Anda di halaman 1dari 7

SPengendalian Kualitas Udara Tambang ( Perhitungan Keperluan Udara Segar,

Kandungan Oksigen Dalam Udara Gas Pengotor)

1.1. Sifat dan Komposisi udara


Zat cair yang menjadi perhatian utama di lingkungan tambang adalah
udara. Udara adalah campuran gas, yang ada sebagai uap, yang merupakan
alam atmosfer di permukaan bumi. Secara termodinamik, dapat dianggap sebagai
campuran mekanis udara kering dan uap air, yang perilakunya diperumit oleh
perubahan keadaan dalam uap air. Secara kimia, composi-tion yang disebut udara
kering di permukaan laut adalah sebagai berikut (di mana VOI % dan berat %
adalah persen volume dan berat, masing-masing) ( Bolz dan Tuve , 1973):

Untuk perhitungan yang melibatkan kontrol kualitas, adalah kebiasaan untuk


menganggap udara kering dan masalah menghitung secara volume, mengambil
komposisi kurang lebih sebagia berikut:

Oxygen 21%
Nitrogen and "inert" gases 79%

Berbagai gas langka dikelompokkan dengan nitrogen karena mereka secara kimiawi dan
fisik inert karena AC yang bersangkutan. Untuk masalah yang melibatkan karbon dioksida, gunakan
0,03% atau konten aktual menurut volume. Harus diingat, bagaimanapun, bahwa udara kering tidak
ada di atmosfer normal. Ini adalah istilah hipotetis, yang kita asumsikan dalam kontrol kualitas atau
digunakan sebagai kenyamanan dalam perhitungan Udara jenuh, yang merupakan udara yang
mengandung semua uap air yang mungkin pada kondisi suhu dan tekanan yang ada, lebih dari
biasanya ditemui; Dan bahkan udara jenuh (kabut) tidak biasa. Situasi yang biasa dihadapi dalam
AC tambang adalah udara lembab, atau udara normal, yang merupakan campuran kering.
1.2. Perhitungan Keperluan Udara Segar

Jenis kegiatan manusia dapat dibeda-bedakan atas :

 Dalam keadaan istirahat


 Dalam melakukan kegiatan kerja yang moderat, misalnya kerja kantor
 Dalam melakukan kegiatan kerja keras, misalnya olah raga atau kerja di
tambang.

Atas dasar jenis kegiatan kerja yang dilakukan ini akan diperlukan juga udara
segar yang berlainan jumlahnya. Dalam suatu pernafasan terjadi kegiatan menghirup
udara segar dan menghembuskan udara hasil pernafasan. Laju pernafasan per menit
didefinisikan sebagai banyaknya udara dihirup dan dihembuskan per satuan waktu
satu menit. Laju pernafasan ini akan berlainan bagi setiap kegiatan manusia yang
berbeda, makin keras kerja yang dilakukan makin besar angka laju pernafasannya.

Perlu juga dalam hal ini didefinisikan arti angka bagi atau nisbah pernafasan
(respiratori quotient) yang didefiniskan sebagai nisbah antara jumlah karbondioksida
yang dihembuskan terhadap jumlah oksigen yang dihirup pada suatu proses
pernafasan. Pada manusia yang bekerja keras, angka bagi pernafasan ini (respiratori
quotient) sama dengan satu, yang berarti bahwa jumlah CO2 yang dihembuskan sama
dengan jumlah O2 yang dihirup pada pernafasannya.Tabel 2 berikut memberikan
gambaran mengenai keperluan oksigen pada pernafasan pada tiga jenis kegiatan
manusia secara umum.
Tabel
Kebutuhan Udara Pernafasan (Hartman, 1982)

Laju Udara terhirup per Oksigen ter Angka bagi


Kegiatan kerja Pernafasan menit dalam in3/menit konsumsi cfm pernafasan
Per menit (10-4 m3/detik) (10-5 m3/detik) ( respiratori
quotient)
Istirahat 12 – 18 300-800 (0,82-2,18) 0,01 (0,47) 0,75
Kerja Moderat 30 2800-3600 (7,64-9,83) 0,07 (3,3) 0,9
Kerja keras 40 6000 (16,4) 0,10 (4,7) 1,0

Ada dua cara perhitungan untuk menentukan jumlah udara yang diperlukan
perorang untuk pernafasan, yakni;

 Atas dasar kebutuhan O2 minimum, yaitu 19,5 %.


Jumlah udara yang dibutuhkan = Q cfm

Pada pernafasan, jumlah oksigen akan berkurang sebanyak 0,1 cfm ;


sehingga akan dihasilkan persamaan untuk jumlah oksigen sebagai berikut;
0,21 Q - 0,1 = 0,195 Q

(Kandungan Oksigen) – (Jumlah Oksigen pada pernafasan) = ( Kandungan Oksigen


minimum untuk udara
pernapasan )
Q = (0,1/ (0,21 – 0,195)) = 6,7 cfm (=3,2 x 10-3 m3/detik)

 Atas dasar kandungan CO2 maksimum, yaitu 0,5 %.


Dengan harga angka bagi pernafasan = 1,0 ; maka jumlah CO2 pada
pernafasan akan bertambah sebanyak 1,0 x 0,1 = 0,1 cfm.

Dengan demikian akan didapat persamaan :

0,0003 Q + 0,1 = 0,005 Q


(Kandungan CO2 – ( Jumlah CO2- = ( kandungan CO2 maksimum
dlm udara normal) hasil pernafasan) dalam udara)

Q = (0,1/(0,005 – 0,0003)) = 21,3 cfm (= 0,01 m3/detik)

Dari kedua cara perhitungan tadi, yaitu atas kandungan oksigen minimum 19,5
% dalam udara pernafasan dan kandungan maksimum karbon dioksida sebesar 0,5
% dalam udara untuk pernafasan, diperoleh angka kebutuhan udara segar bagi
pernafasan seseorang sebesar 6,7 cfm dan 21,3 cfm. Dalam hal ini tentunya angka
21,3 cfm yang digunakan sebagai angka kebutuhan seseorang untuk pernafasan.

Dalam merancang kebutuhan udara untuk ventilasi tambang digunakan angka


kurang lebih sepuluh kali lebih besar, yaitu 200 cfm per orang ( = 0,1 m3/detik per
orang)

1.3. Kandungan Oksigen Dalam Udara

Oksigen merupakan unsur yang sangat diperlukan untuk kehidupan manusia.


Pada pernafasannya, manusia akan menghirup oksigen, yang kemudian bereaksi
dengan butir darah (haemoglobine) menjadi oksihaemoglobin yang akan mendukung
kehidupan. Dalam udara normal, kandungan oksigen adalah 21 % dan udara dianggap
layak untuk suatu pernafasan apabila kandungan oksigen tidak boleh kurang dari 19,5
%.
Banyak proses-proses dalam alam yang dapat menyebabkan pengurangan
kandungan oksigen dalam udara; terutama untuk udara tambang bawah
tanah. Peristiwa oksidasi, pembakaran pada mesin bakar dan pernafasan oleh
manusia merupakan contoh dari proses kandungan pengurangan oksigen .
Kandungan oksigen dalam udara juga akan berkurang pada keadaan
ketinggian (altitude) yang makin tinggi.
Kekurangnan oksigen dalam udara yang digunakan bagi pernafasan akan
berpengaruh terhadap keadaan fisiologi manusia, seperti diperlihatkan pada tabel 3
berikut
Tabel 3
Pengaruh Kekurangan Oksigen

Kandungan O2 Pengaruh
Di Udara
17 % - Laju pernapasan meningkat (ekuivalen dengan
ketinggian 1600 m)
15 % - Terasa pusing, suara mendesing dalam telinga
dan jantung berdetak cepat
13 % - Kehilangan kesadaran
19 % - Pucat dan jatuh pingsan
7% - Sangat membahayakan kehidupan
6% - Kejang-kejang dan kematian
1.4. Gas-Gas Pengotor

Ada beberapa macam gas pengotor dalam udara tambang bawah tanah. Gas-
gas ini baik dari proses-proses yang terjadi dalam tambang maupun berasal dari
batuan ataupun bahan galiannya.

Mesin-mesin yang digunakan dalam tambang misalnya merupakan salah satu


sumber dari gas pengotor. Demikian juga proses peledakan yang diterapkan dalam
tambang untuk pemberaian dapat merupakan sumber gas pengotor. Dalam tambang
batubara, gas methan (CH4) merupakan gas yang selalu ada dalam lapisan batubara.
Gas-gas pengotor yang terdapat dalam tambang bawah tanah tersebut, ada yang
berifat gas racun, yakni; gas yang bereaksi dengan darah dan dapat menyebabkan
kematian. Dapat juga gas pengotor ini menyebabkan bahaya, baik terhadap
kehidupan manusia maupun dapat menyebabkan peledakan. Tabel 4 menunjukan
bermacam gas yang dapat berada dalam tambang bawah tanah.

1) Karbondioksida (CO2)

Gas ini tidak berwarna dan tidak berbau, tidak mendukung nyala api dan bukan
merupakan gas racun. Gas ini lebih berat dari pada udara, karenanya selalu terdapat
pada bagian bawah dari suatu jalan udara. Dalam udara normal kandungan
CO2 adalah 0,03 %. Dalam tambang bawah tanah sering terkumpul pada bagian
bekas-bekas penambangan terutama yang tidak terkena aliran ventilasi, juga pada
dasar sumur-sumur tua. Sumber dari CO2 berasal dari hasil pembakaran, hasil
peledakan atau dari lapisan batuan dan dari hasil pernafasan manusia.

Pada kandungan CO2 = 0,5 % laju pernafasan manusia mulai meningkat, pada
kandungan CO2 = 3 % laju pernafasan menjadi dua kali lipat dari keadaan normal, dan
pada kandungan CO2 = 5 % laju pernafasan meningkat tiga kali lipat dan pada CO2 =
10 % manusia hanya dapat bertahan beberapa menit. Kombinasi CO2 dan udara biasa
disebut dengan ‘blackdamp’.

2) Methan (CH4)

Gas methan ini merupakan gas yang selalu berada dalam tambang batubara
dan sering merupakan sumber dari suatu peledakan tambang. Campuran gas methan
dengan udara disebut ‘Firedamp’. Apabila kandungan methan dalam udara tambang
bawah tanah mencapai 1 % maka seluruh hubungan mesin listrik harus dimatikan.
Gas ini mempunyai berat jenis yang lebih kecil dari pada udara dan karenanya selalu
berada pada bagian atas dari jalan udara.

Methan merupakan gas yang tidak beracun, tidak berwarna, tidak berbau dan
tidak mempunyai rasa. Pada saat proses pembatubaraan terjadi maka gas methan
terbentuk bersama-sama dengan gas karbondioksida. Gas methan ini akan tetap
berada dalam lapisan batubara selama tidak ada perubahan tekanan padanya.
Terbebasnya gas methan dari suatu lapisan batubara dapat dinyatakan dalam suatu
volume per satuan luas lapisan batubara, tetapi dapat juga dinyatakan dalam satuan
volume per satuan waktu. Terhadap kandungan gas methan yang masih terperangkap
dalam suatu lapisan batubara dapat dilakukan penyedotan dari gas methan tersebut
dengan pompa untuk dimanfaatkan. Proyek ini dikenal dengan nama ‘seam methane
drainage’.

3) Karbon Monoksida (CO)

Gas karbon monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau dan
tidak ada rasa, dapat terbakar dan sangat beracun. Gas ini banyak dihasilkan pada
saat terjadi kebakaran pada tambang bawah tanah dan menyebabkan tingkat
kematian yang tinggi. Gas ini mempunyai afinitas yang tinggi terhadap haemoglobin
darah, sehingga sedikit saja kandungan gas CO dalam udara akan segera
bersenyawa dengan butir-butir haemoglobin (COHb) yang akan meracuni tubuh lewat
darah. Afinitas CO terhadap haemoglobin menurut penelitian (Forbes and Grove,
1954) mempunyai kekuatan 300 kali lebih besar dari pada oksigen dengan
haemoglobin. Gas CO dihasilkan dari hasil pembakaran, operasi motor bakar, proses
peledakan dan oksidasi lapisan batubara.

Karbon monoksida merupakan gas beracun yang sangat mematikan karena


sifatnya yang kumulatif, seperti terlihat pada gambar 1. Misalnya gas CO pada
kandungan 0,04 % dalam udara apabila terhirup selama satu jam baru memberikan
sedikit perasaan tidak enak, namun dalam waktu 2 jam dapat menyebabkan rasa
pusing dan setelah 3 jam akan menyebabkan pingsan/ tidak sadarkan diri dan pada
waktu lewat 5 jam dapat menyebabkan kematian. Kandungan CO sering juga
dinyatakan dalam ppm (part per milion). Sumber CO yang sering menyebabkan
kematian adalah gas buangan dari mobil dan kadang-kadang juga gas pemanas air.
Gas CO mempunyai berat jenis 0,9672 sehingga selalu terapung dalam udara.

Gambar 1.
Pengaruh Racun Gas CO Sebagai Fungsi Waktu

4) Hidrogen Sulfida (H2S)


Gas ini sering disebut juga ‘stinkdamp’ (gas busuk) karena baunya seperti bau
telur busuk. Gas ini tidak berwarna, merupkan gas racun dan dapat meledak,
merupakan hasil dekomposisi dari senyawa belerang. Gas ini mempunyai berat jenis
yang sedikit lebih berat dari udara. Merupakan gas yang sangat beracun dengan
ambang batas (TLV-TWA) sebesar 10 ppm pada waktu selama 8 jam terdedah
(exposed) dan untuk waktu singkat (TLV-STEL) adalah 15 ppm. Walaupun gas H2S
mempunyai bau yang sangat jelas, namun kepekaan terhadap bau ini akan dapat
rusak akibat reaksi gas H2S terhadap syaraf penciuman. Pada kandungan H2S = 0,01
% untuk selama waktu 15 menit, maka kepekaan manusia akan bau ini sudah akan
hilang.
5) Sulfur Dioksida (SO2)
Sulfur dioksida merupakan gas yang tidak berwarna dan tidak bisa terbakar.
Merupakan gas racun yag terjadi apabila ada senyawa belerang yang terbakar. Lebih
berat dari pada udara, dan akan sangat membantu pada mata, hidung dan
tenggorokan. Harga ambang batas ditetapkan pada keadaan gas = 2 ppm (TLV-TWA)
atau pada waktu terdedah yang singkat (TLV-STEL) = 5 ppm.

6) Nitrogen Oksida NOX)


Gas nitrogen oksida sebenarnya merupakan gas yang ‘inert’, namun pada
keadaan tekanan tertentu dapat teroksidasi dan dapat menghasilkan gas yang sangat
beracun. Terbentuknya dalam tambang bawah tanah sebagai hasil peledakan dan gas
buang dari motor bakar. NO2 merupakan gas yang lebih sering terdapat dalam
tambang dan merupakan gas racun. Harga ambang batas ditetapkan 5 ppm, baik
untuk waktu terdedah singkat maupun untuk waktu 8 jam kerja. Oksida notrogen yang
merupakan gas racun ini akan bersenyawa dengan kandungan air dalam udara
membentuk asam nitrat, yang dapat merusak paru-paru apabila terhirup oleh manusia.

Tabel 4
Sifat Bermacam Gas

Nama Si Bera Sifat fisik Pengaruh Sumber Utama Amba Amba Kis
m t ng ng ar
Bol Jeni batas batas led
s TLU- TLU- ak
Udar TWA C (%)
a (%)
=1
Oksige O2 1,10 Tdk Bukan Udara normal
n 56 berwarna racun tdk
tdk berbahay
berbau,td a
k ada
rasa
Nitrgen N2 0,96 Tdk Bukan Udara normal
73 berwarna, Racun lapisan
tdk tapi
berbau,td Menyesa
k ada k
rasa kan
Karbon CO 1,52 Tdk Sesak Pernafasan,lapisa 0,5
Dioksid 2 91 berwarna, nafas n,motor
a tdk berkering bakar,peledakan
berbau,ra at
sa agak
asam
Methan CH 0,55 Tdk Menyesa Lapisan, motor 5–
4 45 berwarna, kkan bakar, peledakan 15
tdk nafas
berbau,td dapat
k ada meledak
rasa
Karbon CO 0,96 Tdk Racun Nyala 0,005 12.
Monoks 72 berwarna, dapat api,peledakan,mot 5–
ida tdk meledak or bakar, 74
berbau,td oksidasi
k ada
rasa
Hidroge H2 1,19 Tdk Racun Lapisan air 0,001 4–
n S 12 berwarna, dapat tanah,pele 44
sulfida bau telur meledak dakan
busuk,
rasa
asam
Sulfur SO 2,26 Tdk Racun Pembakaran 0,000
Dioksid 2 36 berwarna, sulfida,motor 5
a bau bakar
manggan
ggu, rasa
asam
Nitroge NO 1,58 Bau Racun Peledakan,motor 0,000
n 2 95 tajam, bakar 5
Oksida N2 warna
O coklat,
rasa pahit
Hidroge H2 0,06 Tdk Dapat Air pada api,panas 4–
n 95 berwarna, meledak bateray 74
tdk
berbau,td
k ada
rasa
Radon RA 7,66 Radio lapisan IWL ? -
5 aktif

Anda mungkin juga menyukai