Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH BLANCH TEST

Disusun Oleh: Kelompok 3 Kelas D

1. Ladio Taufiqurachman (201811076)

2. Lisya Bella Putri Larasati (201811079)

3. Margareta Yulia Kristi (201811080)

4. Miftah Nuralamsyah (201811084)

5. Mufid Farras Reyanda (201811087)

6. Muhammad Agung B (201811089)

7. Nada Nabilah (201811097)

8. Nadhifa Salsabila (201811098)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO (BERAGAMA)

JAKARTA

2020
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Frenulum merupakan lipatan membran mukosa yang dikelilingi otot dan berfungsi
untuk menghubungkan mukosa bibir, pipi, dan lidah dengan jaringan gingiva.
Pemeriksaan abnormalitas perlekatan frenulum secara visual biasanya dilakukan dengan
memberikan tensi atau tegangan saat menarik frenulum dan mengamati daerah iskemi
(pucat). Pemeriksaan ini dinamakan dengan blanch test.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu frenulum?

2. Apa itu blanch test?

1.3 Tujuan Makalah


1. Menjelaskan tentang frenulum

2. Menjelaskan tentang blanch test


BAB 2

PEMBAHASAN

Frenulum merupakan lipatan membran mukosa yang dikelilingi otot dan berfungsi untuk
menghubungkan mukosa bibir, pipi, dan lidah dengan jaringan gingiva.1
Frenulum di rongga mulut terdiri dari 3 jenis, yaitu frenulum labialis, lingualis dan bukalis.
Frenulum labialis sendiri menurut letaknya dibagi menjadi frenulum labialis superior dan
inferior. Secara normal, frenulum labialis terdapat di antara gigi insisivus.2
Berdasarkan ekstensi perlekatan seratnya, frenulum diklasifikasikan sebagai berikut:3
1. Mukosa, ketika serat frenulum melekat pada mucogingival junction
2. Gingiva, ketika serat frenulum melekat pada gingiva cekat
3. Papilla, ketika serat frenulum perlekatannya meluas ke papilla interdental
4. Penetrasi papilla, ketika serat frenulum melewati alveolar dan meluas hingga ke papilla
palatina.
Frenulum aberansia adalah istilah yang digunakan apabila terdapat kelainan/abnormalitas
bentuk anatomis maupun perlekatan frenulum. Secara klinis perlekatan frenulum pada papilla
interdental dan penetrasi papilla dipertimbangkan sebagai kondisi patologis. Kondisi ini dapat
menyebabkan resesi, akumulasi plak dan diastema.1,3
Pemeriksaan abnormalitas perlekatan frenulum secara visual biasanya dilakukan dengan
memberikan tensi/ tegangan saat menarik frenulum dan mengamati daerah iskemi (pucat).
Pemeriksaan ini dinamakan blanch test.4
Apabila kondisi ini terjadi pada frenulum labialis superior, akan menyebabkan diastema
sentralis dan mengurangi aspek estetis pasien, serta menjadi hambatan dalam perawatan
ortodontik.5
Blanch test dapat digunakan untuk mengevaluasi perlekatan frenulum. Pada tahun 1961,
blanch test diusulkan oleh Craber untuk menunjukkan kontinuitas serat jaringan frenulum labial
melalui diastema ke papilla palatina.6
Tes ini dilakukan dengan mengangkat bibir atas ke atas dan ke depan sampai frenulum
meregang erat. Jika prosedur menghasilkan perubahan warna atau perubahan bentuk pada area
ini, frenulum dianggap abnormal.6
Blanch test digunakan untuk mengevaluasi perlekatan frenulum. Tes ini diusulkan oleh
Graber (1994) untuk menunjukkan kontinuitas serat jaringan frenum labial melalui diastema ke
papilla palatine.7
Pemeriksa (IM) mengangkat bibir atas ke atas sampai frenum itu meregang erat. Jika
prosedur menghasilkan perubahan warna atau perubahan kontur pada area ini, frenulum
dianggap abnormal. 7
Frenum abnormal dapat menyebabkan kerusakan periodontal inflamasi, karena menyikat
gigi yang efisien sering dihambat oleh kedekatan frenal dengan margin gingiva atau papilla
interdental. Dalam kasus ini intervensi bedah diindikasikan. 7

Gambar 1. Blanch test untuk mengevaluasi perlekatan frenulum.7

Tapahan dalam blanch test:8


1. Bibir ditarik secara superior dan anterior.
2. Jika terlihat pucat di daerah interdental maka merupakan indikasi dari serat frenulum
yang melintasi alveolar ridge.
3. Blanch test dapat dikolaborasikan dengan regio IOPA yang menunjukkan sedikit irisan
radiolusen atau notch di daerah alveolar ridge interdental.
Gambar 2. Perlekatan frenulum yang abnormal.8

Midline space adalah ruang antara gigi seri sentral maksila, yang mungkin merupakan
karakteristik pertumbuhan normal dari gigi primer dan campuran dan umumnya diklasifikasikan
menurut waktu ketika gigi kaninus rahang atas erupsi.7
Beberapa faktor dapat berkontribusi pada midline space: frenulum atas, kebiasaan oral,
posisi yang salah, hambatan fisik, kelainan gigi dan pola oklusal abnormal, seperti rotasi gigi
insisiv dan maloklusi Kelas II Divisi 1. Namun, banyak penulis telah menyadari kemungkinan
pengaruh frenulum labial superior abnormal pada diastema midline.7
Frenulum labial atas rongga mulut adalah struktur anatomi alami yang terdiri dari plika
mukosa segitiga yang menghubungkan gingiva yang menempel ke bibir atas. Frenulum terdiri
dari serat kolagen dengan struktur saraf perivessel kecil. Dalam penelitian berbasis cadaver,
Henry [1976] menunjukkan tidak adanya serat otot dalam struktur. Frenulum labial superior
medial mulai berkembang pada bulan ketiga kehidupan.7
Pada saat itu, ia dibentuk oleh tali jaringan berserat yang dimasukkan ke dalam papila
palatina dan melintasi lengkungan alveolar, membaginya menjadi dua bagian simetris. Saat lahir,
karena persimpangan lengkung alveolar di garis tengah, frenum memulai involusi dari perlekatan
maksila papilla. Dengan erupsi gigi-geligi insisivus lateral rahang atas, frenum mulai menarik
dan mengalami atrofi. Dalam pemeriksaan anak-anak berusia 6 tahun atau lebih, diamati bahwa
98% memiliki diastema garis tengah yang cenderung menurun antara usia 11 dan 12 tahun.9
Dengan tidak adanya migrasi superior dan atrofi frenum, tali jaringan fibrosa dapat
bertahan di antara gigi seri sentral tengah atas. Telah ada banyak diskusi mengenai masalah
apakah penyisipan frenum yang abnormal dapat memicu diastema.10
Pada tahun 1976 Stubley menyatakan bahwa ketika erupsi normal dari gigi seri atas terjadi,
aperture tetap di tulang dan serat transeptal mengubah arah horizontal mereka secara ortogonal
tanpa menyentuh sisi kontralateral.10
Dia juga melaporkan bahwa ketika serat berjalan dalam kontinuitas, perawatan ortodontik
sudah cukup untuk menghilangkan diastema. Sebaliknya, ketika serat transpalatal berjalan secara
vertikal, frenoplasty menjadi perlu, seperti dalam kasus ketika frenum dimasukkan ke dalam
papilla maksila.10

Gambar 3. Diastema midline karena perlekatan frenulum yang tinggi.8


BAB 3

KESIMPULAN

Blanch test digunakan untuk mengevaluasi perlekatan frenulum. Pada tahun 1961, blanch
test diusulkan oleh Craber untuk menunjukkan kontinuitas serat jaringan frenulum labial melalui
diastema ke papilla palatina.
Tes ini dilakukan dengan mengangkat bibir atas ke atas dan ke depan sampai frenulum
meregang erat. Jika prosedur menghasilkan perubahan warna atau perubahan bentuk pada area
ini, frenulum dianggap abnormal.
Telah ada banyak diskusi mengenai masalah apakah penyisipan frenum yang abnormal
dapat memicu diastema.
DAFTAR PUSTAKA

1. Carranza, Fermin A., Newman., Michael G., Takei, Henry A.,Klokkevold, Perry R.,
Clincal Periodontology, 10th ed. Philadelphia: W.B Sounders. 2006:1936.
2. Suryono. Bedah Dasar Periodonsia. Yogyakarta: Ash-Shaff. 2012: 10-31.
3. Hungund S, Dodani K, Kambalyal P, Kambalyal P. Comparative results of Frenectomy
by Three Surgical Techniques-Conventional, Unilateral Displaced Pedicle Flap and
Bilateral Displaced Pedicle Flap. Dentistry 2013; 4: 183.
4. Devishree, Gujjari SK, Shubhashini. Frenectomy: A review with the reports of surgical
techniques. J Clin Diagn Res. 2012 November, Vol-6(9): 1587-1592.
5. Suryono. Perbandingan Penggunaan Scalpel dan Electrosurgery pada Frenektomi
Frenulum Labialis Superior. Maj Ked Gi 2011; 18(2): 187-190.
6. Angle, EH. Treatment of malocclusion of the teeth, 7th Ed. Philadelphia: SS White Co,
1907.
7. Huang WJ, Creath CJ. The midline diastema: a review of its etiology and treatment.
Paediatr Dent 1995; 17: 171-179.
8. Ahal R, Singh G. Textbook of orthodontics second edition. New delhi: Jaypee brother
medical publishers. 2007: 643.
9. Powell RN, McEniery TM. A longitudinal study of isolated gingival recession in the
mandibular central incisor region of children aged 6-8 years. J Clin Periodontol 1982; 9:
357- 364.
10. Stubley R. Influence of transeptal fibers on incisors position and diastema formation. Am
J Orthod 1976; 70: 645-662.

Anda mungkin juga menyukai