Anda di halaman 1dari 18

TUGAS ‘SIFAT FISIKA KIMIA ZAT PADAT’

SUMMARY
PEMBUATAN MATERIAL FE2O3

Di susun oleh:
Calaelma Logys Imalia (21030119420023)

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2020
Title : Pembuatan α-Fe2O3 Dari Hasil Pengolahan Bijih Besi Primer Jenis
Hematit Untuk Bahan Baku Baterai Lithium
Author : Agus Budi Prasetyo
Year : 2014
Name of Journal : Jurnal Material Metalurgi
Volume/page : 179-190
Summary
Kegunaan Material:
Aplikasi hematit jenis α-Fe2O3 pada industri banyak digunakan dalam industri
elektronika seperti untuk pembuatan bahan baku katoda pada pembuatan baterai
lithium, sensor gas etanol, maupun superkapasitor. Pada pemanfaatan α-Fe2O3 dalam
industri baterai litium, α-Fe2O3 digunakan sebagai bahan kimia campuran untuk
pembuatan katoda lithium besi fosfat (LiFePO 4). Aplikasi lain dari hematit jenis α-
Fe2O3 juga digunakan dalam dunia biomedis dan dapat dijadikan pigmen besi oksida
yang berfungsi sebagai salah satu komponen dasar pembuatan cat.

Metode yang digunakan :


 Preparasi bijih besi,
Peremukan sampel bijih besi jenis hematit di remuk menjadi ukuran
yang lebih kecil dengan menggunakan alat crusher. Hasil dari pengecilan
sampel kemudian digerus dengan menggunakan disk mill untuk mendapatkan
ukuran yang diinginkan.
Dari sampel awal tersebut dianalisis dengan menggunakan XRF (x-ray
fluorescence) untuk mengetahui komposisi dan kadar mineral yang
terkandung di dalam bijih besi dan XRD untuk mengetahui komposisi
senyawa yang terkandung di dalam bijih besi.
 Konsentrasi
Pemisahan konsentrat dengan tailing dengan menggunakan alat
magnetik separator. Hasil preparasi dengan ukuran butir 100 mesh diambil
sebanyak 25 gram untuk setiap variasi percobaan.
 Proses Leaching/Pelindihan
Material hasil preparasi dicampurkan HCl dan aquades dengan
perbandingan yang bervariasi yaitu 1:1 ; 1:3 ; dan 1:5 sampai total larutan
masing-masing yaitu 200 ml. Larutan hasil pelindian tersebut disaring dengan
menggunakan kertas saring untuk memisahkan antara filtrate (larutan FeCl3)
yang kaya akan besi dan residu (tailing) yang mengandung banyak pengotor.
Reaksi yang terjadi pada proses pelarutan dengan HCl sebagai berikut:
Fe2O3 + 6HCl  2FeCl3 + 3H2O……(1)
 Proses Hidrolisis/Pengendapan
Larutan yang dihasilkan kemudian dihidrolisis dengan menggunakan
larutan amonia secukupnya agar Fe yang terkandung dalam larutan tersebut
dapat terikat atau menggumpal. Reaksi yang terjadi pada proses hidrolisis
dengan amoniak sebagai berikut :
FeCl3 + 3NH4OH Fe(OH)3 + 3NH4Cl ......(2)
Larutan ammonia ini berfungsi untuk menetralkan larutan yang telah
menjadi asam tersebut. Proses penetralan dapat dicapai pada pH 6–7 Setelah
selesai penyaringan kembali, maka diperoleh padatan gel Fe(OH)3 yang siap
untuk dipanggang dengan suhu tertentu sedangkan filtrat (larutan ammonium
chlorida) yang dihasilkan tersebut dibuang karena tidak digunakan kembali
untuk proses selanjutnya.
 Roasting/Pemanggangan
Endapan yang terjadi kemudian dipanggang pada termperatur tertentu
untuk mendapatkan bahan kimia hematit (α Fe2O3). Reaksi yang terjadi pada
proses pemanggangan adalah:
2Fe(OH)3  Fe2O3 + 3H2O ...........(3)
Proses pemanggangan dengan suhu tinggi antara 400oC sampai 700oC
yang bertujuan untuk mengubah gel Fe(OH)3 menjadi α Fe2O3 dengan waktu
tertentu.
Hasil dari proses pemanggangan tersebut berupa α Fe2O3 yang
berwarna merah kecoklatan. Variabel yang divariasikan yaitu konsentrasi
HCl, waktu pemanggangan dan temperatur pemanggangan. Hasil dari proses
berupa serbuk kimia α Fe2O3, kemudian dikarakterisasi dengan melakukan
analisa-analisa dari produk tersebut.

Hasil Analisa XRD Bijih Besi Hematit

Hasil XRD memperlihatkan bahwa mineral dominan yang terdapat pada


sampel adalah Hematit (Fe2O3). Data yang cocok pada search match ini adalah
JCPDS (joint committee on powder diffraction standar) nomor 33-0664. Struktur
kristal untuk pola XRD tersebut adalah hexagonal, dimana pada analisa terlihat
space group yang terbentuk adalah R-3c. Ini terbukti dari puncak tertinggi pada
sudut 2θ adalah 33,1924°. Hal ini didukung dengan adanya puncak-puncak lainnya
pada sudut 2θ yaitu 35,6657° dan 54,1350°. Namun berdasarkan pembacaan hasil
analisa, terdapat fasa lain yang terdapat pada sampel tersebut, yaitu mineral
Plustite dengan rumus kimia FeO sesuai dengan JCPDS nomor 6-0615.
Title : Synthesis and Characterization of Fe2o3 Nanoparticles Using
Averrhoa Bilimbi as Biomaterial Chelating Agent for Nanofluids
Application
Author : Arie Hardiana, Alvi Aristia Ramadhiany, Dani Gustaman Syarif,
Senadi Budiman
Year : 2017
Name of Journal : ALCHEMY Jurnal Penelitian Kimia
Volume/page : 13/133-146
Summary
Kegunaan Material:
Nanofluida digunakan untuk meningkatkan efisiensi peralatan perpindahan
panas yang bisa menggantikan fluida pendingin konvensional seperti air, etilen glikol,
dan minyak mesin yang secara umum memiliki sifat-sifat perpindahan panas yang
sangat rendah dibandingkan dengan kebanyakan bahan padat. Nanofluida merupakan
pengembangan teknologi yang mengandung partikel berbahan padat yang memiliki
konduktivitas termal lebih tinggi daripada bahan cairan.

Metode yang digunakan:


 Sintesis Nanopartikel Fe2O3
Sebanyak 30 g mineral lokal yang kaya akan Fe2O3 bernama Yarosit (PD
Kerta Pertambangan) dilarutkan dengan menggunakan larutan HCl 5M
(Merck) sambil dipanaskan <90 ºC dan diaduk menggunakan magnetic stirrer,
kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring untuk memisahkan
filtrat dan residunya. Filtrat yang dihasilkan kemudian dicampurkan dengan
ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi), diaduk dengan menggunakan
magnetic stirrer hingga homogen untuk membentuk sol kemudian dilakukan
pemanasan dalam tungku pada suhu 120 ºC hingga membentuk gel. Gel yang
terbentuk kemudian dikalsinasi pada suhu 500 ºC, 600 ºC dan 700 ºC selama 5
jam hingga membentuk padatan. Padatan yang terbentuk kemudian
dikarakterisasi menggunakan XRD PANalytical dengan sinar Cu-Kα untuk
mengamati struktur dan ukuran kristal. Surface Area Meter (Quantachrome)
digunakan untuk mengetahui luas permukaan serbuk.
 Pembuatan Nanofluida Air-Fe2O3
Sebanyak 0,3 g nanopartikel Fe2O3 dicampurkan dengan 100 mL
aquades kemudian diaduk hingga homogen kurang lebih 30 menit. Suspensi
kemudian diultrasonikasi selama 2 jam agar nanopartikelnya terdispersi
merata. Kestabilan suspensi diamati selama 20 hari. Nanofluida air-Fe2O3
yang telah dibuat kemudian dikarakterisasi melalui uji viskositas, uji potensial
zeta menggunakan zetasizer dari Malvren, dan uji Critical Heat Fluks (CHF)
menggunakan metode yang dijelaskan pada literatur (Hiswankar and
Kshirsagar, 2013). Critical Heat Flux (CHF) atau fluks kalor kritis diukur
dengan menggunakan metode kawat halus yang dialiri arus sehingga kawat
tersebut merupakan sumber kalor. Seiring pemberian arus, fluks akan
meningkat dan mengalami proses kondensasi pada nanofluida disekitarnya.
Kawat yang dikelilingi nanofluida akan putus dikarenakan panas yang sudah
tidak dapat disebarkan ke nanofluida. Skema metode kawat halus tersebut
diperlihatkan pada Gambar 1.

CHF nanofluida dibandingkan dengan CHF fluida dasar (air). Untuk


mengetahui seberapa besar peningkatan titik kritis panas pada nanofluida,
hasil pengukuran CHF pada Tabel 5 dihitung dengan menggunakan
Persamaan (1) dan (2).
Hasil Analisa XRD Nanopartikel Fe2O3
Pola hasil X-Ray Difraction (XRD) nanopartikel Fe2O3 pada suhu 500 ºC, 600
ºC dan 700 ºC selama 5 jam dengan menggunakan ekstrak belimbing wuluh
(Averrhoa bilimbi) sebagai agen pengkelat ditunjukkan pada Gambar 4. Berdasarkan
data yang diperoleh, terdapat kesesuaian antara kurva yang dihasilkan dengan pola
difraksi standar (JCPDS) No. 33-0664 untuk α-Fe2O3 dengan sistem kristal
rhombohedral.

Difraktogram XRD hasil sintesis nanopartikel α-Fe2O3 pada suhu kalsinasi


500 ºC, 600 ºC dan 700 ºC menunjukkan beberapa puncak pada sudut 2θ yang hampir
sama yaitu 24,97º; 34,23º; 36,63º; 50,71º; dan 55,17º, yang mengindikasikan
keberadaan kristal α-Fe2O3 berstruktur rhombohedral. Nilai indeks Miller, (hkl) dari
sudut-sudut tersebut secara berturut-turut adalah (012), (104), (110), (024), dan (211).
Berdasarkan Gambar 4, pola difraksi sampel yang dikalsinasi pada suhu 500 ºC
terlihat memiliki pola difraksi tambahan di samping α-Fe2O3. Pola difraksi tambahan
tersebut diduga merupakan pengotor organik, mengingat intensitasnya berkurang
seiring meningkatnya suhu kalsinasi. Pengotor zat organik ini berasal dari
penggunaan ekstrak belimbing wuluh. Pola difraksi yang dihasilkan juga dapat
digunakan untuk menghitung ukuran kristalit dengan menggunakan persamaan
Scherrer sesuai dengan persamaan (3) (Abareshi et al., 2010). Dengan menggunakan
pola difraksi yang didapat dari persamaan Scherrer akan dihasilkan ukuran kristalit
sesuai dengan Tabel 1.

Dimana D yaitu ukuran kristalit (nm), yaitu faktor bentuk kristal umumnya
0,9, panjang gelombang sinar X yang digunakan yakni 0,154056 nm untuk Cu Kα,
yaitu Full Width at Half Maximum (rad), dan sudut Bragg (°).
Title : Synthesis and application of novel α-Fe2O3/graphene for visible-
light
enhanced photocatalytic degradation of RhB
Author : Sana Frindy
Year : 2020
Name of Journal : Materials and Design
Volume/page : 13/133-146
Summary
Kegunaan Material
Teknologi fotokalitik digunakan untuk mengatasi masalah lingkungan seperti
berkembangnya zat warna pada pengolahan air. Fotokatalitik dapat digunakan untuk
mendegradasi berbagai jenis zat warna dan logam lainnya, semi konduktor dan zat
arang. Graphene juga telah menarik perhatian di beberapa kasus khususnya pada
katalis heterogen yang nantinya akan dibuat nano catalyst karena memiliki struktur
yang ringan, unik, transparasi yang baik, konduktivitas electron yang tinggi, dan
kapasitas adsorpsi yang tinggi. Penggunaan struktur hybrid graphene-α-Fe2O3 dapat
digunakan sebagai transpor elektron dari semikonduktor ke dalam substrat graphene
sebagai penyuplai daya ulang.
Pada penelitian ini, peneliti membuat graphene doped dan undoped
menggunakan serangkaian biopolymer seperti kitosan, alginate dan karagenan yang
nantinya akan dimasukan ke dalam lembaran grapheme menggunakan metode
hidrotermal sederhana.

Metode yang digunakan


 Pembuatan Katalis
Preparasi Gr, Gr(N), Gr (S)
Gr, Gr (N) dan Gr (S) disiapkan seperti yang ada dalam referensi dengan
pirolisis pada 900 °C di bawah Ar dalam furnace horisontal menggunakan
natrium alginat, dan kitosan atau karagenan sebagai prekursor.
 Sintesis α- Fe2O3 yang dimuat di undoped atau didoping Gr dan karbon
nanotube (CNT), karbon aktif dan biochar
Larutan NaOH 80ml ditambahkan tetes demi tetes ke dalam 80ml FeCl3,
6H2O (0,1 M) selama 15 menit. Ketika larutan berubah menjadi coklat gelap,
tambahkan graphene doped dan undoped yang dibutuhkan kedalam larutan
tersebut dibawah pengandukan selama 30 menit , larutan dituangkan ke
dalam Teflon-berbaris autoclave dan hidrotermal dipanaskan pada 180°C
selama 24 jam. Sampel yang diperoleh kemudian dicuci tiga kali pada
penghilangan ion air menggunakan etanol, disentrifugasi dan dikeringkan
pada 60 °C semalam. Prosedur yang sama digunakan untuk sintesis murni α-
Fe2O3 tanpa penambahan graphene. Katalis lainnya disusun secara analog
menggunakan berat yang sama pada sampel komersial dari carbon aktif
(norit), carbon nanotubes (CNTs) dan biochar.
 Degradasi Photo-Fenton oleh Rhodamin B/ RhB
Aaktivitas fotokatalis yang berbeda dievaluasi menggunakan Rhodamin B
(RhB) sebagai model dari pengolahan air. Semua percobaan yang
dikonduksikan oleh tipe batch di bawah iradiasi terlihat (Visilight CL150 with
luminous efficacy (lumens/watt: 16/24) pada suhu kamar. Lampu diletakkan
di atas kuarsa Becker pada jarak 3 cm. Jumlah yang diperlukan katalis (0,5 g /
L) ditambahkan pertama kali kedalam 50 mL larutan RhB pada konsentrasi
inisial 10 mg/l dengan 300 μL H2O. Suspensi diaduk secara magnetic secara
berkala untuk membentuk adsorpsi/desorpsi keseimbangan dan dikenai
iluminasi cahaya selama 75 menit. Pada interval waktu tertentu, sampel
diambil, disaring melalui 0,22μ MRC dan dianalisis menggunakan
spektrofotometer UV-Vis. Panjang gelombang maksimum dari RhB λmax =
554 nm. Efisiensi degradasi dan kinetika laju photocatalytic di plotkan pada
Persamaan. (1) and (2)
Dimana C0 and A0 adalah konsentrasi inisial and absorbansi dari RhB
dan Ct dan At adalah konsentrasi dan absorbansi dari RhB pada waktu reaksi t
(min), kapp (min−1 ) adalah laju konstan dan t (min) adalah waktu irradiation.
 Karakterisasi
1. Fourier transform infrared (FTIR) spectra were monitored using a
NICOLET iS10 spectrometer. Raman spectra were recorded at
ambient temperature with a green laser 514 nm laser excitation on a
Renishaw in Via Microraman spectrophotometer
2. Powder X-ray diffraction (XRD) patterns were carried out on a
PANalytical diffractometer with Co Kα radiation (λ = 0.1789 nm, at
40 kV and 40 mA) from 10° to 100° 2θ angles.
3. Scanning electron microscopy (SEM) images and the composition of
catalysts were taken by field emission SEM (Hitachi S4800) coupled
with Energy Dispersive Spectroscopy (EDS).
4. Transmission electron microscopy (TEM) images were taken on a
Hitachi 7700.
5. X-ray photoelectron spectroscopy (XPS) measurements were taken
using an Al-Kα (1486.6 eV) as the radiation source (ESCALAB 250)
for the analysis of surface chemical compositions and chemical status

Hasil Analisa XRD Graphene/ novel α-Fe2O3


Fig 1. Menunjukkan pola XRD dari the photocatalyst yang dipreparasi αFe2O3, α-
Fe2O3-Gr(x wt%), α-Fe2O3-Gr(N) and α-Fe2O3-Gr(S). Semua peak difraksi dari α-
Fe2O3 di indeksikan ke dalam struktur rhombohedral dari hematite α-Fe2O3. Pola
difraksi Gr doped dan undoped kedalam α-Fe2O3 juga cocok dengan fasa hematite
dengan no trace pada impurities yang lain. Kekuatan dan bentuk peak difraksi
menunjukkan bahwa hematite α-Fe2O3 sangat crystallin, tapi jumlah dari pemuatan
Gr menunjukkan tidak ada pengaruh perubahan pada struktur kristal α-Fe2O3 di
nanokomposit, dan tidak ada puncak difraksi yang khas sesuai dengan graphene yang
diamati, yang dapat dijelaskan oleh relatively low content dari Gr pada nanokomposit
α-Fe2O3-Gr dan atau pengelupasan grapheme selama pertumbuhan besi NPs . Rata
rata struktur Kristal untuk hematite α-Fe2O3 and sampel α-Fe2O3- Gr10% dihitung
menggunakan Debye Scherrer equation (Eq. (3)):
Title : Novel α-Fe2O3/MXene nanocomposite as heterogeneous activator of
peroxymonosulfate for the degradation of salicylic acid
Author : Mingmei Ding , Wei Chena , Hang Xua , Zhen Shen , Tao Lin, Kai
Hua, , Chun hui Luc , Zongli Xied,
Year : 2020
Name of Journal : Journal of Hazardous Material
Volume/page : 13/133-146
Summary
Kegunaan Material
The FM nanocomposite (α-Fe2O3/MXene ) achieved high efficiency and stability
towards activating peroxymonosulfate (PMS) to produce free radicals for the
degradation of salicylic acid (SA) in aqueous solution.

Metode yang digunakan


In this work, with two dimensional MXene as the catalyst substrate, a novel α-Fe2O3/
MXene (FM) nanocomposite was fabricated through a facile solvothermal method.
Systematic characterization demonstrated that the MXene substrate could facilitate
the size reduction and good dispersion of α-Fe2O3 nanoparticles. The operating
parameters, including catalyst dosage, PMS dosage, SA concentration and initial pH
value, were evaluated and analysed. The co-existence of sulfate radicals (SO4 %−)
and hydroxyl radicals (% OH) was confirmed using electron paramagnetic resonance
spectroscopy and radical scavenger tests, while SO4 %−was identified as the main
reactive species in the FM/PMS catalytic system. The possible mechanisms for the
electron transfer and radical generation during the process of PMS activation by the
FM nanocomposite are further investigated using XPS.

 Material Syntesis and Characterisation


1. Titanium carbide Mxene used in this study was synthesised using a HF
etching method (Lukatskaya et al., 2013). In a typical MXene synthesis
batch, 1 g of Ti3AlC2 powder was etched with 20 ml of 50% HF solution
for 24 h at room temperature.
2. Then, the resulting solution was centrifuged. The solid was washed seven
times in ultrapure water to remove residual impurities until neutral pH
was achieved. The solid product was dried at 60 °C for 24 h to yield
Ti3C2. The α-Fe2O3/MXene nanocomposite (FM) was fabricated using a
facile hydrothermal method.
3. Typically, 1 g of MXene was dispersed in 50 mL of ultrapure water with
sonication for 30 min to obtain a uniform solution. Then, 2 mL of 1 M
aqueous FeCl3·6H2O was added dropwise into the above suspension with
mild stirring for 30 min. The mixture was transferred into a Teflon-lined
autoclave and hydrothermally treated at 150 °C for 24 h. Finally, the
resultant product was rinsed repeatedly with water and ethanol for four
times and dried at 60 °C.
4. FM nanocomposites were synthesized using different concentrations of
FeCl3·6H2O including 0.5, 1, and 2 M and denoted FM-1, FM-2 and
FM-3, respectively. Additionally, a control α-Fe2O3 sample was also
fabricated using the same procedure, however, in the absence of MXene
component.
5. The mineralogical and crystallographic information of samples was
investigated using X-ray diffraction (XRD) analysis performed on a
Rigaku D/MAXRC X-ray diffractometer within the 2θ range of 5–80°.
6. The morphologies of catalysts were obtained using scanning electro

Hasil Analisa XRD Novel α-Fe2O3/MXene nanocomposite


In the diffraction spectum of pure MXene, the disappearance of the Ti3AlC2
peak at 2θ = 39.08° (104) and a slight left shift of the (002) peak (Fig. S1) represent
the successful fabrication of multi-layered Ti3C2Tx MXene particles (Lukatskaya et
al., 2013). When FeCl3·6H2O was used as the exclusive precursor, all the peaks in
the XRD patterns become consistent with JCPDS No. 33-0664 for α-Fe2O3,
revealing the formation of α-Fe2O3 with a considerable degree of crystallization. For
the FM nanocomposites, the characteristic peaks of MXene are generally
distinguishable but relatively weakened, indicating that the crystalline structure of
MXene is well-preserved during the preparation process. Additionally, as can been
seen from the XRD patterns, the characteristic peaks of α-Fe2O3 appeared and
gradually intensified with the increase of α-Fe2O3 loading, confirming that FM
nanocomposites were successfully synthesized.
Title : Preparasi Dan Karakterisasi -Fe2o3 /Zeolit Y Untuk Reaksi
Perengkahan Asam Palmitat
Author : Abdulloh et al.
Year : 2015
Name of Journal : Jurnal Kimia Riset
Volume/page : 2/2
Summary
Kegunaan Material
Salah satu bahan yang biasa digunakan sebagai katalis maupun pengemban katalis
(supported catalyst) yang biasanya digunakan untuk reaksi cracking adalah zeolit.
Lokhande et al. (2015), menyatakan bahwa zeolit sebagai metal supported catalyst
memiliki aktivitas katalitik yang tinggi, porositas yang besar dan stabil pada suhu
tinggi. Zeolit dapat dimodifikasi dengan logam transisi untuk meningkatkan stabilitas
termal dan keasaman zeolit yang dapat mempengaruhi aktivitas dan selektivitas
katalis serta laju pembentukan kokas (Cornet dan Chambellan, 1985). Beberapa
logam transisi dengan work function yang tinggi sering digunakan modifikasi zeolit
adalah Pt, Pd, Ni, Co, Rh, Ru, Cu, dan Fe. Diantara logam transisi tersebut, Fe
merupakan logam transisi yang realtif murah.

Metode yang digunakan


1. Preparasi dan karakterisasi - Fe2O3/zeolit Y
Sintesis zeolit Y dilakukan melalui metode kristalisasi bertahap (Huang et al.,
2010). Disiapkan tiga jenis larutan dengan melarutkan 19,32 g NaOH ke dalam
50 mL akuades, 4,92 g NaAlO2 ke dalam 50 mL akuades dan 33,78 mL TEOS ke
dalam 59 mL akuades. Semua bahan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam
botol PP dan diaduk selama 2 jam, proses hidrotermal pada suhu 40°C selama 24
dilanjutkan dengan kristalisasi pada suhu pada suhu 60°C selama 96 jam.
Selanjutnya, campuran disaring dan dicuci dengan akuades sampai pH netral.
Padatan yang dihasilkan dikeringkan dalam oven pada suhu 100°C selama 24
jam dan dikalsinasi menggunakan tubular furnace pada suhu 550˚C sambil dialiri
gas N2 selama 1 jam dan udara bebas selama 6 jam. Selanjutnya dilakukan
karakterisasi dengan XRD dan FTIR untuk memastikan t erbentuknya zeolit Y.
Untuk preparasi katalis -Fe2O3/zeolit, kedalam 100 mL larutan Fe2O3 1 M
dimaksudkan 5 gram zeolit Y hasil sintesis dan direfluks pada suhu 80 oC selama
6 jam. Campuran selanjutnya disaring, padatan yang dihasilkan dikeringkan
dalam oven pada suhu 105 oC selama 24 jam dan dikalsinasi menggunakan
tubular furnace pada suhu 500 oC selama 5 jam sambil dialiri gas N2.
2. Uji aktivitas katalis -Fe2O3/zeolit Y
Reaksi cracking dilakukan menggunakan metode modified simple cracking
(Prado and Filho, 2009). Sebanyak 5 gram asam palmitat dan 0,5 gram katalis -
Fe2O3 kedalam labu reaksi yang telah dilengkapi dengan kolom fraksinasi,
kondensor dan termokopel. Reaksi cracking dilaksanakan dengan memanaskan
labu reaksi ke dalam penangas pasir pada suhu 380 – 400ºC. Setelah 3 jam reaksi
dihentikan, setelah dingin ke dalam labu reaksi dimasukkan 5 mL n-heksan.
Katalis yang merupakan fasa padat dalam campuran kemudian dipisahkan
dengan centrifugasi dan fasa.

Hasil Analisa XRD


Karakteristik katalis -Fe2O3/zeolit Y Dari difraktogram hasil karakterisasi
XRD diperoleh puncak pada sudut 2θ 6,19, 11.73 15,46 dan 23,42 o yang merupakan
puncak karakteristik zeolit Y dan puncak pada sudut 2θ 7,25, 16,21, 24.03, 26.25 dan
30,12o yang merupakan puncak karakteristik zeolit A. Selain itu, terdapat pula puncak
pada sudut 2θ 10,19, 12,56, 20,38, 21,76, 27,23, 30,98, 32,72, 34,25, 41,49, 44,29,
47,45 dan 49,15˚ yang merupakan puncak difraktogram milik zeolit Y dan Zeolit A
(Gambar 1). Zeolit Y dan zeolit A memiliki kerangka inti kristal yang sama, yaitu
sodalit. Kerangka zeolit Y terbentuk dari rangkaian sodalit yang dihubungkan
membentuk cincin ganda 6 dan kerangka zeolit A terbentuk dari rangkaian sodalit
yang dihubungkan membentuk cincin ganda 4. Pada sintesis zeolit Y dengan metode
kristalisasi bertingkat, sodalit terbentuk pada proses hidrotermal (Jiang et al., 2011).

Anda mungkin juga menyukai