ii
1. PENDAHULUAN .........................................................................................
1. PENDAHULUAN
Dalam
jurnalnya,
Wahjono
mengutip
Widyasmoro
(2008)
yang
mengatakan bahwa banyak bisnis keluarga yang sulit melewati 3 generasi. Banyak
sekali persoalan yang muncul dalam suatu perusahaan yang dimiliki oleh
keluarga. Kebanyakan perusahaan keluarga terlibat dalam konflik yang
berkepanjangan untuk memperebutkan kekuasaan dalam perusahaan. Banyak
permasalahan yang melingkupi bisnis keluarga sehubungan dengan suksesi. Pada
umumnya pemegang pucuk kekuasaan perusahaan keluarga menyadari bahwa
dengan perencanaan yang baik akan didapatkan pemimpin perusahaan yang baru
dengan kualitas dan kapabilitas serta penerimaan yang baik dari sebagian besar
komponen pendukung perusahaan keluarga (p. 24).
PT. Mustika Ratu merupakan perusahaan kosmetik dan perawatan
kesehatan terbesar dan terkemuka di Indonesia. Perusahaan ini banyak di incar
oleh beberapa perusahaan raksasa seperti perusahaan kosmetik oriflamme yang
merupakan perusahaan asal swedia yang berupaya untuk membeli hak paten
Mustika Ratu untuk di pasarkan di Eropa, dan selain itu juga perusahaan Unilever
Indonesia juga berupaya untuk mendekati dan membeli saham PT Mustika Ratu,
Di dalam negeri PT. Mustika Ratu merupakan perusahaan yang memiliki image
yang baik dimata konsumen, karena kebanyakan produk-produknya di gunakan
oleh artis, dan merupakan slah satu perusahaan yang mengedepankan bahanbahan alami dari tumbuh-tumbuhan ditengah isu maraknya kosmetik yang
mengandung bahan kimia yang berbahaya, tidak hanya itu perusahaan juga
menerapkan strategi pemasarn yang menggunakan endorser sebagai pendorong
penjualan.
Seperti dikutip oleh Wahjono (2013), Longenecker (2001) mengatakan
bahwa bisnis keluarga (family business) adalah sebuah perusahaan yang anggota
keluarganya secara langsung terlibat di dalam kepemilikan dan jabatan atau
fungsi. Bisnis dilakukan secara bersama-sama di dalam keluarga. Partisipasi dari
keluarga dapat menguatkan bisnis, hal ini disebabkan anggota keluarga bersikap
setia dan berdedikasi pada perusahaan keluarga (p. 8).
Sementara itu Tracey (2001: 3-4) yang juga dikutip oleh Wahjono (2013)
menyatakan bahwa "A business is a family business if its owners think it is and
want it to be". Pernyataan ini terlihat sangat sederhana namun mengandung arti
yang sangat dalam. Dikatakan bahwa suatu perusahaan tergolong sebagai
perusahaan
keluarga
manakala
pemiliknya
berfikir
dan
menginginkan
perusahaannya sebagai perusahaan keluarga. Hal ini dapat terlihat dalam budaya
bisnis di beberapa Negara. Di Australia kebanyakan perusahaan dimiliki oleh
keluarga, tetapi hanya sedikit yang betul-betul dikelola oleh keluarga primer.
Keterlibatan keluarga dalam perusahaan lah yang membuat perusahaan
keluarga menjadi berbeda disbanding dengan perusahaan non keluarga (Miller dan
Rice, 1967). Pendapat senada juga dikemukakan oleh Bernard (1975: 42) bahwa
perusahaan keluarga dikendalikan oleh anggota keluarga tunggal khususnya dalam
proses pengambilan keputusan bisnis yang penting.
Beberapa peneliti mengintepreatsikan keterlibatan keluarga dalam hal
kepemilikan dan manajemen (Handler, 1989, p. 257). Sementara itu Churchill dan
Hatten (1987, p. 51) lebih cenderung menambahkan factor keberadaan keluarga
pada saat terjadinya suksesi yang berasal dari dalam anggota keluarga. Lebih
lanjut Carsrud (1994, p. 40) menjelaskan bahwa perusahaan keluarga adalah
perusahaan yang benar-benar dimiliki oleh keluarga dan pembuatan dan
pengambilan kebijakan perusahaan di dominasi oleh anggota "emotional kinship
group".
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Family Firm Institute untuk
the Family Business Review yang dikutip oleh (Hall, 2008), diketahui bahwa
hanya 30% dari keseluruhan perusahaan yang dimiliki oleh keluarga bisa bertahan
pada masa transisi antar generasi pada generasi ke-dua, sementara itu hanya 12%
mampu bertahan pada generasi ke-tiga dan hanya 3% saja yang mampu
berkembang sampai pada generasi ke-empat dan seterusnya (p. 51). Hal ini yang
membuat bertumbuh suburnya idiom dalam perusahaan keluarga bahwa: "generasi
pertama yang mendirikan, generasi ke-dua yang membangun, dan generasi ke-tiga
yang merusak".
Suksesi generasi pertama, dimana pendiri perusahaan keluarga sudah
merasa tidak kuat lagi memegang kendali perusahaan, biasanya karena factor usia,
merasa bahwa para pelanjutnya kurang siap, seperti dalam kasus perusahaan
keluarga Lombardi (Lansberg, 1999, p. 22). Sementara itu bagi perusahaan
generasi ke-2 terdapat permasalahan lain sehubungan dengan suksesi, yaitu pada
umumnya pemegang puncak kendali perusahaan merasa sulit memutuskan dalam
memilih pengganti. Pertimbangan loyalitas dan kedekatan emosional antara
suksesor menjadi masalah pelik yang sulit dipecahkan (Baer, 2007, p. 37). Dan
bila perusahaan keluarga telah mencapai generasi ke-tiga terdapat pergeseran
permasalahan yaitu apakah memilih suksesor dari dalam anggota keluarga
(Kellerman, 2008, p. 14) ataukah dari luar dengan pertimbangan profesionalisme
(Hall, 2008) tingkat pendidikan (Royer, 2008, p. 30), kecakapan pengelolaan
usaha, dan gender (Harveston, 1997). Lebih jauh, ketika terjadi permasalahan
suksesi di perusahaan keluarga generasi ke-empat, kebanyakan permasalahan
suksesi disebabkan oleh factor-faktor tata-nilai dari karyawan sehubungan dengan
budaya perusahaan (Zulfikar, 2004).
Miller dan Miller (2005) menyatakan bahwa, meskipun telah menjadi
perusahaan publik, Nordstrom, Inc. tetap sebagai perusahaan dengan karakteristik
perusahaan keluarga. Nordstrom, Inc. adalah perusahaan perdagangan retail
khusus di bidang pakaian, sepatu, kosmetik, asesoris dan produk-produk fashion.
Sebagai perusahaan yang berbasis di seattle, Washington, Amerika Serikat,
perusahaan keluarga ini mempunyai 166 toko yang berlokasi di 28 negara bagian.
Perusahaan keluarga ini didirikan di tahun 1901. Saat ini keluarga Norstrom
mempunyai 3 direktur dari 11 anggota dewan direktur dalam perusahaan termasuk
Presiden Direktur yaitu Blake W. Nordstrom, 48 tahun. Keluarga Nordstrom juga
masih memegang kendali dalam keputusan-keputusan strategis perusahaan dan
mempunyai 27,9% kepemilikan saham (http://www.nordstrom.com).
Grup Gudang Garam juga masih mempertahankan karakteristiknya
sebagai perusahaan keluarga. Menurut Basri dan Eng (2004), PT Gudang Garam
sebagai satu dari empat perusahaan terbesar di Indonesia adalah pabrikan rokok
sigaret terbesar di Indonesia, dan perusahaan publik terbesar ke-dua di lantai
Bursa Efek Indonesia. PT Gudang Garam didirikan di Kediri Jawa Timur di tahun
1958 oleh almarhum Surya Wonowidjojo dan kemudian dilanjutkan oleh putranya
yang bernama Rachman Halim (meninggal dunia tahun 2008). Kepemilikan
2. TINJAUAN PUSTAKA
John Davis dan Morris Taguiri yang dikutip oleh Hoover (2000, p. 61)
menyatakan bahwa terdapat tiga (3) elemen pengaruh dalam bisnis keluarga,
seperti terlihat dalam gambar 1, yaitu :
1) Keluarga, keberhasilan dalam keluarga diukur dalam artian harmoni,
kesatuan, dan perkembangan individu yang bahagia dengan harga diri yang
solid dan positif.
2) Bisnis, adalah entitas ekonomi dimana keberhasilan diukur bukan pada
harga diri dan kesenangan interpersonal individu, tetapi dalam produktivitas
dan profesionalisme. Sehingga ukuran utama seseorang terletak pada
kontribusi
terhadap
pelaksanaan
strategi,
pencapaian
terget,
dan
profitabilitas perusahaan.
3) Kepemilikan, didasarkan pada peranan seseorang dalam investasi dalam
perusahaan,
peranan
meminimalkan
risiko,
mewakili
perusahaan
Chua, Jess H., James J. Chrisman dan Pramodita Sharma (1999) lebih jauh
menjelaskan definisi perusahaan keluarga berdasar studi empiris. Dalam beberapa
kali wawancara dengan manajemen perusahaan keluarga, pemimpin puncak
(Chief Executives Officers / CEO) dari perusahaan dengan pemegang saham
public minoritas dan dikelola oleh keluarga generasi ke-tiga menyangkal bahwa
sesuatu perusahaan adalah perusahaan keluarga manakala perusahaan lain yang
mempunyai atribut yang sama dideklarasikan. Para anggota dengan keluarga yang
sama dimana secara bersama-sama memiliki dan mengelola bisnis dengan penuh
semangat, membuktikan bahwa mereka bukanlah perusahaan keluarga. Mereka
yakin bahwa hanya bisnis yang dimiliki oleh keluarga secara penuh dan tanpa
pekerja tunggal non-keluarga lah yang bisa disebut perusahaan keluarga.
Termasuk didalam pengertian perusahaan keluarga adalah manakala, beberapa
saudara kandung dan saudara ipar ikut memiliki dan mengelola suatu perusahaan
namun mereka tidak mengelola perusahaan lainnya diluar perusahaan itu, maka
perusahaan itu bisa disebut perusahaan keluarga. Tidak ada perusahaan yang bisa
luput dari keterlibatan keluarga sebab peristiwa pembuatan beberapa keputusan
seringkali dipengaruhi oleh pasangan (suami/istri) dan anak-anak.
Ciri-ciri perusahaan keluarga pada umumnya adalah bahwa perusahaan
keluarga: (1) dimiliki oleh kelompok keluarga tunggal yang dominan dengan
jumlah kepemilikan saham lebih dari 50% (2) dirasakan sebagai perusahaan, (3)
dikelola oleh orang-rang yang berasal dari keluarga pemilik mayoritas saham
(Westhead, 1997, p. 127). Sementara itu definisi keluarga sendiri belum ditarik
garis tegas. Apakah yang dimaksud adalah keluarga kecil yang terdiri dari suami,
istri dan anak-anak, ataukah keluarga menengah yang terdiri dari dua (2) tingkat
keluarga kecil dalam arti seluruh anggota kelaurga kecil ditambah seluruh anggota
keluarga suami dan istri, ataukah keluarga besar yang terdiri dari tiga (3) tingkat
keluarga kecil dalam arti seluruh anggota kelaurga kecil ditambah seluruh anggota
keluarga kecil suami dan istri dan ditambah seluruh anggota menengah ipar.
Tugiman (1995, p. 7) mengemukakan karakteristik perusahaan keluarga
dalam konteks usaha kecil adalah (1) posisi kunci dipegang keluarga, (2)
keuangan perusahaan cenderung berbaur dengan keuangan keluarga, (3) tidak
adanya mekanisme pertanggung jawaban yang ketat, (4) motivasi kerja tinggi, (5)
persaingan antar sesama pemain lokal etapi juga pemain asing yang mulai marak
memasuki pasar dalam negri.Tidak hanya itu sejak pertengahan tahun lalu,
peredaran kosmetik impor asal China terus menggebrak pasar dalam negri dengan
produk-produknya yang terkenal murah. Namun PT. Mustika Ratu tampaknya
tidak terpengaruh dan terus menunjukkan keberhasilannya yaitu Mustika Ratu
mampu membukukan kenaikan penjualan 12,27% menjadi Rp345,58 miliar
dibandingkan Rp307,80 miliar pada 2008.Laba usaha pada 2009 mencapai
Rp41,55 miliar atau meningkat 64,24% dibandingkan dengan Rp25,30 miliar pada
2008.
Analis PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Dipo Akbar Panuntun
menilai efisiensi perseroan berperan besar dalam pencapaian peningkatan laba
usaha. Mustika Ratu sukses menekan beban usaha dari 47,45% menjadi 44,44%,
sehingga mereka membukukan margin usaha yang lebih baik yaitu sebesar
12,02% pada 2009 dibandingkan dengan 8,22% pada 2008, paparnya dalam riset
yang dipublikasikan pada 26 Oktober lalu. Pada periode Januari-September tahun
ini, penjualan tumbuh 4,14% menjadi Rp252,41 miliar dibandingkan dengan
Rp242,38 miliar pada periode yang sama tahun lalu. (www.mustika-ratu.co.id)
3.2. Profil Pendiri Perusahaan
BRA Mooryati Soedibyoadalah anak seorang mantan Bupati Brebes,
bernama KRMTA Poornomo Hadiningrat,BRA Mooryati Soedibyomerupakan
cucu Sri Susuhunan Pakoe Boewono X Keraton Surakarta, lahir di Surakarta, 5
Januari 1928 sebagai puteri yang tumbuh di dalam KerajaanKeraton
Surakarta,dibawah pengawasan kakek dan neneknya. Tradisi keluarga yang
aristokrat sudah menjadi bagian hidup sehari-hari dari puteri ini sejak kecil.
Dengan sangat sabar dan perhatian, puteri keraton ini mempelajari keterampilan
meramu bahan-bahan alami untuk dibuat Jamu untuk perawatan kesehatan dan
kecantikan.
BRA Mooryati Soedibyo dibimbing langsung oleh eyang puterinya,BRA
Mooryatitak hanya mempelajari tetapi juga mewarisi pengetahuan memilih
tetumbuhan berkhasiat, serta meraciknya menjadi ramuan yang bermanfaat bagi
kesehatan maupun kecantikan yang selama ini hanya menjadi monopoli para
10
11
orang lain memandang dirinya sebelah mata karena tidak lagi berkuasa, pecahnya
konflik diantara anak-anaknya, sulitnya memilih anak yang dianggap paling
kompeten, dan ambruknya perusahaan. Namun hal itu tidak terjadi pada PT
Mustika Ratu karena pendiri sudah mempersiapkan penggantinya jauh
sebelumnya dan dia juga mempersiapkan dirinya untuk melakukan penyerahan
tampuk kepemimpinan PT Mustika Ratu.
Pendiri suatu perusahaan kerap mengasosiasikan suksesi dengan kematian.
Akibatnya, bagi pendiri suksesi menjadi masalah yang tabu dibicarakan. Juga
sering terjadi, meski secara resmi telah menyatakan mundur dari perusahaan,
nyatanya generasi senior masih senang ikut campur dalam aktivitas-aktivitas
bisnis perusahaan. Untuk mengatasi hal ini, sangat penting memahami kondisi
psikologis generasi senior, khususnya rasa tidak nyaman pendiri akibat harus
menyerahkan kekuasaanya kepada generasi penerus. Setelah mundur dari
perusahaan, pendiri dapat menjalankan aktivitas-aktivitas lain, seperti berkiprah
dalam kegiatan-kegiatan nirlaba seperti sosial, pendidikan, dan kesehatan.
Aktivitas-aktivitas tersebut sangat bermanfaat demi menjaga reputasi pendiri.
Menyadari hal itu, BRA Moeryati Soedibyo sudah sejak jauh hari menyiapkan
dirinya secara mental untuk bisa mengendalikan dirinya sendiri sehingga
meminimalkan efek buruk yang terjadi pada perusahaan bila sampai terjadi efek
psikologis yang tikad menguntungkan bagi perusahaan.
Seperti dikatakan oleg Soesanto (2013), komunikasi dalam perusahaan
keluarga juga menjadi hambatan bagi perencanaan suksesi. Dalam banyak
perusahaan keluarga, anggota keluarga tidak memiliki kemampuan, pengalaman,
dan kepercayaan diri untuk mengungkapkan opini dan perasaan mereka. Hal ini
menyebabkan mereka menjadi frustasi, tidak produktif, dan tidak berani
mengambil resiko. Dalam budaya dan juga tradisi keluarga, kita diajarkan untuk
tidak mengungkapkan perasaan dan keinginan yang dapat menyinggung perasaan
orang lain, meski sebenarnya setiap anggota keluarga memiliki ekspektasi tertentu
terhadap anggota yang lain. Buruknya komunikasi juga berkaitan dengan kurang
dihargainya perbedaan. Padahal perbedaan adalah kunci bagi kehidupan yang
lebih dinamis dan menarik. Namun dengan alasan menjaga keutuhan dan
kerukunan keluarga, anggota keluarga cenderung menghindari diskusi-diskusi
13
14
15
DAFTAR PUSTAKA
Baer, Greg. 2007. Real Love in the Workplace: Eight Principles for Consistently
Effective Leadership in Business. GA: Blue Ridge Press, Rome.
Basri, M. Chatib and Pierre van der Eng. 2004. Business in Indonesia: New
Challenges, Old Problems. Singapore: ISEAS.
Bernard, B. 1975. The development of organization structure in the family firm.
Journal of General Management. Autumn.
Biro Pusat Statistik. 2007. National Economic Census (Susenas) in 2006. Jakarta:
BPS. Electronic resources download: Sunday, January 11st, 2009. At
www.depkop.go.id
Casillas, Jose C., Fransisco J. Acedo and Ana M. Moreno. 2007. International
Entrepreneurship in Family Business, Northampton: Edward Elgar
Publishing, Inc.
Carsrud, Alan. L. 1994 Meanderings of a Resurrected Psychologist or, Lessons
Learned in Creating a Family Business Program. Entrepreneurship:
Theory and Practice, Vol. 19
Churchill, N.C., & Hatten, K.J. 1987. Non-market based transfers of wealth and
power: A research framework for family businesses. American Journal of
Small Business. 11(3)
Chua, Jess H., James J. Chrisman and Pramodita Sharma. 1999. Defining the
Family Business by Behavior. Entrepreneurship: Theory and Practice.
Summer 1999 v23 i4 p19. Baylor University. Electronic resources
download:
on
Sunday,
March
2nd,
2009.
At:
http://faculty.utep.edu/LinkClick.aspx?fileticket&26055.
Davis, P and D. Stern, 1988, Adaptation, survival and growth of the family
business: an integrated systems perspective, Family Business Review.
1(1).
Donckels, R. and Frohlich, E., 1991, Are family businesses really different?
European experiences from STRATOS, Family Business Review. 4(2).
Glassop, Linda and Dianne Waddel. 2005. Managing the Family Business.
Heidelberg: Heidelberg Press.
Hall, Anika, Mattias Nordqvist. 2008. Professional Management in Family
Businesses: Toward an Extended Understanding. Family Business Review.
vol. XXI, no. 1, March.
16
17
Tugiman, 1995, Peranan Usaha kecil dan Koperasi dalam Memanfaatkan Sisa
Laba BUMN, Penerbit Eresco, Bandung.
Wahjono, Sentot, 2013, Suksesi dalam Perusahaan Keluarga, Universitas
Muhammadiah Surabaya.
Widyasmoro, T. Tjahjo. 2008. Bisnis Keluarga - Suksesi atau cukup 3 Generasi.
Majalah Intisari. April.
Westhead, P., 1997, Ambitions, external environment and strategic factor
differences between family and non-family companies, Entrepreneurship
and Regional Development 9(2)
Zulfikar, Mochammad Reza. 2004. Analisis Pengaruh Faktor Nilai-nilai Utama
Karyawan terhadap Budaya Perusahaan PT. HM. Sampoerna, Tbk. Tesis.
Program Pasca Sarjana. Universitas Airlangga. Surabaya.
18