Anda di halaman 1dari 5

TUGAS RESPIRO Carrina

1. Patogenesis Demam

Infeksi, inflamasi, trauma, menyebabkan sel imun mengaktivasi


pelepasan sitoken pirogenik. Sinyal demam ditransmisikan melalui jalur
neural dan humoral ke otak untuk mengatur keseimbangan pusat demam,
Cryogen akan menghambat peningkatan suhu yang berlebihan. Mekanisme
peningkatan panas dan fase akut diaktivasi, sedangkan kehilangan panas
diminimalisasi.
(Sumber : Dimie Ogoina, 2011. Fever, fever patterns and diseases called ‘fever’ — A review.
J of Inf and Pub.Health; vol. 4: pp.108-124)
2. Mekanisme demam pada berbagai etiologi
Sumber demam Mekanisme
Sepsis/infeksi Pirogen eksogen (mikrobakterial), pirogen endogen (IL-1,
IL-6, TNF)
Inflamasi Mediator inflamasi yang berupa priogen  jalur yang
sama dengan sepsis
Malignansi 1. mekanisme sepsis
2. nekrosis tumor  produksi sitogen pirogenik
Autoimun Reaksi inflamasi  menginduksi sitokin pirogenik
Drug induced 1) Kehilangan panas dari perifer, 2) Gangguan regulasi
fever suhu di pusat suhu, 3) Kerusakan jaringan  mediator
inflamasi, 4) Rangsangan respon imun, 5) Bahan pirogenik
dari obat
Fever after brain Lesi cerebral  pelepasan sitokin inflamasi dan pirogen 
injury disregulasi pusat suhu
Endocrine fever - peningkatan metabolisme perifer
(hyperthyroidism - peningkatan hypothalamus “set point”
)

(Sumber : Walter et al, 2016. The pathophysiological basis and consequences of fever. Critical
Care; vol.20, no. 200: pp. 1-10)

3. Mekanisme kerja obat anti piretik :


Antipiretik (asetaminofen, aspirin, NSAID lainnya) menurunkan demam
dengan cara menekan reaksi inflamasi di perifer (inflamasi jaringan) maupun
di pusat pengaturan suhu di sentral .
Di perifer, aspirin dan NSAID lain menekan produksi sitokin pirogen,
misalnya TNF dan IL-1, dan menghambat interaksi leukosit dengan sel
endothelial. Anti piretik juga membentuk molekul anti inflamasi seperti
adenosine.
Di sentral, antipiretik menurunkan pusat pengaturan suhu dengan menghambat
produksi siklooksigenasi dari PGE2. Selain itu antipiretik juga merangsang
pelepasan endogen antipiretik seperti vasopressin.
Asetaminofen (paracetamol) berbeda dengan antipiretik lainnya karena tidak
dapat mengurangi reaksi inflamasi perifer dan mempunyai efek minimal
antipiretik endogen
(sumber : David M. Aronoff, MD, Eric G. Neilson, MD, 2001. Antipyretics: Mechanisms of
Action and Clinical Use in Fever Suppression. Experta medica)

4. Asimptomatik bakteriuria
Bakteriuria asimptomatik didefinisikan sebagai jumlah bakteri yang
signifikan (biasanya 105 organisme / ml) yang terdapat dalam urin seseorang
tanpa gejala. beberapa bayi dan balita memiliki bakteriuria asimptomatik,
insidensinya meningkat dengan bertambahnya usia. Etiologi bakteriuria
asimptomatik masih idiopatik. Insidens lebih banyak pada wanita daripada
pria oleh karena uretra wanita lebih pendek, yang memberikan bakteri dari
meatus uretra dan perineum jarak yang lebih pendek ke kandung kemih. Pada
orang tua, diperkirakan bahwa pengosongan kandung kemih yang tidak
lengkap berkontribusi terhadap peningkatan insiden bakteriuria asimptomatik.
(Sumber : Bigotte Vieira M, Alves M, Costa J, Vaz-Carneiro A, 2018. Bacteriuria. Cochrane
Database Syst Rev. Acta Med Port; Vol. 31, no. 2:pp. 76-79)

5. Mekanisme induksi sputum


 KIE orang tua
 Mencuci tangan sebelum prosedur, menyiapkan peralatan
 Oksigenasi
 Premedikasi dengan nebulisasi SABA 2.5ml untuk mengurangi
bronkospasme
 Nebulisasi salin hipertonik (NaCl 3%) 3ml selama 15 menit dengan napas
biasa  pasien diminta untuk batuk & berdahak setiap interval 5 menit
 Pasien resiko tinggi (asma tidak terkontrol)  gunakan NaCl 0.9%
 Untuk anak besar / bisa ekspetorasi : tarik napas panjang 2x, ditahan
beberapa detik setelah inhalasi, lalu napas perlahan. Napas ke 3,
melakukan ekspirasi kuat, lalu mulai prosedur batuk
 Anak kecil / tidak dapat ekspetorasi : Dahak diperoleh melalui suctioning
hidung untuk mendapatkan secret nasal
(Sumber : PPK)
6. Indikasi dan Kontraindikasi induksi sputum
Indikasi :
Induksi sputum digunakan sebagai metode diagnosis TB paru pada
pasien yang tidak dapat secara spontan mengeluarkan spesimen dahak yang
cukup.
Kontraindikasi :
 Pasien asma yang tidak terkontrol  salin memperberat
bronkokonstriksi
 Pasien dengan batuk parah, misalnya : arena prosedur ini
menyebabkan batuk parah, misalnya : hemoptysis, gangguan
pernapasan akut, gangguan kardiovaskular (aritmia, angina),
aneurysma, hipoksia (SaO2 < 90%), pneumotoraks, emboli paru,
fraktur costa/trauma dada, post.op mata
 Pasien yang tidak kooperatif
(sumber : https://www.health.nsw.gov.au/Infectious/tuberculosis/Pages/tb-sputum-induction-
guidelines.aspx)

7. MTB (+), Rifampicin resistant (+), how to treat?

Rifampicin resistant diterapi sebagai multi drug resistance (MDR) / TB


Resisten Obat. Rifampicin adalah salah obat TB yang paling poten (bersama
Isoniazid) dan paling sering mengalami resisten / paling mudah dideteksi oleh
rapid test.
(sumber : Buku petunjuk teknis manajemen dan tatalaksana TB Anak; Goldstein B, 2014.
Resistance to rifampicin : a Review)

8. Kapan anak dicurigain TB RO?


 Riwayat pengobatan TB 6-12 bulan sebelumnya
 Kontak erat dengan pasien TB MDR (di rumah, sekolah, TPA, dll)
 Kontak erat dengan pasien yang meninggal karena penyakit TB, TB
gagal pengobatan, atau tidak patuh berobat TB
 Tidak menunjukkan perbaikan setelah pengobatan dengan OAT selama
2-3bulan ( dahak +, klinis tidak membaik, BB tidak naik)
(sumber : Buku petunjuk teknis manajemen dan tatalaksana TB Anak)

9. Ada berapa macam infiltrate pada paru?


Berdasarkan Gambaran radiologik :
 Infiltrat alveolar
o Diffuse alveolar infiltrates : edema paru, pneumonia (severe than
interstitial), perdarahan alveolar, SLE, RPGN, Leukemia, Limfoma,
karsinoma alveolar
o Focal alveolar infiltrates : pneumonia (severe than interstitial),
atelectasis, trauma, bronkiektasis, malignancy, infark pulmonary, dll
 Infiltrat interstitial
o Akut : pneumonia interstisiel, udem paru (sekunder dari CHD),
mycoplasma, virus (varicella, rubella, cytoplasmosis, RSV)
o Kronik : pulmonary fibrosis, penyakit kolagen vascular (ex.
Rheumatoid arthritis), metastasis, histoplasmosis, TB Milier
(Sumber : Bluementhal NP et al, 1997. Radiographic pulmonary infiltrates, AACN Clinical
Issues; vol. 8, no. 3: pp. 411 – 424.)

Anda mungkin juga menyukai