3 DD
1. Pneumonia
2. TBC
3. Bronkitis Akut
8 LO/DD
1. Epidemiologi
2. Etiologi
3. Faktor risiko
4. Patofisiologi
5. Manifestasi klinis
6. Penegakkan diagnosis
7. Tatalaksana
8. Prognosis dan komplikasi
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
PNEUMONIA
1. EPIDEMIOLOGI
2. ETIOLOGI
Etiologi penumonia bervariasi tergantung dengan jenis nya. Pada penumonia komunitas yang diderita oleh
masyarakat luar negeri banyak disebabkan oleh bakteri gram + dan disebabkan oleh gram – pada kasus di
Indonesia. Sedangkan pada pneumonia di RS banyak di sebabkan oleh bakteri gram -. Pneumonia aspirasi
diakibatkan oleh bakteri anaerob.
Berdasarkan laporan pada 5 tahun terakhir dari beberapa pusat paru di Indonesia (Medan, Jakarta, Surabaya,
Malang, dan Makasar) dengan metode pemeriksaan mikrobiologi dan pengambilan sampel yang berbeda,
didapatkan hasil pemeriksaan sputum sebagai berikut :
- klebsiella pneumoniae : 45,81%
- streptococcus pneumoniae :14,04%
- streptococcus viridans : 9,21%
- staphylococcus aureus : 9%
- pseudomonas aeruginosa : 8,56%
- streptococcus hemolyticus : 7,89%
- enterobacter : 5,26%
- pseudomonas spp : 0.9%
3. FAKTOR RESIKO
4. PATOFISIOLOGI
5. MANIFESTASI KLINIS
6. PENEGAKKAN DIAGNOSIS
Diagnosis pneumonia komunitas dapat ditegakkan jika pada foto thorax terdapat inflitrat baru atau progresi
ditambah 2 atau lebih dari gejala dibawah ini :
1. Batuk progresif
2. Perubahan karakteristik dahak/purulen
3. Suhu tubuh >38 derajat celcius pada pengukuran di aksilla
4. Ditemukan tanda konsolidasi, suara nafas bronkial, dan ronki
5. Leukosit sama dengan atau lebih dari 10.000/mm3, atau dibawah 4.500
6.
7. TATALAKSANA
Pada pengobatan Pneumonia yang sesuai dengan The American Thoracic Societu and The Infetious Disease
Society of America, perlu diperhatikan :
- Pasien tanpa riwayat pemakaian antibiotik dalam 3 bulan kebelakang
- Pasien dengan komorbid atau punya riwayat pemakaian antibiotik 3 bulan kebelakang.
Pemilihin antibiotik dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu :
1. Jenis kuman dengan kemungkinan penyebab terbesar
2. Obat yang akan diberikan terbukti efektif oleh penelitian sebelumnya
3. Faktor risiko resisten antibiotik
4. Faktor komorbid
Adapaun yang termasuk kedalam faktor komorbid adalah :
A. Pneumokokus resisten terhadap penisilin
- Umur > 65 tahun
- Konsumsi obat golongan Beta laktam dalam 3 bulan terakhir
- Pecandu alkohol
- Penyakit gangguan kekebalan
- Penyakit penyerta yang bersifat multiple
C. Pseudomonas aeruginosa
- Bronkiektasis
- Pengobatan kortikosteriod >10 mg/hari
- Pengobatan antibiotik spektrum luas > 7 hari pada bulan terakhir
- Gizi kurang
Pemberian Antibiotik diberikan sesegera mungkin saat faktor yang berpengaruh sudah jelas.
Pengobatan Simptomatik
- Pemasangan terapi oksigen
- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit
- Pemberian obat simptomatik seperti antipiretik dan mukolitik
BRONKITIS AKUT
1. EPIDEMIOLOGI
2. ETIOLOGI
➢ Infeksi Virus : adenovirus, influenza virus, parainfluenza virus, rhinovirus, dan lain-lain
➢ Infeksi Bakteri : Bordella pertussis, Bordella parapertussis, Haemophilus influenzae,
Streptococcus pneumonia, atau bakteri atipik (mycoplasma pneumonia,
chlamydia pneumonia, legionella)
➢ Infeksi Jamur
➢ Non-Infeksi : Polusi udara, rokok, dan lain-lain
(Soeroso L et al., 2017)
3. FAKTOR RESIKO
4. PATOFISIOLOGI
Pada fase bronkitis akut, sel-sel pada jaringan bronkus mengalami iritasi dan hiperemis. Hal ini akan
menyebkan kemampuan dari sel-sel mukosiliar terganggu. Hal ini akan menyebabkan udara yang melalui
saluran tersebut terhalang akibat debris yang dihasilkan oleh jaringan yang mengalami iritasi tersebut.
Batuk yang muncul merupakan respon pertahanan tubuh untuk membersihkan saluran nafas dari debris hasil
inflamasi akibat infeksi tadi.
5. MANIFESTASI KLINIS
a) Batuk
Pada awalnya, pasien akan mengalami batuk produktif pada pagi hari tanpa dahak. Namun setelah 1-2
hari, batuk menjadi berdahak dengan karakteristik dahak berwarna putih (mukoid) dan bisa menjadi
purulen atau mukopurulen jika terdapat infeksi. Batuk pada bronkitis akut dapat dibedakan dengan
batuk yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas setelah batuk tersebut muncul selama 5 hari.
(Soeroso L et al., 2017)
b) Demam
Demam merupakan tanda gejala yang muncul bersamaan dengan batuk. Pada beberapa kasus, bronkitis
akut disertai dengan mual, muntah, dan diare meskipun jarang. Pada kasus yang berat disertai dengan
malaise dan nyeri dada. Pada bronkitis akut yang disertai trakeitis akan ada keluhan rasa terbakar dan
nyeri substernal yang berhubungan dengan batuk dan bernafas.
(Soeroso L et al., 2017)
c) Sesak Nafas
Bila terdapat infeksi, sesak nafas akan semakin memberat. Terlebih pada kondisi suhu dingin dan
berkabut.
6. PENEGAKKAN DIAGNOSIS
a) Anamnesis
3 keluhan utama berupa batuk, demam, dan sesak disertai faktor-faktor penyebab bronkitis akut.
b) Pemeriksaan Fisik
Ditemukan eritema faring, limfadenopati, rhinorrhea, ronki basah, wheziing. Pada kasus yang berat
dapat di jumpai high-pitched continous sound, kontraksi otot bantu pernafasan, stridor (akibat obstruksi
mayor atau trakea), myringitis bullosa (inflamasi akut pada membran timpani akibat infeksi -
mycoplasma penumonia), konjungtivis, adenopati (pembesaran kelenjar limfe) dan rhinorrhea (meler)
c) Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi
Ada gambaran tubular shadow, yaitu bayangan garis-garis yang paralel yang keluar dari hilus
menuju apex paru dan infiltrasi. (Soeroso L et al., 2017)
2. Fungsi paru
Pada pemeriksaan sprometri, VEP1 dan KV menurun, VR bertambah, KTP normal. KRF sedikit
naik / normal. Hasil pemeriksaan juga akan menunjukkan volume ekspirasi paksa dalam 1 detik
(VEP1) < 80% dari nilai yang diperkirakan. Dan rasio VEP1 / KVP < 70%. (Soeroso L et al., 2017)
3. Gas darah
PaCO2 naik dan PO2 turun akibat ventilasi yang tidak bisa dipertahankan dengan baik. Saturasi
hemoglobin turun sehingga menimbulkan sianosis. Juga terjadi vasokontriksi vaskular paru dan
penambahan eritropoeisis (proses pembentukan sel darah merah) . (Soeroso L et al., 2017)
4. Laboratorium darah
Hitung sel darah putih.
7. TATALAKSANA
Prinsi terapi adalah untuk meredakan gejala (simptomatik) dan menjaga status oksigenasi pasien agar tetap
baik.
a) Edukasi pasien
Hindari daerah dengan udara dingin atau tercemar polusi. Lakukan vaksinasi pneumonia dan influenza,
hindari dan kurangi paparan asap rokok.
b) Terapi Simptomatik
Obat penekan batuk yang bekerja pada SSP seperti kodein dan dextrometorphan dianjurkan sebagai
terapi jangka pendek pada pasien bronkitis akut dan kronis. Beta-2-agonist dapat diberikan pada pasien
dengan mengi dan memiliki riawayat penyakit paru. Mukolitik dapat diberikan untuk menekan produksi
mukous yang berlebihan. Untuk mengatasi nyeri ringan hingga sedang, obat golongan NSAID dapat
diberikan. Antibiotik tidak dianjurkan sebagai terapi kecuali pada penderita yang memiliki riwayat
penyakit paru dan jantung.
(Soeroso L et al., 2017)
c) Terapi spesifik
Terapi spesifik diberikan berdasarkan mikroba penginfeksi. Yaitu ;
No Mikroba Obat Dosis
1 Influenza A Oseltamivir 75 mg, PO BID selama 5 hari
Zanamivir 2 puffs (10 mg) inhaled BID selama 5 hari
2 Bordella pertussis Azithromycin 500 mg PO pada hari 1. Lalu 250 mg q24h pada hari 2-
5.
Erythromycin 500 mg PO QID (4xd) selama 14 hari
estolate
Trimethropim 160/800 mg PO BID selama 14 hari
sulfamehtoxazole
Clarithomycin 500 mg PO BID selama 7 hari
Clarithomycin 1 gram extended release PO q24h selama 7 hari
3 Legionella, Azithromycin 500 mg PO pada hari 1. Lalu 250 mg q24h pada hari 2-
Chlamydia 5. Atau 500 mg ud selama 3 hari
pneuominae
Levofloxacin 500 mg PO q24h selama 7 hari
Moxifloxacin 400 mg PO q24h selama 7 hari
b) Komplikasi
Komplikasi diperkirakan terjadi pada 10% penderita bronkitis akut. Komplikasi yang terjadi berupa
superinfeksi bakterm pneumoia, bronkitis kronis, reactive airway disease dan hemoptisis
(Soeroso L et al., 2017)
TBC
1. EPIDEMIOLOGi
2. ETIOLOGI
3. KLASIFIKASI
A. Konfirmasi
- Konfirmasi Positif Berdasar Pemeriksaan Bakteriologis
- Konfirmasi Postifi Berdasar Manifestasi Klinis
B. Letak Anatomis
- TB Paru : jika melebatkan parenkim paru dan cabang saluran pernafasan, TB Miller
diklasifikasikan sebagai TB paru karena letak lesi nya terdapat pada paru. Pada TB paru yang
disertai dengan TB ekstraparu, maka diklasifikasikan sebagai TB Paru.
- TB Ekstraparu : melibatkan organ lain seperti pleura, limfe, abdomen, kulit, sendi, tulang, dan
lain-lain.
C. Riwayat Pengobatan TB
- Kasus Baru
- Kasus Kambuh
- Kasus Gagal Pengobatan
D. Apa
4. FAKTOR RESIKO
5. PATOFISIOLOGI
6. MANIFESTASI KLINIS
7. PENEGAKKAN DIAGNOSIS
(S.Thalib, 2023)
8. TATALAKSANA
Tujuan Pengobatan : menurunkan angka kesakitan dan kematian serta mencegah penularan dengan
caran menyembuhkan pasien. Pengobatan dilakukan dengan prinsip berikut :
a. Terapi kombinasi (OAT-KDT)
b. Lakukan pengawasan langsung (DOT- Directly Observed Treatment) oleh pengawas menelan obat
c. Pengobatan TBC diberikan dalam 2 tahap, yaitu intensif dan lanjutan
a) Tahap intensif : obat diberikan setiap hari dengan pengawasan agar tidak terjadi resistensi. Jika
diberikan secara tepat, pasien dapat berubah dari menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu
2 minggu. Sebagian pasien dengan BTA + akan menjadi BTA – dalam waktu 2 bulan.
b) Tahap lanjutan : jenis obat lebih sedikit, namun jangka konsumsi obat lebih lama. Fase ini penting
untuk mengeliminasi bakteri persisten sehingga dapat mencegah kasus kambuh.
Terapi diberikan sesuai anjuran WHO dan IUATLD, yaitu :
Selain metode obat lepasan seperti diatas, OAT dapat diberikan juga dalam bantuk paket KDT yang
terdiri dari 2 atau 4 jenis obat per tablet nya. Metode ini memiliki beberapa kelebihan diantaranya :
- Dosis disesuaikan dengan BB sehingga menjamin efektifitas dan mengurangi efek samping
- Mencegah penggunaan obat tunggal sehingga meminimalisir risiko resistensi dan kesalahan
penulisan resep
- Jumlah tablet yang ditelan lebih sedikit sehingga mempengaruhi kepatuhan pasien dalam
meminum obat.
9. PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI
DAFTAR PUSTAKA
S.Thalib, D. S. (2023) ‘KULIAH TB 2023’. Mataram, p. 51.
Soeroso L et al. (2017) ‘Buku Ajar Respirasi FK USU’, Departemen Pulmonogi dan Kedokteran Respirasi
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, 53(9), pp. 1689–1699.