dalam hati.
“ Wahai pemuda-penuda yang hebat! Aku memberi kalian waktu 2 bulan untuk
membuka pintu gerbang Kerajaan Majapahit! Bila selama itu salah satu dari kalian tidak
dapat membukanya, maka akan dinyatakan gugur dari sayembara ini.” Jelas Roro
kepada kedua pemuda tersebut.
“ Dan apabila salah satu dari kalian berhasil membuka pintu gerbang Kerajaan
Majapahit tersebut, maka saya akan menepati janji saya yakni bersedia menjadi
pendamping hidup sang pemenang sayembara ini.” Ujar Roro lantang.
Ronggo Joyo berjalan ke arah utara sementara Kebo Nyabrang berjalan ke arah
selatan, mereka mempunyai rencana masing-masing untuk mencari AjI Pusaka Wiguna.
Kebo Nyabrang berencana bertapa di Alas Jati Blora untuk menyucikan hati dan
pikirannya agar ia dapat mengetahui dimana Aji Pusaka WIguna tersebut. Alas Jati
Blora merupakan hutan yang rimbun yang dipenuhi oleh pohon jati dan pohon besar nan
tinggi lainnya, menurut kepercayaan masyarakat sekitar Alas Jati Blora ini dihuni oleh
makhluk raksasa yang sering memangsa manusia yang berani memasuki kawasan
mereka. Makhluk tersebut sering disebut Buto oleh masyarakat sekitar.
Alasan Kebo Nyabrang memilih bertapa di Alas Jati Blora ialah karena menurut
piwulang dan wejangan dari gurunya, Ia diarah kan untuk bertapa di alas tersebut, agar
Kebo Nyabrang mendapatkan hidayah dan petunjuk dari sang Maha Kuasa dalam
menemukan Aji Saka Wiguna tersebut. Kebo Nyabrang menempuh perjalanan selama
berhari-hari hingga sampai di Alas Jati Blora. Ia akhirnya mulai memasuki alas tersebut,
sebelum Ia masuk Ia berdoa kepada Sang Maha Kuasa agar diberi keselamatan hingga
selesai bertapa nantinya.
“ Wahai Sang Maha Kuasa tolong lindungilah hamba dari segala kesesatan dan
dari marahabahaya yang dapat mncelakai jiwa dan raga hamba. Amin ” ujar Kebo
Nyabrang dalam hati
Setelah berdoa Kebo memasuki kawasan Alas Jati Blora. Keadaan alas itu sangat
gelap seperti cahaya matahari yang dihalangi masuk untuk menerangi alas tersebut.
Setelah hampir setengah perjalanan Kebo Nyabrang beristtirahat sebentar dibawah
pohon beringin besar, ia beristirahat dan memakan bekal dari ibunya sebelum berangkat
tadi.
Tiba-tiba bumi bergetar seperti terjadi gempa bumi diikuti oleh suara auman
yang yang sangat keras, dan burung-burung terbang menjauh, hal tersebut membuat
Kebo waspada, Ia segera mengemasi barang-barangnya dan bersembunyi dibalik pohon
beringin. Disela-sela ranting pohon beringin Kebo mengintip siapa gerangan yang
datang hingga membuat bumi bergetar seperti itu
Kebo tertegun dan terkejut melihat sesosok makhluk raksasa yang berbadan
hitam hitam besar, berjenis kelamin perempuan, dan memiliki rambut yang panjang.
Kebo yakin bahwa makhluk tersebut ialah buto yang sering ditakuti oleh masyarakat
sekitar, karena wajahnya yang mengerikan, dansering memangsa manusia yang berani
memasuki hutan ini.
“ Hahaha enak sekali manusia itu, aku jadi ingin memakan manusia lagi. Hmmm
sepertinya ada bau manusia disini, huhu aku akan makan malam enak kali ini.” Ujar
Makhluk raksasa itu.
“ Haha dimana kamu wahai manusia! Tidak perlu takut aku ini raksasa yang
baik kok; jika kamu mau keluar dari tempat persembunyianmu maka aku akan
memberimu sebuah hadiah, hehe” ujar buto sambal menyeringai licik.
Kebo Nyabrang merasa dia harus segera pergi dari sini agar tidak tertangkap
oleh si buto itu. Kebo akhirnya berjalan mengendap-endap agar si Buto tidak
mengetahui dimana keberadaannya. Namun saat hampir melangkahkan kaki untuk
kesekian kalinya, Kebo tidak sengaja menginjak ranting pohon yang kering sehingga
menimbulkan suara.
“ Aha aku tau kamu disitu. Haha jangan mencoba untuk kabur dariku manusia.”
Ujar Buto licik.
“ Sial kenapa aku harus menginjak ranting segala.”gumam kebo dalam hati.
“ Haha kamu tidak bisa kabur wahai manusia aku akan menemukanmu dan
menangkapmu haha ” ujar buto.
Kebo berusaha melarikan diri agar tidak tertangkap oleh buto, akan tetapi ia
terkejut saat buto sudah tiba-tiba berada di depannya.
“ Haha akhirnya aku menemukanmu wahai manusia, tapi tunggu apakah kau ini
benar manusia ? bila kamu benar manusia mengapa wajahmu seperti errr... kebo? “ujar
buto.
“ Tentu saja aku ini manusia! ” ujar Kebo tidak terima dengan perkataan buto.
“ Apa maumu wahai raksasa? Biarkan aku pergi karena aku harus bertapa esok
hari, dan juga aku tak punya begitu banyak waktu untuk meladenimu “ ujar kebo kepada
buto.
“ Haha jangan marah wahai manusia, kamu ingin tahu apa yang aku inginkan
darimu ? “ ujar buto.
“ Tentu saja apa itu wahai raksasa? Jika aku bisa memberikannya sebagai
imbalan untuk melepaskanku maka akan aku berikan, namun bila kamu menginginkan
diriku untuk makan malammu maka akan tidak segan-segan membunuhmu! “ ujar kebo
kepada buto.
“ Haha tentu saja aku tidak akan memangsamu, aku sudah kenyang tadi, tapi
bolehkah aku tahu namamu dan apa tujunamu pergi ke hutan ini? “ ujar buto.
“ Namaku adalah Kebo Nyabrang wahai raksasa, aku berasal dari Segelap. Dan
tujuanku pergi ketempat ini adalah untuk bertapa.” ujar kebo.
“ Bertapa? Kamu yakin? Ini bukanlah tempat yang aman untuk manusia tinggali
apalagi bertapa. Karena tempat ini adalah tempat tinggal bagi kami para raksasa “ ujar
buto.
“ Tentu saja aku yakin, aku tidak takut akan para raksasa itu, selagi aku percaya
pada Tuhan Yang Maha Kuasa akan melindungiku, akan aku lawan semua yang berniat
untuk mengancam nyawaku” ujar kebo lantang.
“ Apakah ini yang dinamakan cinta? Jika benar ini cinta, maka aku harus segera
menjadikan Kebo Nyabrang sebagai milikku selamanya “ gumam Buto dalam hati.
***
Setelah berhasil melepaskan diri dari Si Buto, Kebo Nyabrang segera mencari
tempat untuk dia bertapa. Setelah berkeliling hutan akhirnya Kebo nyabrang
menemukan tempat yang cocok untuknya bertapa, tempat itu ialah sebuah gua yang
tidak terlalu gelap, dan tidak tidak terlalu lembab. Sebelum memulai pertapaannya Kebo
Nyabrang mandi kembang 7 rupa dan berwudhu terlebih dahulu di mata air yang
terdapat didalam gua tersebut.
“ Buah? Kenapa bisa ada buah disini? Padahal tadi tidak ada, siapa yang
menaruhnya disini? “ tanya kebo dalam hati.
Kebo akhirnya mengambil buah tersebut dan membaunya.
“ Setelah ini akau harus segera bertapa sebelum muncul bulan purnama nanti “
ujar kebo dalam hati.
Kebo Nyabrang akhirnya bertapa diatas batu besar yang terdapat di gua tersebut.
Ia bertelanjang dada dan duduk bersila diatas batu tersebut, dan membaca mantra serta
doa-doa dalam pertapaannya.
BAGIAN V
Bumi bergetar menandakan ada raksasa yang datang. Buto yang telah berjaga
selama ini di depan gua, tempat Kebo Nyabrang bertapa menjadi waspada. Setelah
beberapa menit muncullah sesosok raksasa mengerikan yang berbadan lebih besar dari
Si Buto, berwarna ijo, terlihat matanya yang merah besar, dan memiliki taring besar di
masing-masing sudut bibirnya. Raksasa itu sering dipanggil “Minak Ijo” oleh warga
sekitar yang melihatnya.
“ Hahaha Hai Buto kenapa kau duduk didepan dirumahku? Kalau kau ingin
mengunjungiku masuk saja ke dalam haha “ ujar Minak Ijo.
“ Gawat ! Si Minak Ijo sudah kembali dari perburuannya aku harus segera
mencari cara agar dia tidak memasuki gua tersebut.” gumam Buto dalam hati.
“ Haha tentu saja tidak Minak Ijo! Aku disini sedang menjaga hasil buruannku
yang berda di dalm guamu.”ujar Buto
“ Haha benarkah ? kalau begitu kamu harus membagi dua hasil buruan itu
denganku, karena kamu menaruhnya di guaku” ujar Minak Ijo kepada Buto.
“ Tentu saja kau tidak mau wahai Minak Ijo! Kenapa aku harus membagi
makanan yang telah susah-susah aku dapatkan, kepadamu! Lebih baik kamu pergi dari
sini karena ini sekarang adalah rumahku” ujar Si buto.
“ Rumahmu? Haha enak saja! Aku telah tinggal selama beratus-ratus tahun di
gua ini. Dan kamu dengan seenak jidatmu ingin mengambilnya dariku? “ ujar Si Minak
Ijo
“ Iya tentu saja! Aku telah nyaman tinggal disini, dan menurut aturan raksasa,
bahwa tempat yang sudah ditinggal oleh pemiliknya boleh untuk ditinggali raksasa
lain” ujar Buto.
“ Cih! Aku tidak peduli aturan bodoh seperti itu1 jika kamu mau tinggal di
tempatku maka kamu harus bisa melangalahkanku!” tantang Minak Ijo.
“ Tentu saja akan aku lakukan apapun untuk memiliki tempat ini. Hiyaa!” ujar
Buto.
Pecahlah perkelahian antara dua raksasa tersebut. Mereka saling adu kekuatan,
dan kesaktiannya untuk bisa mengalahkan satu sama lain.
“Ampun! Ampun Buto! Tolong ampuni aku! Aku janji akan meninggalkan
tempat ini untuk kamu tinggali “ ujar Si Minak Ijo kesakitan.
“ Iya iya tinggalah disana, dan tolong lepaskan aku! “ ujar Si Minak.
Kebo Nyabrang membuka matanya perlahan demi perlahan, akan muncul bulan
purnama malam ini, hal itu berarti telah usai masa bertapanya. Ia segera turun dari batu
tersebut, dan memakai pakaiannya.
Bumi bergetar menandakan ada raksasa yang datang. Kebo Nyabrang segera
waspada dengan mengambil pedang dari balik jubahnya.
“ Haha kamu tau saja apa yang aku pikirkan. Aku menginginkan dirimu menjadi
pendamping wahai Kebo Nyabrang “ ujar Si Buto.
“APA? Apa maksudmu? Mengapa aku harus menjadi suamimu?” tanya Kebo
“ Haha tentu saja karena aku mencintaimu wahai Kebo Nyabrang! Dan juga
karena aku telah melindungimu agar kamu bisa menyelesaikan tapamu” ujar Buto.
“ Benarkah itu wahai Buto? Jika itu benar, mana buktinya bila kau yang telah
melindungiku” tanya Kebo Nyabrang.
“ Haha keluarlah! Maka kau akan melihat bekas pertarunganku dengan raksasa
lain yang mencoba memasuki gua ini.” Ujar Buto.
Akhirnya Kebo Nyabrang segera keluar dan benar saja, ia melihat bekas
pertarungan yang hebat disana sini . Pohon-pohon sekitar terlihat roboh dan berantakan.
“ Kurasa kamu memang benar Buto. Baiklah akan aku turuti keinginanmu, aku
akan menikah imu, tapi dengan satu syarat!” ujar Kebo.
“ Kamu harus merubah bentuk fisikku dengan mantra sihirmu dan kamu juga
harus memberiku sebagian kesaktianmu “ jawab Kebo.
***
“ Mengapa hatiku terus resah seperti ini? Mengapa aku malah terus teringat oleh
wajahmu wahai Roro?” gumam Kebo dalam hati.
“ Kakanda! lihat aku sudah selesai menjahit baju untuk anak kita! Bagus
bukan?” tanya Buto kepada Kebo Nyabrang.
Tidak ada jawaban dari Kebo, ia sibuk melamun dari tadi. Karena kesal telah
diacuhkan akhirnya Buto menggebrak meja di depan Sang Suami.
“ Iya-iya aku salah. Jangan marah dong nanti anak yang ada didalam perut kamu
marah juga,” ujar Kebo.
***
Sementara itu di Kerajaan Segelap terjadi pesta yang sangat meriah, semua tamu
yang hadir merupakan bangsawan kelas atas. Bagimana tidak? telah terjadi pernikahan
di antara Sang Ratu Segelap dengan Pangeran dari negeri utara yakni Ronggo Joyo.
Terdengar suara riuh tepuk tangan dan alunan music khas gamelan yang
mengiringi tarian sepasang pengantin yang telah dimabuk asmara ini. Ya benar! Ronggo
Joyo dan Roro Pudjiwat sedang menari bersama.
“ Sungguh beruntung diriku ini, mendapatkaan istri yang secantik dirimu Roro “
ujar Ronggo Joyo kepada Roro
“ Haha kamu bisa saja Kakanda. Saya juga beruntung bisa mendapatkan
Kakanda sebagai suamiku” jawab Roro.
“ Kamu benar! Kurasa aku telah jatuh cinta kepadamu wahai istriku yang cantik
“ ujar Ronggo Joyo.
“ Benar sekali wahai Adinda, mana mungkin aku berani berbohong kepada
permaisuriku ini “ ujar Ronggo Joyo.
“ Tidak aku pasti sudah gila! Mana mungkin aku masih mencintainya! Disini
aku telah mempunyai seorang istri dan sebentar lagi aku akan memiliki seorang anak.”
gumam Kebo Nyabrang dalam hatinya.
***
Suatu hari di sebuah ruangan dalam istana Kerajaan Segelap, terdapat ayah dan
anak yang sedang berdebat. Terlihat ayah dan anak tersebut sedang beradu argumen, dan
tidak ada yang mau mengalah antara satu sama lain.
“ Tidak Ayah! Saya tidak mau melakukan hal itu! Mana mungkin saya
mengkhianati istri saya sendiri.” ujar sang anak
“ Kamu harus melakukannya Ronggo! Apa kamu lupa akan tujuanmu menikahi
Roro?” ujar Sang Ayah.
Sepasang ayah dan anak yang sedamg berdebat itu adalah Ronggo Joyo dengan
ayahnya. Mereka memperdebatkan tentang rencana penggulingan kekuasaan milik Sang
Ratu , Roro Pudjiwat kepada Ronggo Joyo.
“ Itu aku yang dulu ayah! Sekarang aku sudah berubah! Tidak mungkin aku
mengkhinatinya ayah, karena aku mencintanya! “ ujar Ronggo Joyo kepada ayahnya.
“ Cinta? Untuk apa kamu percaya akan hal itu! Dasar anak yang bodoh! Buat
apa kamu mencintanya, kamu hanya perlu memanfaatkannya dan mengambil tahtanya!”
ujar sang ayah.
Saat perdebatan itu terjadi, ada seseorang yang mengintip disela-sela lubang
dinding. Orang itu ternyata adalah sesorang yang tengah dibicarakan oleh Ronggo Joyo
dan ayahnya. Orang tersebut tidak percaya bahwa suami dan ayah mertuanya
melakukan konspirasi untuk menggulingkan tahtanya, baginya yang hanya sebatang
kara ini, mereka sudah dianggap seperti keluarganya sendiri. Orang tersebut segera
meninggalkan ruangan tersebut dengan air mata yang mengalir deras, ia tidak sanggup
lagi mendengarkan pembicaraan ayah dan anak tersebut.
“ Saya tetap akan mencintainya Ayah! Saya tidak akan pernah bisa
mengkianatinya!” ujar Ronggo Joyo yang tetap kukuh akan keputusannya.
“ Dasar anak kurang ajar! Berani sekali kamu menentang perintahku! Jika kamu
tetap tidak mau melakukan rencana ini, maka akan aku hapus namamu dari daftar
pewaris kerajaan” ujar Ayah Ronggo Joyo marah.
“ Terserah Ayahanda! Saya tidak peduli! Saya tetap lebih memilih istri saya
dibanding harta dan kekuasaan yang ayah janjikan “ ujar Ronggo Joyo.
“ Kalau begitu mulai hari ini, kamu bukan anakku lagi Ronggo Joyo!, jangan
pernah kamu menginjakkan kakimu di kerajaanku nanti “ ujar Ayah ronggo Joyo.
“ Ini keputusanku Adinda! Anak itu sudah kualat kepada kita! Tidak perlu
diurusi lagi!” ujar Sang Raja.
Ibu Ronggo Joyo hanya bisa menuruti perkataan suaminya, dan pergi
meninggalkan Ronggo Joyo.
***
Roro Pudjiwat berlari dengan tergesa-gesa didalam lorong istana dengan wajah
yang bengkak dan penuh dengan air mata.Hal tersebut tentunya membuat semua
pelayan menyeritkan dahinya lantaran terkejut akan ekspresi Sang Ratu.
Brakk..
Suara pintu ditutup dengan keras, dan terdengar suara tangisan yang begitu
menyayat hati dibalik pintu tersebut. Terlihat seorang wanita yang meringkuk diatas
kasur dan menangis, terlihat bajunya yang kusut berantakan, begitu pula rambut serta
hatinya.
“ Padahal aku sudah membuka hatiku untukmu Ronggo Joyo! Mengapa kamu
malah melakukan ini padaku! Rasanya sakit sekali! Melihat orang yang kucintai ingin
menusukku dari belakang seperti ini”ujar Roro Pudjiwat penuh amarah.
“ Hiks… hiks…hiks .”
“ Maaf mengganggu Yang Mulia, ada yng ingin saya sampaikan kepada Yang
Mulia tentang Yang Mulia Ratu “ ujar pelayan tersebut.
“ Maaf Yang Mulia bukan maksud saya mencapuri urusan pribadi Yang Mulia,
namun saya tadi melihat Yang Mulia Ratu berlari dengan tergesa-gesa sambil menangis”
Ujar palayan tersebut.
“ Apa? Ratu menangis? Siapa yang telah berani membuatnya mengeluarkan air
mata? “ ujar Ronggo Joyo Marah.
“ Maaf Yang Mulia, sebelumnya saya melihat Yang Mulia Ratu di depan
ruangan yang Yang Mulia pakai bersama Sang Raja” Ujar pelayan tersebut jujur.
“ Apa?” ujar Ronggo Joyo kaget, hingga berdiri dari tempat duduknya.
“ Lalu dimana Ratu sekarang?” tanya Ronggo Joyo kepada pelayan tersebut.
“ Ratu sedang berada di dalam kamarnya Yang Mulia “ ujar pelayan tersebut.
Mendengar suara pintu diketuk, Roro segera menghapus air mata yang berada
di pipinya.
“ Terima kasih.” Ujar Roro sambil mengusap air mata di pipinya dengan sapu
tangan tersebut.
“ Maaf Adinda. Aku tidak bermaksud mengkianatimu, aku ingin terus setia
kepadamu, wahai Ratuku.” Ujar Ronggo Joyo
“Aku tahu kamu pasti telah mendengar pembicaraanku dengan ayah bukan?
Percayalah Adinda, aku tidak ingin melakukan itu padamu. Aku sangat mencintaimu
adinda “ Uajar Ronggo.
“ Bagaimana caraku agar aku bisa percaya kembali padamu Kakanda? Kamu
telah menghancurkan hatiku sampai bekeping-keping. Dan aku juga akan berusaha
move on darimu Kakanda. Karena aku tidak ingin hatiku dihancurkan kembali
olehmu.”ujar Roro sambil berdiri membelakangi Ronggo Joyo.
Mendengar hal tersebut, Ronggo Joyo segera membalik tubuh Roro agar
menghadapnya dan segera memengang kedua tangan Roro.
“ Maafkan aku Adinda aku telah menyakiti hatimu aku mohon percayah padaku
adinda, aku tidak akan pernah mengkianatimu! Aku rela memutuskan hubunganku
dengan keluargaku hanya untukmu. Aku mohon percayalah kembali padaku
Adinda.”uiar Ronggo sambil meremas tangan Roro.
“ Hahh baiklah aku percaya padamu Kakanda. Aku akan memberimu satu
kesempatan lagi untuk membuatku mempercayaimu lagi “ ujar Roro.
“ Benarkah itu Adinda? Aku berjanji akan membuatmu kembali jatuh cinta
padaku, dan mempercayaiku” Ujar Ronggo Joyo dengan wajah yang berseri-seri, dan
memeluk erat Roro.
Di sebuah hutan yang rindang terdapat seorang pria yang terkulai lemas di atas
rerumputan hijau. Pria yang memiliki paras yang sangat tampan tersebut, terlihat
kelelahan dan terengah-engah.
“ Mengapa aku terus terbayang akan wajahmu, wahai Roro? Apakah benar aku
masih mencintaimu?” gumam pria tersebut dalam hati.
“ Rasanya tidak mungkin kamu masih mengingatku, walaupun begitu aku masih
tetap mencintaimu Roro, aku ingin sekali menjadikanmu sebagai milikku! Tunggulah
aku Roro aku akan segera kembali untuk menemuimu! “ ujar Kebo Nyabrang entah
kepada siapa.
Pria tersebut segera bangkit dan berjalan menuju ke sebuah gua. Terlihat
didalam gua tersebut, terdapat sesosok raksasa yang sedang tertidur nyeyak. Kebo
Nyabrang berjalan mengendap-endap agar tidak membangunkan istri raksasanya
tersebut. Setelah mengambil barang-barangnya , ia kembali mengendap-endap. Namun
tiba-tiba ia berhenti dihadapan Sang Istri.
“ Maafkan aku wahai Adinda, aku tidak bisa bersama denganmu lagi, karena
aku masih mencintai wanita itu. Aku harap kamu dan anak-anak bisa baik-baik saja di
hutan ini. " ujar Kebo Nyabrang dengan pelan.
Keesokan harinya Kebo Nyabrang pamit kepada istrinya untuk memburu rusa,
dibalik pamitnya ini terselip niat jahat untuk kabur dari hutan ini.
Dengan wajah yang sudah sedap dipandang oleh kedua bola mata, Kebo berjalan
secara pelan-pelan menyusuri hutan menuju ke kerajaan Segelap. Dilewatinya sebuah
ladang pertanian. Terlihat banyak orang sedang bercocok tanam, dan juga ada yang
sedang mencari rumput. Terlihat juga beberapa gadis muda ikut serta membantu orang
tua mereka. Para perawan penghuni hutan saling terheran-heran.
Sebelumnya, beredar isu bahwa orang sakti di Desa Sekararum telah pergi. Tak
hayal, banyak orang yang menyangka bahwa Kebo sedang bertapa untuk menambah
kekuatan sihir hitamnya.
Kebo yang tersadar akan sebuah sorot mata yang tertuju padanya segera
menatap balik dua mata tersebut.
“Hei gadis berbaju merah! Tak perlu kau heran melihat rupa yang berkharisma
ini. Jika kau ingin mengetahui tentang seluk beluk diriku ini marilah ikut denganku.”
Orang tua gadis tersebut yang berprasangka bahwa orang tampan ini adalah
Kebo segera menjawab ucapannya.
“Hai Tuan, janganlah kau ajak gadisku ini. Dua minggu lalu ia telah dipinang.
Hendaknya Tuan cari gadis lain yang belum menerima pinangan seorangpun!”
“Hahahaha tak perlu kau nasehatiku, aku punya jalanku sendiri!” bentak Kebo.
Suara yang kebo keluarkan seakan-akan terasa biasa di kuping para petani.
Keyakinan bahwa Kebo sudah kembali semakin kuat, namun kembalinya Kebo diiringi
dengan perubahan fisik yang sangat jauh berbeda.
Kebo yang merasa tak perlu melanjutkan dialog dengan petani tersebut kembali
berjalan menuju arah yang pada awalnya ia akan kunjungi. Jalan terasa sunyi, hanya
suara burung gagak dan serangga yang hanya saling berbalas-balasan. Lama berjalan,
kebo istirahat di bawah sebuah pohon tinggi besar namun hampIr mati. Kebo yang
menyadari bahwa pohon tempatnya beristirahat adalah pohon durian yang belum
berbuah, Ia berniat memakan buahnya juga. Dengan kekuatannya, Kebo menggosok-
gosok tangannya ke akar sekitar pohon tersebut. Tidak lama kemudian pohon tersebut
seperti hidup kembali, daun-daun kembali bersemi dengan lebatnya. Tak hanya daun,
bunga-bunga yang menjadi cikal bakal buah durian muncul. Dalam sekejap bunga-
bunga tersebut berubah bentuk menjadi buah yang sangat banyak.
“Hai pohon tua, bisakah kau berikan satu buahmu?” ucap Kebo.
“Baik, sebagai balas budi hamba kepada Tuan saya akan berikan empat buah
durian ajaib kepada Tuan”
“Hahaha baiklah terserah kau saja. Yang terpenting aku dapat kenyang hari ini.”
“Dengan memakan buah ini, Tuan tidak akan merasa lapar selama dua hari.”
“Sungguh ini sangat membantuku. Aku akan membawa tiga sisa durian ini
sebagai bekal perjalananku.” Ucap kebo.
BAGIAN VIII
Malam demi malam kebo lalui tanpa tidur, pada malam ke tujuh perjalananya
menuju Kerajaan Segelap akhirnya Ia membaringkan tubuhnya. Diantara semak-semak
Kebo menyiapkan posisi ternyamannya untuk merebah. Sembari memakan duriannya,
Kebo kembali mengingat wajah Roro.
“Akankah Roro jatuh cinta kepadaku? Apakah ia tahu bahwa perawakanku kini
telah berubah?” Gumam kebo dalam hati.
Pagi datang menyinsing, bak manusia yang kembali terlahir, Kebo perlahan
membuka kedua bola matanya. Ia hirup aroma embun di sekitarnya, aroma yang
memberikan rasa tenang pada pikiran. Bersiap melanjutkan perjalanannya yang masih
cukup panjang, Kebo meraba wajahnya. Memastikan kalau wajah rupawannya belum
berubah seperti semula.
Tak terasa sudah hampir 15 hari perjalanan, Kebo sampai di desa Sekararum.
Tempat yang dulu Ia tinggali. Kebo melewati persawahan yang dulu sering ia porak
porandakan. Ia melihat mbah Wagijan sedang mengurus lahan pertaniannya. Orang
yang selalu menyediakan kopi hitam tanpa gula untuknya. Kebo berniat bermalam
beberapa hari di desa itu sebelum melesat ke kerajaan Segelap. Malam menjelang, Kebo
yang belum disadari akan kehadirannya di desa, mempunyai niat untuk merusak lahan
pertanian. Layaknya yang ia lakukan dulu sebelum akhirnya ia pergi dari desa tersebut.
Tepat tengah malam dengan kekuatan sihir hitamnya, Kebo merusak segala tanaman
pertanian di desa tersebut.
“Duh Gusti iki ono opo maneh tho!” Teriak warga yang pertama kali datang ke
sawah.
Para warga datang, berharap sawah yang mereka garap tak hancur seperti salah
satu warga tersebut. Namun apa daya, dilihatnya di depan mata mereka lahan pertanian
di desa Sekararum semuanya rusak parah.
“Sudahlah jangan diambil pusing, ambil hikmahnya saja. Mungkin ini teguran
Gusti kepada kita semua agar tidak lupa beribadah.” Pikir positif dari seorang warga.
Malam datang, hampir semua kepala keluarga berkumpul untuk membahas apa
yang terjadi. Kebetulan mbah Wagijan sedang membuka warung kopinya. Diputuskan
para kepala keluarga ngopi sambil membahas hal aneh yang terjadi hari ini.
“Jikalau memang si Kebo kembali, beberapa hari ini aku tak merasakan
kehadirannya.” Mbah Wagijan membuka obrolan.
“Kan sudah aku bilang, ini bukan ulahnya si Kebo” Sahut salah satu warga.
Selang lama mengobrol datang seorang rupawan meminta kopi kepada mbah
Wagijan. Banyak warga curiga bahwa orang tampan di depan mereka adalah kebo. Dari
suasana yang berubah, hawa yang tambah dingin, menambah kecurigaan warga kepada
seorang rupawan tersebut.
Para kepala keluarga tahu bahwa tak ada warga yang doyan kopi mbah Wagijan
jika tak diberi gula. Namun, kali ini tidak! Seorang rupawan namun terlihat sangat
kejam terpancar dari aura yang dikeluarkan, memesan kopi hitam tanpa gula. Mbah
Wagijan yang seumur hidupnya hanya melayani warga kampung hafal benar siapa orang
di depannya kini. Kopi hitam tanpa gula hanya disesap oleh Kebo. Warga yang sudah
sadar akan kehadiran Kebo, satu per satu meninggalkan warung kopi mbah Wagijan
dengan wajah pucat.
Tawa yang terdengar persis benar dengan Kebo. Mbah Wagijan sudah hafal
suara ini.
***
Hari itu begitu cerah, Kebo merasa apa keinginannya akan segera terwujud.
Mempersunting Roro menjadi tujuannya kali ini. Sesampainya di sekitaran kerajaan
Segelap, Kebo merasa ada kejanggalan. Mendekatlah Kebo ke segerombolan warga,
Kebo mencuri obrolan mereka. Warga yang tak sadar akan kehadiran Kebo tetap saja
mengobrol dengan asyiknya.
“Hahaha semoga mereka berdua langgeng ya!” Ucap salah seorang warga.
“Ada apa gerangan, siapa yang kau doakan langgeng?!” Tanya Kebo kepada
warga.
“Darimana saja kau, jika bukan buat Ratu Roro dan Raja Ronggo”
“Betul sekali, sudah hampir enam bulan ini mereka di atap yang sama.”
Kebo yang terkejut akan hal itu segera berjalan cepat menuju istana. Namun, ia
harus melewati seorang penjaga agar dapat menemui Roro.
“Tidakkah kau kenal aku? Aku pangeran dari gunung muria.” Kebo sambil
menujuk sebuah Gunung di sebelah utara.
“Aku kemari ada urusan ekonomi kerajaan dengan ratumu” bohong Kebo.
Karena wajah dan perawakan yang dinilai Patih Joyokarso memang cocok
sebagai seorang pangeran, maka dengan mudah Kebo memasuki wilayah kerajaan.
Dilihatnya banyak wanita sedang mondar-mandir seperti sedang mempersiapkan
sesuatu. Dengan insting yang kuat bahwa ruangan yang sering dimasuki para wanita
kerajaan tersebut adalah kamar Roro. Tanpa basa-basi Kebo masuk ruangan tersebut dan
benar!, dilihatnya Roro sedang membenarkan kuncir rambut. Tak hayal dibantu oleh
beberapa wanita lain, rambut Roro kini sangat panjang, berbeda saat mereka pertama
kali bertemu.
“Ya Tuhan, siapa gerangan laki-laki tampan ini?” gumam Roro dalam hati.
“Sebelum aku menjawab pertanyaanmu, aku mau hanya kita berdua yang
mengetahui. Suruhlah wanita itu keluar dari kamarmu.”
“Baiklah, kau bisa keluar dulu.” Suruh Roro kepada pembantunnya. Setelah
pembantunya menutup pintu dari luar, Roro bertanya dengan penuh rasa penasaran.
“Apakah yang dihadapanku ini Kebo, di sebuah kamar, hanya berdua, apa yang
kan ia perbuat padaku?!” gumam Roro.
“Hahahaha tak perlu kau terkejut begitu Roro, aku masih mencintaimu! Kali ini
kudatang untuk memilikimu!”
“Tapi, tak kau dengarkah kalau aku sudah menjadi istri orang?”
“Ya, barusan aku dengar tadi pagi dari wargamu. Tapi rasa cinta padamu masih
seperti dulu, sangat besar. Tak kah kau lihat aku sudah berubah demi dirimu!”
“Gunung telah ku daki, lautan telah ku arungi. Tak kah itu cukup untuk bukti
rasa cinta ini? Sudah kupastikan, aku akan mencintaimu hari ini, esok dan nanti!”
Sambung Kebo.
Roro yang terpincut akan ketampanan dan janji manis yang terucap dari bibir
Kebo, tanpa piker panjang menganggukan kepala.
“Baik Kebo, aku akan meninggalkan Ronggo untukmu. Aku menyesal dulu telah
menolakmu.”
“Hahaha tak perlu kau sesali, kini ku datang akan merubah takdirmu.
Membuatmu bahagia selamanya.”
“Mari kita pergi dari sini. Kau berjalan diawal dan berkata pada penjagamu
bahwa aku pangeran dari gunung Muria dan dirimu akan mengurus masalah kerajaan
bersamaku.”
“Ijinkan aku menulis surat kepada Ronggo sejenak. Sebagai tanda berpisahnya
aku dengan dia.” Pinta Roro.
Setelah surat selesai di titik terakhir kalimat Roro dan Kebo kemudian berjalan
menuju gerbang kerjaan dimana tadi Kebo ditanya penjaga gagah perkasa.
“Hai patih Joyokarso! Aku akan berjalan-jalan dengan pangeran gunung muria.
Saat Ronggo kembali bilang saja aku ada urusan kerajaan dan aku akan kembali
beberapa hari setelah ini.”
“Baik Ratu, akan hamba sampaikan pada Tuan Ronggo.” Jawab patih Joyokarso
dengan menundukkan badan.
Dengan mudah Kebo merebut Roro dari Ronggo, cukup dengan wajah rupawan
dan janji manis yang terucap. Roro yang telah terbutakan oleh fisik semata kini ikut
berkelana menjalani kehidupan barunya bersama Kebo.
BAGIAN IX
“Panah mati rusa itu dan kita pulang hari ini!” Bisik halus Ronggo kepada patih
Pakujiwo.
Panah melesat cepat mengenai leher rusa tersebut. Walau penuh darah
bercucuran dari lehernya, rusa tersebut masih sempat berlari menjauh dari Ronggo dan
Pakujiwo. Namun, tak bertahan lama, rusa tersebut mati dalam pelariannya menjauhi
Ronggo dan Pakujiwo.
“Huhh.. capek juga mengejar rusa yang dipastikan juga bakal mati. Kau
kelelahan?” Tanya Ronggo pada Pakujiwo.
“Tidak tuan, walaupun umur saya sudah hampir setengah abad tapi jiwa raga
saya masih kuat layaknya Tuan.”
“Tak usah Tuan berterimakasih kepada saya. Rasanya aneh jika Tuan
merendahkkan diri kepada pengawal kerajaan.”
“Halah tak apa, kita semua sama, sama-sama manusia kan? Manusia jika mau
disebut manusia ya harus memanunisakan orang lain.”
Perjalanan pulang Ronggo dan Pakujiwo terasa lama. Ronggo yang sudah
merindukan istrinya menambah rasa ketidaksabaran akan inginnya sampai istana
dengan cepat.
“Hai Pakujiwo, andaikan kita punya kuda terbang cepatlah kita sampai di
istana.”
“Hahaha tidaklah mungkin jaman sekarang ini ada kuda terbang Tuan. Hewan
itu telah punah ratusan abad sebelum saya dan Tuan dilahirkan di dunia ini.”
“Wah iyakah? Kudengar malah di kerajaan pantai selatan masih ada dua ekor
kuda terbang yang masih hidup.” Sanggah Ronggo.
“Aku jadi ingin memeliharanya. Tapi tak perlu, aku sudah sangat bersyukur bisa
punya kuda gagah ini.” Sambil mengelus kuda yang ditungganginya.
“Pakujiwo, kau juga harus selalu bersyukur akan semua keadaan yang terjadi
padamu. Karena semua ini sudah kehendak Tuhan kita.” Ucap Ronggo kepada Pakujiwo
dengan penuh senyuman bahagia.
“Andaikan Tuan Ronggo dapat hidup selamanya, maka damai selalu anak
keturunan warga kerajaan Segelap.” Gumam Pakujiwo dalam hati.
Tak terasa sudah hampir seharian Ronggo dan Pakujiwo melakukan perjalanan
pulang membawa hasil buruan mereka. Malam menjelang, Ronggo memutuskan untuk
beristirahat dan melanjutkan perjalanannya esok pagi.
“Hai bulan, dapatkah kau menyampaikan rasa rindu ini kepada separuh jiwaku?”
Sambil kembali memejamkan mata, Ronggo berdoa supaya perjalanan esok pagi
dilancarkan dan sang pujaan hati senantiasa dilindungi dari marabahaya.
***
Suara samar-samar terdengar, kian jelas. Meneriakkan kata Tuan, dan ternyata
pagi sudah datang, dilihatnya Pakujiwo sudah bangun dulu dibanding dirinya sambil
membawakan sebotol air minum yang dipegangnya. Diminumlah apa yang diberikan
Pakujiwo kepadanya.
“Sama-sama Tuan, saya sudah sangat siap. Tinggal menunggu perintah Tuan
saja.”
“Tidak tuan, Ratu telah pergi bersama dengan pangeran gunung muria beberapa
hari yang lalu.”
“Hah! Bukankah yang kau sebut pangeran gunung muria itu adalah si Kebo!”
“Tapi tuan, yang hamba lihat bukanlah si Kebo melainkan seorang pangeran
yang berwajah tampan.”
“Sayangku, maafkan diriku. Kali ini perjalanan kita telah tiba pada ujungnya.
Langkahmu tak perlu lagi menyusulku. Ada beberapa hal yang memang harus selesai,
rela tidak rela. Aku akan baik-baik saja. Kau akan baik-baik saja, percayalah.
Tandaskan air matamu. Bukan dengan cara seperti ini aku ingin kau lepas.
Sudah hampir dua hari Raja Segelap mengurung diri di dalam kamarnya,
penghuni istana merasa bersalah atas diculiknya sang Ratu oleh Kebo. Tak pernah
sebelumnya raja menunjukan sisi sedihnya. Patih Joyokarso dan Patih Pakujiwo
mencoba berdialog dengan sang Raja, mencoba memberikan solusi dari permasalahan
yang terjadi di tubuh kerajaan Segelap.
“Tuan, maafkan hamba. Hamba salah, tidak ketat atas orang yang berkunjung di
istana.” Ucap patih Joyokarso.
“Sudahlah Joyokarso, kau tak perlu meminta maaf padaku. Ini semua
kesalahanku.”
Perjalanan dimulai. Doa demi doa selalu dipanjatkan Ronggo, tak henti ia
menanyakan keberadaan istrinya.
Walaupun malam akan mendekati mereka, rasa akan ingin segeranya membawa
Roro kembali ke kerajaan Segelap mengurungkan keinginan mereka untuk beristirahat.
Pada akhirnya setelah bulan terlihat sempurna, Ronggo memutuskan untuk beristirahat.
Perjalanan akan dilanjut esok pagi.
“Tak perlu kau mengejar wanita brengsek itu.” Terdengar suara, tanpa wujud.
“Dia telah meninggalkanmu. Dia lebih memilih laki-laki lain dibanding dirimu.
Tak kah kau sadari? banyak juga yang mencintaimu. Baiknya kau kembali ke istana”
Ronggojoyo tebangun dari tidurnya, mencoba mencerna akan maksud mimpi itu.
Namun, karena rasa cintanya yang begitu besar kepada Roro, Ronggo tak
memperdulikan mimpi tersebut. Pagi datang, kali ini yang pertama bangun adalah
Ronggo. Mencoba membangunkan para patihnya.
“Baik Tuan.”
“Sudah berjalan dua bulan musim tanam, mengapa baru menanam padi mbah?”
Tanya Ronggo. Kebetulan yang ditemuinya adalah mbah Wagijan.
“Beberapa hari yang lalu desa kami didatangi kembali orang sakti jahat tuan.”
“Siapakah dia?”
“Selain merebut Roro, ia juga merusak lahan pertanian, sialan!” Umpat Raja.
Tak pernah terdengar di kuping Joyokarso dan Pakujiwo bahwa raja mengumpat,
baru kali ini mereka mendengar dari sang raja. Sudah dipastikan kalau Raja mereka kini
sedang dipucuk amarah.
“Baiklah mbah, sekembali dari perjalananku, aku akan mengunjungi desa ini
untuk memberi bantuan.”
Langkah kuda terdengar keras nan cepat, emosi telah memenuhi hati sang Raja.
Para patihnya hanya bisa mengikuti laju kuda sang Raja di belakang. Tak berani
meredam amarah Raja karena menurut mereka ini bukanlah saatnya untuk menasihati
raja.
Sore hari datang begitu cepat, namun langit sudah gelap bak malam. Ternyata
langit mendung, namun tak menghentikan langkah kuda Ronggo. Ia tetap memacu
kudanya, sampai hutan di kaki gunung muria, akhirnya langit tak kuasa menahan air
yang dibawanya. Dilepaskanlah air hujan, air turun begitu derasnya. Terpaksa Ronggo
melambatkan langkah kudanya, diikuti kuda yang ditunggangi Joyokarso dan Pakujiwo.
“Tidak! Kita sudah tertinggal jarak yang jauh dari Kebo dan Roro.”
“Baiklah Tuan kita lanjut perjalanan.”
“Aku akan turun dulu. Kalian menyusul, jaga jarak aman. Jangan lupa berdoa!”
Seakan-akan itu adalah sebuah nasihat terakhir dari sang Raja. Perasaaan
Pakujiwo tak enak.
“Aaaa!” Bruk, terdengar suara Sang Raja dan Kudanya yang sepertinya jatuh.
Segera mereka berdua menuruni lereng penuh rasa cemas. Dilihat sang Raja
tergeletak penuh darah di bawah lereng. Pakujiwo dan Joyokarso dengan wajah sedih
membantu sang Raja untuk duduk.
“Apa maksud tuan!” sambil meneteskan air mata, Joyokarso mencoba menahan
rasa sedihnya.
“Tuaan! Bangun! Kami masih butuh Raja seperti Tuan!” Pinta sedih Pakujiwo.
Hujan sudah mulai reda, namun kini hujan akan datang di kerajaan Segelap.
Raja Ronggojoyo kembali ke kerajaan Segelap, tanpa nyawa. Sang Raja di makamkan
di sebuah makam yang mana para pemimpin pendahulu juga dikuburkan di sana. Kabar
meninggalnya Raja Ronggojoyo menyebar dengan cepat. Banyak warga yang kini
datang dimakamnya hanya untuk mendoakan Raja Ronggojoyo.
BAGIAN XI
Kata terakhir yang Buto Maheswari dengar dari sang suaminya, Kebo Nyabrang.
Dengan perut yang kian hari kian membesar Ia masih setia menanti suaminya kembali.
Kebo sebelumnya berpamitan kepada Buto untuk berburu mencari rusa untuk dua hari.
Tanpa curiga Buto mengiyakan keinginan suaminya.
“Sudah tiga malam ku lalui tanpa suamiku di sini. Bukankah di Alas Jati Blora
masih sering kutemui rusa?” Tanya Buto pada dirinya sendiri.
Hampir seminggu suaminya tak kembali, Buto mulai resah. Ia meminta tolong
kepada hewan-hewan hutan untuk menemukan suaminya. Buto yang mempunyai
kekuatan dapat berbicara dengan segala makhluk hidup memanggil para hewan untuk
berkumpul.
Para hewan segera memencar mencari orang yang bernama Kebo Nyabrang.
Sekian lama Buto menanti, ketika sore hari datanglah burung gereja, memberi tahu
jikalau ia melihat seorang tampan bersama dengan ratu kerajaan Segelap di gunung
bagian utara, gunung Muria. Buto tak percaya akan berita yang dibawa burung gereja, ia
berencana untuk pergi memastikan apa yang dilihat burung gereja benar atau tidak.
Dengan kekuatannya, dalam kedipan mata Buto berubah wujud menjadi seorang
nenek-nenek pencari kayu bakar. Berangkatlah Buto menuju gunung Muria, didampingi
angin sunyi dan senja yang kian meredup berganti malam. Perjalanan ditempuh dengan
penuh rasa khawatir, akankah benar Kebo bersama wanita. Tanpa istirahat, Buto hanya
butuh waktu semalam untuk sampai di Gunung Muria.
Di Gunung Muria, Buto menemukan satu rumah yang cukup membuat heran.
Tak mungkin ada warga yang tinggal sendirian di dalam hutan. Di intiplah jendela
rumah tersebut, dan yang Buto lihat adalah Kebo dengan perawakan tampannya
bersama dengan seorang wanita. Rasa kesal yang memenuhi sukma Buto mencoba ia
atur.
“Roro! Pergilah kau dari sini! Pergilah ke arah selatan, kearah kerajaanmu
dulu!” Suruh Kebo dengan wajah yang sangat takut.
“Ada apa Kebo? Mengapa kau tiba-tiba menyuruhku untuk pergi dari ragamu?”
Tanya terheran-heran Roro.
“Tak ada waktu untuk menjelaskan apa yang kini terjadi. Percayalah padaku,
aku akan secepatnya menyusulmu.”
Tanpa berdialog lagi, Roro pergi menuju selatan. Lewat pintu belakang, Roro
berlari dengan cepatnya segera meninggalkan Kebo dan rumahnya. Kini, Kebo berharap
semoga tidak terjadi hal buruk yang Buto akan lakukan padanya dan apa yang akan
Roro terima setelah ini.
***
Setelah Kebo sedikit lebih tenang, Ia turun dari ranjang yang terbuat dari bambu,
keringat mengucur dari kening Kebo dan membasahi rupanya yang tampan. Dengan
perasaan ragu, Ia mulai membuka pintu rumahnya.
"Si.. Siapa dirimu ini, nek? Kenapa malam-malam begini di tengah hutan?"
tanya Kebo yang sebenarnya sudah tau siapa nenek dihadapannya ini.
Dalam beberapa detik, bersama amarahnya, Buto berubah menjadi dirinya yang
asli, seorang Buto Maheswari yang berbadan besar dan ditakuti oleh siapapun yang
melihatnya.
"Tidak, Buto. Bagaimana kau bisa menemuiku? Kenapa kau tidak menungguku
sedikit lebih sabar lagi? Aku bahkan baru memulai kebahagiaan beberapa hari ini,
Buto." Ucap Kebo frustrasi dengan keadaannya.
"Memulai kebahagiaan bersama istri orang maksudmu, Kebo? Tidak kah kau
tahu bahwa Ia adalah istri dari seorang raja? Kau benar-benar jahat, hingga tega
mengkhianati dua orang sekaligus, istrimu, dan Raja Ronggo." Buto sedih bukan main,
bahkan Ia meneteskan air mata dari matanya yang besar dan hitam itu. Walaupun
dirinya seorang Buto, namun, Ia juga memiliki hati dan bisa merasakan sakit, bila orang
yang dicintai dan ditunggunya berkhianat.
"Aku tidak tahu tujuanmu mengubah rupa menjadi lelaki tampan untuk apa.
Yang aku tahu, dirimu hanyalah Kebo nyabrang, yang bersedia menjadi suami dari
seorang Buto perempuan sepertiku. Tidakkah kau menyesal Kebo telah
meninggalkanku? Barang sedikit saja di hatimu?"
"Aku melakukan ini semua, demi Roro, Roro Pujiwat, seorang wanita nan cantik
jelita. Sudah sejak lama aku mencintai dirinya, tapi Buto, kau tahu? Karena rupaku yang
buruk rupa, Ia menolakku, dan memilih menjadi istri dari seorang Ronggo yang
kemarin telah aku bunuh agar Ia tidak bisa kembali bersama Roro. Apapun akan aku
lakukan demi seorang yang aku cintai."
"Buto, tenang Buto. Tidak seharusnya kau marah seperti ini, semua bisa
dibicarakan baik-baik. Dengar, Buto. Dengarkan diriku dulu, kau tengah mengandung,
tidakkah kau takut akan terjadi hal buruk terhadap anak kita, Buto?"
"Kecurangan apalagi yang harus aku dengar dari mulutmu yang busuk itu, Kebo.
Kau memang benar-benar jahat, seorang yang tidak punya hati. Seharusnya aku biarkan
saja dulu dirimu memiliki wajah buruk rupa, agar tidak ada siapapun yang peduli
terhadapmu, kau benar-benar jahat."
Kebo pasrah, apapun akan Ia lakukan untuk menghindari amukan dari Buto ini.
Ia sadar, bahwa kekuatan yang dimilikinya tidak sebanding dengan kekuatan yang
dimiliki Buto. Ia tidak ingin menghabiskan tenaga dan sisa kekuatannya untuk hal itu.
"Buto, tidakkah kau percaya dengan diriku lagi? Bagaimanapun juga, anak yang
kau kandung adalah anakku, aku tidak mau terjadi apa-apa dengan dirinya, tenanglah
sedikit, Buto."
"Aku tidak kembali tenang untukmu Kebo, tapi untuk Cayapatra, anak yang aku
kandung."
Dengan ketenangan yang kini sudah bisa dikuasai oleh Buto, Ia memiliki
hukuman yang pantas untuk kesalahan yang telah dilakukan oleh Kebo. Kesalahan yang
bisa ditebus Kebo agar dirinya bisa menghapus dosa-dosa dari kesalahan yang telah
dilakukan.
Tanpa berpikir, Kebo mantap menjawab, "Ya, apa saja untuk anakku."
BAGIAN XII
Disisi lain, Roro berlari sekuat tenaga ke arah kerajaan, berharap Ia dapat
menemukan bantuan dari Raja Ronggo, mantan suaminya. Sambil melafalkan doa agar
dirinya bisa terselamatkan, dan dapat melanjutkan kehidupannya. Namun, manusia
tetaplah manusia, yang memiliki rasa lelah, didekat sebuah pohon, Ia mengistirahatkan
tubuhnya, mencoba kembali mengumpulkan sisa-sisa tenaga yang dimilikinya, Ia akan
bermalam di bawah pohon rindang ini terlebih dahulu.
Dengan hati yang gelisah dan tidak tenang, Ia berpikir tentang kesalahan yang
telah dilakukannya, "Tidak seharusnya dulu aku meninggalkanmu kakanda Ronggo,
sungguh aku menyesal. Jika aku kembali, apakah kau masih mau menerimaku?
Kemarin, aku terbutakan oleh wajah tampan milik Kebo, orang yang dulunya sangat aku
benci. Maafkan aku, Ronggo."
Malam semakin larut, rasa takut yang dimiliki Roro semakin menggunung.
Walaupun Ia sendiri tidak tau hal apa yang tengah terjadi saat ini. Ia masih menebak-
nebak kenapa Kebo menyuruhnya untuk berlari.
Angin malam yang dingin menerpa kulit Roro yang dibalut dengan sorai tipis.
Berharap ada seseorang yang mampu menolongnya dan menyelamatkan dirinya agar
keluar dari hutan gunung muria ini. Dirinya mencoba mengurangi rasa dingin yang
melanda tubuhnya dengan menggosokkan kedua telapak tangannya.
"Dosa besar apa yang telah dilakukan si Kebo? Kenapa aku ikut
menanggungnya? Tidakkah ada seorangpun di sini yang bisa menolongku keluar dari
kesusahan ini?"
Roro mencoba untuk menutup matanya, barangkali Ia bisa tidur dan melupakan
sejenak kesusahan yang dialaminya. Namun, Ia teringat bahwa malam tadi Ia belum
makan sama sekali dan hanya minum air putih. Kini, ketakutannya tergantikan dengan
rasa lapar yang mulai dirasakannya.
"krek... Krek.."
Mendengar seperti bunyi ranting yang terinjak oleh kaki, Roro menoleh dan
mencari sumber suara tersebut. Berharap ada seorang yang dapat dimintainya
pertolongan.
"Siapakah itu? Tolong bantu aku keluar dari sini!" Teriak Roro keras hingga
dapat terdengar di telinga siapapun yang berada di hutan gunung muria tersebut.
"Hai!! Tidakkah itu suara langkah kaki! Tolong keluarlah, bantu aku. Apa itu
kamu, Kebo?!"
Mendengar ada suara perempuan, dua lelaki itu menoleh, dan betapa kagetnya
mereka, karena menyadari bahwa perempuan tersebut adalah Roro Pujiwat, mantan istri
dari almarhum rajanya.
"Bukankah itu dirimu, Ratu Roro Pujiwat?" tanya salah satu dari dua lelaki
tersebut.
Dengan nafas terengah-engah dan keringat yang membanjiri wajah ayu Roro
Pujiwat, Ia berhasil mencapai tempat dua pemuda tersebut.
"Iya, Ratu. Saya kesini untuk berburu bersama teman saya. Kenapa ratu malam-
malam ada di sini?"
"Tapi, Ratu...."
Roro memotong perkataan salah satu pemuda tersebut, karena Ia ingin segera
keluar dari hutan ini, dan segera bertemu dengan mantan suaminya, Raja Ronggo.
"Baiklah, Ratu."
"Hahahahaha... Kebo, Kebo, kau fikir aku akan begItu saja percaya lagi dengan
kata katamu yang busuk itu? Tidak akan lagi. Di mana Wanita yang kau cintai itu, aku
ingin melihatnya, secantik apa hingga membuat dirimu hilang kewarasan, suruh dia
menemuiku sekarang juga!"
Diluar dugaan Kebo, Ia kira Buto akan mempercayai perkataannya, tapi Buto
malah kembali mengeluarkan amarahnya. Dan kini, Buto mencari Roro Pujiwat.
"Ah, dia tidak ada di sini, Buto. Siapa yang kau cari, hanya ada aku dan dirimu
di sini."
"Cih, buang kata-kata manismu itu, Kebo. Jangan kau coba-coba melindungi
perempuan itu, di mana dia sekarang?! Cepat katakan!"
Emosi Kebo mulai tersulut, Ia sudah tidak peduli dengan siapa dirinya
berhadapan sekarang, demi Roro apapun akan Ia lakukan agar wanita itu selamat.
"Lalu, kau fikir apa aku akan menuerahkan begitu saja Roro kepadamu? Lalu
membiarkan Ia disakiti olehmu, Buto? Tidak akan, Kalau kau mau Roro, lawan diriku
lebih dulu, itu jika kau bisa mengalahlanku!"
Setelah itu, terjadilah pertempuran yang tak bisa dielakkan lagi. Dengan sekuat
tenaga, Kebo melawan Buto yang berbadan besar dan mustahil untuk dikalahkan
olehnya.
Buto belum melakukan perlawanan sama sekali, Ia hanya menghalau Kebo agar
serangan yang diberikan oleh Kebo tidak mengenai dirinya. Berbeda dengan Kebo, Ia
mengeluarkan seluruh kekuatan yang dimilikinya untuk melawan Buto. Namun, setelah
lama pertarungan yang terjadi, tidak ada sama sekali dari Ajian yang diberikan Kebo
mampu mengenai Buto.
Akhirnya, Kebo kehabisan tenaga, sehingga meluruhlah tubuh Kebo ke atas
tanah.
"Kau fikir dengan kekuatanmu yang tak seberapa itu kau bisa melawanku?
Bahkan, aku belum sama sekali mengeluarkan ajianku untuk dirimu Kebo. Kau bukan
tandinganku!"
"Tolong Buto, jangan kamu melukai Roro Pujiwat barang sejengkalpun, Ia tak
salah apa-apa. Kalaupun ada yang haris terluka, itulah aku orangnya!"
"Cintamu memang tulus, tapi sayang beribu sayang, ketulusanmu itu membuat
lupa siapa dirimu sebenarnya. Kebo Nyabrang, Kebo tetaplah seorang Kebo. Dirimu
harus menerima karma atas dosa-dosa yang telah kau lakukan terhadapku! Selamanya
kau akan menjadi Kebo, Kebo yang hanya mematuhi perintahku dan juga anakku,
Cayapatra! Atas segala bumi, alam dan beserta isinya, di sini aku, Buto Maheswari istri
dari seorang Kebo nyabarang, mengutuk Kebo Nyabrang menjadi seekor Kebo
selamanya!"
Bersamaan dengan kalimat yang baru dilontarkan oleh Buto Maheswari, sebuah
petir menyambar pohon besar yang berada disekitar gubug itu, angin bertiup kencang,
dan langit nampak lebih gelap dari malam biasanya.
"Maafkan aku, Maheswari. Mungkin, ini memang hal yang pantas kau lakukan
atas kesalahanku, dengan sisa hidupku, aku akan selamanya mengabdi kepadamu, dan
anak yang ada di kandunganmu." ucap Kebo nyabrang kepada Buto Maheswari
"Ini memang hal yang seharusnya engkau dapstkan, Kebo. Dengan begini, maka
Kau bisa menebus kesalahan-kesalahan semasa hidupmu. Ketahuilah, meskipun
perawakanmu benar-benar menjadi Kebo, tapi, kesaktian yang kau miliki tetap ada pada
dirimu, dan kau tidak boleh menggunakan kesaktianmu untuk melukai dan berbuat jahat
terhadap orang lain, apabila kau benar melakukannya, maka ketahuilah, hukuman yang
akan kau terima bahkan lebih berat dari ini, Kebo."
Kebo diam menandakan bahwa dirinya sudah paham terhadap pinutur yang
diberikan oleh Buto Maheswari. Kini, sudah saatnya Kebo menebus dosa-dosnya, baik
dosa di masa lalu, kemarin, dan sekarang.
Kebo yang tidak pernah mau diatur, Kebo yang selalu menganut kehendaknua
sendiri, kini harus patuh dan menuruti perintah dari majikannya sekarang, yaitu Buto
Maheswari. Namun, bagaimana dengan Roro Pujiwat? Ah, sudahlah mungkin dia sudah
aman, pikir Kebo.
"Kebo, ijinkan aku menginap di gubukmu ini, barangemalam saja. Dan kau,
harus menjaga diriku persis di depan pintu, dan jangan boarkan siapapun mengganguku.
aku ingin, anak yang aku kandung lahir malam ini juga, dan berubah menjadi sosok
lelaki kecil yang tampan seperti ayahnya yang dulu. Aku akan bersemedi selama satu
malam ini."
"Baiklah, aku akan menjaga di depan pintu ini, dan tidak membiarkan siapapun
mengganggu semedimu."
Buto merubah ukuran dirinya menjadi lebih kecil agar dapat memasuki gubuk
Kebo Nyabrang. Sesampainya di dalam gubuk, kemudian Buto mengambil posisi
bersiap untuk semedi. Segala ajian dibaca oleh Buto, agar janin yang berada di
kandungannya dapat keluar dari rahimnya berkat kekuatan sakti yang dimiliki oleh Buto
Maheswari.
Roro agak terkesima melihat sang surya yang malu-malu menampakkan dirinya,
dan juga langit fajar yang begitu menenangkan. Tak terasa, berkat kuda yang
ditumpangi Roro menuju ke Kerajaan Segelap bersama dua orang rakyatnya, tanpa
waktu lama Kuda itu melesat dan hampir sampai di Kerajaan Segelap.
"Berapa lama lagi, Tuan?" tanya Roro kepada salah satu pemuda
"Kakanda Ronggo, tunggu aku menyusulmu. Aku sudah tidak sabar bertemu
dengan dirimu."
Gumam Roro pelan. Namun, masih dapar didengar oleh dua pemuda itu.
"Hati-hati mulutmu berbicara. Ketika sampai di Kerajaan nanti, aku bisa saja
merobek mulutmu yang busuk itu!" ancam Roro Pujiwat
Seketika dua pemuda itu diam, dan masih memikirkan kenapa Ratunya seperti
ini? Bahkan jelas-jelas beberapa hari lalu diadakan pemakaman kematian Raja Ronggo.
Kerajaan Segelap beserta rakyatnya pun masih berduka. Apa ada yang salah dengan
perkataan pemuda itu? Atau apakah Roro Pujiwat masih belum percaya bahwa suami
yang dicintainya, Raja Ronggo meninggal? Hingga Ia harus melarikan diri dan tersesar
di hutan?
Kedua prajurit itu terdiam, tidak bergerak sama sekali, bahkan untuk menyahuti
perintah dari Roro saja enggan.
"Hai! Tidakkah kalian memiliki telinga?! Tidak taukah siapa yang berada di
depanmu ini?"
"Maaf, Nona Roro. Kami diperintahkan raja kami untuk tidak membuka gerbang
kepada Anda, nona." ucap salah satu prajurit menatap Roro Pujiwat tanpa
membungkukkan badannya seperti yang dilakukan prajurit lain kepada ratunya.
"Apa yang kalian bicarakan? Raja kalian itu Raja Ronggo, ratu kaliam itu Saya,
Ratu Roro Pujiwat! Ada apa dengan kalian?! Di mana Ronggo?"
Perasaan cemas menghampiri Roro. Masalah apalagi ini yang terjadi? Tidakkah
cukup penderitaan Roro semalam? Karena tidak sabar, Roro berusaha memaksa masuk
ke dalam gerbang Kerajaan Segelap.
"Nona Roro, tolong jangan memaksa masuk. Ini perintah langsung dari raja!"
Kedua prajurit itu berusaha menghalau Roro Pujiwat yang memaksa masuk.
Lain halnya dengan kedua pemuda yang bersama Roro tadi, mereka nampak
kebingungan dengan keadaan yang ada di depan mata mereka. Mereka berusaha untuk
tidak ikut campur, dan memilih diam menunggu hal apalagai yang akan terjadi nantinya.
"Di mana raja kalian?! Aku ingin bertemu dengan dirinya! Cepat panggilkan
untukku!" teriak Roro kepada keduua prajurit tersebut
"Baik, Nona. Akan saya panggilkan, dengan syarat, nona tidak boleh membuat
gaduh di sini!"
"Baiklah!"
Salah satu prajurit masuk ke dalam gerbang untuk menemui raja dari Kerajaan
Segelap, untuk melapor bahwa Roro Pujiwat telah kembali. tak lama kemudian,
gerbang kerajaan terbuka, masuklah Roro ke dalam wilayah kerajaan dengan dua
pengawal yang menjaga di belakang Roro. Seluruh mata rakyat Kerajaan Segelap
menatap ke arah diri Roro, saling berbisik dan sinis terhadap kedatangan Roro.
Roro yang tak tahu menahu, merasa bingung dengan apa yang terjadi di
kerajaannya. Kenapa semua memakai baju berwarna hitam seolah-olah sesang berduka?
Apakah ada kematian yang baru saja terjadi? Ayolah, Roro tidak siap menerima
kemungkinan-kemungkinan yang akan didapatkannya sebentar lagi.
"Raja Ronggo, Roro kembali." ucap Roro memelas dibalik badan raja
"Raja, semarah itu kah dirimu kepadaku? Mohon maaf, Raja. Kemarin, aku
merasa khilaf atas kesalahanku. Aku sudah meninggalkan Kebo dan berlari kembali ke
kerajaan ini."
Raja berbalik, dan betapa kagetnya Roro ketika mengetahui siapa raja
dihadapannya. Roro tidak menemukan Raja Ronggo, melainkan Patih Jayakarsa. Di
belakang Roro hadir Patih Pakujiwa. Keadaan ini membuar Roro semakin bingung
dengan apa yang terjadi. Ia merasa dipermainkan dengan keadaan saat ini.
Sejak saat itu, Roro mengabdikan dirinya sebagai seorang selir di Kerajaan
Segelap. Setiap hari, Ia mengunjungi puasara milik Raja Ronggo, mengaduhkan
nasibnya kepada Raja Ronggo, menyesali perbuatannya atas kekhilafannya di masa lalu.
Pakaian serba hitam menjadi penutupnya sehari-hari sebagai bentuk rasa duka terhadap
kepergian Raja Ronggo.
BAGIAN XIV
Seorang pemuda laki-laki yang sedang memandikan seekor Kebo segera datang
menemui ibu yang memanggilnya.
"Kebo, di sini dulu, jangan kemana-mana, aku akan menemui ibuku dulu."
tuturnya kepada Kebo yang tak lain adalah perawakan dari Kebo nyabrang.
Buto tersenyum, "Kemarilah, duduk bersama ibumu. Besok adalah hari yang
tepat untuk kita membalaskan dendam kepada Roro Pujiwat. Persiapkan dirimu, besok
kau harus ikut denganku. Bawalah Kebo untuk menjadi tungganganmu, dengan
kesaktiannya, dia bisa menyelamatkanmu."
"Baiklah, apapun aku lakukan demi Ibu. Aku mempersiapkan Kebo dan
mengasah kemampuanmu untuk menghadapi siapapun yang menghalangi jalan kita
besok."
Pagi-pagi betul, Buto dan Cayapatra berangkat untuk menemui Roro Pujiwat
untuk membalaskan dendam yang sudah lama Buto pendam. Dengan kekuatan yang
dimiliki keduanya serta Kebo, tak butuh waktu lama, mereka sudah sampai di Kerajaan
Segelap.
"Wahai patih! Panggilkan Roro Pujiwat untuk menemuiku segera! Aku tidak
akan menghancurkan kerajaan ini apabila Roro Pujiwat bersedia menemuiku!" ucap
Buto dengan kasar dan keras. amarah benar-benar memenuhi dirinya saat ini.
"Selir tidak ada di sini. Dan apa urusannya dengan Selir Roro Pujiwat?!" Tanya
Patih Pakujiwa terhadap Buto Maheswari
"Baik jika kau memaksaku untuk menghancurkan kerajaan ini. Kebo, hancurkan
kerajaan ini, dan bunuh semua orang yang menghalangi langkah kita!"
Dengan satu kali perintah, Kebo menuruti hal yang diinginkan oleh Buto
Maheswari. Meskipun di dalam hatinya sendiri, Ia tidak ingin melakukan. Namun, ini
adalah satu-satunya hal bisa dilakukan Kebo untuk menebus kesalahannya terhadap
Buto.
Cayapatra terkesiap melihat Ibunya yang dipenuhi amarah, baru pertama kali
dirinya melihat Buto Maheswari semarah ini. Sebetulnya di hati yang paling dalam,
Cayaptra tidak setuju dengan hal ini.
"Ibu, sudahlah. Tidakkah kau kasihan dengan mereka yang tidak bersalah itu?
Kita di sini hanya untuk Roro Pujiwat, bukan mereka! Mereka tidak tahu menahu
tentang masalah ini, ibu!"
Raja Jayakarsa keluar, dan bingung dengan keadaan yang ada dihadapannya,
"Ada apa ini, wahai Patih Pakujiwa? Kenapa kerajaan kita diserang?" Tanya raja
terhadap patih
"Ampuni hamba yang tidak pandai menjaga keamanan kerajaan, Raja. Buto ini
datang untuk mencari Selir."
"Hentikan semua ini, dan panggil segera selir Roro Pujiwat, sebelum semua
rakyatku habis dibunuh!" perintah raja yang dibalas anggukan oleh Patih Pakujiwa
"Wahai, Buto. Hentikan ini semua, akan aku panggilkan Roro Pujiwat untuk
dirimu!"
"Buto, siapa sebenarnya dirimu ini? Apa urusanmu dengan Roro Pujiwat?"
"Roro Pujiwat telah mengambil Kebo nyabrang dariku. Dan aku kesini untuk
membalaskan dendamku terhadapnya. Raja Jayakarsa, Kau lihat seekor Kebo yang
ditumpangi oleh putraku itu? Ialah Kebo nyabrang, yang dulunya seorang manusia
tapikarena kejahatannya Ia harus menanggung dosa dan menjadi kebo u tuk selamanya."
jawab Buto dengan seringai di wajahnya
"Wah wah, berani sekali Kau memerintahku, wanita sialan! Tidakkah kau takut
terhadapku? Ayolah, sebelum aku menghukummu, kau bisa meninggalkan pesan terlbih
dahulu, hahahaha!!"
Roro meneteskan air mata, sesungguhnya dirinya merasa sangat takut. Dengan
sisa-sisa keberaniannya Ia melangkah lebih maju untuk mendekat dengan lawan
bicaranya.
"Silahkan, aku tidak memberi waktu lama untukmu." ucap Buto dengan tidak
sabar
"Maafkan hamba, Raja Jayakarsa. Karena hamba, kerajaan menjadi seperti ini.
Tapi, izinkan hamba untuk memberikan pesan kepadamu. Tolong tetap jaga pusara Raja
Ronggo, datangi setiap hari, perintahkan orang untuk selalu membersihkannya. Dan
apabila diriku meregang nyawa hari ini, kebumikan aku tepat disamping pusara Raja
Ronggo. Terimakasih karena engkau telah memberiku maaf dan mengangkatku menjadi
selirmu, sebuah kehormatan bagi diriku yang telah melakukan kesalahan besar terhadap
kerajaan."
"Baik, Selir Roro Pujiwat. Aku akan selalu menjaga pusara Raja Ronggo.
Terimakasih atas pengabdianmu selama ini. Sesungguhnya, berat hati aku melepasmu
kepada Buto Maheswari. Namun, kau juga harus mempertanggungjawabkan
perbuatanmu."
"Sudah! Tidak ada lagi waktu untukmu, Roro Pujiwat. Inilah saat yang sudah
aku tunggu-tunggu sejak lama. Aku akan menghukummu sekarang juga!"
"Atas kekuatam alam dan segalanya isinya. Aku, Buto Maheswari mengutuk
Roro Pujiwat menjadi sebuah petilasan yang mampu menebus dosa-dosa atas kesalahan
yang telah dilakukannya. Jadilah dia sebuah petilasan yang mampu berguna bagi
masyarakat sekitar. Jadilah!!"
"Buto, lebih baik kau membunuhku Buto! Sampai kapanpun, aku tidak akan
menerima siapapun yang datang ke tempatku dengan maksut jahat dan hati yang jahat
sepertimu, Buto!"
Beberapa saat kemudian Buto membuka mata, dan cahaya yang menyilaukan
nampak terlihat dari arah tubuh Roro Pujiwat, beberapa saat kemudian bersama tangisan
dan teriakannya, berubahlah dirinya menjadi sebuah petilasan. Seketika, cuaca kembali
seperti semula, menjadi cerah seperti hari yang baru. Dan Buto berubah mengevil
kembali.
Kebo kemudian menghampiri petilasan itu dan menangisi Roro Pujiwat. Raja
dan Patih terlihat amat sangat sedih menyaksikan kejadian yang menimpa selirnya, Roro
Pujiwat.
"Bukan maksutku berbuat jahat semauku Raja. Tapi inilah hal yang pantas
diterima Roro untuk menebus dosanya, biarlah petilasan ini bermanfaat kepada
rakyatmu nantinya." Ucap Buto
"Baiklah, Buto. Urusanmu di sini telah selesai, akan lebih baik jika engkau
segera kembali bersama kebo dan anakmu. Datanglah jika kau butuh bantuan, kerajaan
selalu terbuka untukmu dan anakmu. Anggap saja ini bentuk penghapusan dosa-dosa
dari Roero Pujiwat, dan biarkanlah Kebo mendatangi petilasan Roro Pujiwat."
"Semua hal yang dilakukan semasa hidup pasti ada timbal baliknya. Hal jahat
ada balasan jahat untuk karmanya, dan hal baik yang dilakukan akan ada karma baik
pula yang didapatkan. Sejatinya, semua orang pasti pernah melakukan kesalahan dan
memiliki dosa. Tapi, akan lebih baik jika kita berani menerima konsekuensi dan
bertanggung jawab dengan hal yang telah dilakukan." ucap raja, "Ayo Patih Pakujiwa.
Kita berbenah." ucap raja sebelum masuk ke dalam kerajaan dan diikuti oleh Patih
Pakujiwa.
-S ELESAI -