Anda di halaman 1dari 6

Ni Made Maya Aprilia Sari, S.

Ked 04104705350/04071001117 Tugas Ujian

1. Bagaimana patogenesis osteoporosis? Osteoporosis dibagi menjadi dua yaitu : a. Osteoporosis tipe I disebut juga osteoporosis pasca menopause, disebabkan oleh defisiensi estrogen akibat menopause b. Osteoporosis tipe II disebut juga osteoporosis senilis, disebabkan oleh gangguan absorpsi kalsium di usus sehingga menyebabkan hiperparatiroidisme sekunder yang mengakibatkan timbulnya osteoporosis dan akibat penurunan estrogen berperan dalam osteoporosis senilis ini. Patogenesis osteoporosis tipe I Penurunan kadar estrogen akibat menopause akan meningkatkan produksi berbagai sitokin oleh bone marrow stromal cells dan sel-sel mononuklear, seperti IL-1, IL-6, dan TNF- sehingga aktivitas osteoklas meningkat. Selain itu, menopause juga menurunkan absorpsi kalsium di usus dan menurunkan reabsorpsi kalsium di ginjal. Untuk mengatasi keseimbangan negatif kalsium akibat menopause maka kadar PTH akan meningkat sehingga osteoporosis akan semakin berat.
Menopause estrogen

Bone marrow stromal cell +sel mononuklear

Osteoblas

Sel endotel

Osteoklas

absorbsi kalsium

reabsorbsi kalsium di ginjal

IL-1, IL-6, TNF-, M-CSF

TGF-

NO Hipokalsemia PTH

diferensiasi dan maturasi osteoklas

reabsorbsi tulang Osteoporosis

Patogenesis osteoporosis tipe II Pada usia lanjut, terjadi ketidakseimbangan remodeling tulang, dimana resorpsi tulang meningkat, sedangkan formasi tulang tidak berubah atau menurun. Hal ini akan menyebabkan kehilangan massa tulang, perubahan mikroarsitektur tulang dan peningkatan risiko fraktur. Peningkatan osteoklasin seringkali didapatkan pada orang tua, tetapi hal ini lebih menunjukkan peningkatan turnover tulang dan bukan peningkatan formasi tulang. Sampai saat ini belum diketahui pasti penyebab penurunan fungsi osteoblas pada orang tua, diduga karena penurunan kadar estrogen dan IGF-1. Defisiensi kalsium dan vit.D juga sering pada orang tua karena asupan kalsium dan vitamin D yang kurang, anoreksia, malabsorpsi dan paparan sinar matahari yang rendah. Akibat defisiensi kalsium, akan timbul hiperparatiroidisme sekunder yang persisten sehingga akan semakin meningkatkan resorpsi tulang dan kehilangan massa tulang. Defisiensi protein akan menyebabkan penurunan sintesis IGF-1. Defisiensi vitamin K juga akan menyebabkan osteoporosis karena akan meningkatkan karboksilasi protein tulang, misalnya osteokalsin. Estrogen pada laki-laki berfungsi mengatur resorpsi tulang sedangkan estrogen dan progesteron mengatur formasi tulang. Kehilangan massa tulang trabekula pada laki-laki berlangsung linier, sehingga terjadi penipisan trabekula, tanpa disertai putusnya trabekula seperti pada wanita. Penipisan trabekula pada laki-laki terjadi karena penurunan formasi tulang, sedangkan putusnya trabekula pada wanita, disebabkan karena peningkatan resorpsi yang berlebihan akibat penurunan kadar estrogen yang drastis pada waktu menopause. Penurunan kadar hormon pertumbuhan (GH) dan IGF-1, juga berperan terhadap resorpsi tulang. Dengan bertambahnya umur, remodeling endokortikal dan intrakortikal akan meningkat, sehingga kehilangan tulang terutama terjadi pada tulang kortikal dan meningkatkan risiko fraktur tulang kortikal, misalnya pada femur proksimal. Risiko fraktur tinggi pada orang tua karena penurunan kekuatan otot, gangguan keseimbangan dan stabilitas postural, gangguan penglihatan, lantai yang licin atau tidak rata, dan lain sebagainya.

Usia lanjut Defisiensi vit.D, aktivitas 1- hidroksilase, resistensi thd vit>d reabsorbsi Ca di ginjal absorbsi Ca di usus

sekresi GH dan IGF-1

aktivitas fisik

sekresi estrogen Hiperparatiroidisme sekunder turnover tulang

Gangguan fungsi osteoblas

Osteoporosis Fraktur

risiko jatuh ( kekuatan otot, akivitas otot, medikasi gangguan keseimbangan, gangguan penglihatan, dll

2. Bagaimana peranan rehabilitasi medik terhadap pasien osteoporosis? Latihan dan program rehabilitasi sangat penting bagi pasien osteoporosis karena dengan latihan yang teratur, pasien akan menjadi lebih lincah, tangkas, dan kuat otot-ototnya sehingga tidak mudah terjatuh. Selain itu, latihan juga akan mencegah perburukan osteoporosis karena terdapat rangsangan biofisikelektrokemikal yang akan meningkatkan remodeling tulang. Pada pasien yang belum mengalami osteoporosis, maka sifat latihan adalah pembebanan terhadap tulang, sedangkan pada penderita yang sudah osteoporosis, maka latihan dimulai dengan latihan tanpa beban, kemudian ditingkatkan secara bertahap sehingga mencapai latihan beban yang adekuat. Selain latihan, bila dibutuhkan maka dapat diberikan alat bantu (ortosis), misalnya korset lumbal untuk pasien yang mengalami fraktur korpus vertebra, tongkat, atau alat bantu berjalan lainnya, terutama pada orang tua yang terganggu keseimbangannya. Hal lain yang juga harus diperhatikan adalah mencegah risiko terjatuh, misalnya menghindari lantai atau alas kaki yang licin, pemakaian tongkat atau rel pegangan tangan, terutama di kamar mandi atau kakus, perbaikan penglihatan, misalnya memperbaiki penerangan, menggunakan kacamata, dan lain sebagainya. Keterlibatan keluarga juga harus diperhatikan dalam latihan dan program rehabilitasi ini.

Bentuk latihan fisik untuk mencegah osteoporosis : Latihan 1a Tujuan : mencegah terjadinya postur kifosis dan menguatkan otot-otot belakang atas. Posisi : duduk tegak di kursi tanpa menyandar, kedua siku berada di samping dada, lengan bawah horizontal dan mengarah ke depan. Gerakan : tarik bahu ke belakang dan tahan sampai lima hitungan. Lakukan latihan ini sampai sepuluh kali. Latihan 1b Tujuan : mencegah terjadinya postur kifosis dan menguatkan otot-otot punggung. Posisi : duduk tegak bersandar pada kursi Gerakan : tekan punggung ke belakang pada sandaran kursi. Tahan sampai lima hitungan. Lakukan latihan ini sampai sepuluh kali. Latihan 2 Tujuan : penguatan otot ekstensor punggung, peningkatan inspirasi, dan peregangan otot pektoralis. Posisi : seperti latihan satu, kecuali tangan berada di bagian belakang kepala. Gerakan : dorong kedua siku ke belakang hingga melewati samping kepala. Tarik napas selama melakukan gerakan tersebut dan mengeluarkan napas dengan rileks. Latihan 3 Tujuan : penguatan otot-otot abdominal dengan gerakan isometrik. Posisi : tidur telentang pada permukaan yang rata dan keras. Tumit menyentuh lantai dan kedua tangan diatas perut. Gerakan : angkat kedua tungkai lurus hingga setinggi 15-20 cm. Tahan sampai lima hitungan. Lakukan latihan ini sampai sepuluh kali. Latihan 4 Tujuan : penguatan otot ekstensor punggung dan otot-otot lengan. Posisi : tidur telentang pada permukaan yang rata dan keras. Lutut ditekuk hingga membentuk sudut 900. Kedua lengan lurus ke atas (fleksi sendi bahu 900). Gerakan : gerakkan lengan ke samping kepala, tekan lengan ke lantai/tempat tidur. Tahan sampai lima hitungan. Lakukan latihan ini sampai sepuluh kali. Latihan 5 Tujuan : penguatan otot abduktor sendi panggul. Posisi : tidur miring pada permukaan yang rata dan keras, sendi panggul dan lutut ekstensi. Kepala diletakkan di atas lengan dan lutut ekstensi. Kepala diletakkan di atas lengan sisi bawah yang lurus ke atas. Lengan sisi atas ditekuk ke depan untuk mempertahankan posisi. Gerakan : angkat tungkai yang atas dengan lurus semaksimal mungkin hingga sendi panggul dan lutut ekstensi. Lakukan latihan ini sampai 10 kali. Apabila sudah melakukan pada satu sisi, lakukan pada sisi lain dengan cara yang sama.

Latihan 6 Tujuan : mengurangi lordosis Posisi : tidur telentang dengan lutut fleksi dan telapak kaki bertumpu pada lantai. Kedua tangan terletak di atas kepala (dengan rileks). Gerakan : tekan bagian lumbal ke bawah hingga menyentuh lantai dengan perut dikempiskan. Pada saat lumbal turun, tahan hingga lima hitungan. Lakukan sampai 10 kali. Latihan 7 Tujuan : penguatan otot-otot ekstensor punggung dan peningkatan LGS sendi panggul dan lutut. Posisi : posisi duduk di lantai dengan sendi lutut fleksi. Gerakan : dari posisi duduk, tubuh direbahkan ke depan, tangan lurus ke atas dan menekan perut dan dada ke permukaan paha. Saat berada pada posisi ini, tahan sampai sekitar lima hitungan dan kembali duduk. Lakukan sampai 10 kali. Latihan 8 Tujuan : penguatan otot-otot punggung dan pengurangan kifosis. Posisi : berdiri dengan punggung menempel pada tembok, lengan di samping tubuh. Gerakan : tekan punggung rata ke tembok semaksimal mungkin dengan satu lengan diangkat di samping kepala. Pertahankan punggung tetap lurus. Tahan sampai lima kali hitungan. Lakukan latihan ini sampai 10 kali.

Latihan 9 Tujuan : pengurangan kifosis dan pemberian kompresi pada sendi ekstremitas atas. Posisi : berdiri menghadap tembok dan kedua lengan menempel di tembok. Gerakan : badan condong ke depan dan dorong ke arah tembok. Sendi siku tetap lurus. Tahan sampai lima hitungan. Lakukan latihan ini sampai 10 kali. Latihan 10 Tujuan : pengurangan kifosis dan penguatan otot tungkai. Posisi : berdiri dan kedua tangan berpegangan pada kursi. Gerakan : merendahkan tubuh dengan menekuk lutut, pertahankan punggung tetap lurus. Tahan sampai lima hitungan. Lakukan latihan ini sampai 10 kali. Latihan 11 Tujuan : pengurangan/pencegahan postur kifosis dan penguatan otot ekstensor bahu. Posisi : berdiri, salah satu kaki sedikit maju untuk mengurangi tekanan pada tulang belakang khususnya lumbal. Salah satu tangan berpegangan. Gerakan : kombinasi antara keseimbangan tubuh dan gerak ekstensi sendi bahu dengan beban. Dimulai dengan memberikan beban 200-400 gram sesuai dengan kemampuan lansia. Beban dapat ditingkatkan sampai maksimal satu kilogram untuk tiap tangan. Penambahan dipertimbangkan dengan keadaan kondisi tulang.

Latihan fisik untuk menjaga mobilitas dan postur : 1. Berdiri dengan mengangkat satu tungkai 2. Berdiri dari posisi duduk, tempatkan kedua kaki di depan kursi. Pindahkan titik berat tubuh ke depan kemudian berdiri. Apabila perlu gunakan pengangan kursi. Jika sudah mampu/kuat kurangi bantuan pegangan pada kursi. Setelah ini duduk kembali. 3. Mengayun lengan 4. Gerakan leher (putar dagu ke arah bahu kiri, tegak, dan ke bahu kanan. Dekatkan telinga ke bahu kiri, tegak, dan bahu kanan. Pegang dagu dengan tangan, perlahan dorong dagu ke belakang. Hindari rotasi kepala ke belakang, seperti gerakan melihat ke atas/langit-langit. 5. Berjalan

Sumber : 1. Pudjiastuti, SS., Budi U. Fisioterapi Pada Lansia. Monica Ester, editor. Jakarta : EGC, 2002; hal : 90-101. 2. Setiyohadi, B. Osteoporosis. Aru WS., Bambang S., Idrus A., Marcellus SK., Siti S., editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI, 2007; hal : 1259-74.

Anda mungkin juga menyukai