net/publication/330357547
CITATIONS READS
0 18,522
1 author:
Harsismanto harsismanto
Universitas Muhammadiyah Bengkulu
8 PUBLICATIONS 0 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Harsismanto harsismanto on 14 January 2019.
Dosen :
Ns. Harsismanto J S.Kep., M.Kep
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat Nya
penyusun masih diberi kesehatan sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat
pada waktunya. Makalah yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT
DARURAT PADA PASIEN TRAUMA THORAKS” ini disusun untuk
memenuhi tugas mahasiswa dari mata kuliah kegawatdarutatan sistem III
diprogram studi ilmu keperawatan.
Kami menyadari bahwa makalah ini tidaklah sempurna oleh karena itu,
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penyusun harapkan demi
kesempurnaan makalah ini dimasa akan datang.
Kelompok 1
2
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ……….......…………………………...…………1
1.2. Rumusan Masalah ……….......…………………………...…………2
1.3. Tujuan ……….......…………………………...…………2
1.4. Manfaat ……….......…………………………...…………2
BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan ……….......………..……………………….….. 34
4.2. Saran ……….......………..……………………...…… 34
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga
thorax yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi
dari cavum thorax yang disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul dan
dapat menyebabkan keadaan gawat thorax akut (Sudoyo, 2010).
Trauma adalah penyebab kematian terbanyak pada dekade 3
kehidupan diseluruh kota besar didunia dan diperkiraan 16.000 kasus
kematian akibat trauma per tahun yang disebabkan oleh trauma toraks di
amerika. Sedangkan insiden penderita trauma toraks di amerika serikat
diperkirakan 12 penderita per seribu populasi per hari dan kematian yang
disebabkan oleh trauma toraks sebesar 20-25%.Dan hanya 10-15% penderita
trauma tumpul toraks yang memerlukan tindakan operasi, jadi sebagian besar
hanya memerlukan tindakan sederhana untuk menolong korban dari ancaman
kematian (Sudoyo, 2010).
Di Australia, 45% dari trauma tumpul mengenai rongga toraks.
Dengan adanya trauma pada toraks akan meningkatkan angka mortalitas pada
pasien dengan trauma. Trauma toraks dapat meningkatkan kematian akibat
Pneumotoraks 38%, Hematotoraks 42%, kontusio pulmonum 56%, dan flail
chest 69% (Nugroho, 2015).
Pada trauma dada biasanya disebabkan oleh benda tajam,
kecelakaan lalu lintas atau luka tembak.Bila tidak mengenai jantung, biasanya
dapat menembus rongga paru-paru. Akibatnya, selain terjadi pendarahan dari
rongga paru-paru, udara juga akan masuk ke dalam rongga paru-paru. Oleh
karena itu, pau-paru pada sisi yang luka akan mengempis. Penderita Nampak
kesakitan ketika bernapas dan mendadak merasa sesak dan gerakan iga disisi
yang luka menjadi berkurang (Sudoyo, 2010)
Trauma tumpul thoraks sebanyak 96.3% dari seluruh trouma
thoraks, sedangkan sisanya sebanyak 3,7% adalah trauma tajam. Penyebab
terbanyak dari trauma tumpul thoraks masih didominasi oleh korban
kecelakaan lalu lintas (70%). Sedangkan mortalitas pada setiap trauma yang
4
disertai dengan trauma thoraks lebih tinggi (15,7%) dari pada yang tidak
disertai trauma thoraks (12,8%) pengolahan trauma thoraks, apapun jenis dan
penyebabnya tetap harus menganut kaidah klasik dari pengolahan trauma
pada umumnya yakni pengolahan jalan nafas, pemberian pentilasi dan control
hemodianamik (Patriani, 2012).
Jadi menurut kelompok trauma thorak adalah luka atau cedera
fisik sehingga dapat menyebabkan kematian utama pada anak-anak atau
orang dewasa. Di dalam thoraks terdapat dua organ yang sangat vital bagi
kehidupan manusia, yaitu paru-paru dan jantung. Paru-paru sebagai alat
pernapasan dan jantung sebagai alat pemompa darah
1.2. Rumusan masalah
1. Bagaimana teori Trauma thoraks?
2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan Trauma thoraks pada pasien yang
mengalami trauma thorak ?
3. Bagaimana tindakan keperawatan pada pasien Trauma thoraks?
1.3. Tujuan penulisan
1.3.1. Tujuan Umum
Dapat menambah pengetahuan mahasiswa mengenai Trauma thorak
serta asuhan keperawatan yang dapat dilakukan terhadap pasien
dengan masalah Trauma thoraks.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu mengetahui teori Trauma thoraks.
2. Mahasiswa mampu mengetahui konsep teori asuhan keperawatan
pada pasien Trauma thoraks.
3. Mahasiswa mampu tindakan keperawatan pada pasien Trauma
thoraks.
1.4 Manfaat
1. Mahasiswa mampu memahami teori Trauma thoraks.
2. Mahasiswa mampu konsep teori asuhan keperawatan pada pasien
Trauma thoraks.
3. Mahasiswa mampu memahami tindakan keperawatan pada pasien
Trauma thoraks
5
BAB II
TINJAUAN TEORI
6
1. m.interkostal eksternal merupakan yang paling superficial
2. m.interkostal internal terletak diantara m.interkostal eksternal
danprofundal
Muskulus interkostal profunda memiliki serabut dengan orientasi
yang samadengan muskulus interkostal internal. Otot ini paling tampak
pada dinding torakslateral. Mereka melekat pada permukaan internal rusuk -
rusuk yang bersebelahan sepanjang tepi medial lekuk kosta (Nugroho,
2015).
Muskulus subkostal berada pada bidang yang sama dengan
m.interkostalprofunda, merentang diantara multiple rusuk, dan jumlahnya
semakin banyak diregio bawah dinding toraks posterior. Otot - otot ini
memanjang dari permukaan interna satu rusuk sampai dengan permukaan
internarusuk kedua atau ketiga di bawahnya (Nugroho, 2015).
Muskulus torakal transversus terdapat pada permukaan dalam
dinding toraks anterior dan berada pada bidang yang sama dengan
m.interkostal profunda. Muskulus torakal transversus muncul dari aspek
posteriorprosesus xiphoideus, pars inferior badan sternum, dan kartilage
kosta rusuk sejati di bawahnya.
Suplai arterial
Pembuluh-pembuluh darah yang memvaskularisasi dinding toraks
terutama terdiri dari arteri interkostal posterior dan anterior, yang berjalan
mengelilingi dinding toraks dalam spatium interkostalis di antara rusuk -
rusuk yang bersebelahan (Hudak, 2011).
7
Arteri interkostal posterior berasal dari pembuluh-pembuluh yang
berhubungan dengan dinding toraks posterior. Dua arteri interkostal posterior
yang paling atas pada tiap sisinya berasal dari arteri interkostal suprima, yang
turun memasuki toraks sebagai percabangan trunkus kostoservikal pada leher.
Trunkus kostoservikal merupakan suatu cabang posterior dari arteri
subklavian. Sembilan pasang arteri interkostal posterior sisanya berasal dari
permukaan posterior aorta torakalis (Hudak, 2011).
Pada sekitar level spatium interkostalis keenam, arteri ini bercabang
menjadi dua cabang terminal :
1. arteri epigastrik superior, yang lanjut berjalan secara inferior
menujudinding abdomen anterior.
2. arteri muskuloprenikus, yang berjalan sepanjang tepi kostal, melewati
diafragma, dan berakhir di dekat spatium interkostal terakhir Arteri
interkostal anterior yang menyuplai enam spatium interkostal teratas
muncul sebagai cabang lateral dari arteri torakal internal, sedangkan yang
menyuplai spatium yang lebih bawah berasal dari arteri muskuloprenikus.
Pada tiap spatium interkostalis, biasanya terdapat dua arteri interkostal
anterior :
1.satu yang lewat di bawah tepi rusuk di atasnya,
2. satu lagi yang lewat di atas tepi rusuk di bawahnya dan kemudian
bertemu dengan sebuah kolateral percabangan arteri interkostal
posterior Distribusi pembuluh - pembuluh interkostal anterior dan
posterior saling tumpang tindih dan dapat berkembang menjadi
hubungan anastomosis.
8
Suplai Vena
Drainase vena dari dinding toraks pada umumnya paralel dengan pola
suplai arterialnya. Secara sentral, vena - vena interkostal pada akhirnya akan
didrainase menuju sistem vena atau ke dalam vena torakal internal, yang
terhubung dengan vena brakhiosefalika dalam leher. Vena - vena interkostal
posterior pada sisi kiri akan bergabung dan membentuk vena interkostal
superior kiri, yang akan didrainase ke dalam vena brakhiosefalik kiri
(Patriani, 2012).
Drainase Limfatik
Pembuluh limfatik pada dinding toraks didrainase terutama ke dalam
limfonodi yang berhubungan dengan arteri torakal internal (nodus
parasternal), dengan kepala dan leher rusuk (nodus interkostal), dan dengan
diafragma (nodus diafrgamatikus) (Patriani, 2012).
Innervasi
Innervasi dinding toraks terutama oleh nervus interkosta, yang
merupakan ramus anterior nervus spinalis T1 - T11 dan terletak pada
spatium interkostalis di antara rusuk-rusuk yang bersebelahan. Nervus
interkostal berakhir sebagai cabang kutaneus anterior, yang muncul baik
secara parasternal, di antara kartilage kosta yang bersebelahan, ataupun
secra lateral terhadap midline, pada dinding abdomen anterior, untuk
menyuplai kulit pada toraks, nervus interkostal membawa :
1. Inervasi somatik motorik kepada otot – otot dinding toraks (
intercostal,subcostal, and transversus thoracis muscles )
2. Innervasi somatik sensoris dari kulit dan pleura parietal,
3. Serabut simpatis postganglionic ke perifer.
Innervasi sensori dari kulit yang melapisi dinding toraks bagian atas
disuplai oleh cabang kutaneus, yang turun dari pleksus servikal di leher.
Selain menginnervasi dinding toraks, nervus interkosta juga menginnervasi
area lainnya :
1. Ramus anterior T1 berkontribusi ke pleksus brakhialis
2. Cabang kutaneus lateral dari nervus interkostalis kedua
berkontribusikepada innervasi kutaneus permukaan medial lengan atas
9
3. Nervus interkostal bawah menyuplai otot, kulit, dan peritoneum
dindingabdomen
2.2. Definisi
Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis
akibat gangguan emosional yang hebat (Nugroho, 2015).
Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan
oleh benturan pada dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura
paru-paru, diafragma ataupun isi mediastinal baik oleh benda tajam maupun
tumpul yang dapat menyebabkan gangguan sistem pernapasan (Rendy, 2012).
Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax
yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari
cavum thorax yang disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul dan dapat
menyebabkan keadaan gawat thorax akut.Trauma thoraks diklasifikasikan
dengan tumpul dan tembus. Trauma tumpul merupakan luka atau cedera yang
mengenai rongga thorax yang disebabkan oleh benda tumpul yang sulit
diidentifikasi keluasan kerusakannya karena gejala-gejala umum dan rancu
(Sudoyo, 2010)
Dari berberapa definisi diatas dapat didefinisikan trauma thoraks
adalah trauma yang mengenai dinding toraks yang secara langsung maupun
tidak langsung berpengaruh pada pada organ didalamnya, baik sebagai akibat
dari suatu trauma tumpul maupun oleh sebab trauma tajam.
2.3. Etiologi
Trauma pada toraks dapat dibagi 2 yaitu oleh karena trauma tumpul
65% dan trauma tajam 34.9 % (Ekpe & Eyo, 2014). Penyebab trauma toraks
tersering adalah kecelakaan kendaraan bermotor (63-78%) (Saaiq, et al.,
2010). Dalam trauma akibat kecelakaan, ada lima jenis benturan (impact)
yang berbeda, yaitu depan, samping, belakang, berputar, dan terguling
(Sudoyo, 2010).
Oleh karena itu harus dipertimbangkan untuk mendapatkan riwayat
yang lengkap karena setiap orang memiliki pola trauma yang berbeda.
Penyebab trauma toraks oleh karena trauma tajam dibedakan menjadi 3
berdasarkan tingkat energinya, yaitu berenergi rendah seperti trauma tusuk,
10
berenergi sedang seperti tembakan pistol, dan berenergi tinggi seperti pada
tembakan senjata militer. Penyebab trauma toraks yang lain adalah adanya
tekanan yang berlebihan pada paru-paru yang bisa menyebabkan
Pneumotoraks seperti pada aktivitas menyelam (Hudak, 2011).
Trauma toraks dapat mengakibatkan kerusakan pada tulang kosta dan
sternum, rongga pleura saluran nafas intratoraks dan parenkim paru.
Kerusakan ini dapat terjadi tunggal ataupun kombinasi tergantung dari
mekanisme cedera (Sudoyo, 2010).
2.4. Epidemiologi
Peningkatan pada kasus trauma toraks dari waktu ke waktu tercatat
semakin tinggi.Hal ini banyak disebabkan oleh kemajuan sarana transportasi
diiringi oleh peningkatan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Trauma toraks
secara langsungmenyumbang 20% sampai 25% dari seluruh kematian akibat
trauma, danmenghasilkan lebih dari 16.000 kematian setiap tahunnya di
Amerika Serikatbegitu pula pada negara berkembang (Hudak, 2011).
Di Amerika Serikat penyebab paling umumdari cedera yang
menyebabkan kematian pada kecelakaan lalu lintas, dimanakematian
langsung terjadi sering disebabkan oleh pecahnya dinding miokard atauaorta
toraks. Kematian dini (dalam 30 menit pertama sampai 3 jam) yangdiakibatan
oleh trauma toraks sering dapat dicegah, seperti misalnya disebabkanoleh
tension Pneumotoraks , tamponade jantung, sumbatan jalan napas,
danperdarahan yang tidak terkendali. Oleh karena seringnya kasus trauma
toraksreversibel atau sementara tidak mengancam nyawa dan tidak
memerlukantindakan operasi, sangat penting untuk dokter yang bertugas di
unit gawat daruratmengetahui lebih banyak mengenai patofisiologi, klinis,
diagnosis, serta jenis penanganan lebih (Nugroho, 2015).
Di antara pasien yang mengalami trauma toraks, sekitar 50% akan
mengalami cedera pada dinding dada terdiri dari 10% kasus minor, 35%
kasus utama, dan 5% flail chest injury. Cedera dinding dada tidak selalu
menunjukkan tanda klinis yang jelas dan sering dengan mudah saja diabaikan
selama evaluasi awal (Hudak, 2011).
11
Di Australia, 45% dari trauma tumpul mengenai rongga toraks.
Dengan adanya trauma pada toraks akan meningkatkan angka mortalitas pada
pasien dengan trauma. Trauma toraks dapat meningkatkan kematian akibat
Pneumotoraks 38%, Hematotoraks 42%, kontusio pulmonum 56%, dan flail
chest 69% (Hudak, 2011).
Trauma tumpul toraks menyumbang sekitar 75%-80% dari
keseluruhan trauma toraks dan sebagian besar dari pasien ini juga mengalami
cedera ekstratoraks.Trauma tumpul pada toraks yang menyebabkan cedera
biasanya disebabkan oleh salah satu dari tiga mekanisme, yaitu trauma
langsung pada dada, cedera akibat penekanan, ataupun cedera deselarasi.
2.5. Patofisiologi
Utuhnya suatu dinding Toraks sangat diperlukan untuk sebuah
ventilasipernapasan yang normal. Pengembangan dinding toraks ke arah luar
oleh otot -otot pernapasan diikuti dengan turunnya diafragma menghasilkan
tekanan negative dari intratoraks. Proses ini menyebabkan masuknya udara
pasif ke paru – paru selama inspirasi. Trauma toraks mempengaruhi strukur -
struktur yang berbedadari dinding toraks dan rongga toraks. Toraks dibagi
kedalam 4 komponen, yaitudinding dada, rongga pleura, parenkim paru, dan
mediastinum.Dalam dindingdada termasuk tulang - tulang dada dan otot -
otot yang terkait (Sudoyo, 2009).
Rongga pleura berada diantara pleura viseral dan parietal dan dapat
terisi oleh darah ataupunudara yang menyertai suatu trauma toraks. Parenkim
paru termasuk paru – parudan jalan nafas yang berhubungan, dan mungkin
dapat mengalami kontusio, laserasi, hematoma dan pneumokel.Mediastinum
termasuk jantung, aorta/pembuluh darah besar dari toraks, cabang
trakeobronkial dan esofagus. Secara normal toraks bertanggung jawab untuk
fungsi vital fisiologi kardiopulmonerdalam menghantarkan oksigenasi darah
untuk metabolisme jaringan pada tubuh. Gangguan pada aliran udara dan
darah, salah satunya maupun kombinasi keduanya dapat timbul akibat dari
cedera toraks (Sudoyo, 2009).
Secara klinis penyebab dari trauma toraks bergantung juga pada
beberapa faktor, antara lain mekanisme dari cedera, luas dan lokasi dari
12
cedera, cedera lain yang terkait, dan penyakit - penyakit komorbid yang
mendasari. Pasien – pasien trauma toraks cenderung akan memburuk sebagai
akibat dari efek pada fungsi respirasinya dan secara sekunder akan
berhubungan dengan disfungsi jantung (Sudoyo, 2009).
Pathway
Thoraks
Akumulasi cairan
Ekspansi paru Hemathoraks dalam kavum pleura
13
2.6. Manifestasi Klinis
Adapun tanda dan gejala pada pasien trauma thorax menurut Hudak,
(2009) yaitu :
1. Temponade jantung
a. Trauma tajam didaerah perikardium atau yang diperkirakan menembus
jantung
b. Gelisah
c. Pucat, keringan dinginPeninggian TVJ (9Tekanan Vena Jugularis)
d. Pekak jantung melebar
e. Bunyi jantung melemah
f. Terdapat tanda-tanda paradoxical pulse pressure
g. ECG terdapat low Voltage seluruh lead
h. Perikardiosentesis kuluar darah (FKUI:2005)
2. Hematothorax
a. Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD
b. Gangguan pernapasan (FKUI:2005)
3. Pneumothoraks
a. Nyeri dada mendadak dan sesak napas
b. Gagal pernapasan dengan sianosis
c. Kolaps sirkulasi
d. Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara napas
yang terdapat jauh atau tidak terdengar sama sekali
e. Pada auskultasi terdengar bunyi klik
2.7. Komplikasi
Trauma toraks memiliki beberapa komplikasi seperti pneumonia 20%,
pneumotoraks 5%, hematotoraks 2%, empyema 2%, dan kontusio pulmonum
20%. Dimana 50-60% pasien dengan kontusio pulmonum yang berat
akanmenjadi ARDS. Walaupun angka kematian ARDS menurun dalam
decadeterakhir, ARDS masih merupakan salah satu komplikasi trauma toraks
yang sangat serius dengan angka kematian 20-43% (Nugroho, 2015).
- Kontusio dan hematoma dinding toraks adalah bentuk trauma toraks
yangpaling sering terjadi.Sebagai akibat dari trauma tumpul dinding
toraks,perdarahan masif dapat terjadi karena robekan pada pembuluh darah
pada kulit,subkutan, otot dan pembuluh darah interkosta.
14
- Fraktur kosta terjadi karena adanya gaya tumpul secara langsung
maupuntidak langsung. Gejala yang spesifik pada fraktur kosta adalah
nyeri, yang meningkat pada saat batuk, bernafas dalam atau pada saat
bergerak.
- Flail chest adalah suatu kondisi medis dimana kosta - kosta yang
berdekatan patah baik unilateral maupun bilateral dan terjadi pada daerah
kostokondral.
- Fraktur sternum terjadi karena trauma tumpul yang sangat berat sering
kalidisertai dengan fraktur kosta multipel.
- Kontusio parenkim paru adalah manifestasi trauma tumpul toraks yang
palingumum terjadi.
- Pneumotoraks adalah adanya udara pada rongga pleura. Pneumotoraks
pada trauma tumpul toraksterjadi karena pada saat terjadinya kompresi
dada tiba - tiba menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intraalveolar
yang dapat menyebabkan rupture alveolus..Gejala yang paling umum pada
Pneumotoraks adalah nyeri yang diikuti oleh dispneu
2.8. Penatalaksanaan
Manajemen awal untuk pasien trauma toraks tidak berbeda dengan
pasien trauma lainnya dan meliputi ABCDE, yaitu A: airway patency with
care ofcervical spine, B: Breathing adequacy, C: Circulatory support, D:
Disabilityassessment, dan E: Exposure without causing hypothermia
(Nugroho, 2015).
Pemeriksaan primary survey dan pemeriksaan dada secara keseluruhan
harus dilakukan. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi dan menangani
kondisi yang mengancam nyawa dengan segera, seperti obstruksi jalan napas,
tension Pneumotoraks, pneuomotoraks terbuka yang masif, hemotoraks
masif, tamponade perikardial, dan flail chest yang besar (Nugroho, 2015).
Apnea, syok berat, dan ventilasi yang inadekuat merupakan indikasi utama
untuk intubasi endotrakeal darurat.Resusitasi cairan intravena merupakan
terapiutama dalam menangani syok hemorhagik.Manajemen nyeri yang efektif
merupakan salah satu hal yang sangat penting pada pasien trauma toraks.
15
Ventilator harus digunakan pada pasien dengan hipoksemia, hiperkarbia, dan
takipnea berat atau ancaman gagal napas (Hudak, 2011).
Pasien dengan tanda klinis tension Pneumotoraks harus segera menjalani
dekompresi dengan torakosentesis jarum dilanjutkan dengan torakostomi tube.
Foto toraks harus dihindari pada pasien - pasien ini karena diagnosis dapat
ditegakkan secara klinis dan pemeriksaan x - ray hanya akan menunda
pelaksanaan tindakan medis yang harus segera dilakukan (Hudak, 2011).
2.9. Pencegahan
Pencegah trauma thorax yang efektif adalah dengan cara menghindari
faktor penyebabnya, seperti menghindari terjadinya trauma yang biasanya
banyak dialami pada kasus kecelakaan dan trauma yang terjadi berupa trauma
tumpul serta menghindari kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari
cavum thorax yang biasanya disebabkan oleh benda tajam ataupun benda
tumpul yang menyebabkan keadaan gawat thorax akut (Patriani, 2012) .
16
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Tn. D (30 tahun) dibawa penolong dan keluarganya ke rumah sakit M.Yunus
bengkulu pada tanggal 01 Januari 2019 karena mengalami kecelakaan bermobil.
Dari pengkajian pasien mengalami penurunan kesadaran. Penolong mengatakan
dada korban membentur stir mobil, setelah kecelakaan pasien muntah darah lalu
kemudian pasien tidak sadar. Keaadaan pasien saat di IGD klien mengalami
penurunan kesadaran, napas cepat dan dangkal, auskultasi suara napas ronchi, dan
pasien ngorok. Terdapat bengkak dan jejas di dada sebelah kiri. Hasil
pemeriksaan GCS 8(E2V2M4) kesadaran sopor, hasil pemeriksaan TTV, TD :
120/80 mmHg, nadi : 110x/menit, RR : 35x/menit, suhu : 38,7 oC, akral teraba
dingin, tampak sianosis, penggunaan otot-otot pernapasan, dan napas cuping
hidung.
3.1. Pengkajian
1. Pengkajian Primer
A. Circulation : Ada nadi, nadi 110x/menit, TD : 120/80 mmHg, akral
teraba dingin dan tampak sianosis, gangguan perfusi
jaringan
E. Exposure : Terdapat bengkak dan jejas di bagian dada sebelah kiri, akral
teraba dingin, tampak sianosis dan bagian tubuh lain nya
baik.
17
2. Pengkajian Sekunder
1. Anamnesis
a) Identitas klien
Nama : Tn. D
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 30 tahun
Alamat : Pagar dewa
Agama : Islam
Bahasa : Melayu
Status perkawinan : Menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Sopir travel
Golongan darah : B
No. register :
Tanggal MRS : 21 Mei 2018
Diagnosa medis: Pulmonalis embolus
b) Identitas penanggung jawab :
Nama : Ny. D
Jenis kelamin : Prempuan
Alamat : Pagar dewa
Agama : Islam
Hubungan dengan pasien : Istri
c) Keluhan utama
Pasien datang ke RSUD Dr. M. Yunus kota bengkulu, dengan
kecelakaan bermobil, pasien mengalami penurunan kesadaran dan
ada bengkak dan jejas di bagian dad sebelah kiri.
d) Riwayat kesehatan
18
korban membentur stir mobil, setelah kecelakaan pasien muntah
darah lalu kemudian pasien tidak sadar. Keaadaan pasien saat di
IGD klien mengalami penurunan kesadaran, napas cepat dan
dangkal, auskultasi suara napas ronchi, dan pasien ngorok.
Terdapat bengkak dan jejas di dada sebelah kiri. Hasil
pemeriksaan GCS 8(E2V2M4) kesadaran sopor, hasil
pemeriksaan TTV, TD : 120/80 mmHg, nadi : 110x/menit, RR :
35x/menit, suhu : 38,7oC, akral teraba dingin, tanpak sianosis,
penggunaan otot-otot pernapasan, dan napas cuping hidung.
19
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
d). Telinga
Inspeksi : Bentuk simetris, terdapat darah
Palpasi : Ada lesi dan nyeri tekan
e). Mulut
Inspeksi : Bentuk simetris, sianosis, serta keluarnya darah segar dan
lendir
f). Leher
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid,
tidak dicurigai fraktur cervikal.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembenkakan
g). Toraks
Perkusi : Snoring
h). Abdomen
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada jejas
Palpasi : ada nyeri tekan pada supra pubik
Auskultasi : Bising usus normal 12x/menit
Perkusi : Tympani
i). Genetalia
Inspeksi : Bersih, tidak ada kelainan, terpasang kateter spool blase
j). Ekstremitas
- Atas :Inspeksi : Simetris, tidak ada pembengkakan dan terpasang ada
jejas ditangan kanan, terpasang infus ditangan kiri,
fleksi dan ekstensi (-)
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
- Bawah : Inspeksi : Simetris, tidak ada pembengkakan
20
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
k). Data tambahan pasien
1. Data psikologi
Keluarga bisa di ajak bekerja sama dengan baik dalam proses
keperawatan
2. Data social
Hubungan keluarga dan klien baik, terlihat dari keluarga yang
selalu menunggu klien.
3. Data spiritual
Klien beragama islam, keluarga selalu berdoa untuk
kesembuhan klien.
21
3 Ds : - penolong mengatakan bahwa Trauma thorak Gangguan
pasien sebelum tak sadarkan pertukaran
diri mengalami muntah darah Perdarahan gas
Do : - Terdapat gumpalan darah di jaringan
area mulut dan menggangu intersitium
proses ventilasi
- Suara napas ngorok Reabsorsi darah
- Pasien tampak sesak, pucat
- Napas cepat dan dangkal Hemathorak
dengan frekuensi nadi
35x/menit Ekspensi paru
- Pemeriksaan AGD : Saturasi
85%. Gangguan
ventilasi
22
- CRT > 3 detik
- Pemeriksaan ttv :
TD :120/80 mmHg
N : 110x/m
P : 35x/m
S : 38,7oc
5 Ds : - Penolong mengatakan ada Trauma thorak Nyeri dada
bengkak dan jejas di bagian
dada pasien Perdarahan
- Penolong mengatakan dada jaringan
pasien membentur stir intersitium
Do : - Tampak ada bengkak dan jejas
di dada pasien Reabsorsi darah
- Pengkajian PQRST
Region : Tampak ada bengkak Hemathorak
dan jejas didada pasien sebelah
kiri. Merangsang
reseptor nyeri
dada pleura
viseralis dan
perientalis
Diskontinuitas
jaringan
23
3.4. Diagnosa keperawatan
24
mengidentifikasi suction
dan mencegah - Monitor respirasi
faktor yang dan status oksigen
menghambat
jalan napas
2 Gangguan pola Respiratory Airway Management
napas, dispneu Status : - Buka jalan nafas,
berhubungan dengan ventilation gunakan teknik chin
penurunan Respiratory lift atau jaw thrust
kemampuan paru Status : airway bila perlu
patency - Posisikan pasien
Definisi : Inspirasi Vital Sign untuk
dan / ekspirasi yang Status memaksimalkan
tidak memberi Kriteria Hasil : ventilasi
ventilasi Mendemonstrasi - Lakukan fisioterapi
kan batuk dada jika perlu
efektif dan suara - Keluarkan secret
napas yang dengan batuk atau
bersih, tidak ada suction
sianosis dan - Auskultasi suara
dyspneu nafas, catat adanya
(mampu suara tambahan
mengeluarkan - Atur intake untuk
sputum, mampu cairan
bernafas dngan mengoptimalkan
mudah, tidak keseimbangan
ada pursed lips) - Monitor respirasi
Menunjukkan dan status O2.
jalan nafas yang Respiratory Monitoring
paten (klien - Monitoring rata-
tidak merasa rata,kedalaman,
tercekik, irama irama dan usaha
25
napas, frekuansi respirasi
pernafasan - Catat gerakan dada,
dalam, rentang amati kesimetrisan,
normal, tidak penggunaan otot
ada suara nafas tambahan, retraksi
abnormal) otot supraclavicular
Tanda tanda dan intercostals
vital dalam - Monitor suara nafas
rentang normal seperti dengkur
(tekanan darah, - Auskultasi suara
nadi, nafas, catat area
pernafasan) penurunan/tidak
adanya ventilasi dan
suara tambahan
26
Memelihara - Auskultasi suara
kebersihan paru nafas, catat adanya
paru dan bebas suara tambahan
dari tanda tanda - Atur intake untuk
distress cairan
pernafasan mengoptimalkan
Mendemonstras keseimbangan
ikan batuk - Monitor respirasi
efektif dan dan status O2.
suara nafas Respiratory Monitoring
yang bersih, - Monitoring rata-
tidak ada rata,kedalaman,
sianosis dan irama dan usaha
dyspneu respirasi
(mampu - Catat gerakan dada,
mengeluarkan amati kesimetrisan,
sputum, mampu penggunaan otot
bernafas dengan tambahan, retraksi
mudah, tidak otot supraclavicular
ada pursed lips) dan intercostals
Tanda tanda - Monitor suara nafas
vital dalam seperti dengkur
rentang normal. - Auskultasi suara
nafas, catat area
penurunan/tidak
adanya ventilasi dan
suara tambahan
- Auskultasi suara
paru setelah tindakan
untuk mengetahui
hasilnya.
27
4 Gangguan perfusi Energy activity therapy
jaringan conservation - Kolaborasikan
berhubungan dengan Activity dengan tenaga medis
suplai oksigen dalam tolerance dalam merencanakan
jaringan. Self care : program terapi yang
ADLs tepat
Definisi : Kriteria hasil : - Bantu klien untuk
Ketidakcukupan Berpartisipasi mengidentifikasi
energi psikologis dalam aktivitas aktivitas yang
atau fisiologis untuk fisik tanpa mampu dilakukan
melanjutkan atau disertai - Bantu untuk memilih
menyelesaikan peningkatan aktivitas konsisten
aktifitas kehidupan tekanan darah, yang sesuai dengan
sehari-hari yang nadi dan RR kemampuan fisik,
harus atau yang Mampu psikologi dan sosial
ingin dilakukan. melakukan - Bantu untuk
aktivitas sehari- mendapatkan alat
hari (ADLs) bantuan aktivitas
secara mandiri seperti kusi roda,
Tanda-tanda krek
vital normal - Bantu untuk
Energy membuat jadwal
psikomotor latihan diwaktu
Level luang
kelemahan - Bantu
Manpu pasien/keluarga
berpindah : untuk
denangan atau mengidentifikasi
tanpa bantuan kekurangan dalam
alat beraktivitas.
Status
kardiopulmonari
28
adekuat
Sirkulasi status
baik
29
tanda nyeri) kontrol nyeri masa
Menyatakan lampau
rasa nyaman Analgesic administration
setelah nyeri - Tentukan lokasi,
berkurang karakteristik,
kualitas dan derajat
nyeri sebelum
pemberian obat
- Cek intruksi dokter
tentang jenis obat,
dosis, dan frekuensi
- Cek riwayat alergi
- Pilih analgesik yang
diperlukan atau
kombinasi dari
analgesik ketika
pemberian lebih dari
satu
- Tentukan pilihan
analgesik tergantung
tipe dan beratnya
nyeri
- Tentukan analgesik
pilihan, rute
pemberian, dan dosis
optimal
Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri
secara teratur.
30
3.6. Implementasi dan Evaluasi
31
tambahan - RR : 30x/m
- Mengatur intake untuk A : masalh belum teratasi
cairan mengoptimalkan P : lanjutkan intervensi
keseimbangan
- Memonitor respirasi dan
status O2.
- Monitoring rata-
rata,kedalaman, irama
dan usaha respirasi
- Mencatat gerakan dada,
amati kesimetrisan,
penggunaan otot
tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan
intercostals
- Memonitor suara nafas
seperti dengkur
- Mengauskultasi suara
nafas, catat area
penurunan/tidak adanya
ventilasi dan suara
tambahan
- Mengauskultasi suara
paru setelah tindakan
untuk mengetahui
hasilnya.
32
ventilasi bernapas
- Melakukan fisioterapi O : Tampak klien tidur
dada jika perlu dengan nyenyak dan
- Mengeluarkan secret tidak mengalami
dengan batuk atau pusing dan kesulitan
suction bernapas
- Mengauskultasi suara A : Masalah teratasi
nafas, catat adanya suara sebagian
tambahan P : Lanjutkan intervensi
- Mengatur intake untuk
cairan mengoptimalkan
keseimbangan
- Memonitor respirasi dan
status O2.
- Monitoring rata-
rata,kedalaman, irama
dan usaha respirasi
- Mencatat gerakan dada,
amati kesimetrisan,
penggunaan otot
tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan
intercostals
- Memonitor suara nafas
seperti dengkur
- Mengauskultasi suara
nafas, catat area
penurunan/tidak adanya
ventilasi dan suara
tambahan
- Mengauskultasi suara
paru setelah tindakan
33
untuk mengetahui
hasilnya.
34
dan faktor presipitasi - Pasien
- Mengobservasi reaksi mengatakan nyeri
nonverbal dari berkurang setiap
ketidaknyamanan selesai diberikan
- Menggunakan tehnik obat
komunikasi teraupetik O : - Luka pasien tampak
untuk mengetahui bersih
pengalaman nyeri pasien - Bengkak pada
- Mengkaji kultur yang pasien sudah
mempengaruhi respon mengecil
nyeri A : Masalah teratasi
- Mengevaluasi sebagian
pengalaman nyeri masa P : lanjutkan intervensi
lampau
- Mengevaluasi bersama
pasien dan tim kesehatan
lain tentang
ketidakefektifan kontrol
nyeri masa lampau
- Menentukan lokasi,
karakteristik, kualitas dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
- Mengecek intruksi dokter
tentang jenis obat, dosis,
dan frekuensi
- Mengecek riwayat alergi
- Memilih analgesik yang
diperlukan atau
kombinasi dari analgesik
ketika pemberian lebih
dari satu
35
- Menentukan pilihan
analgesik tergantung tipe
dan beratnya nyeri
- Menentukan analgesik
pilihan, rute pemberian,
dan dosis optimal
Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara
teratur.
36
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
4.2. Saran
37
DAFTAR PUSTAKA
Aru W, Sudoyo. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta:
Interna Publishing
Hudak dan Gallo. (2011). Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan Holistik. Edisi
- VIII Jakarta: EGC
Nugroho, T. Putri, B.T, & Kirana, D.P. (2015). Teori asuhan keperawatana gawat
darurat. Padang : Medical book
Rendy , M.C, & Th, M. (2012). Asuhan keperawatan medikal bedah penyakit
dalam . yogjakarta : Nuha medika
38