Anda di halaman 1dari 30

2.

3 JENIS-JENIS SISTEM PERLINDUNGAN DAN KEAMANAN


TERHADAP CRIMINAL

A. CCTV

1. Pengertian Umum CCTV

CCTV (Closed Circuit Television) adalah perangkat digital (camera) yang


difungsikan untuk memantau dan mengawasi serta merekam suatu keadaan/
kegiatan pada satu ataupun beberapa tempat. CCTV pada dasarnya digunakan
untuk kebutuhan akan keamanan atau informasi terhadap suatu keadaan/ kegiatan
dalam suatu wilayah, ruangan, dan tempat-tempat yang diinginkan.
CCTV pertama kali dibuat oleh Walter Brunch, dan diisntal di sebuah area
peluncuran roket di Jerman. Oleh karena peluncuran tersebut dirasa berbahaya,
dan banyak orang yang ingin menyaksikannya, maka dibuatlah CCTV sehingga
dapat digambarkan secara detail mengenai peluncurannya. Teknologi CCTV
masih digunakan untuk melihat peluncuran roket, namun meluas fungsinya ke
keamanan bank, institusi militer dan tempat lain yang membutuhkan pengamanan
yang tinggi. Di tahun 1990 dan 2000, camera CCTV muali dipakai di area public,
seperti di sudut jalan di negara Inggris. Kualitas gambar yang diambil camera
CCTV berupa image crystal bening high-definition. CCTV untuk masa depan
juga dapat digunakan untuk membaca signature dan implementasi pemandangan
tengah malam (night-vision). Ketika CCTV mendeteksi adanya gerakan, maka
email akan dapat dikirimkan ke alamat yang dituju, memperingatkan pemilik
email akan keadaan bahaya. Adapun perlengkapan-perlengkapan CCTV, antara
lain sebagai berikut.
a. DVR (Digital Video Recorder) adalah sebuah media penyimpan hasil
rekaman video yang telah terpantau oleh kamera CCTV. Kapasitas
penyimpanan hasil rekaman tergantung pada harddisk yang terpasang . Hasil
rekaman video tersebut ada yang berformat QCIF, MPEG-4 dan avi. Dan
biasanya input DVR terdiri dari 4, 8, 16 dan 32 channel kamera.
b. Kabel Coaxial (RG-59, RG-6 dan RG-11) merupakan sebuah jenis kabel
yang biasa digunakan untuk mengirimkan sinyal video dari kamera CCTV ke
monitor.
c. BNC (Bayonet Neill Concelman)  connector,  Tipe konektor RF yang pada
umumnya dipasang pada ujung kabel coaxial, sebagai penghubung kamera
CCTV dengan alat perekam (DVR) maupun secara langsung ke monitor
CCTV.
d. Monitor untuk menampilkan keseluruhan gambar dari kamera sesuai inputan
.

Sumber : https://www.amazon.co.uk/MONITOR-1080P-OYN-X-SCREEN-
SECURITY/dp/B015EAOAKQ

Sumber : https://aceguard.co.id/2016/12/14/jenis-cctv-bagian-2/
Jika ingin memasang perangkat ini, hal pertama yang harus ditilik adalah
menyesuaikannya dengan kebutuhan. Kamera CCTV bisa diletakkan dalam maupun di luar
rumah.
Sumber : https://revlightsecurity.com/product/hd-ip-bullet-cctv-camera/

Untuk kamera luar ruangan, biasanya telah didesain agar lebih tahan cuaca dan mampu
menjangkau area yang lebih luas, dengan deteksi gerak yang lebih akurat. Sementara kamera
untuk dalam ruang, umumnya memiliki desain yang lebih cantik agar tetap bisa berpadu apik
dengan interior rumah.

Berikutnya, perhatikanlah sentifitas cahaya kamera, yang berpengaruh pada kualitas


gambar yang akan dihasilkan. Tentu saja, kualitas gambar ini, juga tergantung dari tingginya
resolusi yang dimiliki. Hal lain yang tidak kalah penting untuk diperhatikan adalah menilik
fitur pelengkap dari sebuah kamera CCTV. Antara lain menilik kemampuan kamera untuk
melakukan perubahan gerakan ke arah kiri atau ke arah kanan (pan) dan gerakan ke atas atau
ke bawah (tilp), kemampuan zooming kamera untuk menangkap suatu obyek secara lebih
detail, ataupun warna gambar rekaman, hitam putih atau berwarna. Gambar hitam putih pada
umumnya lebih mampu mengkap gambar secara lebih tajam pada ruangan yang memiliki
penerangan minim. Namun, gambar berwarna kini juga ada yang telah dilengkapi fitur untuk
mengubah warna gambar untuk menjadi hitam putih. Tentu saja, kelengkapan fitur yang
dipilh sebaiknya disesuaikan dengan budget yang tersedia.

Komponen kamera akan menangkap obyek gambar yang akan ditransformasikan


menjadi sinyal-sinyal elektronik, dan selanjutnya sinyal-sinyal tersebut akan dikonversikan
dari format analog menjadi format digital dan ditransfer melalui sebuah komputer dan
dikompresi untuk selanjutnya dikirim melalui jaringan. Untuk sistem kamera CCTV
surveillance yang digunakan di lokasi tertentu misalnya dalam satu gedung, biasanya akan
cukup mudah bagi kita semua bila ingin menambah jumlah kamera yang dipasang tetapi
kadang-kadang untuk dapat melihat tampilan gambar dari setiap kamera yang ada menjadi
permasalahan tersendiri, karena sistem jaringan yang ada di gedung tersebut kurang
mendukung. Seharusnya bila gedung tersebut sudah dilengkapi dengan sistem jaringan yang
baik, berapapun penambahan jumlah kamera serta darimana saja kita akan melihat tampilan
gambar dari setiap kamera tidak akan menjadi masalah.
Umumnya kualitas tampilan gambar yang kurang bagus juga karena dipengaruhi
pencahayaan yang tidak mencukupi atau sangat kurang yang akan mengakibatkan
warna yang muncul terlihat membosankan dan kabur. Ukuran yang digunakan dalam
dalam pencahayaan ini adalah Lux, misalnya sinar matahari yang terang memiliki
ukuran 100.000 Lux, sinar lilin hanya 1 lux. Untuk mendapatkan kualitas gambar
yang bagus biasanya dibutuhkan sekitar 200 lux.

2. Jenis-jenis Kamera CCTV


Adapun jenis-jenis kamera CCTV antara lain adalah sebagai berikut :
a. Box Kamera CCTV
Jenis kamera ini baik untuk digunakan untuk pengamatan jarak jauh dan
ditempatkan pada bidang vertikl. Untuk keadaan dimana cahaya yang minim
tidak terlalu menjadi pertimbangan. Bila kamera ini dipasang masih dalam
jangkauan tangan, lebih baik ditembahkan tempat untuk pelindung kamera
tersebut. Kamera jenis ini dapat digabungkan dengan alat tambahan yang
mendukung teknologi infra merah dengan (lensa kamera CCTV yang
digunakan juga harus sensitif terhadap sinar infra merah).

Sumber : https://www.cctvcamerapros.com/Box-Security-Camera-p/pro-680dn.htm
b. Dome Kamera CCTV
Dome kamera ini lensa CCTVnya dilindungi oleh kubah, karenanya jenis
kamera ini sulit rusak. Pemasangan model dome relatif lebih mudah. Orang
sulit menebak arah darii kamera karena posisi kamera tertutupi kubah.

Sumber : https://www.cctvcamerapros.com/IR-Dome-Camera-p/dpro-ec550vf2.htm
c. Infra Red Kamera CCTV
Infra red kamera ini baik untuk digunakan di tempat yang relatif gelap.
Untuk jauhnya jangkaun yang ditangkap tegntung dari kapasitas
pencahayaan yang dimiliki, yaitu LED yang dimiliki.

Sumber : https://www.grainger.com/product/FLIR-Infrared-Camera-53PW97
d. Wireless CCTV Kamera
Dikenal dengan IP Kamera, terdiri dari berbagai macam dan ukuran.
Ada yang menggunakan baterai dan tidak. Terkoneksi secara langsung
dengan internet, sehingga anda dapat melihat secara realtime yang anda
awasi. Dapat diakses melalui HP yang mendukung untuk livestream CCTV
tersebut.

Sumber : https://tokokomputer007.com/kamera-cctv-tanpa-kabel/
e. Bullet Kamera CCTV
Kamera ini cocok digunakan untuk pengamatan CCTV jarak pendek
dan menengah. CCTV ini memiliki jenis kamera yang terbatas, sehingga
mempengaruhi kualitas gambar yang dihasilkan.
Sumber : https://www.indiamart.com/proddetail/bullet-cctv-camera-9745269962.html
f. Convert CCTV Kamera
Kamera CCTV ini dimaksudkan untuk penggunaan yng tersembunyi
agar orang-orang tidak menyadari dengan keberadaan kamera ini.

Sumber : https://www.unifore.net/analog-surveillance/how-to-convert-960h-wd1-cctv-to-
ip-surveillance-system.html

3. Prinsip Kerja Pada Kamera CCTV


Kamera CCTV,  pasti semua orang sudah mengetahui bahkan pernah melihat
kamera CCTV dimana-mana. Kamera CCTV memang sudah sangat banyak di
gunakan sebagai sarana pencegahan tindak kriminalitas yang ampuh maka dari
itu sudah banyak kamera CCTV yang di pasang di kantor, rumah, toko dan
sebagainya. Tidak hanya untuk tempat tapi kamera CCTV juga telah di gunakan
sebagai pemantau aktivitas lalu lintas dengan menempatkan kamera CCTV di
titik-titik pusat jalan perkotaan dan juga ada fasilitas kamera CCTV Online yang
dapat Anda cek hasil rekamanannya secara online. Meskipun kamera CCTV
sudah terpasang dimana-mana, sayangnya masih sedikit orang yang mengetahui
bagaimana cara kerja CCTV dan tetap saja masih ada orang yang belum
mengetahui apa itu CCTV. Sebenarnya cara kerja kamera CCTV tidaklah terlalu
berbeda dengan kamera video lainnya, yaitu bertugas sebagai alat perekam suatu
kejadian atau suatu aktivitas pada waktu dan tempat tertentu. Namun yang
menjadi pembeda cara kerja cctv dengan cara kerja kamera biasa yaitu:
a. Kamera CCTV dapat merekam Secara Otomatis 
Kamera CCTV dapat merekam segala kegiatan atau aktivitas secara
otomatis dengan cara kerja yang dapat di atur pada pengaturan system CCTV
terlebih dahulu. Kamera CCTV akan  selalu melakukan aktivitas perekaman
selama persediaan kapasitas media penyimpanan pada DVR CCTV masih
tersedia.
b. Kamera CCTV sebagai Alat Pencegah Keamanan
Yang membedakan cara kerja CCTV dengan cara kerja kamera biasa 
yaitu kamera CCTV lebih di fungsikan sebagai kamera pengamanan karena
beberapa kamera CCTV dapat tersembunyi dengan baik sebagai alat
pengintai yang cocok di gunakan sebagai kamera pengaman.
4. CCTV difungsikan sebagai sensor posisi atau sensor jarak.

Adapun fungsi lain CCTV yakni sebagai sensor posisi atau sensor jarak,

syarat-syaratnya adalah sebagai berikut:

a. Akusisi Citra

Dalam proses akusisi citra dikenal dengan trigger (picu), frame, log,
start dan stop. Start adalah mulai gambar atau kamera berjalan dalam
display, untuk ini hanya memerlukan monitor. Trigger adalah picu saat
kapan frame mulai masuk kedalam memori. Frame masuk ke dalam memori
bisa disetting. Trigger ini bisa diatur pengulangan picu dalam video stream.
Log adalah banyaknya frame yang masuk dalam memori.
b. Pengolahan gambar Morphologi

Morpologi adalah satu teknik pengolahan citra yang berdasakan pada


bentuk obyek. Nilai dari tiap piksel pada citra keluaran berasal dari operasi
perbandingan suatu piksel dengan piksel-piksel disekitarnya (neighbors)
pada citra masukan. Operasi perbandingan ini bergantung pada suatu struktur
elemen. Struktur elemen adalah matrik yang digunakan untuk memberikan
suatu tanda pada piksel-piksel di sekitar piksel asal (origin) dengan suatu
bentuk dan ukuran tertentu. Matrik ini mempunyai bentuk dan ukuran yang
bebas dan mempunyai nilai 1 dan 0. Operasi morphologi dapat dibagi
menjadi dua operasi dasar, yaitu Erosi dan Dilasi.
c. Segmentasi

Segmentasi adalah suatu proses untuk memisahkan sejumlah objek dalam suatu
citra dari latar belakangnya. Proses segmentasi dapat dilakukan dengan
menggunakan dua buah pendekatan sebagai berikut :

 Metode berdasarkan tepi (edge–based)

Metode ini berbasiskan perbedaan atau perubahan mendadak nilai


intensitas suatu piksel terhadap piksel tetangganya.
 Metode berdasarkan daerah (region-based)

Metode ini berbasiskan kesamaan nilai suatu piksel terhadap


piksel tetangganya. akan pada citra biner.

5. Penempatan Kamera CCTV


Hal lain yang membedakan cara kerja kamera CCTV dengan cara kerja
kamera video pada umumnya adalah penempatan kamera CCTV yang dipasang
di tembok, atas plafon atau tempat strategis lainnya yang diperhitungkan dapat
merekam suatu peristiwa atau kejadian di tempat tersebut dengan jangkauan lebih
luas.
B. Tangga
1. Pengertian Tangga
Tangga merupakan konstruksi yang dirancang untuk menghubungkan satu
lantai dengan lantai di atasnya, sehingga berfungsi sebagai jalan untuk naik dan
turun antara lantai tingkat. Dari segi penggunaan bahan, tangga terbagi atas;
a. Konstruksi tangga kayu, untuk bangunan sederhana dan semi
permanen. Pertimbangan : material kayu ringan, mudah didapat serta
menambahkan segi estetika yang tinggi bila diisi dengan variasi profil
dan difinishing dengan rapi. Kelemahan : tidak dapat dilalui oleh beban-
beban yang berat, lebarnya terbatas, memiliki sifat lentur yang tinggi
serta konstruksi tangga kayu tidak cocok ditempatkan di ruang terbuka
karena kayu mudah lapuk jika terkena panas dan cahaya.
b. Konstruksi tangga baja, biasanya digunakan pada bangunan yang
sebagian besar komponen-komponen strukturnya terdiri dari material baja.
Tangga ini digunakan pada bangunan semi permanen seperti bangunan
peruntukan bengkel, bangunan gudang, dan lain-lain. Tangga ini kurang
cocok untuk bangunan dekat pantai karena pengaruh garam akan
mempercepat proses karat begitupun bila ditempatkan terbuka akan
menambah biaya perawatan.
c. Konstruksi tangga beton, sampai sekarang banyak digunakan pada
bangunan bertingkat 2 (dua) atau lebih dan bersifat permanent seperti
peruntukan kantor, rumah tinggal, pertokoan.
d. Konstruksi tangga batu/bata, konstruksi ini mulai jarang digunakan
karena sudah ketinggalan dalam bentuk, kekuatan, efisiensi
pembuatannya, dana sangat terbatas dalam penempatannya. Teknik
Keselamatan Departemen Biro Jasa Pekerja Nasional Kompensasi telah
menyiapkan standar berikut sebagai saran untuk pembangun tangga untuk
membantu menghilangkan beberapa penyebab yang bertanggung jawab
untuk banyak kecelakaan.
1) Tangga harus bebas dari goncangan keras.
2) Mudah ditemukan oleh semua orang.
3) Dimensi bordes harus sama dengan atau lebih besar dari lebar tangga
antara pegangan tangan dengan dinding.
4) Semua antride dan optride dalam setiap anak tangga harus sama.
5) Semua tangga harus dilengkapi dengan substansial dan 36 inci
pegangan tangan di ketinggian dari pusat dari tapak yang permanen.
6) Semua pegangan tangan harus memiliki sudut bulat dan permukaan
yang halus dan bebas dari serpihan.
7) Sudut tangga dengan horisontal tidak boleh lebih dari lima puluh
derajat dan tidak kurang dari dua puluh derajat.
8) Anak tangga tidak boleh licin, dan tanpa ada baut, sekrup, atau paku
yang menonjol.
2. Bagian-bagian Tangga
a. Ibu tangga
Merupakan bagian tangga yang berfungsi mengikat anak tangga.
Material yang digunakan untuk membuat ibu tangga misalnya antara lain,
beton bertulang, kayu, baja, pelat baja, baja profil canal, juga besi.Kombinasi
antara ibu tangga dan anak tangga biasanya untuk bu tangga misalnya, beton
bertulang di padukan dengan anak tangga dari bahan papan kayu, bisa juga
keduanya dari bahan baja, untuk ibu tangga menggunakan profil kanal untuk
menopang anak tangga yang menggunakan pelat baja.
b. Anak Tangga
Merupakan elemen dari tangga yang perlu perhatian cukup penting.
Karena sering dilalui untuk naik turun pengguna, bahan permukaan anak
tangga harus benar-benar aman, nyaman agar terhindar dari kemungkinan
kecelakaan seperti terpeleset karna licin atau terlalu sempit. Anak tangga
terdiri dari 2 bagian, yaitu bagian horizontal (pijakan datar) dan vertical
(pijakan untuk langkah naik). Ukuran lebar anak tangga untuk hunian berkisar
antara 20-33 cm. dan untuk bagian vertical langkah atasnya berkisar antara 15-
18 cm. untuk ukuran tangga darurat biasanya bagian vertical mencapai 20 cm.
Ukuran lebar tangga juga penting diperhatikan, untuk panjang atau lebar
tangga pada hunian tempat tinggal adalah minimal 90 cm. sedangkan untuk
tangga servis biasanya lebih kecil, yaitu 75 cm.
c. Railing
Merupakan pegangan dari tangga. Material yang bisa digunakan
bermacam jenis nya. Misalnya menggunakan pegangan dari bahan kayu, besi
hollow bulat, baja, dll. Terkadang saya juga sering jumpai tangga yang tanpa
railing, dan ini penting untuk diperhatikan, misalnya menjaga anak-anak yang
ingin menaiki tangga, jangan sampai terjatuh karena tidak ada railingnya.
Ukuran pegangan railing tangga dengan ukuran diameter 3,8 cm merupakan
ukuran yang bisa mengakomodasi sebagian besar ukuran tangan manusia.
Untuk kenyamanan pegangan tangga, perlu diperhatikan juga jarak antara
railing pegangan tangga dengan jarak tembok, jarak 5 cm saya rasa sudah
cukup.
d. Bordes
Bordes biasa juga disebut Landing. Merupakan bagian dari tangga
sebagai tempat beristirahat menuju arah tangga berikutnya. Bordes juga
berfungsi sebagai pengubah arah tangga. Umumnya, keberadaan bordes
setelah anak tangga ke 15. Kenyamanan bordes juga perlu diperhatikan, untuk
lebarnya harus diusahakan sama dengan lebar tangga.
e. Baluster
Merupakan penyangga pegangan tangga, biasanya bentuknya
mengarah vertical. Material baluster bisa terbuat dari kayu, besi, beton, juga
baja. Terkadang juga saya pernah melihat material baluster menggunakan
kaca. Untuk keamanan dan kenyamanan pengguna tangga, usahakan jarak
antar baluster tidak terlalu jauh, terutama untuk keamanan anak kecil.Untuk
ukuran ketinggian baluster, standarnya kurang lebih antara 90-100 cm.
3. Jenis Tangga
a. Tangga Utama
Tangga utama berfungsi untuk sirkulasi orang berjalan kaki serta ke
lintasan utama pada bangunan gedung antar lantai tingkat dalam kondisi
keseharian karena menjadi sirkulasi utama maka pada tangga utama harus
memenuhi persyaratan kenyamanan pemakaian untuk naik maupun turun yang
tidak melelahkan dan membahayakan pemakainya.
Syarat tangga utama :
1) Letak tangga berada pada sirkulasi utama bangunan, mudah dilihat
dan dijangkau dari pintu masuk bangunan dan mempunyai
penerangan yang cukup baik dari alam maupun buatan.
2) Mempunyai penerangan yang cukup khususnya buatan.
3) Memenuhi persyaratan kenyamanan pemakain, misalnya;
 Sudut kemiringan tangga 28°-35°
 Jumlah anak tangga sampai bordes maksimal 12 trap
 Tinggi trap anak tangga maksimal 19 cm
 Lebar bordses = ½ lebar ruang tangga
 Perbandingan antrede : optrede memenuhi rumus (a + 2.O = 62 cm
s/d 65 cm)
 Perhitungan jumlah anak tangga : [2(n + 1) = t/O]
 Perhitungan lebar bordes ; [P = (a x n) + b]
 Harus dicek ; (b = ½ l)
b. Tangga Darurat
Tangga darurat adalah tangga yang digunakan untuk mengevakuasi atau
menyelamatkan penghuni gedung dari pengaruh bahaya. Seperti kebakaran
dan gempa bumi.
Syarat tangga darurat :
Pada tangga darurat harus diadakan penandaan jalur tangga. Dalam
perencanaan penandaan tangga darurat/kebakaran ada beberapa kriteria
yang disyaratkan berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor: 26/PRT/M/2008 Bab 3 butir 3.8.4, antara lain:
1 Menunjukkan tingkat lantai,
2 Menunjukkan akhir teratas dan terbawah dari ruang tangga
terlindung,
3 Menunjukkan tingkat lantai dari, dan ke arah eksit pelepasan,
4 Diletakkan di dalam ruang terlindung di tempat mendekati 1,5 m
di atas bordes lantai dalam suatu posisi yang mudah terlihat bila
pintu dalam posisi terbuka atau tertutup,
5 Dicat atau dituliskan pada dinding atau pada penandaan terpisah
yang terpasang kuat pada dinding,
6 Huruf identifikasi jalur tangga harus ditempatkan pada bagian atas
dari penandaan dengan tinggi minimum huruf 2,5 cm dan harus
memenuhi ketentuan tentang “karakter huruf”,dan
7 Angka level lantai harus ditempatkan di tengah-tengah penandaan
dengan tinggi angka minimum 12,5 cm.
8 Letaknya berhubungan dengan dinding luar bangunan dan
mempunyai pintu akses keluar gedung.
9 Dilengkapi dengan pintu dari bahan tahan api sekurang-kurangnya
selama 3 jam.
10 Pada bagian bordes dilengkapi jendela kaca yang bisa dibuka dari
luar untuk penyelamatan penghuni.
11 Dilengkapi cerobong pengisap asap di samping pintu masuk.
12 Pada tangga darurat harus dilengkapi dengan lampu peneragnan
dengan supply baterai darurat.

sumber : https://www.synergysolusi.com/tangga-darurat-tangga-kebakaran.html
Sumber : https://www.synergysolusi.com/tangga-darurat-tangga-kebakaran.html

Selain itu ada persyaratan lain yang harus diterapkan pada suatu
bangunan.
Tangga kebakaran mempunyai beberapa persyaratan, yaitu :
1) Tangga terbuat dari konstruksi beton atau baja yang mempunyai
ketahanan kebakaran selama 3 jam.
2) Tangga dipisahkan dari ruangan-ruangan lain dengan dinding beton
yang tebalnya minimum 15 cm atau tebal tembok 30 cm yang
mempunyai ketahanan kebakaran selama 2 jam.
3) Bahan-bahan finishing, seperti lantai dari bahan yang tidak mudah
terbakar dan tidak licin.
4) Pintu tangga terbuat dari bahan yang tahan kebakar (pintu tahan api)
5) Pintu paling atas membuka ke arah luar (atap bangunan) dan semua
pintu lainnya membuka ke arah ruangan tangga, kecuali pintu paling
bawah membuka ke luar dan langsung berhubungan dengan ruangan
luar. supaya asap kebakaran tidak masuk ke dalam ruangan tangga,
maka di depan tangga dipasang exhaust fan, sedangkan pada
ruangan tangga dipasang pressure fan yang berfungsi menekan atau
memberi tekanan di dalam ruangan tangga yang lebih besar daripada
tekanan pada ruangan luar. Pada gedung yang menjadi objek
pengamatan kami exhaust fan dan pressure fan dapat kita lihat pada
gambar potongan gedung.
6) Di dalam dan di depan tangga diberi alat penerangan sebagai
petunjuk arah ke tangga dengan daya otomatis/emergency.
4. Denah Tangga Darurat
Perencanaan penanda tangga darurat atau kebakaran juga diatur dalam
beberapa kriteria yang telah tertulis dalam Peraturan Menteri pekerjaan umum
Nomor: 26/PRT/m/2008 Bab 3 Butir 3.8.4.

Sumber : https://insinyurbangunan.com/tangga-darurat/

1) Setiap tingkatan harus menunjukkan tingkatan lantai, misalnya “Lantai 1,


Lantai 2,” dan seterusnya.
2) Memberikan informasi lantai teratas dan ke bawah dari ruang tangga yang
terlindung.
3) Menunjukkan tingkat lantai dari dan ke arah eksit pelepasan.
4) Diletakkan di dalam ruang terlindungi di tempat mendekati 1,5 m di atas
bordes lantai dalam satu posisi yang mudah terlihat jika pintu dalam posisi
terbuka atau tertutup sekalipun.
Sumber : https://insinyurbangunan.com/tangga-darurat/

5) Diberikan tulisan jalur “EXIT” pada dinding ataupun pintu dan harus
terpasang kuat.
6) Huruf identifikasi jalur tangga harus ditempatkan pada bagian atas dari
penandaan dengan tinggi minimum 2,5 cm dan harus memenuhi ketentuan
tentang “karakter huruf”.
7) Angka level lantai harus ditempatkan di tengah-tengah penandaan dengan
tinggi angka minimum 12,5 cm.

C. Sistem Alarm Pada Bangunan


1. Pengertian Sistem Alarm
Sistem alarm pada bangunan dimaksudkan untuk memberikan peringatan
dini pada penghuni bangunan berkaitan dengan hal-hal yang terjadi pada
bangunan seperti kebakaran, getaran gempa (vulkanik atau tektonik), bahaya
tsunami, , keamanan dan kekuatan elemen struktur. Sistem alarm ini dapat pula
diintegrasikan atau dipisahkan dengan sistem alarm yang menyangkut keamanan
dan kenyamanan penghuninya, seperti ancaman pencurian dan perampokan, teror
dan aksi kejahatan lainnya, radiasi bahan berbahaya (nuklir), dan emisi gas
buang.
Penggunaan sistem alarm pada bangunan ini tentunya tidak terbatas hanya
pada bangunan gedung/rumah, tapi juga bangunan yang menyangkut infrastruktur
transportasi seperti jembatan, dan bangunaan infrastruktur keairan seperti dam,
bendungan, tandon dan sebagainya.
Secara umum, sistem alarm terdiri atas 3 unsur yaitu unsur detektor, unsur
sinyal tanda bahaya, dan unsur pengendali. Unsur detektor adalah piranti yang
dapat mendeteksi beberapa isyarat dan tanda yang berkaitan dengan fenomena
yang dideteksi. Misalkan detektor untuk bahaya kebakaran akan mendeteksi
munculnya asap atau panas yang berlebihan dalam ruangan, atau detektor getaran
gempa akan mendeteksi simpangan bangunan yang berlebihan akibat getaran
gempa. Informasi dan peringatan dini yang telah disampaikan sistem alarm ini
diharapkan dapat memberikan reaksi bagi alat pengendali untuk bekerja secara
otomatis atau memberitahu penghuni bangunan untuk mengaktifkan alat
pengendali atau menyelamatkan diri atau meningkatkan kewaspadaan.
Sistem alarm pada bangunan gedung, terutama bangunan-bangunan publik
seperti perkantoran, mall/supermarket, hotel, apartemen, gedung sekolah/kuliah
dan sebagainya, umumnya memasang sistem alarm untuk kebakaran, sistem
alarm keamanan. Sedangkan sistem alaram untuk getaran gempa umumnya
dipasang pada bangunan gedung bertingkat tinggi, dan sistem alarm bahaya
banjir biasanya dipasang pada bangunan-bangunan yang rawan terjadinya
genangan banjir.
Pada sistem alarm bahaya kebakaran, apabila detektor asap dan panas yang
berlebih ini memberikan sinyal yang akan diterima oleh panel induk pada ruang
pengendali, dan seketika panel pengendali akan memberikan peringatan berupa
lampu nyala tertentu disertai dengan bunyi sirine atau alarm, dan secara otomatis
akan menyalakan sprinkle yang akan menyemprotkan air di ruangan yang timpul
asap atau panas yang berlebihan. Tentunya dengan peringatan dini ini penghuni
dan petugas pengaman bangunan gedung akan segera melakukan upaya
pemadaman kebakaran dengan peralatan pemadam kebaran yang sudah
terintegrasi dengan bangunan gedung pada lokasi timbulnya api. Bahkan ada pula
sistem alarm kebakaran yang sudah terhubung dengan sistem alarm pada dinas
pemadam kebakaran pada suatu kota. Sehingga, apabila terjadi kebakaran pada
bangunan gedung tersebut maka tim pemadam kebakaran langsung meluncur ke
lokasi. Sedangkan detektor yang digunakan pada sistem alarm terhadap terjadinya
bahaya gempa adalah detektor perpindahan atau simpangan yang ditempatkan
pada beberapa titik sepanjang tinggi gedung. Apabila terjadi getaran gempa,
maka bangunan akan ikut bergetar. Getaran (simpangan) bangunan gedung ini
akan bergantung pada besar kecilnya getaran gempa. Getaran/simpangan
bangunan ini pada setiap bangunan gedung sudah dibatasi sesuai dengan
persyaratan bangunan dan ketinggian bangunan. Bila getaran/simpangan telah
mencapai batas untuk evakuasi, maka alarm akan berbunyi dan proses evakuasi
harus segera dilakukan.
Pada sistem alarm untuk pengamanan dari bahaya kejahatan, detektor sistem
keamanan (security system) yang digunakan berupa detektor model sensor yaitu
sensor ultrasonik, sensor gelombang mikro, sensor infra merah dan sensor suara
suara. Masing-masing jenis sensor mempunyai keunggulan. Prinsipnya apabila
ada benda bergerak, maka akan terjadi perubahan panjang gelombang yang
dipancarkan. Sensor ultrasonik dan gelombang mikro termasuk dalam kategori
sensor aktif, dibandingkan sensor infra merah yang hanya menangkap gelombang
infra merah yang dihasilkan oleh tubuh manusia atau benda-benda panas yang
mempunyai radiasi infra merah dan dapat dipasang sampai jarak 30 m.
Penggunaan CCTV (closed circuit television) dan alat detektor logam pun
saat ini telah menjadi bagian dari sistem alarm keamanan pada bangunan gedung.

Sumber : https://www.erakomp.co.id/shop/alat-perekam/cctv/camera-cctv/panasonic-cctv-cv-
cfw103l/

D. Penanggulangan Kebakaran
1. Pengertian Kebakaran
Kebakaran adalah bahaya yang diakibatkan oleh adanya ancaman potensial
dan derajat terkena pancaran api sejak dari awal terjadi kebakaran hingga
penjalaran api, asap dan gas yang ditimbulkan. (SNI 03 – 1736 – 2000) Adapun
klasifikasi bangunan terhadap kemungkinan bahaya kebakaran menurut dapat
dikelompokan menjadi :
a) Bahaya Kebakaran Ringan
Bangunan yang mempunyai nilai kemudahan terbakar rendah dan
apabila terjadi kebakaran melepaskan panas rendah, dan kecepatan menjalar
api lambat.
b) Bahaya Kebakaran Rendah Kelompok I
Bangunan yang mempunyai nilai kemudahan terbakar rendah,
penimbunan bahan yang mudah terbakar sedang dengan tinggi tidak lebih
dari 2,5 m dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas sedang,
kecepatan penjalaran sedang. Contoh: bangunan yang fungsinya bukan
bangunan industri, dan memiliki ruangan terbesar tidak melebihi 125m².
c) Bahaya Kebakaran Rendah Kelompok II
Bangunan yang mempunyai nilai kemudahan terbakar sedang,
penimbunan bahan yang mudah terbakar dengan tinggi tidak lebih dari 4,00
m dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas sedang, kecepatan
penjalaran sedang. Contoh: bangunan komersial dan industri yang berisi
bahan yang dapat terbakar.
d) Bahaya Kebakaran Rendah Kelompok III
Bangunan yang mempunyai nilai kemudahan terbakar tinggi dan apabila
terjadi kebakaran, melepaskan panas yang tinggi, sehinnga menjalarnya api
cepat.
e) Bahaya Kebakaran Berat
Bangunan yang mempunyai nilai kemudahan terbakar tinggi dan apabila
terjadi kebakaran, melepaskan panas yang tinggi, sehingga menjalarnya api
cepat. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah bangunan komersil dan
bangunan industri yang berisi bahan-bahan yang mudah terbakar, seperti
karet rusak, cat, spiritus dan bahan bakar lainnya. (Juwana, 2005;134) Sistem
pencegahan secara pasif bertumpu pada rancangan bangunan yang
memungkinkan orang keluar dari bangunan dengan selamat pada saat terjadi
kebakaran atau kondisi darurat lainnya.
Berdasarkan SNI 03-1736-2000, Suatu bangunan gedung harus
mempunyai bagian atau elemen bangunan yang pada tingkat tertentu bisa
mempertahankan stabilitas struktur selama terjadi kebakaran, yang sesuai
dengan : 1) fungsi bangunan 2) beban api 3) intensitas kebakaran 4) potensi
bahaya kebakaran 5) ketinggian bangunan 6) kedekatan dengan bangunan
lain 7) sistem proteksi aktif yang terpasang dalam bangunan 8) ukuran
kompartemen kebakaran 9) tindakan petugas pemadam kebakaran 10)
elemen bangunan lainnya yang mendukung, dan 11) evakuasi penghuni
2. Sistem Deteksi dan Tanda Bahaya Kebakaran
Bangunan dilengkapi dengan sistem tanda bahaya (alarm system) jika terjadi
kebakaran yang panel induknya berada dalam ruang pengendali kebakaran,
sedang sub-panelnya dapat dipasang disetiap lantai berdekatan dengan kotak
hidran. Pengoperasian tanda bahaya dapat dilakukan secara manual dengan cara
memecahkan kaca tombol saklar tanda kebakaran atau bekeraj secara otomatis,
dimana tanda bahaya kebakaran dihubungkan dengan sistem detektor (detektor
asap atau panas) atau sistem sprinkler.
Ketika detektor berfungsi, hal itu akan terlihat pada monitor yang ada pada
panel utama pengendali kebakaran, dan tanda bahaya dapat dibunyikan secara
manual, atau secara otomatis, di mana pada saat detektor berfungsi terjadi arus
pendek yang akan menyebabkan tanda bahaya tertentu berbunyi. Persyaratan
pemasangan detektor panas :
a. Dipasang pada posisi 15 mm hingga 100 mm di bawah permukaan langit-
langit.
b. Pada satu kelompok sistem ini tidak boleh dipasang lebih dari 40 buah.
c. Untuk setiap luas lanatai 46 m² dengan tinggi langit-langit 3,00 meter.
d. Jarak antar detektor tidak lebih dari 7,00 meter untuk ruang aktif, dan tidak
lebih dari 10,00 meter untuk ruang sirkulasi.
e. Jarak detektor dengan dinding minimum 30 cm.
f. Pada ketinggian berbeda, dipasang satu buah detektor untuk setiap 92 m² luas
lantai.
g. Dipuncak lekukan atap ruangan tersembunyi, dipasang sebuah detektor untuk
setiap jarak memanjang 9,00 meter.
Persyaratan pemasangan detektor asap :
a. Untuk setiap luas lantai 92 m².
b. Jarak antar detektor maksimum 12,00 meter di dalam ruang aktif dan 18,00
meter untuk ruang sirkulasi.
c. Jarak detektor dengan dinding minimum 6,00 meter untuk ruang aktif dan
12,00 meter untuk ruang sirkulasi.
d. Setiap kelompok sistem dibatasi maksimum 20 buah detektor untuk
melindungi ruangan seluas 2000 m².
Persyaratan pemasangan detektor api :
a. Setiap kelompok dibatasi dibatasi maksimum 20 buah detektor.
b. Detektor yang dipasang di ruang luar harus terbuat dari bahan yang tahan
karat, tahan pengaruh angin dan getaran.
c. Untuk daerah yang sering mengalami sambaran petir, harus dilindungi
sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan tanda bahaya palsu.
3. Sistem Evakuasi Bahaya Kebakaran
a. Konstruksi Tahan Api
Konsep konstruksi tahan api terkait pada kemampuan dinding luar, lantai,
dan atap untuk dapat menahan api di dalam bangunan atau kompartemen.
Dahulu, sistem yang mengukur ketahanan terhadap kebakaran dihitung dalam
jumlah jam, dan kandungan bahan struktur tahan api. Namun sekarang, hal ini
dianggap tidak cukup, dan spesifikasi praktis yang digunakan adalah suatu
konstruksi yang mempunyai tingkat kemampuan untuk bertahan terhadap api.
Definisi ini menyatakan beberapa ketentuan yang terkait pada kemampuan
struktur untuk tahan terhadap api tanpa mengalami tanpa mengalami perubahan
bentuk (deformasi) yang berarti, dan mencegah menjalarnya api keseluruh
bangunan. Dikaitkan dengan ketahanannya terhadap api, terdapat 3 (tiga) tipe
konstruksi (SNI 03 – 1736 – 2000), yaitu:
1) Tipe A :
Konstruksi yang unsur struktur pembentuknya tahan api dan mampu
menahan secara struktural terhadap beban bangunan. Pada konstruksi ini terdapat
komponen pemisah pembentuk kompartemen untuk mencegah penjalaran api ke dan
dariruangan bersebelahan dan dinding yang mampu mencegah penjalaran panas
pada dinding bangunan yang bersebelahan.

2) Tipe B :
Konstruksi yang elemen struktur pembentuk kompartemen penahan api
mampu mencegah penjalaran kebakaran ke ruang-ruang bersebelahan di
dalam bangunan, dan dinding luar mampu mencegah penjalaran kebakaran
dari luar bangunan.
3) Tipe C :
Konstruksi yang komponen struktur bangunannya adalah dari bahan
yang dapat terbakar serta tidak dimaksudkan untuk mampu menahan secara
struktural terhadap kebakaran. Dengan demikian, setiap komponen
bangunan, dinding, lantai, kolom, dan balok harus dapat tetap bertahan dan
dapat menyelamatkan isi bangunan, meskipun bangunan dalam keadaan
terbakar. Untuk mengetahui lebih rinci mengenai konstruksi tahan api ini
diuraikan dalam SNI 03 – 1736 – 2000 tentang Tata Cara Proteksi Pasif
Bahaya Kebakaran.
b. Pintu Keluar
Beberapa syarat yang perlu dipenuhi oleh pintu keluar diantaranya adalah:
1) Pintu harus tahan terhadap api sekurang-kurangnya dua jam.

Sumber : https://www.erakomp.co.id/shop/alat-perekam/cctv/camera-
cctv/panasonic-cctv-cv-cfw103l/

2) Pintu harus dilengkapi dengan minimal tiga engsel.


3) Pintu juga harus dilengkapi dengan alat penutup pintu otomatis (door closer).
4) Pintu dilengkapi dengan tuas atau tungkai pembuka pintu yang berada di luar
ruang tangga (kecuali tangga yang berada di lantai dasar, berada di dalam
ruang tangga), dan sebaiknya menggunakan tuas pembuka yang
memudahkan, terutama dalam keadaan panik (panic bar).
5) Pintu dilengkapi tanda peringatan: ”PINTU TANGGA DARURAT
TUTUP
KEMBALI”.
6) Pintu dapat dilengkapi dengan kaca tahan api dengan luas maksimal 1 m2 dan
diletakkan di setengah bagian atas dari daun pintu.
7) Pintu harus dicat dengan warna merah.
c. Koridor dan Jalan Keluar
Koridor dan jalur keluar harus dilengkapi dengan tanda yang menunjukan
arah dan lokasi pintu keluar. Tanda ’EXIT’ atau ’KELUAR’ dengan anak panah
menunjukkan arah menuju pintu keluar atau tangga kebekaran/darurat, dan harus
ditempatkan pada setiap lokasi di mana pintu keluar terdekat tidak dapat langsung
terlihat.

Sumber : http://lisp4mep.blogspot.com/2015/
d. Kompartemen Darurat

Sumber : http://lisp4mep.blogspot.com/2015/
Pada bangunan tinggi di mana mengevakuasi seluruh orang dalam gedung
dengan cepat adalah suatu hal yang mustahil, kompartemen dapat menyediakan
penampungan sementara bagi penghuni atau pengguna bangunan untuk
menunggu sampai api dipadamkan atau jalur menuju pintu keluar sudah aman.

e. Evakuasi Darurat
1) Tangga Darurat/Tangga Kebakaran
Pada saat terjadinya kebakaran atau kondisi darurat, terutama pada
bangunan tinggi, tangga kedap api/asap merupakan tempat yang paling aman
dan harus bebas dari gas panas dan beracun. Ruang tangga yang bertekanan
(presurized stair well) diaktifkan secara otomatis pada saat kebakaran.
Pengisian ruang tangga dengan udara segar bertekanan positif akan mencegah
menjalarnya asap dari lokasi yang terbakar ke dalam ruang tangga. Tekanan
udara dalam ruang tangga tidak boleh melampaui batas aman, karena jika
tekanan udara dalam ruang tangga terlalu tinggi, justru menyebabkan pintu
tangga sulit/tidak dapat dibuka.
Sumber : http://lisp4mep.blogspot.com/2015/
Pada gedung yang sangat tinggi perlu ditempatkan beberapa kipas udara
(blower) untuk memastikan bahwa udara segar yang masuk ke dalam ruang
tangga jauh dari kemungkinan masuknya asap. Di samping itu, bangunan yang
sangat tinggi perlu dilengkapi dengan lift kebakaran.

sumber : http://lisp4mep.blogspot.com/2015/

2) Evakuasi Darurat pada Bangunan Tinggi


Suatu sistem yang dikembangkan baru-baru ini di Amerika Serikat
merupakan fasilitas evakuasi sebagai upaya yang terakhir jika orang
terperangkap pada bangunan tinggi. Teknologi ini bergantung pada tahanan
udara dinamik. Pada saat evakuasi darurat, dimana tangga dan lif tidak lagi
berfungsi, maka penghuni/pengguna bangunan akan menggunakan sejenis
sabuk pengaman yang dikaitkan pada gulungan kabel. Begitu gulungan ini
terkunci pada sistem inti, yang merupakan perangkat kipas udara yang kokoh
dan diangkur pada bangunan, maka orang dapat melompat dan mendarat di
tanah dengan selamat. Tahanan dari bilah baling-baling kipas udara akan
berputar pada saat gulungan kabel terurai pada kecepatan di bawah 3,7
meter/detik.

sumber : http://lisp4mep.blogspot.com/2015/
Evakuasi darurat lain yang dapat digunakan adalah menggunakan
semacam kantong peluncur (chute system) yang ditempatkan pada ruang
tangga. Dengan adanya sistem ini, orang dapat memilih untuk keluar
bangunan melalui tangga darurat atau menggunakan kantor peluncur. Chute
system ini dapat digunakan dengan aman oleh orang cacat untuk mencapai
lantai dasar dengan aman dan cepat.
sumber : http://lisp4mep.blogspot.com/2015/
f. Pengendalian Asap
Asap menjalar akibat perbedaan tekanan yang disebabkan oleh adanya
perbedaan suhu ruangan. Pada bangunan tinggi, perambatan asap juga disebabkan
oleh dampak timbunan asap yang yang mencari jalan keluar dan dapat tersedot
melalui lubang vertikal yang ada, seperti ruang tangga, ruang luncur lift, ruang
saluran vertikal (shaft) atau atrium. Perambatan ini dapat pula terjadi melalui
saluran tata udara yang ada dalam bangunan.
sumber : http://lisp4mep.blogspot.com/2015/

Pengalaman menunjukkan bahwa ruang yang luas, seperti pusat


perbelanjaan, mal, bioskop, dan ruang pertemuan/konvensi, berpeluang untuk
menghasilkan asap dan panas pada waktu terjadinya kebakaran. Pada situasi
seperti ini, asap dapat menjalar secara horizontal, menghalangi petugas pemadam
kebakaran dan menyebabkan terjadinya panas lebih awal sebelum api menjalar ke
tempat itu. Asap panas dapat menimbulkan titik api baru dan mengurangi
efektivitas sistem sprinkler. Untuk mencegah terjadinya penjalaran asap secara
horizontal, dalm gedung perlu dipasang tirai penghalang asap. Beberapa media
yang dapat digunakan untuk mengendalikan asap sangat tergantung dari fungsi
dan luas bangunan, di antaranya:
 Jendela, pintu, dinding/partisi, dan lain-lain yang dapat di buka sebanding
dengan 10% luas lantai.
 Saluran ventilasi udara yang merupakan sistem pengendalian asap otomatis.
Sistem ini dapat berupa bagian dari sistem tata udara atau ventilasi dengan
peralatan mekanis (exhaust fan atau blower).
sumber : http://lisp4mep.blogspot.com/2015/

 Ventilasi di atap gedung dapat secara permanen terbuka atau dibuka dengan
alat bantu tertentu atau terbuka secara otomatis.

sumber : http://lisp4mep.blogspot.com/2015/
 Sistem penyedotan asap melalui saluran kipas udara di atas bangunan.
Sebelum tahun 1982, atrium dilarang pada bangunan tinggi, karena atrium
dikuatirkan dapat menjadi ’cerobong asap’ bagi penjalaran api dan asap ke
seluruh bangunan. Tetapi sekarang banyak bangunan tinggi mempunyai atrium di
dalamnya. Dengan tambahan persyaratan yang harus diperhatikan, yaitu:
 Pintu keluar yang berada pada sekeliling atrium harus menggunakan pintu
tahan api.
 Bangunan dengan fungsi hotel, apartemen dan asrama hanya boleh
mempunyai atrium maksimal 110 m² dan dilengkapi dengan pintu keluar
yang tidak menuju atrium.
 Adanya pemisahan vertikal, sehingga lubang atrium maksimal terbuka
setinggi tiga lantai.
 Pemisahan vertikal ini berlaku pula bagi ruang pertemuan dengan kapasitas
300 orang atau lebih dan perkantoran yang berada di bawah apartemen,
hotel, atau asrama.
 Mezanin dibuat dengan bahan yang tahan api sekurang-kurangnya dua jam.
 Ruangan yang bersebelahan dengan mezanin dibuat dengan bahan tahan api
sekurang-kurangnya satu jam.
 Jarak dari lantai dasar ke lantai mezanin sekurang-kurangnya adalah 2,2
meter.
 Mezanin tidak boleh terdiri dari dua lantai.
 10 % dari luas mezanin dapat ditutup misalnya untuk kamar kecil, ruang
utilitas dan kompartemen).

sumber : http://lisp4mep.blogspot.com/2015/

 Ruang mezanin yang tertutup harus mempunyai dua pintu keluar.


 Jarak tempuh antar pintu keluar maksimum adalah 35 meter. Beberapa
tipikal tangga yang kedap asap, baik yang menggunakan ventilasi alamiah
maupun ventilasi mekanik.
sumber : http://lisp4mep.blogspot.com/2015/

Anda mungkin juga menyukai