Anda di halaman 1dari 10

Pengaruh Emosi terhadap Meningkatnya Kinerja Saraf Otonom Jantung

Felicia Jesslyn Kurniajaya / 102017166


Krisna Fernanda Suryaputra / 102017103
Richard Harris / 102017193
Amelia Elfisa / 102017097
Melkisedek William Handrick Kasdi Putra / 102016015
Anggi Osvianty Ricard / 102017234
Vanessa Pattipeilohy / 102017039
Gracelya Pattiasina / 102012338
Viola Ratana Maitri / 102017005
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jln. Arjuna Utara no. 6, Kota Jakarta Barat, Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta 11510

Abstrak

Emosi adalah salah satu bentuk reaksi psikologis dan fisiologis manusia. Konsep emosi
mencakup perasaan emosional subjektif dan suasana hati dan respons fisik nyata yang
berkaitan dengan perasaan-perasaan tersebut. Respons-respons ini mencakup pola perilaku
spesifik dan ekspresi emosi yang dapat diamati. Seluruh kinerja tubuh kita, diatur oleh sistem
saraf dimana sistem saraf sendiri terdiri dari sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Salah
satu organ yang akan terpengaruh dengan adanya perubahan emosi adalah jantung. Dimana
jantung adalah salah satu organ yang kinerjanya diatur oleh sistem saraf otonom
(involuntary). Pada makalah ini, akan dibahas mengenai mekanisme kerja saraf otonom yang
berpengaruh terhadap frekuensi nadi dan bagaimana hubungan antara emosi dan mekanisme
saraf otonom tersebut.

Kata Kunci : emosi, sistem saraf otonom, impuls saraf, neurotransmitter

Abstract

Emotion is one form of psychological and physiological reaction of man. Emotional concepts
include subjective emotional feelings and moods and real physical responses related to those
feelings. These responses include specific patterns of behavior and observable emotional
expression. The entire performance of our body, governed by the nervous system where the
nervous system itself consists of the central nervous system and the peripheral nervous
system. Changes in emotion will affect the work of the nervous system, both the central
nervous system and the peripheral nervous system. One of the organs that will be affected by
emotional changes is the heart. Where the heart is one organ whose performance is governed
by the autonomic nervous system (involuntary). In this paper, we will discuss about the
mechanism of the autonomic nervous system which affects the pulse frequency and how the
relationship between emotion and autonomic nervous mechanism is.

Keywords : emotions, autonomic nervous system, nerve impulses, neurotransmitters

Pendahuluan
Emosi adalah salah satu bentuk reaksi psikologis dan fisiologis manusia (seperti
kegembiraan, kesedihan, keharuan, dll). Dalam kehidupan sehari-hari, ada berbagai jenis
emosi yang dirasakan oleh seseorang dan akan terus berganti seiring waktu. Hal ini
memberikan pengaruh terhadap mekanisme kerja saraf dalam tubuh manusia itu sendiri
dimana setiap gerakan yang dilakukan membutuhkan koordinasi dari sistem saraf pusat yang
ada di otak.

Salah satu organ yang bisa terganggu kinerjanya karena emosi adalah jantung.
Biasanya ditandai dengan meningkatnya frekuensi nadi seseorang. Contohnya ketika terkejut,
frekuensi nadi seseorang akan meningkat dari frekuensi nadi biasanya. Jantung adalah organ
yang bekerja secara tidak sadar (involuntary) sehingga dipersarafi oleh sistem saraf otonom.
Kinerja jantung tidak akan sama seperti biasanya jika ada yang mengganggu kinerja sistem
saraf otonom. Salah satunya adalah emosi. Pada makalah ini, akan dibahas mengenai
mekanisme kerja saraf otonom yang berpengaruh terhadap frekuensi nadi dan bagaimana
hubungan antara emosi dan mekanisme saraf otonom tersebut.

Saraf Otonom

Sistem saraf adalah salah satu sistem regulatorik utama tubuh. Sistem saraf terdiri dari
sistem saraf pusat (SSP) yang terdiri dari otak dan medulla spinalis, dan sistem saraf tepi
(SST) yang terdiri dari serat-serat saraf yang membawa informasi antara SSP dan bagian
tubuh lain (perifer). Sistem saraf tepi dibagi lagi menjadi divisi aferen dan eferen. Divisi
aferen membawa informasi ke SSP, yang biasa disebut juga divisi sensorik. Sedangkan
instruksi dari SSP disalurkan melalui divisi eferen ke organ efektor – otot atau kelenjar yang
melaksanakan perintah agar dihasilkan efek yang sesuai. Divisi eferen dibagi menjadi sistem
saraf motorik, yang terdiri dari serat-serat neuron motorik yang menyarafi otot rangka; dan
sistem saraf otonom yang terbagi menjadi sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis.
Keduanya mempersarafi otot polos, otot jantung, dan kelenjar.1,2

Sistem saraf dibentuk oleh tiga kelas fungsional neuron : neuron aferen, neuron
eferen, dan antarneuron. Divisi aferen SST terdiri dari neuron aferen yang di ujung
perifernya, memiliki reseptor sensorik yang menghasilkan potensial aksi sebagai respon
terhadap jenis rangsangan tertentu. Neuron eferen juga terutama berada di SST yaitu pada
divisi eferen. Badan sel-sel neuron eferen berada di SSP, tempat banyak masukan prasinaps
yang terletak sentral berkonvergensi pada mereka untuk memengaruhi keluarannya ke organ
efektor. Akson-akson eferen meninggalkan SSP untuk berjalan ke otot atau kelenjar yang
mereka sarafi, menyampaikan keluaran terpadu mereka ke organ efektor untuk menimbulkan
efek. Sekitar 99% dari semua neuron adalah antarneuron, yang terutama berada di dalam
SSP. Semakin kompleks tindakan yang diperlukan, semakin besar jumlah antarneuron yang
terletak antara pesan aferen dan respons eferen, Selain itu, antarkoneksi antara antarneuron-
antarneuron itu sendiri berperan dalam fenomena abstrak yang berkaitan dengan “jiwa”,
misalnya pikiran, emosi, ingatan, kreativitas, kecerdasan, dan motivasi.1,3

Gambar 1. Susunan sistem saraf manusia


Mekanisme Kerja Saraf Otonom

Sistem saraf otonom disebut juga sebagai sistem viseral, bekerja pada otot polos, otot
jantung, dan kelenjar. Fungsi dari sistem saraf otonom secara umum adalah mengendalikan
dan mengatur jantung, sistem pernapasan, saluran gastrointestinal, kandung kemih, mata, dan
kelenjar. Sistem saraf otonom merupakan sistem saraf involunter yang tidak bisa
dikendalikan. Kita bernapas, jantung kita berdenyut, dan gerakan peristaltik terjadi tanpa kita
sadari.4

Dua perangkat neuron dalam komponen otonom pada sistem saraf adalah neuron
aferen dan neuron eferen. Neuron aferen mengirimkan impuls ke SSP, dimana impuls itu
diinterpretasikan. Neuron eferen menerima impuls (informasi) dari otak dan meneruskan
impuls ini melalui medulla spinalis ke sel-sel organ efektor. Jalur eferen dalam sistem saraf
otonom dibagi menjadi 2 cabang : sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis. Kedua
sistem saraf ini bekerja pada organ-organ yang sama tetapi menghasilkan respons yang
berlawanan agar tercapainya homeostasis (keseimbangan).4,5
Gambar 2. Perbedaan fungsi sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis

Proses Hantaran Impuls

Impuls saraf dapat berupa rangsangan atau tanggapan. Proses hantaran impuls
tersebut dapat terjadi melalui serabut saraf (akson) karena adanya perbedaan potensial listrik
antara bagian luar dan bagian dalam sel. Pada waktu sel saraf beristirahat, kutub positif
terdapat di bagian luar dan kutub negatif terdapat di bagian dalam sel saraf. Rangsangan
(stimulus) pada indera menyebabkan terjadinya pembalikan perbedaan potensial listrik sesaat.
Perubahan potensial ini (depolarisasi) terjadi berurutan sepanjang serabut saraf. Kecepatan
perjalanan gelombang perbedaan potensial bervariasi tergantung pada diameter akson dan ada
atau tidaknya selubung mielin.6

Bila impuls telah lewat maka untuk sementara serabut saraf tidak dapat dilalui oleh
impuls, karena terjadi perubahan potensial kembali seperti semula (potensial istirahat). Untuk
dapat berfungsi kembali diperlukan waktu 1/500 sampai 1/1000 detik. Stimulasi yang kurang
kuat atau di bawah ambang rangsang tidak akan menghasilkan impuls yang dapat merubah
potensial listrik. Tetapi bila kekuatannya di atas ambang, maka impuls akan dihantarkan
sampai ke ujung akson. Stimulasi yang kuat dapat menimbulkan jumlah impuls yang lebih
besar pada periode waktu tertentu daripada impuls yang lemah. Proses hantaran impuls pada
saraf dimulai dengan terjadinya potensial aksi. Pada awalnya, serabut saraf mendapatkan
stimulus yang cukup, sehingga mengakibatkan gerbang Na+ terbuka. Kemudian, ion Na+
bermuatan positif ini bergerak ke dalam sel, mengubah potensial istirahat (polarisasi) menjadi
potensial aksi (depolarisasi). Depolarisasi juga menyebabkan terbukanya lebih banyak lagi
gerbang Na+, yang kemudian akan mempercepat respons dalam siklus umpan balik positif.
Dengan cara ini, sinyal atau impuls saraf ditransmisi dari satu sisi dalam sistem saraf ke sisi
lain. Pada tahap inilah kita kenal dengan peristiwa sinaps (transmisi sinaptik).7

Sinaps adalah sisi (penghubung/junction) yang tidak berdekatan, tempat


berlangsungnya pemindahan impuls dari suatu neuron ke neuron lain atau ke otot atau ke
kelenjar. Pada transmisi dari neuron ke neuron, hubungannya dapat berasal dari akson suatu
neuron ke dendrit (akso-dendritik), ke badan sel (akso-somatik) atau ke akson neuron yang
kedua (akso-aksonik). Neuron prasinaptik membawa impuls menuju sinaps, sedangkan
neuron postsinaptik membawa impuls menjauhi sinaps. Ada dua jenis sinaps, yaitu sinaps
kimiawi dan sinaps listrik.7

Gambar 3. Contoh proses sinaps

Pada sinaps kimiawi, suatu neurotransmitter (zat kimia) dilepas dari terminal akson
presinaptik, mengalir menyeberangi celah sinaptik dan melekat pada reseptor membran
postsinaptik. Ujung akson presinaptik disebut terminal bouton. Ujung ini melepas
neurotransmitter dari vesikel sinaptik saat potensial aksi mencapai terminal, saluran ion Ca 2+
terbuka dan ion Ca2+ memasuki terminal bouton. Ion Ca2+ memfasilitasi aliran
neurotransmitter saat menyeberangi celah sinaptik dan melekat pada reseptor postsinaptik.
Transmisi zat kimia bersifat satu arah karena neurotransmitter hanya dilepas dari neuron
presinaptik. Ada dua jenis sinaps kimiawi yaitu sinaps eksitatoris dan sinaps inhibitorik.
Sinaps eksitatorik merupakan beberapa neurotransmitter yang mengeksitasi neuron
postsinaptik, menyebabkan depolarisasi dan mengakibatkan terbentuknya potensial
postsinaptik eksitatoris. Sedangkan sinaps inhibitorik, neurotransmitternya menyebabkan
peningkatan potensial istirahat pada neuron postsinaptik. Neurotransmitter ini membuat
postsinaptik lebih bermuatan negatif akibat penurunan permeabilitas membran terhadap
aliran masuk Na+ dan meningkatkan permeabilitas membran terhadap aliran keluar ion K+.
Peningkatan negatifitas internal ini disebut hiperpolarisasi dan mengakibatkan terbentuknya
potensial postsinaptik inhibitorik. Terdapat efek transmisi kimia pada neuron postsinaptik,
yaitu penambahan jumlah dan jenis neurotransmitter yang mencapai membran postsinaptik.7

Gambar 4. Proses penghantaran impuls melalui sinaps kimiawi

Jika dua sel yang dapat tereksitasi berhubungan melalui aliran arus listrik langsung
pada suatu area dengan tahanan listrik rendah, maka sinaps tersebut dinamakan sinaps listrik.
Gap junction menghubungkan pasangan sel yang bermuatan listrik. Sinaps listrik tidak
memiliki waktu tunda sinaptik yang terdapat pada sinaps kimiawi. Sinaps listtik ini
ditemukan di otot polos, otot jantung, dan otak. Pada umumnya sinaps listrik memungkinkan
terjadinya transmisi dua arah, bukannya satu arah seperti pada sinaps kimiawi.7

Struktur Otak yang Mempengaruhi Emosi

Konsep emosi mencakup perasaan emosional subjektif dan suasana hati (misalnya
marah, takut, sedih, dan gembira) dan respons fisik nyata yang berkaitan dengan perasaan-
perasaan tersebut. Respons-respons ini mencakup pola perilaku spesifik (misalnya bersiap
menyerang atau bertahan ketika terancam oleh musuh) dan ekspresi emosi yang dapat diamati
(misalnya tertawa, menangis, atau tersipu). Bukti-bukti yang ada mengisyaratkan peran
sentral sistem limbik dalam semua aspek emosi. 1 Stimulasi terhadap regio-regio spesifik di
dalam sistem limbik manusia sewaktu pembedahan otak menimbulkan beragam sensasi
subjektif samar yang dinyatakan oleh pasien sebagai kesenangan, kepuasan atau kenikmatan
di satu regio dan kekecewaan, ketakutan, atau kecemasan di regio lain.8

Sistem limbik bukanlah suatu struktur terpisah tetapi suatu cincin struktur-struktur
otak depan yang mengelilingi batang otak dan saling berhubungan melalui jalur-jalur neuron.
Struktur ini mencakup bagian dari : lobus-lobus korteks cerebrum (terutama korteks asosiasi
limbik), nukleus basal, thalamus, dan hypothalamus. Semua bagian ini berkaitan dengan
emosi, kelangsungan hidup dasar dan pola perilaku sosioseksual, motivasi, dan belajar.1,9

Gambar 5. Sistem limbik

Hubungan Emosi dan Sistem Saraf Otonom


Hubungan emosi dan sistem saraf otonom dimulai dengan diterimanya impuls
sensorik berupa emosi. Selanjutnya impuls tersebut diteruskan ke hipotalamus sebagai pusat
koordinasi sistem saraf otonom utama. Dari hipotalamus, impuls tersebut kemudian
diteruskan ke sistem limbik. Hal ini menimbulkan berbagai macam respons. Jika berada
dalam kondisi yang terancam, maka respons yang timbul adalah dari saraf simpatik. Respons
ini akan mempengaruhi sistem endokrin untuk bekerja, yaitu berupa sekresi hormon yang
berkaitan, misalnya hormon adrenalin. Dan yang terakhir adalah respons perilaku. Respons
perilaku ini terjadi jika ada peningkatan emosi, sehingga kerja saraf simpatis meningkat. Jika
sampai medulla adrenal terangsang, maka akan disekresikanlah epinefrin dan norepinefrin
dari medulla adrenal tersebut ke seluruh tubuh, terutama ke bagian ekstremitas untuk
kemudian diteruskan sebagai respons.3,8 Epinefrin, norepinefrin, dan dopamin secara kimiawi
digolongkan sebagai katekolamin yang adalah nurotransmitter di daerah-daerah yang
menghasilkan angka tertinggi stimulasi diri. Serotonin dan norepinefrin adalah pembawa
pesan sinaps di daerah limbik otak yang terlibat dalam kesenangan dan motivasi. Defisiensi
kedua neurotransmitter ini diperkirakan berperan dalam depresi.1

Pembahasan Skenario

Berdasarkan skenario diketahui bahwa seorang perempuan berusia 55 tahun datang ke


klinik dengan keluhan berdebar sejak seminggu yang lalu. Dari anamnesa diketahui bahwa ia
baru saja kehilangan suaminya yang meninggal tiba-tiba. Perempuan tersebut diduga terkena
serangan jantung. Pada pemeriksaan fisik, dokter tidak menemukan kelainan apa-apa, jantung
dan paru-paru dalam keadaan baik. Keluhan berdebar yang dirasakan perempuan tersebut
diduga akibat respons dari emosi yang dirasakannya karena kematian suaminya. Kematian
suaminya menjadi sebuah impuls yang sampai ke sistem saraf pusat yang kemudian
diteruskan sampai ke sistem saraf otonom. Selanjutnya impuls tersebut diteruskan ke
hipotalamus dan kemudian ke sistem limbik. Respons yang ditimbulkan dari impuls yang
diterima dianggap sebagai ancaman atau bentuk kecemasan dari perempuan tersebut sehingga
timbul respons dari sistem saraf simpatik yaitu menyebabkan kontraksi otot jantung lebih
cepat sehingga terasa berdebar-debar meskipun tanpa adanya gejala serangan jantung.

Kesimpulan

Keluhan berdebar yang dirasakan oleh perempuan tersebut disebabkan karena adanya impuls
sensorik berupa emosi yang sampai ke hipotalamus dan sistem limbik. Hal ini mengakibatkan
terjadinya perubahan pada kinerja sistem saraf otonom khususnya adalah sistem saraf
simpatis yang meningkatkan kontraksi otot jantung sehingga perempuan tersebut merasakan
jantungnya berdebar-debar.

Daftar Pustaka

1. Sherwood L. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Ed 8. Jakarta : Penerbit buku


kedokteran EGC; 2014.h.146-17, 166-170.
2. Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta : Penerbit buku kedokteran
EGC; 2004.h.154-68.
3. Pearce EC. Anatomi dan fisiologis. Jakarta : Gramedia; 2009.h.305-9, 286-7.
4. Ganong WF. Fisiologi kedokteran. Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC;
2008.h.72.
5. Lee JL, Hayes ER. Farmakologi. Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC;
2007.h.258-260.
6. Mark DB, Smith CM. Biokimia kedokteran dasar. Jakarta : Penerbit buku kedokteran
EGC; 2000.h.623.
7. Snell RS. Neuroanatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Ed 5. Jakarta : Penerbit
buku kedokteran EGC; 200.h.54-109.
8. Satyanegara. Ilmu bedah saraf satyanegara. Jakarta : Gramedia; 2010.h.24-6.
9. Guyton, Hall. Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta : Penerbit buku kedokteran
EGC; 2007.h.145-6.

Anda mungkin juga menyukai