Anda di halaman 1dari 18

DAFTAR HALAMAN

HALAMAN JUDUL ..........................................................................................

DAFTAR ISI ......................................................................................................

ii

1. PENDAHULUAN .........................................................................................

2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................

3. TENTANG PT MUSTIKA RATU.................................................................

3.1. Profil Pertusahaan ............................................................................

3.2. Profil Pendiri Perusahaan .................................................................

4. SUKSESI DI BISNIS KELUARGA PT MUSTIKA RATU ......................... 11


5. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 14
5.1. Kesimpulan ...................................................................................... 14
5.2. Saran ................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 15

1. PENDAHULUAN
Dalam

jurnalnya,

Wahjono

mengutip

Widyasmoro

(2008)

yang

mengatakan bahwa banyak bisnis keluarga yang sulit melewati 3 generasi. Banyak
sekali persoalan yang muncul dalam suatu perusahaan yang dimiliki oleh
keluarga. Kebanyakan perusahaan keluarga terlibat dalam konflik yang
berkepanjangan untuk memperebutkan kekuasaan dalam perusahaan. Banyak
permasalahan yang melingkupi bisnis keluarga sehubungan dengan suksesi. Pada
umumnya pemegang pucuk kekuasaan perusahaan keluarga menyadari bahwa
dengan perencanaan yang baik akan didapatkan pemimpin perusahaan yang baru
dengan kualitas dan kapabilitas serta penerimaan yang baik dari sebagian besar
komponen pendukung perusahaan keluarga (p. 24).
PT. Mustika Ratu merupakan perusahaan kosmetik dan perawatan
kesehatan terbesar dan terkemuka di Indonesia. Perusahaan ini banyak di incar
oleh beberapa perusahaan raksasa seperti perusahaan kosmetik oriflamme yang
merupakan perusahaan asal swedia yang berupaya untuk membeli hak paten
Mustika Ratu untuk di pasarkan di Eropa, dan selain itu juga perusahaan Unilever
Indonesia juga berupaya untuk mendekati dan membeli saham PT Mustika Ratu,
Di dalam negeri PT. Mustika Ratu merupakan perusahaan yang memiliki image
yang baik dimata konsumen, karena kebanyakan produk-produknya di gunakan
oleh artis, dan merupakan slah satu perusahaan yang mengedepankan bahanbahan alami dari tumbuh-tumbuhan ditengah isu maraknya kosmetik yang
mengandung bahan kimia yang berbahaya, tidak hanya itu perusahaan juga
menerapkan strategi pemasarn yang menggunakan endorser sebagai pendorong
penjualan.
Seperti dikutip oleh Wahjono (2013), Longenecker (2001) mengatakan
bahwa bisnis keluarga (family business) adalah sebuah perusahaan yang anggota
keluarganya secara langsung terlibat di dalam kepemilikan dan jabatan atau
fungsi. Bisnis dilakukan secara bersama-sama di dalam keluarga. Partisipasi dari
keluarga dapat menguatkan bisnis, hal ini disebabkan anggota keluarga bersikap
setia dan berdedikasi pada perusahaan keluarga (p. 8).

Universitas Kristen Petra

Sementara itu Tracey (2001: 3-4) yang juga dikutip oleh Wahjono (2013)
menyatakan bahwa "A business is a family business if its owners think it is and
want it to be". Pernyataan ini terlihat sangat sederhana namun mengandung arti
yang sangat dalam. Dikatakan bahwa suatu perusahaan tergolong sebagai
perusahaan

keluarga

manakala

pemiliknya

berfikir

dan

menginginkan

perusahaannya sebagai perusahaan keluarga. Hal ini dapat terlihat dalam budaya
bisnis di beberapa Negara. Di Australia kebanyakan perusahaan dimiliki oleh
keluarga, tetapi hanya sedikit yang betul-betul dikelola oleh keluarga primer.
Keterlibatan keluarga dalam perusahaan lah yang membuat perusahaan
keluarga menjadi berbeda disbanding dengan perusahaan non keluarga (Miller dan
Rice, 1967). Pendapat senada juga dikemukakan oleh Bernard (1975: 42) bahwa
perusahaan keluarga dikendalikan oleh anggota keluarga tunggal khususnya dalam
proses pengambilan keputusan bisnis yang penting.
Beberapa peneliti mengintepreatsikan keterlibatan keluarga dalam hal
kepemilikan dan manajemen (Handler, 1989, p. 257). Sementara itu Churchill dan
Hatten (1987, p. 51) lebih cenderung menambahkan factor keberadaan keluarga
pada saat terjadinya suksesi yang berasal dari dalam anggota keluarga. Lebih
lanjut Carsrud (1994, p. 40) menjelaskan bahwa perusahaan keluarga adalah
perusahaan yang benar-benar dimiliki oleh keluarga dan pembuatan dan
pengambilan kebijakan perusahaan di dominasi oleh anggota "emotional kinship
group".
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Family Firm Institute untuk
the Family Business Review yang dikutip oleh (Hall, 2008), diketahui bahwa
hanya 30% dari keseluruhan perusahaan yang dimiliki oleh keluarga bisa bertahan
pada masa transisi antar generasi pada generasi ke-dua, sementara itu hanya 12%
mampu bertahan pada generasi ke-tiga dan hanya 3% saja yang mampu
berkembang sampai pada generasi ke-empat dan seterusnya (p. 51). Hal ini yang
membuat bertumbuh suburnya idiom dalam perusahaan keluarga bahwa: "generasi
pertama yang mendirikan, generasi ke-dua yang membangun, dan generasi ke-tiga
yang merusak".
Suksesi generasi pertama, dimana pendiri perusahaan keluarga sudah
merasa tidak kuat lagi memegang kendali perusahaan, biasanya karena factor usia,

Universitas Kristen Petra

merasa bahwa para pelanjutnya kurang siap, seperti dalam kasus perusahaan
keluarga Lombardi (Lansberg, 1999, p. 22). Sementara itu bagi perusahaan
generasi ke-2 terdapat permasalahan lain sehubungan dengan suksesi, yaitu pada
umumnya pemegang puncak kendali perusahaan merasa sulit memutuskan dalam
memilih pengganti. Pertimbangan loyalitas dan kedekatan emosional antara
suksesor menjadi masalah pelik yang sulit dipecahkan (Baer, 2007, p. 37). Dan
bila perusahaan keluarga telah mencapai generasi ke-tiga terdapat pergeseran
permasalahan yaitu apakah memilih suksesor dari dalam anggota keluarga
(Kellerman, 2008, p. 14) ataukah dari luar dengan pertimbangan profesionalisme
(Hall, 2008) tingkat pendidikan (Royer, 2008, p. 30), kecakapan pengelolaan
usaha, dan gender (Harveston, 1997). Lebih jauh, ketika terjadi permasalahan
suksesi di perusahaan keluarga generasi ke-empat, kebanyakan permasalahan
suksesi disebabkan oleh factor-faktor tata-nilai dari karyawan sehubungan dengan
budaya perusahaan (Zulfikar, 2004).
Miller dan Miller (2005) menyatakan bahwa, meskipun telah menjadi
perusahaan publik, Nordstrom, Inc. tetap sebagai perusahaan dengan karakteristik
perusahaan keluarga. Nordstrom, Inc. adalah perusahaan perdagangan retail
khusus di bidang pakaian, sepatu, kosmetik, asesoris dan produk-produk fashion.
Sebagai perusahaan yang berbasis di seattle, Washington, Amerika Serikat,
perusahaan keluarga ini mempunyai 166 toko yang berlokasi di 28 negara bagian.
Perusahaan keluarga ini didirikan di tahun 1901. Saat ini keluarga Norstrom
mempunyai 3 direktur dari 11 anggota dewan direktur dalam perusahaan termasuk
Presiden Direktur yaitu Blake W. Nordstrom, 48 tahun. Keluarga Nordstrom juga
masih memegang kendali dalam keputusan-keputusan strategis perusahaan dan
mempunyai 27,9% kepemilikan saham (http://www.nordstrom.com).
Grup Gudang Garam juga masih mempertahankan karakteristiknya
sebagai perusahaan keluarga. Menurut Basri dan Eng (2004), PT Gudang Garam
sebagai satu dari empat perusahaan terbesar di Indonesia adalah pabrikan rokok
sigaret terbesar di Indonesia, dan perusahaan publik terbesar ke-dua di lantai
Bursa Efek Indonesia. PT Gudang Garam didirikan di Kediri Jawa Timur di tahun
1958 oleh almarhum Surya Wonowidjojo dan kemudian dilanjutkan oleh putranya
yang bernama Rachman Halim (meninggal dunia tahun 2008). Kepemilikan

Universitas Kristen Petra

saham oleh keluarga Wonowidjojo mengalami penurunan, di tahun 1985 tercatat


94% saham perusahaan dimiliki oleh keluarga, menurun menjadi 80% di tahun
1996 dan terus menurun menjadi 76% di tahun 2000. Meskipun terus mengalami
penurunan porsi kepemilikan saham, PT Gudang Garam sebagai entitas bisnis
tetap mempunyai kinerja yang baik. Sampai dengan tahun 2004, PT Gudang
Garam masih merupakan salah satu perusahaan di Indonesia yang paling
menguntungkan, terutama bila dilihat dari indicator imbal hasil atas asset (ROA)
dan imbal hasil atas ekuitas (ROE) yang masing-masing menunjuk angka lebih
dari 20% sampai 30%. Kinerja usaha ini juga diperlihatkan saat terjadi krisis
ekonomi dan periode setelahnya.
Ilustrasi dua perusahaan di atas menunjukkan keistimewaan perusahaan
keluarga dalam perekonomian suatu Negara. Sebagai perusahaan keluarga yang
telah menjalani suksesi masih tetap dan bahkan bisa meningkatkan kinerja
perusahaan. Bahkan beberapa perusahaan keluarga berhasil menunjukkan kinerja
terbaiknya saat periode krisis melanda suatu Negara. Hal ini merupakan
pendidikan ekonomi yang baik bagi masyarakat dunia usaha.
Perusahaan keluarga telah member kontribusi yang sangat besar bagi
kegiatan ekonomi. Berbeda dengan perusahaan-perusahaan bukan keluarga yang
mengalami pasang surut pertumbuhan, perusahaan keluarga justru menunjukkan
kinerja yang stabil dan cenderung meningkat. Sebagai dampak dari itu,
perusahaan keluarga mampu member sumbangan antara 45% sampai 70% dari
Produk Domestik Kotor (GDP) dan banyak menyerap tenaga kerja di banyak
Negara (Glassop dan Waddell, 2005).
Adalah menarik untuk meneliti suksesi dalam perusahaan keluarga PT
Mustika Ratu karena ternyata banyak perusahaan besar tingkat dunia yang sampai
sekarang masih bertahan (sustain), bermula dari perusahaan keluarga yang
berhasil melaksanakan suksesi kepemimpinan dalam perusahaannya. Beberapa
perusahaan kelas dunia seperti Motorola, Nordstrom, Bakrie, Gudang Garam,
sampai sekarang tetap sebagai perusahaan keluarga meskipun mereka telah
menjadi perusahaan yang telah terdaftar sebagai perusahaan publik dalam bursa
pasar modal.

Universitas Kristen Petra

2. TINJAUAN PUSTAKA
John Davis dan Morris Taguiri yang dikutip oleh Hoover (2000, p. 61)
menyatakan bahwa terdapat tiga (3) elemen pengaruh dalam bisnis keluarga,
seperti terlihat dalam gambar 1, yaitu :
1) Keluarga, keberhasilan dalam keluarga diukur dalam artian harmoni,
kesatuan, dan perkembangan individu yang bahagia dengan harga diri yang
solid dan positif.
2) Bisnis, adalah entitas ekonomi dimana keberhasilan diukur bukan pada
harga diri dan kesenangan interpersonal individu, tetapi dalam produktivitas
dan profesionalisme. Sehingga ukuran utama seseorang terletak pada
kontribusi

terhadap

pelaksanaan

strategi,

pencapaian

terget,

dan

profitabilitas perusahaan.
3) Kepemilikan, didasarkan pada peranan seseorang dalam investasi dalam
perusahaan,

peranan

meminimalkan

risiko,

mewakili

perusahaan

berhubungan dengan pihak luar.


Keterlibatan keluarga dalam perusahaan lah yang membuat perusahaan
keluarga menjadi berbeda disbanding dengan perusahaan non keluarga (Miller dan
Rice, 1967). Pendapat senada juga dikemukakan oleh Bernard (1975: 42) bahwa
perusahaan keluarga dikendalikan oleh anggota keluarga tunggal khususnya dalam
proses pengambilan keputusan bisnis yang penting.
Beberapa peneliti menginterpretasikan keterlibatan keluarga dalam hal
kepemilikan dan manajemen (Handler, 1989). Sementara itu Churchill dan Hatten
(1987) lebih cenderung menambahkan factor keberadaan keluarga pada saat
terjadinya suksesi yang berasal dari dalam anggota keluarga. Lebih lanjut Carsrud
(1994: 40) menjelaskan bahwa perusahaan keluarga adalah perusahaan yang
benar-benar dimiliki oleh keluarga dan pembuatan dan pengambilan kebijakan
perusahaan di dominasi oleh anggota "emotional kinship group". Ini berarti bahwa
sesuatu perusahaan keluarga manakala dominasi anggota keluarga yang termasuk
dalam kelompok yang mempunyai pertalian keluarga secara emosional sangat
besar dan kelihatan secara kasat mata.

Universitas Kristen Petra

Chua, Jess H., James J. Chrisman dan Pramodita Sharma (1999) lebih jauh
menjelaskan definisi perusahaan keluarga berdasar studi empiris. Dalam beberapa
kali wawancara dengan manajemen perusahaan keluarga, pemimpin puncak
(Chief Executives Officers / CEO) dari perusahaan dengan pemegang saham
public minoritas dan dikelola oleh keluarga generasi ke-tiga menyangkal bahwa
sesuatu perusahaan adalah perusahaan keluarga manakala perusahaan lain yang
mempunyai atribut yang sama dideklarasikan. Para anggota dengan keluarga yang
sama dimana secara bersama-sama memiliki dan mengelola bisnis dengan penuh
semangat, membuktikan bahwa mereka bukanlah perusahaan keluarga. Mereka
yakin bahwa hanya bisnis yang dimiliki oleh keluarga secara penuh dan tanpa
pekerja tunggal non-keluarga lah yang bisa disebut perusahaan keluarga.
Termasuk didalam pengertian perusahaan keluarga adalah manakala, beberapa
saudara kandung dan saudara ipar ikut memiliki dan mengelola suatu perusahaan
namun mereka tidak mengelola perusahaan lainnya diluar perusahaan itu, maka
perusahaan itu bisa disebut perusahaan keluarga. Tidak ada perusahaan yang bisa
luput dari keterlibatan keluarga sebab peristiwa pembuatan beberapa keputusan
seringkali dipengaruhi oleh pasangan (suami/istri) dan anak-anak.
Ciri-ciri perusahaan keluarga pada umumnya adalah bahwa perusahaan
keluarga: (1) dimiliki oleh kelompok keluarga tunggal yang dominan dengan
jumlah kepemilikan saham lebih dari 50% (2) dirasakan sebagai perusahaan, (3)
dikelola oleh orang-rang yang berasal dari keluarga pemilik mayoritas saham
(Westhead, 1997, p. 127). Sementara itu definisi keluarga sendiri belum ditarik
garis tegas. Apakah yang dimaksud adalah keluarga kecil yang terdiri dari suami,
istri dan anak-anak, ataukah keluarga menengah yang terdiri dari dua (2) tingkat
keluarga kecil dalam arti seluruh anggota kelaurga kecil ditambah seluruh anggota
keluarga suami dan istri, ataukah keluarga besar yang terdiri dari tiga (3) tingkat
keluarga kecil dalam arti seluruh anggota kelaurga kecil ditambah seluruh anggota
keluarga kecil suami dan istri dan ditambah seluruh anggota menengah ipar.
Tugiman (1995, p. 7) mengemukakan karakteristik perusahaan keluarga
dalam konteks usaha kecil adalah (1) posisi kunci dipegang keluarga, (2)
keuangan perusahaan cenderung berbaur dengan keuangan keluarga, (3) tidak
adanya mekanisme pertanggung jawaban yang ketat, (4) motivasi kerja tinggi, (5)

Universitas Kristen Petra

tidak adanya kekhususan dalam manajemen. Memang dengan karakteristik ini,


perusahaan keluarga sangat lentur terhadap perubahan lingkungan. Hal inilah
yang menjadi alasan utama sebuah perusahaan keluarga cepat beradaptasi dan
menemukan bentuk bisnis yang cocok dan dengan segera dapat meraih peluang
dan sekaligus dapat menampik kendala yang ada. Keluwesan dan kecepatan
menyesuaikan dengan lingkungan yang berubah itu menyebabkan keberhasilan
dan sekaligus kegagalan perusahaan keluarga. Seringkali keluwesan itu
menyebabkan tumpang tindih tugas dan peran yang justru merupakan sumber
konflik (Kepner, 1983; Lansberg, 1983; Dyer, 1986).
Pada titik ekstrim yang lain, karakteristik perusahaan keluarga, justru
membuat perusahaan keluarga memilih strategi konservatif, bermain aman,
bermain pada pasar yang kurang kompetitif yang pertumbuhannya lambat (Davis
dan Stern, 1988, p. 69). Sementara itu Donckels dan Frohlich (1991, p. 159)
setelah membandingkan banyak perusahaan keluarga di delapan negara Eropa
menemukan bukti bahwa perusahaan keluarga secara konsisten menunjukkan
jaringan yang lebih terbatas, kurang kerjasama, berkolaborasi atau melakukan
sub-kontrak dengan perusahaan lain. Oleh karena itu Pery (2000, p. 121)
mengatakan bahwa sebagai konsekuensinya perusahaan tidak bisa memperoleh
tingkat keuntungan yang tinggi, cenderung stabil tidak dinamis. Berbeda dengan
kondisi perusahaan keluarga di Cina dan negara-negara di Asia Timur dan
Tenggara. Perusahaan keluarga cenderung dinamis, pengambilan keputusan cepat
dan tidak bertele-tele karena didasari oleh kepercayaan sebagai dasar untuk
survival, mempunyai hubungan personal yang erat dengan seluruh karyawan
dengan menabrak jenjang manajemen (Perry, 2000, p. 97). Lebih lanjut Harianto
(1997: 145) menyatakan kondisi itu akan kondusif bagi perkembangan perusahaan
keluarga. Berdasar kepercayaan itu, selain keputusan lebih cepat diambil, juga
memupuk disiplin dan budaya amanah. Dengan menghilangkan jenjang
manajemen yang ada, akan menempatkan setiap karyawan berada pada posisi
yang setara dengan karyawan yang lain apapapun jabatannya, sehingga
menimbulkan komitmen yang lebih kuat.

Universitas Kristen Petra

3. TENTANG PT. MUSTIKA RATU


3.1. Profil Perusahaan
Dalam website resminya di www.mustika_ratu.co.id banyak ditemukan
data tentang PT. Mustika Ratu. Perusahaan ini merupakan perusahaan
manufacturing kosmetika dan perawatan kesehatan terbesar dan terkemuka di
Indonesia. Perusahaan ini banyak di incar oleh beberapa perusahaan raksasa
seperti perusahaan kosmetik oriflamme yang merupakan perusahaan asal swedia
yang berupaya untuk membeli hak paten Mustika Ratu untuk di pasarkan di
Eropa, dan selain itu juga perusahaan Unilever Indonesia juga berupaya untuk
mendekati dan membeli saham PT Mustika Ratu, Di dalam negeri PT. Mustika
Ratu merupakan perusahaan yang memiliki image yang baik dimata konsumen,
karena kebanyakan produk-produknya di gunakan oleh artis, dan merupakan slah
satu perusahaan yang mengedepankan bahan- ahan alami dari tumbuh-tumbuhan
ditengah isu maraknya kosmetik yang mengandung bahan kimia yang berbahaya,
tidak hanya itu perusahaan juga menerapkan strategi pemasarn yang
menggunakan endorser sebagai pendorong penjualan.
Saat ini, ada banyak produsen kosmetik di Indonesia. Tetapi hanya sedikit
perusahaan yang memproduksi kosmetik dengan bahan baku alami atau herbal.
PT. Mustika Ratu sebagai produsen kosmetik dan perawatan kesehatan muncul
sebagai pelopor dalam mengembangkan produk dengan menggunakan bahan
herbal. Dengan pengalaman lebih dari 30 tahun di dalam industri ini, PT. Mustika
Ratu dapat mempertahankan secara konsisten budaya asli Indonesia.
Era modern tidak menghambat penjualan PT. Mustika Ratu untuk tumbuh.
Sebagai bukti, PT. Mustika Ratu membuktikan kelasnya dengan menjadi salah
satu produsen kosmetik dan perawatan kesehatan terbesar di Indonesia. Di 2010,
angka laba bersih naik sebesar 16,19% menjadi Rp 24 miliar dari sebelumnya Rp
21 miliar di periode yang sama di 2009. Peningkatan laba bersih juga terjadi pada
1Q2011. PT. Mustika Ratu mencatatkan penjualan sebesar Rp 83 miliar, lebih baik
dari 1Q2010 yang hanya Rp 79 miliar.
Dalam menyambut era pasar bebas ini tantangan yang menunggu para
pelaku industri kosmetik di dalam negeri memang tidak hanya berasal dari
9

Universitas Kristen Petra

persaingan antar sesama pemain lokal etapi juga pemain asing yang mulai marak
memasuki pasar dalam negri.Tidak hanya itu sejak pertengahan tahun lalu,
peredaran kosmetik impor asal China terus menggebrak pasar dalam negri dengan
produk-produknya yang terkenal murah. Namun PT. Mustika Ratu tampaknya
tidak terpengaruh dan terus menunjukkan keberhasilannya yaitu Mustika Ratu
mampu membukukan kenaikan penjualan 12,27% menjadi Rp345,58 miliar
dibandingkan Rp307,80 miliar pada 2008.Laba usaha pada 2009 mencapai
Rp41,55 miliar atau meningkat 64,24% dibandingkan dengan Rp25,30 miliar pada
2008.
Analis PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Dipo Akbar Panuntun
menilai efisiensi perseroan berperan besar dalam pencapaian peningkatan laba
usaha. Mustika Ratu sukses menekan beban usaha dari 47,45% menjadi 44,44%,
sehingga mereka membukukan margin usaha yang lebih baik yaitu sebesar
12,02% pada 2009 dibandingkan dengan 8,22% pada 2008, paparnya dalam riset
yang dipublikasikan pada 26 Oktober lalu. Pada periode Januari-September tahun
ini, penjualan tumbuh 4,14% menjadi Rp252,41 miliar dibandingkan dengan
Rp242,38 miliar pada periode yang sama tahun lalu. (www.mustika-ratu.co.id)
3.2. Profil Pendiri Perusahaan
BRA Mooryati Soedibyoadalah anak seorang mantan Bupati Brebes,
bernama KRMTA Poornomo Hadiningrat,BRA Mooryati Soedibyomerupakan
cucu Sri Susuhunan Pakoe Boewono X Keraton Surakarta, lahir di Surakarta, 5
Januari 1928 sebagai puteri yang tumbuh di dalam KerajaanKeraton
Surakarta,dibawah pengawasan kakek dan neneknya. Tradisi keluarga yang
aristokrat sudah menjadi bagian hidup sehari-hari dari puteri ini sejak kecil.
Dengan sangat sabar dan perhatian, puteri keraton ini mempelajari keterampilan
meramu bahan-bahan alami untuk dibuat Jamu untuk perawatan kesehatan dan
kecantikan.
BRA Mooryati Soedibyo dibimbing langsung oleh eyang puterinya,BRA
Mooryatitak hanya mempelajari tetapi juga mewarisi pengetahuan memilih
tetumbuhan berkhasiat, serta meraciknya menjadi ramuan yang bermanfaat bagi
kesehatan maupun kecantikan yang selama ini hanya menjadi monopoli para

10

Universitas Kristen Petra

bangsawan. Menginjak usia 15 tahun,BRA Mooryatisudah menguasai teknik tata


rias dengan baik. Puteri yang cekatan ini mulai membantu merias penari Bedhaya
dan Serimpi yang akan pentas di Keraton.
Pada tahun 1956,BRA Mooryati menikah dan meninggalkan kehidupan
keraton yang serba dilayani. Ia mulai terjun ke masyarakat, memasuki kehidupan
perkawinan dengan mendampingi dalam tugas-tugas suaminya. Dengan hidup
barunya inilah, datang kesempatan untuk mengembangkan ketrampilannya.
Dalam mengisi waktu luangnya, ibu muda ini membuat lulur dan jamu untuk
diberikan secara cuma-cuma kepada isteri teman sejawat suami. Keterampilan
BRA Mooryati Soedibyo menjadi terkenal di kalangan ibu-ibu setempat. Ibu-ibu
yang hendak mengawinkan anaknya minta tolong dibuatkan jamu Komajaya,
Komaratih, Lulur, Mangir, Parem lengkap, dan lain lain. Saat itu belum terlintas
untuk berwiraswasta di bidang jamu dan kosmetika tradisional. Semua itu beliau
lakukan semata-mata sebagai hobi, bukan bisnis. Akan tetapi, merasa senang
dengan pesanan yang meningkat dari teman-temannya, pada tahun 1973 beliau
memulai untuk membuatnya dalam skala besar, di garasi rumahnya, dibantu
dengan dua orang pembantu.

11

Universitas Kristen Petra

4. SUKSESI DI BISNIS KELUARGA PT MUSTIKA RATU


Seperti diberitakan dalam website www.jakartaconsulting.com, tanggal 12
Januari 2011 yang lalu merupakan peristiwa bersejarah bagi PT. Mustika Ratu.
Mooryati Soedibyo, pendiri perusahaan, menyerahkan tampuk pimpinan di
perusahaannya kepada anak keduanya, Putri K. Wardani. Menurut Mooryati,
peralihan kepemimpinan merupakan bagian dari impian di balik pembentukan
perusahaan. Ia juga mengatakan bahwa ia memilih penerus yang mampu dan mau
untuk beradaptasi meneruskan pengalaman dan pengetahuan serta bisa
melanjutkan filosofi dan cita-cita para pendahulu. Mooryati merasa optimis
putrinya bisa menggantikan posisinya sekaligus memajukan Mustika Ratu.
Menurut Mooryati, Putri mengalami proses yang cukup panjang di PT Mustika
Ratu.
Selama 25 tahun dia mengader ahli waris perusahaannya itu. Suksesi
dalam sebuah perusahaan keluarga, seperti yang terjadi di Mustika Ratu, kerap
menarik perhatian, mengingat suksesi adalah tahap paling kritis dalam sebuah
perusahaan keluarga. Banyak perusahaan keluarga yang justru semakin bersinar
tatkala dipimpin generasi penerus. Sayangnya, perusahaan keluarga yang redup
pamornya, bahkan ambruk, pasca perginya generasi senior dan berlangsungnya
suksesi tak kalah banyak jumlahnya. Hal ini bukan hanya terjadi di negara-negara
berkembang seperti Indonesia, tapi juga di negara-negara maju seperti Amerika
Serikat (AS), yang sistem bisnisnya dianggap sudah mapan. Terbukti dari hasil
penelitian yang dilakukan oleh Welles, yang menemukan bahwa rata-rata umur
perusahaan keluarga hanya 24 tahun karena peralihan antar generasi kurang
berjalan mulus. Sementara Lansberg (1999) mengungkapkan kurang dari 30
persen perusahaan bertahan hingga generasi kedua, dan kurang lebih hanya 10
persen yang mampu bertahan sampai generasi ketiga.
Menurut Soesanto (2013), keberhasilan suksesi di PT Mustika Ratu karena
adanya kejelasan konsep suksesi, yang dijabarkan melalui perencanaan dan
persiapan suksesi yang terstruktur dengan jelas. Namun perencanaan suksesi
kerap menemui hambatan-hambatan. Salah satu penghambat perencanaan suksesi
berkaitan dengan kondisi psikologis sang pendiri. Yaitu ketakutan pendiri bila
12

Universitas Kristen Petra

orang lain memandang dirinya sebelah mata karena tidak lagi berkuasa, pecahnya
konflik diantara anak-anaknya, sulitnya memilih anak yang dianggap paling
kompeten, dan ambruknya perusahaan. Namun hal itu tidak terjadi pada PT
Mustika Ratu karena pendiri sudah mempersiapkan penggantinya jauh
sebelumnya dan dia juga mempersiapkan dirinya untuk melakukan penyerahan
tampuk kepemimpinan PT Mustika Ratu.
Pendiri suatu perusahaan kerap mengasosiasikan suksesi dengan kematian.
Akibatnya, bagi pendiri suksesi menjadi masalah yang tabu dibicarakan. Juga
sering terjadi, meski secara resmi telah menyatakan mundur dari perusahaan,
nyatanya generasi senior masih senang ikut campur dalam aktivitas-aktivitas
bisnis perusahaan. Untuk mengatasi hal ini, sangat penting memahami kondisi
psikologis generasi senior, khususnya rasa tidak nyaman pendiri akibat harus
menyerahkan kekuasaanya kepada generasi penerus. Setelah mundur dari
perusahaan, pendiri dapat menjalankan aktivitas-aktivitas lain, seperti berkiprah
dalam kegiatan-kegiatan nirlaba seperti sosial, pendidikan, dan kesehatan.
Aktivitas-aktivitas tersebut sangat bermanfaat demi menjaga reputasi pendiri.
Menyadari hal itu, BRA Moeryati Soedibyo sudah sejak jauh hari menyiapkan
dirinya secara mental untuk bisa mengendalikan dirinya sendiri sehingga
meminimalkan efek buruk yang terjadi pada perusahaan bila sampai terjadi efek
psikologis yang tikad menguntungkan bagi perusahaan.
Seperti dikatakan oleg Soesanto (2013), komunikasi dalam perusahaan
keluarga juga menjadi hambatan bagi perencanaan suksesi. Dalam banyak
perusahaan keluarga, anggota keluarga tidak memiliki kemampuan, pengalaman,
dan kepercayaan diri untuk mengungkapkan opini dan perasaan mereka. Hal ini
menyebabkan mereka menjadi frustasi, tidak produktif, dan tidak berani
mengambil resiko. Dalam budaya dan juga tradisi keluarga, kita diajarkan untuk
tidak mengungkapkan perasaan dan keinginan yang dapat menyinggung perasaan
orang lain, meski sebenarnya setiap anggota keluarga memiliki ekspektasi tertentu
terhadap anggota yang lain. Buruknya komunikasi juga berkaitan dengan kurang
dihargainya perbedaan. Padahal perbedaan adalah kunci bagi kehidupan yang
lebih dinamis dan menarik. Namun dengan alasan menjaga keutuhan dan
kerukunan keluarga, anggota keluarga cenderung menghindari diskusi-diskusi

13

Universitas Kristen Petra

tentang perbedaan dalam bisnis perusahaan. Namun PT Mustika Ratu tidak


mengalami hambatan yang signifikan atas peralihan kepemimpinan karena
komunikasi sudah lama terjalin dengan baik antara pendiri dan anaknya yang
sudah lama memang dipersiapkan untuk mnggantikan posisi pendiri.
Untuk mengatasi kendala komunikasi yang bisa merusak proses suksesi
kepemimpinan pada perusahaan keluarga, tidak bisa tidak, harus selalu
meningkatkan keterampilan berkomunikasi. Salah satu caranya adalah mengikuti
pelatihan komunikasi sehingga anggota keluarga lebih terbiasa dan percaya diri
dalam mengungkapkan perasaan dan keinginannya secara asertif. Perasaan
generasi penerus yang kurang dihargai juga menjadi salah satu hambatan dalam
perencanaan suksesi. Padahal generasi penerus ingin dihargai layaknya generasi
senior, terutama berkaitan dengan prestasi yang telah mereka capai. Akibatnya
generasi penerus cenderung bersikap apatis terhadap perencanaan suksesi dan
masa depan perusahaan. Oleh karenanya anggota keluarga menyadari pentingnya
saling menghargai. Perlu pula disadari bahwa penghargaan non finansial, semisal
penghargaan emosional, sama pentingnya dengan penghargaan finansial.
Selain dari pihak keluarga, hambatan perencanaan suksesi adakalanya
datang dari manajemen profesional non keluarga. Banyak manajer profesional
yang enggan bergeser dari hubungan lebih akrab dengan pendiri kepada hubungan
yang lebih formal dengan pengganti. Bagi manajer profesional, jalinan emosional
dengan pendiri menjadi daya tarik bekerja dalam perusahaan keluarga. Manajer
profesional juga acap menganggap generasi penerus kurang memiliki semangat
dan keterampilan kewirausahaan dibanding generasi senior. Pengendalian formal
seperti anggaran, sistem informasi manajemen, dan sistem sumber daya manusia,
akan membatasi kebebasan dan pengaruh mereka. Hambatan lainnya datang dari
lingkungan eksternal seperti pelanggan dan pemasok, yang lebih senang menjalin
hubungan dengan pendiri dan belum percaya dengan generasi penerus. Untuk
mengatasi hal ini, pendiri harus secara berkelanjutan mendorong pengembangan
kompetensi generasi penerus sehingga setara dengan generasi senior, bahkan
kalau bisa melebihinya. Dengan demikian, kepercayaan para manajer profesional
dan karyawan non keluarga, pelanggan, dan pemasok akan tumbuh.

14

Universitas Kristen Petra

5. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1. Kesimpulan
Berdasarkan analisa ini, bisa diambil kesimpulan bahwa suksesi
kepemimpinan yang terjadi pada pada PT Mustika Ratu berjalan dengan tanpa
hambatan yang berarti. Meskipun para ahli mengatakan bahwa sebagian besar
perusahaan keluarga akan mengalami kejatuhan atau hambatan saat terjadi
suksesi, hal ini tidak terjadi pada PT Mustika ratu yang telah melakukan proses
penyerahan kepemimpinan dari pendiri ke generasi penerus.
Keberhasilan ini tidak tterslepas dari kesadaran dari pendiri bahwa akan
datang suatu masa dimana dia harus menyerahkan perusahaan yang telah
dirintaisnya tersebut kepada generasi penerus. Dengan demikian pendiri
menyiapkan generasi penerus jauh sebelum penyerahan kepemimpinan tersebut
dilakukan sehingga tidak ada pengaruh negatif terhadap perusahaan.
5.2. Saran
Melihat keberhasilan PT Mustika Ratu melakukan suksesi kepemimpinan,
maka perlu catatan sejarah ini diambil contoh bagi perusahaan keluarga lainnya
yang tidak ingin perusahannya ambruk setelah terjadi suksesi. Ini karena suksesi
menurut para ahli memang merupakan hal yang sangat rrawan dalam sebuah
bisnis keluarga.
Salah satu cara untuk menghindari dampak negatif suksesi tersebut adalah
sengan melakukan persiapan yang matang jauh sebelum pperistiwa suksesi
tersebut harus terjadi. Persiapan tersebut tidak hanya semata menyiapkan
pengganti, namun juga menyiapkan mental bagi yang diganti dan juga
mengkondisikan manajemen perusahaan untuk siap menghadapi suksesi tersebut.

15

Universitas Kristen Petra

DAFTAR PUSTAKA

Baer, Greg. 2007. Real Love in the Workplace: Eight Principles for Consistently
Effective Leadership in Business. GA: Blue Ridge Press, Rome.
Basri, M. Chatib and Pierre van der Eng. 2004. Business in Indonesia: New
Challenges, Old Problems. Singapore: ISEAS.
Bernard, B. 1975. The development of organization structure in the family firm.
Journal of General Management. Autumn.
Biro Pusat Statistik. 2007. National Economic Census (Susenas) in 2006. Jakarta:
BPS. Electronic resources download: Sunday, January 11st, 2009. At
www.depkop.go.id
Casillas, Jose C., Fransisco J. Acedo and Ana M. Moreno. 2007. International
Entrepreneurship in Family Business, Northampton: Edward Elgar
Publishing, Inc.
Carsrud, Alan. L. 1994 Meanderings of a Resurrected Psychologist or, Lessons
Learned in Creating a Family Business Program. Entrepreneurship:
Theory and Practice, Vol. 19
Churchill, N.C., & Hatten, K.J. 1987. Non-market based transfers of wealth and
power: A research framework for family businesses. American Journal of
Small Business. 11(3)
Chua, Jess H., James J. Chrisman and Pramodita Sharma. 1999. Defining the
Family Business by Behavior. Entrepreneurship: Theory and Practice.
Summer 1999 v23 i4 p19. Baylor University. Electronic resources
download:
on
Sunday,
March
2nd,
2009.
At:
http://faculty.utep.edu/LinkClick.aspx?fileticket&26055.
Davis, P and D. Stern, 1988, Adaptation, survival and growth of the family
business: an integrated systems perspective, Family Business Review.
1(1).
Donckels, R. and Frohlich, E., 1991, Are family businesses really different?
European experiences from STRATOS, Family Business Review. 4(2).
Glassop, Linda and Dianne Waddel. 2005. Managing the Family Business.
Heidelberg: Heidelberg Press.
Hall, Anika, Mattias Nordqvist. 2008. Professional Management in Family
Businesses: Toward an Extended Understanding. Family Business Review.
vol. XXI, no. 1, March.
16

Universitas Kristen Petra

Handler, W. C. 1989. Methodological issues and considerations in studying


family businesses. Family Business Review, 2(3).
Harianto, F., 1997, Business Linkages and Chinese Entreprenuers in Southeast
Asia, in T. Brook and H.V. Luong (eds) Culture and Economy: The
Shaping of Capitalism in Eastern Asia, The University of Michigan Press,
Ann Arbor
Harveston, Paula D., Peter S. Davis and Julie A. Lyden. 1997. Succesion Planning
in family Business: The Impact of Owner Gender. Family Business
Review. Dec v10 i4 p373, Family Firm Institute, Inc.
Hoover, Edwin A., Colette Lombard Hoover, 2000, Getting Along in Family
Business The Relationship Intelligence Handbook, edisi bahasa Indonesia,
PT Raja Gravindo Persada, Jakarta.
Kellermans, Frans W., Kimberly A. Eddleston, Tim Barnett, Allison Pearson.
2008. An Exploratory Study of Family Member Characteristics and
Involvement: Effects on Entrepreneurial Behavior in the Family Firm.
Family Business Review. vol. XXI, no. 1, March.
Lansberg, Ivan. 1999. Succeeding Generations: Realizing the Dream of Families
in Business. Boston, Massachusetts: Harvard Business School Press.
Longenecker, Justin G. Moore Carlon W dan Petty, William J. 2001.
Kewirausahaan : Manajemen Usaha Kecil. Edisi Pertama. Jakarta:
Salemba Empat.
Miller, Danny and Isabelle Le Breton-Miller. 2005. Managing for the long run:
lessons in competitive advantage from great family businesses. Boston:
Harvard Business School Press.
Miller, E. J., & Rice, A. K. 1967. Systems of organizations. London: Tavistock.
Perry, Martin. 2000. Small Firm and Networks Economices, edisi bahasa
Indonesia, Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Royer, Susanne, Roland Simons, Britta Boyd, and Alannah Farrerty. 2008.
Promoting Family: A Contingency Model of Family Business Succession.
Family Business Review. vol. XXI, no. 1, March.
Susanto, 2013, Batu Sandungan Suksesi, www.jakartaconsulting.com/art-05.htm
Tracey, Denis. 2001. Family Business - Stories from Australian family business
and the people who operate them, the volatile mix of love, power and
money, Melbourne: Information Australia.

17

Universitas Kristen Petra

Tugiman, 1995, Peranan Usaha kecil dan Koperasi dalam Memanfaatkan Sisa
Laba BUMN, Penerbit Eresco, Bandung.
Wahjono, Sentot, 2013, Suksesi dalam Perusahaan Keluarga, Universitas
Muhammadiah Surabaya.
Widyasmoro, T. Tjahjo. 2008. Bisnis Keluarga - Suksesi atau cukup 3 Generasi.
Majalah Intisari. April.
Westhead, P., 1997, Ambitions, external environment and strategic factor
differences between family and non-family companies, Entrepreneurship
and Regional Development 9(2)
Zulfikar, Mochammad Reza. 2004. Analisis Pengaruh Faktor Nilai-nilai Utama
Karyawan terhadap Budaya Perusahaan PT. HM. Sampoerna, Tbk. Tesis.
Program Pasca Sarjana. Universitas Airlangga. Surabaya.

18

Universitas Kristen Petra

Anda mungkin juga menyukai