Anda di halaman 1dari 11

MANAJEMEN KONFLIK PERUSAHAAN BISNIS KELUARGA

Muhammad Satrian Duva Dama


Universitas Padjadjaran
email: muhammad19414@mail.unpad.ac.id

Pendahuluan
Pelaku bisnis yang sukses bukan hanya dikelola oleh perseorangan dan kelompok
formal perusahaan saja, tetapi banyak juga yang berasal dari pengelolaan berbasis bisnis
bersama keluarga. Agenda bisnis seakan tidak memiliki batasan dalam hubungan darah
apabila dalam lingkungan keluarga ingin membangun sebuah leading business. Untuk itu
perusahaan finansial Credit Suisse merilis sebuah kajian mengenai bisnis keluarga yang
berjudul Costumer Service Family 900 Universe. Dalam agenda tersebut terdapat 900an
perusahaan berskala besar, menengah, bahkan kecil. Semua perusahaan tersebut setidaknya
memiliki nilai investasi senilai 1 miliar dolar, dan para keluarga memiliki saham setidaknya
20 persen.
Perusahaan keluarga paling fantastis memiliki nilai secara asset adalah Novartis,
perusahaan medis dan obat-obatan yang didirikan oleh keluarga Sandoz yang memiliki nilai
perusahaan 279 milyar dollar. Dari ratusan perusahaan yang dikumpulkan datanya oleh
Credit Suisse, setidaknya 64 persen dari total berasal dari benua Asia. Hal ini menunjukan
bahwa di negara timur masih banyak sekali perusahaan yang menjunjung sistem
kekerabatan(Wibisono, 2016)

Bisnis Keluarga di Indonesia


Di Indonesia terdapat 3 perusahaan besar yang dirintis dan dikelola oleh kelompok
keluarga, yang pertama adalah PT. Sampoerna, Perusahaan rokok terbesar di Indonesia yang
didirikan oleh Keluarga Liem. Liem Seeng Tee perintis PT. Sampoerna buruh dari keluarga
miskis dan awalnya bekerja di perusahaan rokok Lamongan. Singkatnya pada tahun 1913 ia
bersama keluarga berhasil mendirikan badan usaha dan tahun 2019 ini sudah dipegang oleh
generasi ke 3 di keluarganya. Perusahaan kedua adalah PT. Indofood Sukses Makmur,
perusahaan penghasil mie instan terenak di dunia yang dinobatkan oleh Los Angeles Times 09
November 2019 lalu, perusahaan ini didirikan oleh pemilik Salim Group, Soedono Salim
pada tahun 1990. Dan Perusahaan terakhir adalah Bakrie Group, salah satu perusahaan besar
yang didirkan oleh Keluarga Bakrie. Perusahaan ini fokus dibanyak bidang industry di
Indonesia sejak tahun 1942.
Sumber : tirtoid

Beberapa tahun kebelakangan, Kantor audit dan konstultasi bisnis dari Amerika
(Pricewaterhouse Coopers) merilis data mengenai beberapa kerajaan bisnis suksesi keluarga
di Indonesia. PWC menunjukan bahwa terdapat perbandingan antara bisnis keluarga di
Indonesia dengan beberapa negara lain dengan menggunakan beberapa indicator yang
memberikan batasan pengertian keluarga.

PWC memberikan indikator perusahaan keluarga sebagai berikut :


1. Kekuasaan penuh berada di tangan pendiri atau orang yang memiliki perusahaan secara
penuh.
2. Terdapat satu perwakilan yang terlibat dalam manajemen perusahaan secara penuh.
3. Untuk perusahaan yang sifatnya publik, pendiri atau generasi pertama memiliki hak
saham atas perusahaan sebesar 25 persen melalui penanaman modal.
Hal yang menarik dalam bahasan PwC ini adalah sekitar 95 persen perusahaan di
Indonesia adalah bisnis keluarga. Jaringan bisnis ini menyentuh angka yang luar biasa yaitu
134 triliun rupiah. Sekitar 70 persen perusahaan itu memiliki rencana mewariskan usaha pada
generasi penerus. Dalam bisnis keluarga generasi pertama mewarisi budaya organisasi
kepada generasi-generasi selanjutnya agar khazanah dan visi perusahaan dapat diwarisi
secara turun temurun. Dan dalam hal ini beberapa perusahaan pun memaksa karyawannya
untuk mematuhi perintah sepenuhnya dari anggota keluarga perusahaan.
Masih banyak sebenarnya perusahaan bisnis keluarga yang sukses di Indonesia, dan
tentunya tiga contoh perusahaan tersebut memiliki pengelolaan dan manajerial antar anggota
keluarga yang sangat baik sehingga mereka dapat mengusai pasar dan mendirikan kerajaan
bisnis di Indonesia. Diantara perusahaan berbasis keluarga yang lain terdapat data kebalikan
yang menunjukan bahwa hampir 90% perusahaan berbasis keluarga berakhir pada generasi
ke 3 dan tidak dapat melanjutkan kepada generasi berikutnya. (okezone, 2017) hal tersebut
terjadi karena konflik internal yang ada di perusahaan suksesi keluarga. Saat generasi
pertama meninggal dunia, potensi konflik akan makin tumbuh. Seperti perebutan kekuasaan,
pembagian keuntungan laba perusahaan, bahkan perbedaan manajerial serta perspektif dalam
berbisnis.

Keluarga, Konflik dan Bisnis


Konflik dalam perusahaan suksesi keluarga lebih tidak mengenakan dibanding
perusahaan lainnya. Keluarga adalah ring 1 dalam kedekatan kita dalam lingkungan,
bayangkan bila kedekatan selama ini tiba-tiba berbalik terbalik jika mendapatkan masalah
dalam penentuan langkah bisnis. Ujung masalah makin kompleks apabila penyelesaian
konflik dengan menjual perusahaan ke pihak lain agar untung penjualan bisa dibagi. Dalam
perspektif postmodernisme komunikasi organisasi, solusi tersebut bukan menghasilkan
resolusi konflik win to win solution akan tetapi lost to lost solution karena menjual asset yang
susah payah dibangun oleh generasi pendiri atau pertama perusahaan. Padahal harapan
tertinggi oleh pendiri pertama adalah untuk mewariskannya kepada anak agar usaha bisa tetap
berjalan (J. Ward, 2016).
Untuk itu dalam pengembangan dan meminimalisir konflik dalam bisnis keluarga
yang kecil atau yang besar dibutuhkan manajemen yang baik oleh suksesor, pendiri atau
pimpinan generasi pertama perusahaan dari para ahli manajemen bisnis. Manajemen yang
baik akan mereduksi potensi konflik-konflik yang ada atau belum terjadi. Selain itu, tujuan
utamanya adalah meningkatkan laba perusahaan yang didapati dari kinerja orang-orang yang
baik didalam perusahaan tersebut. Bayangkan saja jika orang-orang yang bekerja setiap hari
dengan perasaan yang senang maka hasil pekerjaan akan produktif dan apabila pekerjaan
produktif maka keuntungan perusahaan meningkat.

Dalam pembahasan dalam artikel ini, penulis akan memberikan gambaran, arahan dan
bagaimana cara memanajemen perusahaan berbasis keluarga dan tentunya akan memberikan
semangat berbisnis bagi perusahaan-perusahaan atau individu yang menganggap bahwa
berbisnis dengan keluarga akan menyulitkan jika terdapat masalah dan konflik. Padahal
konflik sangat wajar terjadi diperusahaan manapun yang dampaknya akan memberikan kita
awareness terhadap keadaan diperusahaan.

PEMBAHASAN
Apa itu Family Business?
Family business (bisnis keluarga) adalah bisnis yang melibatkan sebagian atau banyak
anggota keluarga didalam kepemilikan saham atau operasional bisnisnya.) dalam bukunya
Suatu perusahaan dapat disebut dengan bisnis keluarga apabila terdiri dari dua atau lebih
anggota keluarga yang mengawasi jalannya perusahaan (J. Ward, 2016). Sedangkan dalam
jurnal “The Family Business” suatu organisasi dapat disebut bisnis keluarga apabila paling
sedikit terlibat beberapa generasi dalam keluarga dan mereka dapat menentukan kebijakan-
kebijakan (Donneley, 1988) untuk memperdalam apa itu bisnis keluarga berikut
karakteristiknya :
1. Perusahaan milik kelompok tunggal keluarga yang dominan dengan jumlah
kepemilikan saham lebih dari 50%
2. Dikelola oleh pihak keluarga mayoritas
3. Hal penting dipegang oleh keluarga
4. Saham dipegang setidaknya lebih dari setengah kepemilikan saham bersama
5. Tidak memiliki mekanisme laporan keuangan yang ketat
6. Motivasi kerja tinggi tetapi fluktuatif
7. Tidak terdapat manajemen administrasi tertentu(Laurence & Mustamu, 2015)

Orientasi pada Bisnis Keluarga


Menurut John L. Ward melalui penelitiannya perusahaan keluarga memiliki alasan
tertentu dalam membangun perusahaannya, motifnya berbeda-beda mulai dari alasan untuk
anak sampai hanya untuk memanjangkan kehidupan. Motif tersebut muncul karena latar
belakang sosial yang berbeda dari generasi pertama perusahaan atau para pendiri perusahaan.
Berikut grafik yang dihimpun dari buku John. L. Ward:
Grafik 1.1
Alasan generasi pertama mendirikan perusahaan suksesi keluaga

To children
Heritage
To family
Financial
Retirement
Protect
Provide
Society

Sumber : Perpetuating Family Business J. Ward, 2016

Kebanyakan dalam menjalankan bisnis bersama keluarga ini menghadapi blok


masalah yang cukup mengangganggu. Hal ini menurutnya terjadi karena faktor-faktor
misalnya: masalah personal antar anggota, kurangnya kepercayaan, bahkan hubungan yang
rumit sesama anggota keluarga padahal bisnis ini dibangun untuk keluarga itu juga. Ketika
masalah tersebut dibiarkan berlarut dalam bisnis bersama keluarga, itu akan memberikan gap
atau jarak antar generasi yang akan mengakibatkan bisnis menjadi hancur (J. Ward, 2016)

Sementara penelitian J. Ward mengungkapkan beberapa alasan untuk keragu-raguan


di antara bisnis keluarga ini, penelitian ini juga menunjukkan perlunya perencanaan strategis
dan manfaat khusus bagi mereka yang melakukannya. Penelitian itu terdiri dari tiga studi
strategi di perusahaan keluarga. Ward (1987) memiliki informasi terperinci tentang penelitian
ini. Dalam studi pertama, 200 perusahaan swasta yang berusia setidaknya lima tahun dan
yang mempekerjakan setidaknya dua puluh orang pada tahun 1924 dipilih secara acak dari
Illinois Manufacturers Directory. (Tahun 1924 dipilih karena 1919 adalah tanggal paling awal
dari data yang bermakna.) Wawancara di perusahaan-perusahaan yang masih hidup pada
tahun 1984 mendokumentasikan kepemilikan keluarga dan pola suksesi kepemimpinan dan
evolusi strategi perusahaan.
Keterbukaan dan rasa saling percaya adalah elemen terpenting untuk mengurangi
kemungkinan konflik. Tidak hanya itu, untuk meminimalisir konflik harus diterapkan
kesepakatan bersama sebelum memulai bisnis mengenai kewajiban dan hak anggota keluarga
yang menjadi bagian perusahaan yang terlepas dari kebijakan manajemen resmi perusahaan
yang didasari oleh profesionalisme (Astamoen, 2008).

Dalam memanajamen konflik kita harus membutuhkan sebuah perencanaan yang


matang. Istilah perencanaan strategis biasanya mengacu pada proses pengembangan strategi
bisnis untuk pertumbuhan yang menguntungkan. Ini dirancang untuk menciptakan wawasan
tentang perusahaan dan lingkungan di mana perusahaan beroperasi. Ini menyediakan cara
sistematis untuk mengajukan pertanyaan bisnis utama (Simanjuntak, 2010).

Langkah Awal Manajemen Bisnis Keluarga


Adapun langkah efektif menurut John L. Ward untuk menggambarkan dan memulai
bisnis keluarga sebagai berikut:
 Langkah Satu: Komitmen Keluarga
Dalam bisnis keluarga, titik awal yang ideal untuk proses perencanaan adalah keluarga itu
sendiri. Langkah pertama adalah bagi keluarga untuk menetapkan tingkat komitmennya
terhadap masa depan bisnis dan perencanaan sebagai cara untuk mengamankan masa depan
itu. Apakah keluarga bersedia mengorbankan keuntungan materi jangka pendek untuk
menginvestasikan uang di perusahaan? Apakah anggota keluarga akan menghabiskan waktu
yang dibutuhkan untuk membangun bisnis? Bisakah mereka bekerja bersama? Apakah
keturunan memiliki kualitas kepemimpinan yang diperlukan? Apakah orang tua mau
melepaskan perusahaan ketika saatnya tiba? Jika anggota keluarga mencapai konsensus
tentang masalah ini, mereka dapat menulis pernyataan komitmen awal. Pernyataan seperti itu
mungkin mengatakan, “Kami pada dasarnya tertarik pada masa depan jangka panjang dari
bisnis ini. Kami ingin bisnis ini bertahan selamanya.

Sumber : perpetuating family business (J. Ward, 2016)


 Langkah Dua: Menilai Kesehatan Bisnis Perusahaan

Di samping komitmen keluarga, fondasi untuk perencanaan terletak pada analisis


finansial dan pasar bisnis. Analisis semacam itu umum di perusahaan yang mempraktikkan
perencanaan strategis. Ini menunjukkan apakah perusahaan memperoleh atau kehilangan
pangsa pasar, menggunakan uang tunai secara efisien atau tidak efisien, dan meningkatkan
atau menurunkan produktivitasnya. Analisis semacam itu memiliki makna tambahan untuk
bisnis keluarga. Di antara kegunaan lain, itu mengungkapkan apakah keluarga
menginvestasikan kembali cukup dalam bisnis untuk membantu memastikan masa depan
yang vital atau apakah itu membiayai kebutuhan pribadi dengan mengorbankan perusahaan.

Sebagian besar keluarga yang sukses tidak mengetahui kerusakan yang disebabkan
oleh praktik “panen” finansial ini. Mereka menganggap bahwa semuanya baik-baik saja jika
laba kuat dan penjualan meningkat. Mereka pikir mereka mampu membayar pengeluaran
pribadi tingkat tinggi. Namun, bisnis yang sukses harus memiliki sejumlah investasi kembali
jika ingin terus tumbuh. Bahkan, semakin lama anggota keluarga menginginkan bisnis untuk
hidup dan semakin banyak kemakmuran yang ingin mereka nikmati di tahun-tahun
mendatang, semakin tinggi tingkat investasi ulang mereka saat ini. Keluarga yang
membelanjakan keuntungan perusahaan di tempat lain mengerahkan kekuatan yang secara
diam-diam melemahkan perusahaan, seringkali dengan cara yang tidak akan muncul di garis
bawah selama bertahun-tahun. Pada titik itu, mungkin sudah terlambat untuk
menginvestasikan kembali dan membalikkan perusahaan.

Analisis keuangan mengungkap titik lunak potensial. Mereka menggambarkan berapa


banyak uang yang masuk ke bidang-bidang seperti bonus keluarga dan berapa banyak yang
dibajak kembali ke perusahaan. Yang paling penting dari analisis ini menggambarkan tingkat
investasi kembali dalam bisnis.

 Langkah Tiga: Identifikasi Alternatif Bisnis

Langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi kemungkinan alternatif bisnis: memasuki


wilayah geografis baru, meningkatkan kualitas layanan, merekrut manajer yang kuat untuk
menghasilkan penjualan atau meningkatkan produktivitas, dan sebagainya. Pada tahap ini,
bisnis keluarga dapat mempertimbangkan beberapa keunikan atau keunggulan yang mungkin
mereka miliki.
Strategi yang benar-benar pintar memanfaatkan wawasan pasar dan kekuatan kompetitif
relatif yang dinikmati oleh bisnis individu. Bisnis keluarga yang baik akan berbagi kekuatan
dengan fakta bahwa mereka adalah bisnis keluarga. Wawasan berikut didukung oleh
penelitian yang membandingkan strategi dan kinerja hampir 300 perusahaan keluarga dengan
strategi dan kinerja 1.500 perusahaan publik.

Dalam mereduksi konflik keluarga dalam bisnis keluarga dibutuhkan beberapa resep yang
strategis untuk menyelesaikannya yaitu:
1. Kontrol : Keseimbangan untuk bersikap adil dalam setiap membuat keputusan,
jangan sampai tumpah tindih dalam menentukan sikap.
2. Karir : Berikan kemungkinan untuk jenjang karir bagi anggota keluarga
apabila kinerja mereka baik dan berikan penghargaan untuk itu.
3. Kapitalisasi : Buat sistem keuntungan yang baik dan mendapatkan persetujuan
keluarga untuk sistem itu agar masing-masing anggota keluarga merasa dilibatkan.
4. Konflik : Konflik tidak juga dapat merugikan, berikan konflik yang sebisanya
dapat menjadi pelajaran dalam perusahaan tersebut.
5. Kultur : Berikan nilai-nilai bawaan keluarga atau latar belakang keluarga
dalam keseharian dalam perusahaan.

Perencanaan strategis untuk bisnis milik keluarga berbeda dari perencanaan untuk
jenis perusahaan lain karena perusahaan keluarga harus memasukkan masalah keluarga ke
dalam pemikirannya. Kekhawatiran dan preferensi keluarga dapat memengaruhi pilihan
strategi bisnis dan seringkali membuat keluarga enggan merangkul diskusi dan keputusan
berorientasi tujuan yang lebih formal. Selanjutnya, pertimbangan keluarga dapat membatasi
agresivitas strategis dari perusahaan keluarga. Sementara penelitian kami mengungkapkan
beberapa alasan untuk keragu-raguan di antara bisnis keluarga ini, penelitian ini juga
menunjukkan perlunya perencanaan strategis dan manfaat khusus bagi mereka yang
melakukannya. (Susanto, 2009)

Banyak perusahaan keluarga menikmati manfaat dari orientasi jangka panjang. Mereka
jarang memiliki pemegang saham luar yang kepadanya mereka harus membenarkan kinerja
triwulanan dalam penjualan dan pendapatan; tidak ada pasar saham yang akan menilai
mereka dengan keras jika mereka meningkatkan pengeluaran untuk strategi yang bermanfaat.
Mereka mampu memfokuskan visi mereka pada masa depan. Mereka juga cenderung
memiliki organisasi yang fleksibel, dengan lebih sedikit lapisan birokrasi yang dapat
menghambat respons pasar yang dibutuhkan.

Motivasi perusahaan untuk kualitas yang lahir karena memiliki nama keluarga sendiri di
pintu atau di ruang dewan, seringkali menghasilkan layanan cepat dan produk-produk terbaik.
Perusahaan ini dapat beradaptasi dengan pasar yang lebih kecil. Sering kali mau berinvestasi
pada orang. Dan, jika keluarga memberikan budaya terpadu di puncak organisasi, menjadi
lebih mudah untuk menetapkan arahan bisnis dan membuat semua orang bekerja sama ke
arah itu. Arah yang jelas meningkatkan peluang keberhasilan perusahaan. Kekuatan yang
baru saja disebutkan memiliki implikasi yang jelas.

Jika pembahasan yang disebutkan untuk memanajemen konflik diatas tidak diperhatikan
secara mendetail maka kegagalan dalam memanajemen konflik dalam bisnis keluarga bisa
saja muncul. Bisnis keluarga akan gagal dan sulit untuk diatur, sehingga muncul nepotisme
yang dapat merugikan perusahaan (Margaretha, 2019)

PENUTUP

Bisnis keluarga menciptakan situasi manajemen yang unik dan menghasilkan


keuntungan dan kerugian bagi perusahaan yang berbasis keluarga. Perusahaan keluarga ada
karena nilai ekonomi dan non-ekonomi timbal balik yang diciptakan melalui kombinasi
sistem keluarga dan bisnis. Dengan kata lain, pertemuan kedua sistem tersebut mengarah
pada kemampuan 'keluarga' yang sulit diduplikasi yang membuat bisnis keluarga sangat
cocok untuk bertahan dan tumbuh (Pearson, 2005). Sudah banyak sekali contoh nyata yang
diterapkan oleh manajemen perusahaan yang berbasis keluarga untuk meminimalisir masalah
ataupun konflik.

Perusahaan besar juga dimulai dari keluarga


Perusahaan besar di Indonesia seperti Djarum, PT. Sampoerna, dan Indofood (yang
merupakan perusahaan keluarga besar di Indonesia) mampu bertahan dalam menekan
permasalahan internal kekeluargaan sampai mereka bisa bertahan sampai generasi ke 4 atau 5
di abad ini. Manajemen yang mumpuni oleh generasi pertama dan tanggung jawab generasi
selanjutnya membawa kesuksesan mereka dalam berbisnis.

“Starting a business with brother either ends business or ends brotherhood.”


Peningkatan bisnis tersebut juga tidak terlepas dari tanggapan manajemen dalam
memberikan pelatihan berkesinambungan, pelatihan tersebut menunjukkan bahwa mendidik
anggota bisnis keluarga dalam perbedaan kepribadian dapat meningkatkan persepsi yang
berkaitan dengan dinamika interpersonal dalam tim manajemen keluarga (Smith, 2004)
Anggota keluarga seharusnya mampu mengidentifikasi langkah-langkah untuk mereduksi
konflik. Langkah yang tepat, waktu yang tepat, dan zona permasalahan yang sudah dipelajari
akan mampu menjadi wadah preventif sebelum terjadi masalah yang akan merugikan
perusahaan itu sendiri.

Mulai bisnis dari keluarga anda


Jangan segan-segan untuk memulai bisnis keluarga kita sendiri, kita hanya perlu
untuk memahami dan membangun karakteristik perusahaan berbasis keluarga sendiri tanpa
perlu takut masalah akan datang. Masalah ataupun konflik tidak dapat mutlak untuk
dihindari, tapi setidaknya kita mampu untuk memanajamen dan menyelesaikan masalah
tersebut sebaik mungkin. Setiap perusahaan tentunya yang ingin meneruskan bisnisnya ke
generasi berikutnya memerlukan rencana suksesi bisnis. Cepat atau lambat, semua orang
ingin pensiun. Namun, menentukan apa yang akan terjadi pada bisnis dapat sama pentingnya
dengan memastikan bahwa kita dapat meneruskan leading business kepada generasi
berikutnya dengan sebaik-baiknya.

KATA KUNCI
Perusahaan; Bisnis; Bisnis Keluarga; Konflik Bisnis Keluarga; Manajemen; Enterpreneurship

DAFTAR PUSTAKA
Astamoen, M. P. (2008). Entrepreneurship dalam Perspektif Kondisi Bangsa Indonesia (2nd ed.).
Bandung: Alfabeta.
Donneley, R. G. (1988). The Family Business. DOI.
J. Ward. (2016). Keeping the Family Business Healthy: How to Plan for Continuing Growth,
Profitability, and Family Leadership. Springers.
Laurence, L., & Mustamu, R. H. (2015). Manajemen Konflik dalam Perencanaan Suksesi Perusahaan
Keluarga di Bidang Ekspedisi di Surabaya. Agora, 3(1), 725–735.
Margaretha, Y. (2019). Manajemen Konflik Pada Perusahaan Keluarga (Studi Kasus Pada
Perkebunan X). Jurnal Manajemen Maranatha, 18(2), 135–142.
https://doi.org/10.28932/jmm.v18i2.1618
Pearson, A. W. (2005). An Exploratory Comparison of the Behavioral Dynamics of Top Management
Teams in Family and Nonfamily New Ventures: Cohesion, Conflict, Potency, and Consensus.
Simanjuntak, A. (2010). Prinsip-Prinsip Manajemen Bisnis Keluarga (Family Business) Dikaitkan
Dengan Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas (PT). Jurnal Manajemen Dan Wirausaha,
Smith, G. F. L. L. (2004). Team Building and Conflict Management: Strategies for Family
Businesses.
Susanto, A. . (2009). Leadpreneurship, Pendekatan Strategic Management. Erlangga.
Wibisono, N. (2016). Kerajaan Bisnis Keluarga Indonesia.

BIOGRAFI PENULIS
M. Satrian Duva Dama, Pria asli kelahiran kota bekas kerajaan bahari terbesar di Indonesia
Sriwijaya, Palembang. Dama, panggilan akrabnya sejak kecil hidup penuh kemandirian dan
penuh tanggung jawab didikan kedua orang tuanya. Semasa sekolah pria berkacamata ini
pernah menjabat sebagai ketua osis, wakil gubernur mahasiswa, dan mendirikan beberapa
organisasi. Saat ini ia meneruskan pendidikan di Magister Ilmu Komunikasi, Universitas
Padjadjaran dan ingin meneruskan cita-citanya menjadi seorang akademisi.

Anda mungkin juga menyukai