Anda di halaman 1dari 31

ANGGARAN DASAR

IKATAN PENATA ANESTESI INDONESIA

MUKADIMAH

Berkat Rahmad Tuhan Yang Maha Kuasa, melalui perjuangan panjang dan syarat
dengan pengorbanan pejuang kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (
NKRI ), dan bangsa Indonesia telah berhasil memperoleh kemerdekaannya pada
tanggal 17 Agustus 1945.
Untuk mengisi kemerdekaan tersebut adalah mewujudkan cita-cita kehidupan yang
adil, makmur, dan sejahtera bagi seluruh rakyat Indonesia, merupakan tanggung
jawab bersama. Setiap Warga Negara Indonesia, termasuk para profesi dokter
umum, spesialis maupun sub.spesialis serta profesi lain yang salang mendukung
wajib berperanserta secara aktif demi tercapainya cita-cita tersebut.
Peran serta tersebut akan lebih efektif efisien apabila disertai dengan penggalangan
segala potensi, dengan dilandasi jiwa dan semangat persaudaraan. Profesi Penata
Anestesi merupakan profesi dengan perjalannnya berawal dari Penata Anestesi
menjadi Penata Anestesi, hingga diundangkanya Undang – Undang yang
menyangkut Tenaga Kesehatan Penata Anestesi maka peran aktif akan diuji
didalamnya.
Sejalan dengan itu, dalam rangka meningkatkan peranserta dan darmabaktinya,
penata anestesi Indonesia menyatukan diri dalam bentuk organisasi yang dilandasi
rasa kesatuan dan semangat persatuan.
Didorong oleh tekad tersebut, maka dengan memohon Rahmad dan Ridha Tuhan
Yang Maha Esa, dibentuk dengan Anggaran Dasar sebagai berikut :

BAB I
IDENTITAS ORGANISASI
Pasal 1
Nama Organisasi

(1) Organisasi pada mulanya bernama IKATAN PERAWAT ANESTESI INDONESIA


disingkat IPAI, yang didirikan di Jakarta pada tanggal 1 oktober 1986 untuk
jangka waktu yang tidak ditentukan;
(2) Organisasi berganti nama IKATAN PENATA ANESTESI INDONESIA disingkat
IPAI, merupakan perbaikan/penyesuaian terhadap perkembangannya di
Surakarta pada tanggal 15 Nopember 2014 untuk jangka waktu yang tidak
ditentukan.

Pasal 2
Status dan Sifat

(1) IPAI merupakan satu-satunya organisasi profesi penata anestesi di Indonesia;


(2) IPAI bersifat Independen, Nirlaba, dan memiliki kelengkapan perangkat
organisasi.

Pasal 3
Kedudukan

(1) Ikatan Penata Anestesi Indonesia (IPAI) berkedudukan di wilayah hukum


Negara Kesatuan Republik Indonesia;
(2) Dewan Pengurus Pusat Ikatan Penata Anestesi Indonesia berada di Ibukota
Negara dan menggunakan singkatan nama DPP IPAI;
(3) Dewan Pengurus Daerah Ikatan Penata Anestesi Indonesia berada di Ibukota
Propinsi/Daerah Khusus/Daerah Istimewa dan menggunakan singkatan nama
DPD IPAI.

BAB II
AZAS, DASAR DAN SIFAT
Pasal 4

Ikatan Penata Anestesi Indonesia (IPAI) berazaskan Pancasila.

Pasal 5

Ikatan Penata Anestesi Indonesia (IPAI) berdasarkan Undang-undang Dasar 1945.

Pasal 6

(1) Ikatan Penata Anestesi Indonesia (IPAI) adalah satu-satunya organisasi profesi
Penata Anestesi di Indonesia;
(2) Ikatan Penata Anestesi Indonesia (IPAI) merupakan organisasi berbadan hukum
yang menghimpun warga Penata anestesi, keanggotaan tidak bersifat bebas
dan tidak berpolitik.

BAB III
TUJUAN DAN USAHA
Pasal 7

Ikatan Penata Anestesi Indonesia (IPAI) bertujuan untuk :

(1) Ikut serta memberikan andil bagi pengembangan dan peningkatan derajat
kesehatan rakyat Indonesia;
(2) Mendorong pengembangan ilmu dan pelayanan kepenataan anestesi;
(3) Mengembangkan dan meningkatkan kesejahteraan anggotanya.

Pasal 8

Untuk mencapai tujuan Ikatan Penata Anestesi Indonesia (IPAI) berusaha :

(1) Membantu pemerintah melancarkan program-program kesehatan khususnya


kepenataan anestesi;
(2) Aktif membantu pemerintah dalam pengembangan ilmu kepenataan anestesi;
(3) Memelihara, memupuk dan meningkatkan kualitas upaya pelayanan
kepenataan anestesi;
(4) Bekerja sama dengan organisasi tenaga kesehatan lain baik secara regional,
bilateral, multilateral dan internasional;
(5) Menghimpun anggota dengan rasa Kebersamaan, kepedulian, kedisiplinan,
dan Kemandirian;
(6) Melakukan pendidikan dan pelatihan baik dalam bentuk pendidikan formal
maupun pendidikan berkelanjutan yang berupa diklat khusus, temu ilmiah,
simposium, seminar, loka karya, workshop untuk anggota dan tenaga
kesehatan lain;
(7) Melakukan bimbingan belajar bagi calon penata anestesi baik secara individu
maupun berkelompok melalui pembekalan, teori, praktik, seminar dan atau
kegiatan ilmiah lain;
BAB IV
KEANGGOTAAN
Pasal 9

Anggota Ikatan Penata Anestesi Indonesia (IPAI) terdiri dari :

(1) Anggota Biasa;


(2) Anggota Kehormatan.

BAB V
ORGANISASI
Pasal 10

Struktur kelembagaan Ikatan Penata Anestesi Indonesia (IPAI) terdiri dari Badan
Legislatif, Badan Eksekutif dan Badan Khusus.

Pasal 11

(1) Badan Legislatif tertinggi adalah Musyawarah Nasional dan atau


Munsyawarah Luar Biasa;
(2) Badan Eksekutif terdiri Dewan Pertimbangan, Dewan Pengawas,
Pengurus Pusat dan Dewan Pengurus Daerah;
(3) Badan Khusus dibentuk sebagai tugas khusus terdiri Konsil, Koligium,
Majelis Etika dan badan lainnya untuk mencapai tujuan organisasi.

Pasal 12
Musyawarah Nasional dan Musyawarah Nasional Luarbiasa

(1) Musyawarah Nasional dilaksanakan setiap 4 (empat) tahun sekali;


(2) Musyawarah Nasional Luar Biasa dapat dilaksanakan apabila diusulkan
sekurang-kurangnya oleh 2/3 jumlah Dewan Pengurus Daerah.

Pasal 13
DEWAN PERTIMBANGAN

Struktur organisasi terdiri dari :

(1) Ketua merangkap Anggota;


(2) Sekretaris merangkap anggota;
(3) Anggota terdiri dari 9 ( Sembilan ) anggota.

Pasal 14
DEWAN PENGAWAS

Struktur organisasi Dewan Pertimbangan adalah :


(1) Ketua merangkap Anggota;
(2) Sekretaris merangkap anggota;
(3) Anggota terdiri dari 5 ( lima ) anggota.

Pasal 15
DEWAN PENGURUS PUSAT DAN DEWAN PENGURUS DAERAH

Struktur organisasi terdiri dari :

(1) Ketua Umum;


(2) Ketua yang memimpin bidang - bidang khusus sebanyak-banyaknya 4 (
Empat ) orang;
(3) Sekretaris Umum yang dibantu Sekretaris sebanyak-banyaknya 3
(Tiga ) orang;
(4) Bendahara Umum yang dibantu Bendahara sebanyak-banyaknya 3 (
Tiga ) orang;
(5) Bidang sesuai dengan kebutuhan pengurus di atur dalam ART.

Pasal 16
KONSIL, KOLIGIUM, MAJELIS ETIKA DAN BADAN LAINNYA

Struktur organisasi terdiri dari :

(1) Ketua merangkap Anggota;


(2) Sekretaris merangkap anggota;
(3) Anggota dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
BAB VI
MASA BHAKTI, KELENGKAPAN KEPENGURUSAN
Pasal 17

(1) Masa bhakti Dewan Pertimbangan, Dewan Pengawas Ikatan Penata Anestesi
Indonesia (IPAI) dan Badan lainya adalah 4 (empat) tahun;

(2) Ketua Dewan Pertimbangan, Ketua Dewan Pengawas, Ketua Koligium, Ketua
Komite Etik dan Ketua umum Dewan Pengurus Pusat Ikatan Penata Anestesi
Indonesia (IPAI) dipilih melalui Musyawarah Nasional atau Musyawarah
Nasional Luar Biasa.

Pasal 18
DEWAN PENGURUS PUSAT

(1) Masa bakti Dewan Pengurus Pusat Ikatan Penata Anestesi Indonesia (IPAI)
adalah 4 (empat) tahun;
(2) Ketua umum Dewan Pengurus Pusat Ikatan Penata Anestesi Indonesia (IPAI)
dipilih melalui Musyawarah Nasional atau Musyawarah Nasional Luar Biasa;
(3) Ketua umum Dewan Pengurus Pusat Ikatan Penata Anestesi Indonesia ( DPP
IPAI) dapat dipilih sebanyak-banyaknya untuk 2 (dua) kali masa bhakti, dan
atau jika calon hanya ada satu maka dapat mencalonkan lagi sesuai keputusan
dalam Munas dan Munaslub;
(4) Kelengkapan Dewan Pengurus Pusat Ikatan Penata Anestesi Indonesia (IPAI)
disusun oleh Formatur;
(5) Formatur dipimpin oleh Ketua Umum terpilih dengan anggota genap paling
banyak berjumlah 6 (enam);
(6) Anggota Formatur dipilih melalui Musyawarah Nasional atau Musyawarah
Nasional Luar Biasa.

Pasal 19
DEWAN PENGURUS DAERAH

(1) Masa bakti Dewan Pengurus Daerah Ikatan Penata Anestesi Indonesia (IPAI)
adalah 4 (empat) tahun;
(2) Ketua Dewan Pengurus Daerah Ikatan Penata Anestesi Indonesia (IPAI) dipilih
melalui Musyawarah Daerah atau Musyawarah Daerah Luar Biasa;
(3) Ketua Dewan Pengurus Daerah Ikatan Penata Anestesi Indonesia (IPAI) dapat
dipilih sebanyak-banyaknya untuk 2 (dua) kali masa bakti dan atau jika calon
hanya ada satu maka dapat mencalonkan lagi sesuai keputusan dalam Musda
dan Musdalub;
(4) Kelengkapan Dewan Pengurus Daerah Ikatan Penata Anestesi Indonesia (IPAI)
disusun oleh Formatur;
(5) Formatur dipimpin oleh Ketua Umum terpilih dengan anggota genap paling
banyak berjumlah 6 (enam);
(6) Anggota Formatur dipilih melalui Musyawarah Daerah atau Musyawarah
Daerah Luar Biasa.

BAB VII
LAMBANG DAN MARS
Pasal 20

(1) Lambang dan makna lambang Ikatan Penata Anestesi Indonesia (IPAI)
adalah sebagaimana terlampir dalam Lampiran I Anggaran Dasar ini;
(2) Mars Ikatan Penata Anestesi Indonesia (IPAI) adalah sebagai mana terlampir
dalam Lampiran II Anggaran Dasar ini;
(3) Lambang, makna lambang dan Mars Ikatan Penata Anestesi Indonesia (IPAI)
dapat dirubah melalui Musyawarah Nasional.

BAB VIII
KEKAYAAN
Pasal 21

Kekayaan organisasi meliputi :

(1) Aset-aset yang bergerak dan aset-aset yang tidak bergerak yang dikuasai
organisasi sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku;
(2) Kekayaan berupa material dan Non material;
(3) Bentuk-bentuk usaha lain yang syah tidak melanggar hukum.

Pasal 22

Sumber pendapatan Ikatan Penata Anestesi Indonesia (IPAI) diperoleh dari:


(1) Uang iuran pokok pada saat masuk menjadi anggota;
(2) Uang iuran wajib bulanan anggota;
(3) Pendapatan dari usaha – usaha lain yang syah;
(4) Sumbangan yang tidak mengikat.

Pasal 23
WEWENANG DAN TUGAS

(1) Pengurus berwenang menentukan, menjalankan kebijakan organisasi dan


melaporkan sekurang kurangnya 1 ( satu ) tahun dalam Mukernas.
(2) Untuk melaksanakan kewenangan Pengurus bertugas :
a. Membuat rencana strategis dan rencana kerja;
b. Membuat dan melaksanakan rencana kerja;
c. Membuat ketetapan dan peraturan organisasi; .
d. Melaporkan dan mengevaluasi kinerjanya kepada Dewan pengawas
sekurang – kurangnya 6 ( Enam ) Bulan/ Semester;
e. Mempertanggungjawabkan dan melaporkan sekurang kurangnya 1
( satu ) tahun dalam Mukernas.

Pasal 24
Hak dan Kewajiban

(1) Pengurus berhak mewakili dan bertindak untuk dan atas nama Ikatan
Penata Anestesi Indonesia (IPAI).
(2) Pengurus berkewajiban mentaati Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga
dan keputusan-keputusan Musyawarah Nasional atau Musyawarah nasional
Luar Biasa yang lain.

BAB VII
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA
Pasal 25

Perubahan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga dapat dilakukan melalui
Musyawarah Nasional dan atau Musyawarah Nasional Luar Biasa.
Pasal 26
Pembubaran Organisasi

Pembubaran dapat dilakukan melalui Musyawarah Nasional dan atau Musyawarah


Nasional Luar Biasa.

BAB VIII
ATURAN TAMBAHAN
Pasal 27

Hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Dasar ini dimuat dalam Anggaran
Rumah Tangga dan atau keputusan/peraturan organisasi DPP IPAI.

Ditetapkan : Pada Musywarah Nasional VI


Di : Surakarta (Solo)
Pada tanggal : 13 -16november 2014

Pimpinan Sidang

Ketua merangkap anggota : ............................................. ...............................

Sekretaris merangkap anggota : ............................................. ...............................

Anggota : ............................................. . ..............................

Anggota : ............................................. ...............................

Anggota : ............................................. ...............................


ANGGARAN RUMAH TANGGA
IKATAN PENATA ANESTESI INDONESIA

BAB I
KEANGGOTAAN

Pasal 1
Kriteria Anggota

(1) Anggota biasa adalah Penata Anestesi, Warga Negara Indonesia, Berpendidikan
sekurang – kurangnya Diploma III ( Tiga ) lulusan dalam negeri atau luar negeri
yang telah menjalani adaptasi di dalam Tugas Penata Anestesi;
(2) Anggota kehormatan adalah mereka yang dinilai telah berjasa dalam
pengembangan organisasi IPAI maupun Ilmu Kepenataan Anestesi di Indonesia.

Pasal 2
Tatacara Penerimaan dan Pengangkatan Anggota

(1) Penerimaan anggota biasa dilakukan oleh pengurus daerah setempat melalui
pendaftaran tertulis yang dilampiri surat pernyataan persetujuan terhadap
anggaran dasar dan anggaran rumah tangga IPAI;
(2) Pengangkatan anggota kehormatan :
a. Usulan dari pengurus daerah atau pengurus pusat;
b. Penilaian oleh tim khususyang dibentuk pengurus pusat;
c. Pengesahan oleh musyawarah nasional.

Pasal 3
Hak – Hak Anggota

(1) Anggota biasa berhak mengikuti semua kegiatan IPAI, mengajukan


pertanyaan/usul dan mengemukakan pendapat (hak bicara), dipilih dan
memilih (hak suara);
(2) Setiap anggota berhak mendapatkan perlindungan dan pembelaan dalam
menjalankan tugas baik organisasi maupun profesi.
Pasal 4
Kewajiban Anggota

(1) Anggota biasa berkewajiban mematuhi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga serta peraturan/Ketetapan yang ditetapkan organisasi;
(2) Anggota kehormatan berkewajiban mematuhi Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga serta peraturan/Ketetapan yang ditetapkan organisasi;
(3) Anggota biasa berkewajiban membayar uang pangkal dan uang iuran bulanan
anggota yang ditetapkan;
(4) Anggota biasa berkewajiban mengambil bagian dalam kegiatan organisasi,
ilmiah maupun sosial, sesuai kemampuan;
(5) Setiap anggota berkewajiban menjaga nama baik dan kehormatan organisasi

Pasal 5
Kelalaian dan Sanksi

(1) Anggota yang melalaikan kewajiban dapat diberikan peringatan maupun sanksi;
(2) Peringatan dapat diberikan dalam bentuk lisan atau tertulis;
(3) Hukuman dapat berupa pengurangan/pencabutan haknya sebagai anggota,
pemberhentian sementara keanggotaannya, hingga pembatalan sebagai anggota;
(4) Anggota yang dikenakan sanksi dipernankan melakukan pembelaan.

Pasal 6
Kehilangan Keanggotaan

(1) Setiap anggota akan kehilangan keanggotaannya karena wafat atau


diberhentikan dari organisasi;
(2) Setiap anggota yang wafat dibebaskan dari segala kewajibannya sebagai anggota
yang mungkin masih terhutang sebelum wafat;
(3) Seseorang dapat diberhentikan keanggotaanya oleh organisasi karena
mengundurkan diri atau sebagai hukuman akibat melalaikan kewajibannya
sebagai anggota.
Pasal 7
Tatacara Pemberhentian Anggota

(1) Pemberhentian karena mengundurkan diri :


a. Seorang anggota yang ingin mengundurkan diri dari IPAI harus
mengajukan surat permohonan tertulis kepada pengurus daerah setempat;
b. Paling lambat satu bulan setelah surat permohonan tersebut diterima,
pengurus daerah akan menerbitkan surat pemberhentian dengan hormat
dengan syarat anggota tersebut telah memenuhi segala kewajibannya sesuai
AD/ART;
c. Surat pemberhentian disampaikan kepada yang bersangkutan dengan
tembusan ke pengurus pusat.

(2) Pemberhentian sebagai hukuman karena kelalaian :


a. Seorang anggota yang melalaikan kewajibannya dapat diberikan
hukuman berupa pemberhentian sementara atau langsung dipecat, dengan
atau tanpa peringatan sebelumnya;
b. Pemberhentian sementara dilakukan oleh pengurus cabang sebagai
upaya pembinaan/evaluasi terhadap yang bersangkutan;
c. Paling lambat enam bulan sesudah pemberhentian sementara, pengurus
daerah dapat merehabilitasinya atau mengusulkan kepada pengurus pusat
untuk diterbitkan surat pemecatan (pemberhentian tidak dengan hormat);
d. Pemecatan (pemberhentian tidak dengan hormat) hanya dapat dilakukan
oleh pengurus pusat atas usulan pengurus daerah;
e. Seseorang yang telah dipecat dari organisasi tidak diperkenankan lagi
mendaftarkan diri sebagai anggota IPAI untuk masa-masa mendatang;
f. Setiap pemecatan harus dilaporkan oleh pengurus pusat;
g. Khusus bagi anggota kehormatan pemberhentian keanggotaan hanya
dapat dilakukan oleh rapat pleno musyawarah pimpinan pusat .

Pasal 8
Tatacara Pembelaan

(1) Anggota yang dikenakan pemberhentian sementara dapat mengajukan


pembelaan secara tertulis, atau dengan meminta bantuan kepada badan
pembinaan dan pembelaan anggota daerah. Pembelaan ini akan menjadi bahan
pertimbangan apakah anggota tersebut akan direhabilitasi atau diusulkan
kepada pengurus pusat untuk dipecat;
(2) Anggota yang diusulkan oleh pengurus daerah untuk dipecat, dapat mengajukan
pembelaan secara tertulis atau dengan meminta bantuan kepada badan
pembinaan dan pembelaan anggota pusat. Pembelaan ini akan menjadi bahan
pertimbangan apakah usulan pemecatan tersebut diterima atau ditolak;
(3) Anggota yang dipecat oleh pengurus pusat, masih diberi kesempatan untuk
mengajukan pembelaan pada musyawarah nasional;
(4) Musyawarah nasional dapat membatalkan atau memperkuat pemecatan
tersebut, dengan ketentuan bahwa keputusan yang sah harus disetujui oleh lebih
dari setengah jumlah peserta.

BAB II
MUSYAWARAH NASIONAL
Pasal 9
Ketentuan Umum

(1) Musyawarah Nasional adalah Pertemuan musyawarah nasional anggota dengan


acara terdiri dari sidang organisasi, kegiatan ilmiah dan kegiatan social;
(2) Musyawarah nasional diadakan empat tahun sekali dan sedapat - dapatnya
diselenggarakan bertepatan dengan hari jadi IPAI;
(3) Tempat penyelenggaraan Musyawarah Nasional ditetapkan pada Musyawarah
Nasional sebelumnya;
(4) Penyelenggara Musyawarah Nasional adalah panitia yang terdiri dari panitia
pengarah yang disusun oleh Dewan Pengurus Pusat, dan panitia pelaksana yang
disusun dan diusulkan oleh pengurus daerah setempat dan ditetapkan oleh
Ketua Umum;
(5) Panitia Musyawarah Nasional dibentuk paling lambat delapan belas bulan
sebelum waktu penyelenggaraan;
(6) Biaya penyelenggaraan diupayakan bersama oleh pengurus pusat, selaku panitia
pengarah, dan pengurus daerah setempat selaku panitia pelaksana;
(7) Perubahan waktu dan/atau tempat penyelenggaraan yang sudah ditetapkan
hanya bisa ditetapkan melalui rapat pleno khusus oleh Dewan Pengurus Pusat
dengan Dewan Pertimbangan, Dewan Pengawas dan Pengurus DPD.

Pasal 10
Sidang Organisasi

(1) Sidang organisasiMusyawarah nasional terdiri dari :


a. Sidang pendahuluan;
b. Sidang pleno dengan atau tanpa sidang komisi;
c. Sidang khusus.

(2) Setiap sidang organisasi dihadiri oleh :


a. Peserta, yang mempunyai hak bicara, dipilih, dan memilih (hak suara)
pada setiap sidang;
b. Peninjau, yang mempunyai hak bicara, tanpa hak memilih dan dipilih
pada sidang pleno, dan mempunyai hak bicara dan dipilih tanpa hak memilih
pada sidang khusus;
c. Undangan, yang hanya mempunyai hak jawab.

(3) Sidang pendahuluan


a. Sidang pendahuluan dipimpin oleh panitia pengarah / pengurus pusat,
dengan peserta adalah seluruh anggota biasa;
b. Peninjau adalah semua anggota IPAI selain anggota biasa, sedangkan
undangan adalah bukan anggota IPAI yang dipandang perlu hadir oleh
panitia;
c. Sidang pendahuluan bertugas mengesahkan sidang, mengesahkan
acara/agenda dan tata tertib sidang, dan memilih pimpinan sidang pleno.
1) Sidang dinyatakan sah apabila memenuhi kuorum, yaitu dihadiri
oleh sekurang-kurangnya setengah ditambah satu dari seluruh jumlah
anggota biasa IPAI yang hadir. Apabila tidak terpenuhi, sidang diskors
selama 10 menit untuk selanjutnya dibuka kembali dan segala
keputusannya dianggap syah;
2) Rancangan acara dan tata tertib sidang sudah disiapkan oleh
panitia pengarah, dengan acuan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga;
3) Pimpinan sidang pleno terpilih, terdiri dari seorang ketua
merangkap anggota, seorang sekretaris merangkap anggota, dan seorang
anggota, yang berasal dari tiga daerahyang berbeda.

(4) Sidang pleno


a. Sidang pleno merupakan lanjutan sidang pendahuluan, dipimpin oleh
pimpinan sidang yang terpilih dalam sidang pendahuluan;
b. Sidang pleno bertugas dan berwewenang :
1) Membahas seluruh acara/agenda yang disepakati dalam sidang
pendahuluan;
2) Menetapkan/merubah anggaran dasar dan anggaran rumah
tangga;
3) Menilai dan mengesahkan laporan pertanggungjawaban
kepemimpinan pusat periode lewat;
4) Menetapkan garis besar program kerja kepemimpinan pusat
periode mendatang;
5) Memilih dan menetapkan ketua umum IPAI mengukuhkan ketua
kolegium, ketua majelis kehormatan etik profesi, dan ketua Majilis
Disiplin pelayanan keprofesian, periode mendatang;
6) Menetapkan keputusan lain yang dipandang perlu, termasuk
tempat Musyawarah nasional dan pertemuan ilmiah nasional mendatang.
c. Bila dipandang perlu sidang pleno dapat membentuk sidang komisi, yang
jumlah, materi, dan pimpinan sidangnya ditetapkan oleh sidang pleno. Hasil
sidang komisi bersifat sementara, dilaporkan pada sidang pleno untuk
dibahas serta disahkan;
d. Pada akhir tugasnya, pimpinan sidang pleno, dengan atau tanpa dibantu
tim perumus, merumuskan hasil sidang yang dipimpinnya, dalam surat
ketetapan/keputusan yang rancangannya telah disiapkan oleh panitia
pengarah.

(5) Sidang khusus adalah sidang kolegium, sidang majelis kehormatan etik profesi
dan sidang Majilis kehormatan Disiplin pelayanan keprofesian;
a. Sidang khusus dipimpin ketua lama dengan peserta :
1) Sidang kolegium : semua pengelola sekolah aktif maupun purna,
dan dosen berkualifikasi penilai;
2) Sidang kehormatan etikprofesi : seluruh personalia kehormatan
etik profesi pusat maupun daerah;
3) Sidang Majilis Kehormatan Disiplin pelayanan keprofesian :
ketua serta sekretaris kelompok studi, ketua bagian/satuan fungsional
Kolegium IPAI , dan ketua serta sekretaris pengurus daerah.
b. Sidang khusus bertugas :
1) Menetapkan garis besar program kerja untuk periode
mendatang;
2) Memilih dan menetapkan ketua untuk periode mendatang.

(6) Pengambilan keputusan dalam setiap Sidang Organisasi Musyawarah Nasional


mengikuti ketentuan sebagai berikut :
a. Setiap keputusan sedapat mungkin diambil berdasarkan musyawarah;
b. Apabila gagal, dilakukan pemungutan suara, dan keputusan dianggap
syah apabila mendapatkan suara sedikitnya setengah ditambah satu;
c. Apabila gagal, pemungutan suara diulang sekali lagi;
d. Apabila gagal lagi, dilakukan undian.

Pasal 11
Tatacara Pemilihan Ketua

Pemilihan anggota musyawarah pimpinan pusat IPAI dilaksanakan pada sidang


organisasi, dengan ketentuan :
(1) Ketua Umum DPP IPAI dipilih dan ditetapkan pada sidang pleno, Ketua
kolegium, Ketua Majelis Etik Penata Anestesi, Ketua Konsil Penata Anestesi
dipilih dan ditetapkan pada sidang khusus masing-masing dan dikukuhkan pada
sidang pleno;
(2) Pemilihan dilakukan melalui pentahapan, yaitu tahap pencalonan dan tahap
pemungutan suara. Pencalonan dilakukan secara tertutup, diusulkan oleh
daerah, pemungutan suara secara langsung, bebas, rahasia;
(3) Yang berhak dicalonkan/mencalonkan sebagai :
a. Ketua umum IPAI adalah anggota biasa yang mencalonkan diri dan atau
bersedia dicalonkan sesuai pasal 11 ayat 2 , yang berpengalaman dalam
organisasi dan pernah menjadi Pengurus IPAI serta memiliki dedikasi
memajukan organisasi.
b. Ketua kolegium adalah anggota biasa yang aktif pengembangan Ilmu
Penata Anestesi dan management kepenataan anestesi, staf pengajar ilmu
dan/atau pendidik aktif.
c. Ketua Majelis Etik Penata Anestesi adalah setiap anggota biasa yang
cukup senior dan dinilai memiliki integritas moral tinggi.
d. Ketua Konsil Penata Anestesi adalah anggota biasa yang dinilai memiliki
dedikasi tinggi dan cakap dalam pengembangan keprofesian.

(4) Pemungutan suara :


a. Yang berhak memberikan suara adalah peserta sidang masing-masing.
b. Tujuan pemungutan suara adalah menentukan satu calon yang
memperoleh dukungan mayoritas (mendapatkan suara lebih dari setengah).
c. Mekanisme pengambilan keputusan adalah sebagai berikut :
1) Apabila calon dua orang, dan pada penghitungan suara
ternyata hasilnya sama, maka pemungutan suara diulang, dan apabila
hasil tetap sama maka dilakukan undian.
2) Apabila calon lebih dari dua orang, dan pada penghitungan
suara belum ada calon yang mendapat suara lebih dari setengah, maka
diambil dua calon dengan suara terbanyak, untuk selanjutnya dilakukan
pemungutan suara seperti diatas.

Pasal 12
Kegiatan Ilmiah

(1) Kegiatan ilmiah Musyawarah nasional merupakan bagian dari usaha organisasi
untuk mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan
profesi anggota.
(2) Kegiatan ilmiah Musyawarah nasional dapat berupa sidang ilmiah, kursus,
pelatihan dan lain-lain.
(3) Sidang ilmiah :
a. Dapat dihadiri semua anggota yang telah memenuhi kewajibannya dan
bukan anggota atas persetujuan atau permintaan panitia Musyawarah
nasional.
b. Sedapat mungkin menampung karya ilmiah mutakhir anggota maupun
pembicara tamu.
c. Dapat berbentuk ceramah/kuliah, seminar, simposium, lokakarya,
penyajian makalah bebas, dll.
(4) Bagi anggota yang tidak mendapat kesempatan menyajikan karya ilmiahnya
melalui sidang ilmiah, diberi kesempatan untuk menyajikan dalam bentuk
poster.
(5) Kursus dan pelatihan dapat diadakan sebelum, selama atau setelah Musyawarah
nasional.
(6) Kegiatan ilmiah lain diadakan tergantung kebutuhan dan kemampuan panitia.

Pasal 13
Kegiatan Sosial

Ada tidaknya kegiatan sosial serta bentuknya diserahkan sepenuhnya kepada


panitia Musyawarah nasional.

Pasal 14
Musyawarah Nasional Luar Biasa
(1) Musyawarah nasional luar biasa diselenggarakan apabila timbul hal-hal yang
sifatnya mendesak, atas permintaan tertulis dari sekurang-kurangnya setengah
ditambah satu jumlah DPD.
(2) Kegiatan Musyawarah Nasional Luar Biasa adalah sidang organisasi.

BAB III
MUSYAWARAH DEWAN PIMPINAN DAERAH
Pasal 15
Ketentuan Umum

Musyawarah DPD adalah musyawarah anggota, yang dihadiri seluruh anggota DPD
dan undangan yang dipandang perlu, diadakan pada akhir periode kepemimpinan
DPD, paling lambat 3 bulan setelah Musyawarah nasional.

Pasal 16
Tugas dan Wewenang

Tugas dan wewenang musyawarah DPD adalah menilai dan mengesahkan laporan
pertanggungjawaban kepemimpinan DPD, menetapkan garis besar program kerja
kepemimpinan DPD mendatang dangan mengacu anggaran dasar dan anggaran
rumah tangga serta hasil Musyawarah nasional, memilih personalia kepemimpinan
DPD yaitu ketua pengurus DPD dan ketua majelis kehormatan etik profesi, dengan
cara seperti pemilihan kepemimpinan pusat pada Musyawarah nasional.

Pasal 17
Musyawarah DPD Luar Biasa

Apabila timbul hal-hal mendesak, sewaktu-waktu dapat diadakan musyawarah DPD


luar biasa, atas permintaan tertulis sedikitnya setengah jumlah anggota biasa
ditambah satu.

BAB IV
KEPEMIMPINAN PUSAT
Pasal 18
Musyawarah Pimpinan Pusat
(1) Musyawarah Pimpinan Pusat (MPP) adalah instansi kepemimpinan tertinggi
organisasi yang secara kolektif mengembangkan dan memantau pelaksanaan
kebijakan strategis organisasi yang berskala nasional, baik dalam bidang
organisasi, pendidikan, pengembangan ilmu dan pelayanan, baik yang mencakup
profesionalisme maupun etika profesi, demi tercapainya tujuan organisasi;
(2) Personalia MPP ditetapkan oleh Musyawarah nasional untuk masa jabatan
empat tahun, Personalia yang sama tidak boleh memegang jabatan yang sama
dalam MPP lebih dari dua kali berturut-turut;
(3) Dalam melaksanaan tugas dan wewenangnya MPP mengacu pada isi anggaran
dasar dan anggaran rumah tangga dan keputusan yang telah ditetapkan
Musyawarah nasional;
(4) Dalam pelaksanaan kebijakan masing-masing setiap unsur MPP harus saling
berkoordinasi secara integratif dengan unsur MPP yang lain;
(5) Untuk menyelenggarakan kegiatan, MPP harus mengadakan rapat :
a. Rapat pleno terbatas yang dihadiri oleh semua unsur MPP (ketua
pengurus pusat, ketua kolegium, ketua majelis Kehormatan Disiplin
pelayanan keprofesian dan ketua majelis kode etik profesi); diadakan
sedikitnya sekali dalam empat tahun;
b. Rapat pleno yang dihadiri semua personalia/fungsionaris pengurus
pusat, kolegium, majelis Disiplin pelayanan keprofesian, majelis kode etik
profesi pusat ; diadakan sesuai kebutuhan;
c. Rapat pleno diperluas yang dihadiri oleh semua personalia/fungsionaris
musyawarah pimpinan pusat, dan musyawarah pimpinan DPD; diadakan
sedikitnya empat kali dalam satu periode kepengurusan.

Pasal 19
Pengurus Pusat

(1) Pengurus pusat adalah kepemimpinan tertinggi ikatan yang mengurus dan
melaksanakan kebijakan berskala nasional yang diamanatkan Musyawarah
nasional, selain yang dimandatkan kepada kolegium dan majelis, dengan masa
jabatan empat tahun;
(2) Ketua umum pengurus pusat ditetapkan oleh Musyawarah nasional dengan
tugas awal :
a. Menetapkan susunan dan personalia pengurus pusat lengkap dalam
waktu paling lama satu bulan sesudah Musyawarah nasional;
b. Mengadakan serah terima dengan pengurus lama paling lama satu bulan
sesudah pengurus baru terbentuk.
(3) Pengurus pusat terdiri dari sekurang-kurangnya seorang ketua umum, seorang
sekretaris umum, seorang bendahara, dan beberapa ketua bidang sesuai
kebutuhan, yang secara bersama-sama melaksanakan kegiatan secara kolektif;

(4) Sesuai kebutuhan, pengurus pusat dapat mengangkat penasihat, melengkapi diri
dengan badan kelengkapan dan membentuk badan khusus, komisi, tim, atau
panitia, sesuai kebutuhan;
(5) Seluruh personalia pengurus pusat berasal dari anggota biasa, sedangkan
anggota panitia dapat berasal dari anggota biasa;
(6) Apabila ketua umum berhalangan melaksanakan tugasnya, jabatan dapat
dipangku oleh salah satu ketua bidang, dan atau sekretaris umum, sampai
berakhirnya periode kepengurusan;
(7) Pengurus pusat bersama unsur MPP yang lain bertugas dan berwenang :
a. Melaksanakan isi anggaran dasar dan anggaran rumah tangga serta
segala keputusan yang ditetapkan/diamanatkan Musyawarah nasional;
b. Mempertanggungjawabkan kepengurusannya kepada seluruh anggota
pada sidang pleno Musyawarah nasional;
c. Menyelenggarakan Musyawarah nasional pada akhir periode, sekaligus
mempersiapkan bahan/materi Musyawarah nasional (rancangan
agenda/acara dan tata tertib sidang, rancangan garis besar program kerja
organisasi untuk periode mendatang, dan rancangan ketetapan/keputusan
Musyawarah nasional).
(8) Pengurus pusat mengesahkan pengurus DPD dan perangkat kelengkapan
organisasi tingkat pusat;
(9) Untuk menyelenggarakan kegiatan, pengurus pusat harus mengadakan rapat :
a. Rapat pleno terbatas (rapat pengurus lengkap); dihadiri oleh segenap
personalia/fungsionaris pengurus pusat; diadakan sekurang-kurangnya
sekali dalam tiga bulan;
b. Rapat pleno yang dihadiri oleh seluruh personalia/fungsionaris
musyawarah pimpinan pusat; diadakan sesuai kebutuhan;
c. Rapat pleno diperluas yang dihadiri oleh seluruh personalia/fungsionaris
musyawarah pimpinan pusat dan musyawarah pimpinan DPD diadakan
sedikitnya tiga kali dalam satu periode kepengurusan (Rapimnas);
d. Musyawarah kerja nasional (Mukernas) yang dihadiri oleh seluruh
personalia/fungsionaris musyawarah pimpinan pusat dan musyawarah
pimpinan DPD; diadakan satu kali dalam satu periode kepengurusan;
e. Rapat lain sesuai kebutuhan.
(10) Sebagai pedoman kegiatan yang akan ditetapkan, pengurus pusat di awal
kepengurusan wajib membuat program kerja sebagai penjabaran garis besar
program kerja yang diamanatkan Munas, dengan senantiasa mengacu pada :
a. Isi Anggaran Dasar Dan Anggaran Rumah Tangga IPAI;
b. Segala ketetapan Munas maupun IPAI;
c. Program dan kebijakan pemerintah;
d. Program kerja pengurus lama;
e. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi profesi;
Program kerja sedapat mungkin disyahkan pada rapat pleno dan
disosialisasikan kepada seluruh perangkat organisasi.

Pasal 20
Kolegium

(1) Kolegium Penata Anestesi adalah salah satu unsur kepemimpinan pusat,
sekaligus anggota Majelis Kolegium Penata Anestesi, bertanggung jawab dalam
pendidikan Penata Anestesi;
(2) Dalam pelaksanaan kebijakan, IPAI merupakan badan bersifat otonom, namun
dalam penetapan kebijakan perlu berkordinasi dengan unsur lain dalam MPP;
(3) Anggota kolegium adalah anggota biasaIPAIyang merupakan pakar berstatus
staf pengajar Penata Anestesi, sehat, tidak pernah dihukum karena pelanggaran
hukum dan etik profesi, serta bersedia (dengan pernyataan tertulis)
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran;
(4) Susunan pengurus kolegium sedikitnya terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara,
komisi kurikulum, komisi ujian nasional dan komisi akreditasi. Komisi lain atau
subkomisi dapat dibentuk sesuai kebutuhan;
(5) Ketua kolegium dipilih dan ditetapkan dari dan oleh anggota dalam sidang
khusus kolegium dan dikukuhkan dalam sidang pleno pada Munas. Personalia
lainnya dalam kepengurusan kolegium dipilih dari anggota kolegium oleh ketua
terpilih;
(6) Tugas dan wewenang Kolegium adalah :
a. Melaksanakan isi anggaran dasar dan anggaran rumah tangga serta
semua keputusan yang ditetapkan Munas;
b. Menetapkan dan mengawasi serta mengevaluasi pelaksanaan kebijakan
sistem/program pendidikan keperawatan anestesi di Indonesia, baik yang
terkait dengan kurikulum, ujian nasional maupun akreditasi, dalam rangka
penjaminan maupun peningkatan mutu lulusan;
c. Melakukan berbagai usaha dalam rangka pembinaan dan pengembangan
pusat pendidikan Penata Anestesi di Indonesia;
d. Menetapkan sertifikasi (pengakuan keahlian) Penata Anestesi lulusan
dalam maupun luar negeri yang bekerja di Indonesia;
e. Mengkordinasikan kegiatan pendidikan pusat-pusat pendidikan Penata
Anestesi di Indonesia;
f. Menjalin kerja sama dan hubungan baik dengan badan atau instansi yang
terkait dengan pendidikan Penata Anestesi di Indonesia;
g. Menjalin kerja sama dan hubungan baik dengan Kolegium Penata
Anestesi luar negeri dan Kolegium perawat lain dalam negeri.
(7) Kolegium Penata Anestesi dapat mengadakan rapat :
a. Rapat pleno, dihadiri seluruh anggota; diadakan sesuai kebutuhan;
b. Rapat pleno terbatas, dihadiri seluruh pengurus Kolegium, ketua dan
sekretaris program studi perawatan anestesi diadakan sedikitnya sekali
dalam setahun;
c. Rapat pengurus lengkap, dihadiri seluruh personalia atau fungsionaris
pengurus Kolegium diadakan sedikitnya sekali dalam empat bulan;
d. Rapat pengurus harian dihadiri oleh personalia pengurus yang
dipandang perlu; diadakan setiap kali dibutuhkan;
e. Rapat komisi, dihadiri oleh seluruh personalia komisi; diadakan sesuai
kebutuhan;
f. Rapat lain yang dipandang perlu.
(8) Kolegium Perawat anestesi bertanggung jawab kepada Munas IPAI;
(9) Ketua Kolegium Penata Anestesi boleh dijabat rangkap oleh Pengurus DPP IPAI,
Dewan Pertimbangan dan atau anggota yang dianggap cakap.

Pasal 21
Majelis Etik Penata Anestesi Indonesia

(1) Majelis Etik Penata Anestesi Indonesia (MEPAI) adalah badan otonom yang
bertanggung jawab dalam pengembangan kebijakan, pembinaan, pelaksanaan
dan pengawasan penerapan etik profesi di kalangan anggota IPAI;
(2) MEPAI ada di tingkat pusat, sebagai anggota MEPAI, Pengurus Daerah dengan
masa jabatan empat tahun;
(3) Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, MPAI pusat berkordinasi dengan
semua unsur dan selalu berkoordinasi jika diperlukan;
(4) Personalia MEPAI adalah anggota biasa dengan kualifikasi memiliki integritas
moral yang tinggi dan mempunyai riwayat yang baik dalam melaksanakan dan
menerapkan Etik Profesi dipilih oleh anggota biasa IPAI pada Munas/Munaslub;
(5) Kepengurusan MEPAI pusat terdiri dari :
a. Ketua, yang dipilih dan ditetapkan dari dan oleh peserta MEPAI dalam
sidang khusus MEPAI, dan dikukuhkan dalam sidang pleno, pada Munas;
b. Tujuh anggota MEPAI dari daerah berbeda yang dipilih oleh ketua
terpilih.

(6) Tugas dan wewenang MEPAI adalah :


a. Melakukan bimbingan, pengawasan, dan penilaian terhadap anggota
dalam melaksanakan etik profesi;
b. Memperjuangkan tegaknya etik profesi di Indonesia;
c. Memberikan usul dan saran kepada pengurus pusat;
d. Membina hubungan baik dengan instansi/lembaga yang berkaitan
dengan etik Profesi;
e. Mengadakan pertemuan atau menghadirkan pihak lain dari dalam/luar
IPAI apabila dipandang perlu.
(7) Dalam melaksanakan tugasnya, MEPAI menyelenggarakan rapat sesuai
kebutuhan;
(8) MEPAI pusat bertanggung jawab kepada Munas/Munaslub

BAB V
DEWAN PIMPINAN DAERAH
Pasal 22
Musyawarah Pimpinan Daerah

(1) Musyawarah Daerah adalah Musyawarah kepemimpinan tertinggi organisasi di


tingkat Daerah yang mengembangkan dan memantau pelaksanaan kebijakan
strategis organisasi di tingkat daerah;
(2) Musyawarah Pimpinan Daerah terdiri dari ketua pengurus daerah sesuai dengan
AD/ART IPAI.

Pasal 23
Pengurus Daerah
(1) Pengurus daerah adalah Kepengurusan Organisasi/kepemimpinan tertinggi
organisasi di tingkat daerah yang mengurus dan melaksanakan kebijakan
berskala daerah yang diamanatkan Munas maupun musyawarah daerah, selain
yang dimandatkan kepada MEPAI daerah;
(2) Pengurus Daerah terdiri dari sekurang-kurangnya soerang ketua, seorang
sekretaris, dan seorang bendahara, dan dapat menyesuaikan dengan
pengembangan jalannya organisasi dalam masa jabatan ( 4 ) empat tahun;

(3) Ketua pengurus daerah dipilih dari dan oleh anggota biasa dalam musyawarah
daerah/musyawarah daerah luar biasa. Personalia lain dalam kepengurusan
daerah adalah anggota biasa yang ditunjuk oleh ketua terpilih;
(4) Apabila ketua daerah berhalangan melanjutkan tugasnya, jabatan ketua dapat
dipegang oleh sekretaris atau bendahara;
(5) Ketua pengurus daerah dipilih dalam musyawarah daerah yang dilaksanakan
selambat-lambatnya tiga bulan setelah Munas ketua terpilih melengkapi dan
melaporkan kepengurusan lengkap ke pengurus pusat selambat-lambatnya satu
bulan setelah terpilih; pengurus pusat melantik pengurus daerah bersangkutan
selambat-lambatnya satu bulan setelah menerima laporan. Pelantikan bisa
sendiri atau bersama-sama beberapadaerah;
(6) Pengurus daerah mempunyai tugas dan wewenang :
a. Mematuhi dan melaksanakan isi anggaran dasar dan anggaran rumah
tangga, amanat munas maupun musyawarah daerah, dan kebijakan pengurus
pusat;
b. Mengatur dengan memberikan bimbingan/arahan, pengawasan dan
peringatan bila perlu, kepada anggota, kaitannya dengan tugas/
kewajibannya sebagai anggota organisasi maupun dalam menjalankan
profesinya;
c. Menyusun dan melaksanakan program kerja/kegiatan kepengurusan,
baik dalam bidang organisasi, ilmiah maupun sosial/kemasyarakatan;
d. Menyelenggarakan rapat pimpinan daerah, rapat pengurus lengkap, rapat
harian, dan rapat lain yang dipandang perlu;
e. Mengangkat badan, komisi atau panitia sesuai kebutuhan;
f. Menyelenggarakan musyawarah daerah pada akhir kepengurusan.
(7) Pengurus daerah bertanggung jawab kepada musyawarah daerah dan pengurus
pusat;
(8) Ketua pengurusdaerah dapat dijabat secara berturut-turut oleh orang yang sama
paling banyak dua kali.
Pasal 24
Pembentukan DPD Baru

(1) Di wilayah yang sekurang - kurangnya ada 15 orang anggota biasa, dapat
dibentuk DPD baru, dengan syarat di wilayah tersebut adalah satu propinsi;
(2) Pembentukan DPD diusulkan oleh anggota kepada pengurus pusat, diputuskan
dalam rapat pleno, dikukuhkan pada Musyawarah Nasional/Musyawarah Daerah
dan dilakukan pelantikan oleh DPP dan diatur dalam keputusan tersendiri.
BAB VI
MUSYAWARAH KERJA NASIONAL
Pasal 25
Peserta dan Waktu

(1) Musyawarah kerja nasional (Mukernas) adalah rapat yang dihadiri oleh segenap
perangkat organisasi dari tingkat pusat maupun DPD;
(2) Mukernas diadakan sekali dalam satu periode kepengurusan yaitu dua tahun
menjelang Musyawarah nasional yang akan datang.

Pasal 26
Tugas dan Wewenang

(1) Menilai pelaksanaan program kerja nasional yang diamanatkan Munas,


memperbaiki/menyempurnakannya untuk dilaksanakan pada sisa waktu
kepengurusan;
(2) Mengadakan pembicaraan pendahuluan tentang bahan-bahan Munas yang akan
datang.

Pasal 27
Tata Tertib

(1) Penanggung jawab mukernas adalah Dewan pimpinan pusat;


(2) Mukernas dihadiri oleh seluruh perangkat/personalia organisasi IPAI;
(3) Sidang-sidang mukernas terdiri dari sidang pleno dan sidang-sidang khusus
yaitu sidang kolegium, dan sidang MKEP;
(4) Sidang pleno mukernas dipimpin oleh ketua umum pengurus pusat, sidang
khusus dipimpin oleh ketua kolegium/majelis yang bersangkutan.

BAB VII
KEGIATAN ILMIAH NASIONAL DAN INTERNASIONAL
Pasal 28
Dalam Musyawarah Nasional

Kegiatan ilmiah nasional di dalam munas telah dilakukan sesuai kebutuhan /trend
pada saat itu.
Pasal 29
Di Luar Musyawarah Nasional

(1) Kegiatan ilmiah nasional, regional dan internasional menjadi kewenangan


pengurus pusat;
(2) Kegiatan ilmiah nasional IPAI di luar Musyawarah nasional terdiri dari
Pertemuan Ilmiah Nasional (PIN);
(3) Pertemuan ilmiah nasional merupakan pertemuan ilmiah yang diikuti oleh
semua anggota IPAI;
(4) Keputusan tempat dan waktu penyelenggaraan kegiatan ilmiah nasional,
regional dan internasional ditetapkan dalam rapat pleno pengurus;
(5) Biaya penyelenggaraan dibebankan pada anggota yang hadir.

BAB VIII
HARTA KEKAYAAN
Pasal 30
Pengelolaan Kekayaan

(1) Kekayaan IPAI terdiri dari barang, baik berupa benda bergerak maupun tidak
bergerak, surat berharga, dan uang tunai maupun tabungan/simpanan/
deposito;
(2) Kekayaan IPAI, langsung atau tidak langsung menjadi tanggung jawab pengurus,
yang pada pengelolaannya senantiasa menggunakan prinsip keterbukaan dan
akuntabilitas;
(3) Laporan kekayaan termasuk keuangan merupakan bagian dari laporan
pertanggungjawaban pengurus pusat atau pengurus cabang pada Munas atau
musyawarah DPD sesuai tingkatannya.

BAB IX
PENDAPATAN
Pasal 31
Uang Pangkal dan Iuran Anggota

(1) Uang pangkal dan iuran anggota merupakan satu-satunya sumber pendapatan
tetap IPAI, penarikannya dilakukan oleh pengurus DPD;
(2) Besarnya uang pangkal dan iuran ditetapkan dalam Munas;
(3) dengan ketentuan sebagai berikut
 uang pangkal. Rp. 100.000,-;
 Iuran anggota biasa, Rp. 30. 000,-.
(4) Penyerahan uang pangkal dan iuran anggota, disertai laporan tertulis, dari
pengurus DPD ke kolegium dan pengurus pusat dilakukan setiap enam bulan;
(5) Untuk kepentingan DPD, pengurus DPD dapat menetapkan iuran tambahan atas
persetujuan musyawarah DPD.

Pasal 32
Sumbangan dan Usaha Lain

(1) Pengurus Pusat dan pengurus DPD berhak dan berkewajiban mencari dana
penunjang kegiatan organisasi melalui permintaan sumbangan/bantuan yang
sah dan tidak mengikat;
(2) Pengurus pusat dan pengurus DPD berhak mendirikan badan usaha untuk
kepentingan organisasi maupun kesejahteraan anggota, sepanjang tidak
bertentangan dengan peraturan/ketentuan yang berlaku;
(3) Segala bentuk usaha penggalian dana, baik berupa permintaan sumbangan
maupun pendirian badan usaha, dilaporkan kepada Munas atau musyawarah
daerah sesuai tingkatannya.

BAB X
ATRIBUT IPAI
Pasal 33
Lambang Organisasi

(1) Lambang IPAI berupa gambar Persegi Lima berada di dalam lingkaran
bertuliskan;
(2) Bentuk dan warna lambang beserta penjelasannya terdapat pada lampiran
anggaran rumah tangga ini, dengan perubahan pencantuman;
(3) Lambang dicantumkan pada kepala surat, piagam, spanduk, kartu anggota, panji,
dan lain-lain.
Pasal 34
Panji

(1) Panji IPAI berupa bendera dengan warna dasar biru tua, tulisan Ikatan Penata
Anestesi Indonesia;
(2) Panji dipasang pada setiap acara penting/pertemuan yang diselenggarakan IPAI.

Pasal 35
Lagu

(1) Lagu resmi terdiri dari hymne dan mars yang ditetapkan pada Musyawarah
Nasional VI tahun 2014 di Surakarta;
(2) Partitur, lirik hymne dan mars IPAI terdapat dalam lampiran anggaran rumah
tangga ini;
(3) Pada setiap kegiatan nasional diwajibkan menyanyikan bersama Hymne dan
Mars IPAI.

BAB XI
PERUBAHAN AD DAN ART
Pasal 36
Alasan Perubahan

AD dan ART yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan yang terjadi harus segera
diadakan perubahan.

Pasal 37
Tatacara Perubahan

(1) Usulan perubahan AD dan ART dapat diajukan kepada pengurus pusat oleh
setiap anggota secara tertulis, disertai alasannya;
(2) Melalui rapat pleno usulan tersebut akan diterima atau ditolak oleh pengurus
pusa;
(3) Apabila usulan tersebut diterima, pengurus pusat akan membentuk tim yang
personalianya diangkat dari anggota biasa, untuk membuat rancangan
perubahan AD dan ART;
(4) Rancangan perubahan AD dan ART yang telah dibuat oleh tim dilaporkan ke
pengurus pusat untuk mendapat persetujuan di rapat pleno;
(5) Rancangan AD dan ART baru yang telah disetujui rapat pleno dilaporkan oleh
pengurus pusat ke sidang pleno Musyawarah Nasional untuk mendapat
pengesahan;
(6) Dengan telah disahkannya AD dan ART yang baru, AD dan ART yang lama tidak
berlaku lagi.

BAB XII
PEMBUBARAN ORGANISASI
Pasal 38
Tatacara Pembubaran

(1) Musyawarah Nasional khusus untuk pembubaran organisasi dapat


diselenggarakan atas usulan sekurang-kurangnya setengah jumlah cabang;
(2) Keputusan pembubaran organisasi dapat ditetapkan apabila dihadiri oleh
sekurang-kurangnya dua-pertiga jumlah anggota biasa, dan disetujui oleh
sekurang-kurangnya dua-pertiga peserta sidang pleno;
(3) Setelah pembubaran, maka segala kekayaan IPAI diserahkan kepada badan sosial
atau perkumpulan yang ditetapkan oleh Musyawarah Nasional.

BAB XIII
ATURAN TAMBAHAN
Pasal 39

Setiap anggota IPAI dianggap telah mengetahui dan wajib mentaati seluruh isi
anggaran dasar dan anggaran rumah tangga ini.

Pasal 40

Perselisihan akibat perbedaan dalam penafsiran Anggaran Dasar Dan Anggaran


Rumah Tangga diselesaikan oleh pengurus pusat, dan dipertanggungjawabkan pada
Musyawarah Nasional yang akan datang.
Pasal 41

Hal-hal yang belum diatur dalam anggaran rumah tangga ini dimuat dalam
peraturan tersendiri, yang dikeluarkan oleh pengurus pusat sepanjang tidak
bertentangan dengan AD dan ART.

BAB XIII
PENUTUP

Anggaran rumah tangga ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan : Pada Musywarah Nasional VI


Di : Solo
Pada tanggal : 13 -16 November 2014

PIMPINAN SIDANG

Ketua Merangkap Anggota : ............................................. ...............................

Sekretaris Merangkap Anggota : ............................................. ...............................

Anggota : ............................................. . ..............................

Anggota : ............................................. ...............................

Anggota : ............................................. ...............................

Ketua Umum Terpilih Sekretaris Umum Terpilih

............................................ .............................................

Anda mungkin juga menyukai