Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tubuh manusia merupakan satu kesatuan dari berbagai sistem organ. Suatu
sistem organ terdiri dari berbabagai organ tubuh atau alat-alat tubuh. Dalam
melaksanakan kegiatan fisiologisnya diperlukan adanya hubungan atau
kerjasama anatara alat-alat tubuh yang satu dengan yang lainnya. Agar
kegiatan sistem-sistem organ yang tersusun atas banyak alat itu berjalan
dengan harmonis (serasi), maka diperlukan adanya sistem pengendalian atau
pengatur. Sistem pengendali itu disebut sebagai sitem koordinasi.
Tubuh manusia dikendalikan oleh sistem saraf, sistem indera, dan sistem
endokrin. Pengaruh sistem saraf yakni dapat mengambil sikap terhadap adanya
perubahan keadaan lingkungan yang merangsangnya. Semua kegiatan tubuh
manusia dikendalikan dan diatur oleh sistem saraf. Sebagai alat pengendali dan
pengatur kegiatan alat-alat tubuh, susunan saraf mempunyai kemampuan
menerima rangsang dan mengirimkan pesan-pesan rangsang atau impuls saraf
ke pusat susunan saraf, dan selanjutnya memberikan tanggapan atau reaksi
terhadap rangsang tersebut. Impuls saraf tersebut dibawa oleh serabut-serabut
saraf. (Kus Irianto. 2004)
Sistem saraf adalah suatu jaringan saraf yang kompleks, sangat khusus dan
saling berhubungan satu dengan yang lain. Sistem saraf mengkoordinasi,
menafsirkan dan mengontrol interaksi antara individu dengan lingkungan
lainnya. Sistem tubuh yang pentng ini juga mengatur kebanyakan aktivitas
system-system tubuh lainnya, karena pengaturan saraf tersebut maka terjalin
komunikasi antara berbagai system tubuh hingga menyebabkan tubuh
berfungsi sebagai unit yang harmonis. Dalam system inilah berasal segala
fenomena kesadaran, pikiran, ingatan, bahasa, sensasi dan gerakan. Jadi
kemampuan untuk dapat memahami, belajar dan memberi respon terhadap
suatu rangsangan merupakan hasil kerja integrasi dari system saraf yang
puncaknya dalam bentuk kepribadian dan tingkah laku individu.

1
Jaringan saraf terdiri Neuroglia dan Sel schwan (sel-sel penyokong) serta
Neuron (sel-sel saraf). Kedua jenis sel tersebut demikian erat berkaitan dan
terintegrasi satu sama lainnya sehingga bersama-sama berfungsi sebagai satu
unit.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana dengan Prinsip All or Non ?
2. Bagaimana dengan Impuls Saraf ?
3. Bagaimana dengan Sinaps ?
4. Bagaimana dengan Neurotransmitter ?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui bagaimana dengan Prinsip All or Non.
2. Mengetahui bagaimana dengan Impuls Saraf.
3. Mengetahui bagaimana dengan Sinaps.
4. Mengetahui bagaimana dengan Neurotransmitter.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Prinsip All or Non
Sel otot berkontraksi menurut prinsip all or none (ya atau tidak sama sekali),
yang berarti bahwa bila suatu sel otot diberi stimulus, maka ia akan
berkontraksi dengan kapasitas penuh, tanpa tergantung pada kekuatan stimulus,
asal kekuatan stimulus lebih besar atau sama dengan stimulus
ambang. Sedangkan stimulus bawah ambang (stimulus subliminal) tidak akan
memberikan respons sama sekali, artinya otot tidak berkontraksi sama sekali
Hukum all or none adalah prinsip bahwa kekuatan saraf atau serat otot
merespon stimulus tidak tergantung pada kekuatan stimulus. Jika stimulus itu
melebihi potensial ambang, serat saraf atau otot akan memberikan respon
lengakap, jika tidak, tdak ada respon. Ini pertama kali didirikan oleh ahli
fisiologi Amerika Henry Pickering Boeditch pada tahun 1871 untuk kontraksi
otot jangtung. Menurutnya, meggambarkan hubungan respons terhadap
stimulus.
Sangat berbeda pada otot atau jaringan otot, prinsip all or none tidak bisa
berlaku pada jaringan ini. Pada sel otot makin kuat stimulus yang diberikan
maka kekuatan kontraksinya tetap, sedangkan pada jaringan otot makin kuat
stimulus yang diberikan maka makin kuat pula kekuatan kontraksinya. Hal ini
terkait dengan adanya unit-unit motorik pada jaringan otot, dimana setiap unit
motorik (serabut saraf motorik) tunggal akan bercabang > 100 cabang kecil
yang masing-masing cabang akan mensyarafi sel otot. Bagian ujung saraf yang
melekat pada otot biasanya disebut dengan motor end plate atau myoneural
junction. Satu serabut saraf motor tunggal beserta dengan sel-sel otot yang
disarafi dikenal dengan istilah unit motor.
Apabila suatu saraf motor teraktivasi, maka semua sel-sel otot yang
disarafinya berkontraksi secara simultan. Semakin banyak saraf motor yang
diaktifkan maka makin banyak pula sel-sel otot yang berkontraksi. Jadi makin
kuat stimulus yang mengenai saraf motor maka semakin banyak unit motor
yang diaktifkan sehingga kontraksi otot semakin kuat.

3
2.2. Impuls Saraf
Sel saraf merupakan sel khusus penghantar impuls saraf. Impuls saraf
dapat terjadi karena berbagai macam rangsangan atau stimulus, misalnya
panas, dingin, dan tekanan. Rangsangan ini diterima oleh alat indra atau
reseptor. Keberadaan rangsangan menimbulkan perbedaan potensial di tempat
yang berdekatan sehingga menyebabkan terjadinya denyut listrik di sepanjang
selaput neuron.
Mekanisme Jalannya Impuls Saraf
Impuls dapat dikatakan sebagai “aliran listrik” yang merambat
pada serabut saraf. Jika sebuah saraf tidak menghantarkan impuls,
dikatakan bahwa serabut saraf tersebut dalam keadaan istirahat. Impuls
dapat dihantarkan melalui sel saraf dan sinapsis. Berikut ini akan dibahas
secara rinci kedua cara tersebut.
2.2.1. Impuls Melalui Sel Saraf

Impuls dapat mengalir melalui serabut saraf karena adanya perbedaan


potensial listrik antara bagian luar dan bagian dalam serabut saraf. Pada
saat sel saraf istirahat, sebelah dalam serabut saraf bermuatan negatif,
kira-kira – 60 mV, sedangkan di sebelah luar serabut saraf bermuatan
positif. Keadaan muatan listrik tersebut diberi nama potensial istirahat,
sedangkan membran serabut saraf dalam keadaan polarisasi. Jika sebuah
impuls merambat melalui sebuah akson, dalam waktu singkat muatan di

4
sebelah dalam menjadi positif, kira-kira +60 mV, dan muatan di sebelah luar
menjadi negatif. Perubahan tiba-tiba pada potensial istirahat bersamaan
dengan impuls disebut potensial kerja. Pada saat ini terjadi depolarisasi
pada selaput membran akson. Proses depolarisasi merambat sepanjang
serabut saraf bersamaan dengan merambatnya impuls. Akibatnya, muatan
negatif di sebelah luar membran merambat sepanjang serabut saraf.
Apabila impuls telah lewat, maka sementara waktu serabut saraf tidak
dapat dilalui oleh impuls karena terjadi perubahan dari potensial kerja
menjadi potesial istirahat. Agar dapat berfungsi kembali, diperlukan
waktu kira-kira 1/500 sampai 1/1000 detik untuk pemulihan (Istamar, 2007).
2.2.2. Impuls Melalui Sinapsis

Sinapsis merupakan titik temu antara ujung neurit (akson) dari


suatu neuron dengan ujung dendrit dari neuron lainnya. Setiap ujung neurit
membengkak membentuk bonggol yang disebut bonggol sinapsis (synaptic
knob). Pada bonggol sinapsis tersebut terdapat mitokondria dan
gelembung-gelembung sinapsis. Gelembung-gelembung sinapsis tersebut
berisi zat kimia neurotransmitter yang berperan penting dalam
merambatkan impuls saraf ke sel saraf lain. Ada berbagai macam
neurotransmitter, antara lain asetilkolin yang terdapat pada sinapsis di
seluruh tubuh, noradrenalin yang terdapat di sistem saraf simpatetik,
dan dopamin serta serotonin yang terdapat di otak. Apa akibatnya apabila
zat- zat kimia neurotransmitter itu tidak berfungsi? Antara ujung bonggol
sinapsis dengan membran sel saraf berikutnya dibatasi oleh membran

5
prasinapsis (membran dari bonggol sinapsis) dan membran postsinapsis
(membran dendrit dari sel saraf berikutnya atau membran efektor).
Apabila impuls saraf sampai pada bonggol sinapsis, maka gelembung-
gelembung sinapsis akan mendekati membran prasinapsis,kemudian
melepaskan isinya, yaitu neurotransmitter, ke celah sinapsis. Impuls saraf
dibawa oleh neurotransmitter ini. Neurotransmitter menyeberang celah
sinapsis menuju membran prasinapsis. Zat kimia neurotransmitter ini
mengakibatkan terjadinya depolarisasi pada membran postsinapsis dan
terjadilah potensial kerja. Ini berarti impuls telah diberikan ke serabut
saraf berikutnya. Dengan demikian impuls saraf menyeberangi celah
sinapsis dengan cara perpindahan zat-zat kimia, untuk kemudian
dilanjutkan pada sel saraf berikutnya dnegan cara rambatan potensial kerja.
Apabila neurotransmitter sudah melaksanakan tugas, neurotransmitter
akan diuraikan oleh enzim yang dihasilkan oleh membran postsinapsis.
Misalnya, apabila neurotransmitter berupa asetilkolin maka enzim yang
menguraikannya (menghidrolisisnya) adalah enzim asetilkoolinesterase
(Istamar, 2007).
2.3 Sinaps
Implus Melintasi Sinaps Impuls dapat menjalar/menyebar dari tempat awal
pembentukkannya hingga ke ujung akson , bahkan mungkin menyeberang ke
sel lainnya (sel saraf lain, sel otot, atau sel kelenjar). Impuls yang menjalar
dari suatu sel saraf ke sel saraf lain pasti akan melintasi sinaps. Susunan
sinaps dapat dilihat pada gambar 3.5 dan 3.6. sianaps adalah tempat
pertemuan antara akson dari suatu sel saraf dengan sel saraf lainnya. Sinaps
juga dapat terbentuk antara sel saraf dengan sel otot atau kelenjar.

6
Penjalaran impuls melalui sinaps disebut transmisi sinaptik. Transmisi
sinaptik ini dapat berupa transmisi elektrik pada (pada sinaps elektrik) atau
transmisi kimiawi (pada sinaps kimiawi). Transmisi elektrik terjadi pada sinaps
dengan celah yang sempit (sekitar 20A⁰), sedangkan transmisi kimiawi dapat
terjadi pada sinaps yang memiliki celah lebar (sekitar 200A⁰).
Pada sinaps yang memliki celah sempit, potensial aksi pada bagian
membrane presinaps akan di teruskan ke membrane pascasinaps
(subsinaps)dengan cara konduksi langsung. Penjalaran potensial aksi dengan
cara seperti itu disebut transmisi elektrik, dan sianaps yang bekerja dengan cara
demikian dinamakan sinaps elektrik. Sinaps elektrik banyak ditemukan pada
invertebrate (misalnya Artropoda dan Annelida), juga pada vertebrata,
misalnya ikan. Pada ikan, sinaps elektrik berperan penting adalam proses
melarikan diri.
Pada transmisi kimiawi , penjalaran impuls terjadidengan bantuan trasmiter.
Diperkirakan, kebanyakan sinaps melakukan transmisi impuls secarakimia
dengan bantuan transmitter (neurotransmitter) yang banyak terdapat pada sel-
sel/ membrane presinaps, tersimpan dalam kantong kecil yang disebut vesikel.
Neutransmiter diperlukan karena celah sinaps relative lebar sehingga tidak
memungkinkan terjadinya penjalaran potensial aksi dengan cara konduksi
langsung seperti pada sinaps elektrik.
2.4 Neurotransmitter
2.4.1 Pengertian Neurotransmitter
Neurotransmitter adalah senyawa organik endogenus membawa sinyal di
antara neuron. terbungkus oleh vesikel sinapsis, sebelum dilepaskan bertepatan
dengan datangnya potensial aksi. Neurotransmitter adalah bahan kimia yang
bersifat endogen yang mengirimkan sinyal dari neuro ke sel target di sinap,
Neurotransmitter yang dikemas kedalam vesikel sinaptik berkerumun dibawah
membran disisi presynaptic sinaps, dan dilepaskan kedalam celah sinaptik, di
mana mereka mengikat pada reseptor di membran pada sisi postsynaptic dari
sinaps. (Feriawati : 2006).

7
2.4.2 Zat zat Neurotransmitter
Neurotransmitter mempunyai tiga golongan, neurotransmitter molekul-kecil
konvesional asam amino, monoamines (monoamin), dan acetycholine
(asetilkolin). Disamping itu, ada empat kelompok neurotranmitter molekul-
kecil, yang sering di sebut neurotransmitter tak konvensional karena
mekanisme-mekanisme aksinya yang tidak biasa. Berlawanan dengan
neurotransmitter molekul-kecil, hanya ada satu golongan neurotransmitter
molekul-besar : neuropeptides (neuropeptida). Kebanyakan neurotransmitter
menghasilkan eksitasi atau inhibisi, atau bukan kedua-duanya. Akan tetapi,
beberapa menghasilkan eksitasi ketika mengikatkan diri pada sebagian subtipe
reseptor mereka dan menghasilkan inhibisi ketika mengikat diri pada subtipe
reseptor yang lain. Ada banyak neurotransmitter yang berbeda. Tiap-tiap nya
memainkan peran dan fungsi khusus dalam jalur yang spesifik. Sementara
bebrapa neurotransmitter merangsang atau membangkitkan neuron untuk
(Damasio : 2009)
Asam amino: glutamat, aspartat, D-serin, γ-aminobutyric acid (GABA), glisin
Monoamina dan amina biogenik lain: dopamin (DA), norepinefrin
(noradrenalin, NE, NA), epinefrin (adrenalin), histamin, serotonin (SE, 5-HT).
Lain-lain: asetilkolin (Ach), adenosin, anandamide oksida, nitrat, dll. Selain
itu, lebih dari 50 neuroactive peptida telah ditemukan, dan yang baru
ditemukan secara teratur. Banyak dari ini adalah “co-dirilis” bersama dengan
pemancar kecil-molekul, tetapi dalam beberapa kasus peptida adalah pemancar
primer di sinaps. β-endorphin adalah contoh yang relatif terkenal
neurotransmitter peptida; ini aktif terlibat dalam interaksi yang sangat spesifik
dengan reseptor opioid pada sistem saraf pusat. Ion tunggal, seperti seng
synaptically dirilis, juga dianggap oleh beberapa neurotransmitter , seperti juga
beberapa molekul gas seperti oksida nitrat (NO) dan karbon monoksida
(CO). Ini bukan neurotransmitter klasik oleh definisi ketat, bagaimanapun,
karena meskipun mereka semua telah menunjukkan eksperimental yang akan
dirilis oleh terminal presynaptic dengan cara kegiatan-tergantung, mereka tidak
dikemas ke dalam vesikel. (feriawati : 2006)

8
2.4.3 Macam-macam Neurotransmitter beserta fungsi :
Neurotransmiter merupakan zat kimia yang disintesis dalam neuron dan
disimpan dalam gelembung sinaptik pada ujung akson. Zat kimia ini
dilepaskan dari akson terminal melalui eksositosis dan juga direabsorpsi untuk
daur ulang. Neurotransmiter merupakan cara komunikasi antar neuron. Zat-zat
kimia ini menyebabkan perubahan permeabilitas sel neuron, sehingga neuron
menjadi lebih kurang dapt menyalurkan impuls, tergantung dari neuron dan
transmiter tersebut. Contoh-contoh neurotransmiter adalah norepinefrin,
acetilkolin, dopamin, serotonin, asam gama aminobutirat (GABA), glisin, dan
lain-lain.
1. Asetilkolin
Aseltilkolin (Ach) biasanya merangsang penembakan neuron dan
terlibat dalam aksi otot-otot, belajar dan ingatan (Brooks, 2006). ACh
ditemukan di seluruh sistem saraf pusat dan parifer. Bisa laba-laba bisa
hitam menyebabkan ACh memancar keluar dari sinaps antara sumsum
tulang belakang dan otot-otot rangka, menyebabkan kejang yang hebat.
Obat kurare yang digunakan oleh beberapa sukus asli di amerika selatan
untuk menpersenjatai anak panah mereka menghalangi reseptor untuk
ACh, melumpuhkan otot-otot. Sebaliknya, nikotin merangsanbg reseptor
aseltilkolin. Penderita Alzheimer, gangguan otak degeneratif yang
melibatkan penururnan ingatan, memiliki kekurangan aseltilkolin.
(Psikologi umum, Laura A. King ;103). Beberapa obat meredakan gejala-
gejala penyakit Alzheimer dengan mengompensasikan kehilangan pasokan
aseltilkolin dari otak. (Brooks : 2006)
2. Noepinefrin, epinephrine, dan dopamine
Noepinephrine, epinephrine, dan dopamine dikelompokkan dalam
cathecolamines. Hidroksilasi tirosin merupakan tahap penentu (rate-
limiting step) dalam biosintesis cathecolamin. Disamping itu, enzim tirosin
hidroksilase ini dihambat oleh oleh katekol (umpan balik negatif oleh hasil
akhirnya). (Damasio : 2009)

9
a. Dopamin Merupakan neurotransmiter yang mirip dengan adrenalin
dimana mempengaruhi proses otak yang mengontrol gerakan, respon
emosional dan kemampuan untuk merasakan kesenangan dan rasa sakit.
Dopamin sangat penting untuk mengontrol gerakan keseimbangan. Jika
kekurangan dopamin akan menyebabkan berkurangnya kontrol gerakan
seperti kasus pada penyakit Parkinson.
b. Norepineprin Disekresi oleh sebagian besar neuron yang badan
sel/somanya terletak pada batang otak dan hipothalamus. Secara khas
neuron-neuron penyekresi norephineprin yang terletak di lokus seruleus
di dalam pons akan mengirimkan serabut-serabut saraf yang luas di
dalam otak dan akan membantu pengaturan seluruh aktivitas dan
perasaan, seperti peningkatan kewaspadaan. Pada sebagian daerah ini,
norephineprin mungkin mengaktivasi reseptor aksitasi, namun pada
yang lebih sempit malahan mengatur reseptor inhibisi. Norephinefrine
menghambat penembakan neuron dalam sistem saraf pusat, tetapi
membangkitkan otot jantung, usus, dan alat urogenitalia. Stress
merangsang pelepasan norepinefrin (Starwn & Geracioti; 2007).
c. Epinefrin merupakan salah satu hormon yang berperan pada reaksi stres
jangka pendek. Epinefrin disekresi oleh kelenjar adrenal saat ada
keadaan gawat ataupun berbahaya. Di dalam aliran darah epinefrin
dengan cepat menjaga kebutuhan tubuh saat terjadu ketegangan, atau
kondisi gawat dengan memberi suplai oksigen dan glukosa lebih pada
otak dan otot. Selain itu epinefrin juga meningkatkan denyut jantung,
stroke volume, dilatasi dan kontraksi arteriol pada gastrointestinal dan
otot skeleton.vasokonstriksi, dll. (Feriawati : 2006).

10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hukum all or none adalah prinsip bahwa kekuatan saraf atau serat otot
merespon stimulus tidak tergantung pada kekuatan stimulus. terhadap stimulus.
Sel saraf merupakan sel khusus penghantar impuls saraf. Impuls saraf dapat
terjadi karena berbagai macam rangsangan atau stimulus, misalnya panas,
dingin, dan tekanan. Rangsangan ini diterima oleh alat indra atau reseptor.
Keberadaan rangsangan menimbulkan perbedaan potensial di tempat yang
berdekatan sehingga menyebabkan terjadinya denyut listrik di sepanjang
selaput neuron.
Neurotransmitter adalah bahan kimia yang bersifat endogen yang
mengirimkan sinyal dari neuro ke sel target di sinap, Neurotransmitter yang
dikemas kedalam vesikel sinaptik berkerumun dibawah membran disisi
presynaptic sinaps, dan dilepaskan kedalam celah sinaptik, di mana mereka
mengikat pada reseptor di membran pada sisi postsynaptic dari sinaps.
(Feriawati : 2006).

11
DAFTAR PUSTAKA
Antonio. 2009. Memahami Kerja Otak. Jakarta : Erlangga.

Cool. DJ, Meade. 2006. Critical Care Medicine. Jakarta : Erlangga.Damasio,

Feriawati. 2006 Mengenal Asuransi Kesehatan Utilisasi Manajemen. Jakarta :


Erlangga.

Isnaeni, Wiwi, 2006. Fisiologi Hewan. Yogjakarta: Kanasius.

Istamar Syamsuri Dkk. 2007. Biologi. Jakarta: Penerbit Erlangga

12

Anda mungkin juga menyukai