Anda di halaman 1dari 7

Fungsi Mediator dan Fungsinya pada

Proses Inflamasi

Nama : Hilman Syamami Zaman


NIM : N011191060
Kelas : Patologi B

Fakultas Farmasi
Universitas Hasanuddin
Makassar
2020
Mediator Inflamasi
Inflamasi merupakan suatu respons protektif normal terhadap luka jaringan

yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak atau zat-zat

mikrobiologik. Inflamasi adalah usaha tubuh untuk menginaktivasi atau merusak

organisme yang menyerang, menghilangkan zat iritan dan mengatur derajat

perbaikan jaringan. Inflamasi biasanya dibagi dalam tiga fase yaitu fase akut, reaksi

lambat, dan fase proliferatif kronik. Fase akut merupakan respon awal terhadap

cedera jaringan dengan ciri vasodilatasi lokal dan peningkatan permeabilitas kapiler.

Reaksi lambat adalah tahap subakut dengan ciri infiltrasi sel leukosit dan fagosit.

Sedangkan fase proliferatif kronik terjadi saat degenerasi dan fibrosis. Inflamasi

kronis melibatkan keluarnya sejumlah mediator yang tidak menonjol dalam respon

akut. Gejala proses inflamasi yang sudah dikenal meliputi calor, rubor, tumor, dolor

dan functiolaesa (1).


Radang disebabkan oleh pengaruh noksi dari berbagai jenis jaringan ikat

pembuluh yang bereaksi dengan cara yang sama pada tempat kerusakan. Noksi

dapat berupa noksi kimia, noksi fisika, infeksi dengan mikroorganisme atau parasit.

Gejala reaksi meradang di antaranya adalah kemerahan (rubor), pembengkakan

(tumor), panas meningkat (calor), nyeri (dolor), dan gangguan fungsi (functiolaesa).

Gejala-gejala tersebut merupakan akibat dari gangguan aliran darah yang terjadi

akibat kerusakan pembuluh darah pada jaringan tempat cedera, gangguan

keluarnya plasma darah (eksudasi) ke dalam ruang ekstrasel akibat meningkatnya

permebilitas kapiler dan perangsangan reseptor nyeri. Reaksi ini disebabkan oleh

pembebasan bahan-bahan mediator (histamin, serotonin, prostaglandin, dan kinin).

Gangguan aliran darah lokal dan eksudasi seringkali menyebabkan emigrasi sel-sel

darah menuju ekstrasel serta proliferasi dan fibroblas (2).

Inflamasi terbagi menjadi dua pola dasar, yaitu: a) Inflamasi akut adalah

inflamasi yang berlangsung relatif singkat, dari beberapa menit sampai beberapa

hari, dan ditandai dengan eksudasi cairan dan protein plasma serta akumulasi

leukosit neutrofilik yang menonjol. b) Inflamasi kronik berlangsung lebih lama yaitu

berhari-hari sampai bertahun-tahun dan ditandai khas dengan influks limfosit dan

makrofag disertai dengan proliferasi pembuluh darah dan pembentukan jaringan

parut (1).
Sel dan mediator-mediator dari sistem imun sangat mempengaruhi dalam

proser respon inflamasi, yang khas ditandai dengan 4 fase. Pertama, pembuluh

darah didaerah sekitar daerah yang mengalami jejas memberi respon kepada sistem

imun. Kedua, sistem imun dalam pembuluh darah bermigrasi ke dalam jaringan yang

mengalami jejas, dan mekanisme dari sistum imun bawaan dan sistem imun adaptif

untuk menetralisir dan menghilangkan stimulus yang menimbulkan jejas.

Selanjutnya adalah proses perbaikan dan penyembuhan dari jaringan yang

mengalami jejas. Dan peristiwa tersebut merupakan proses dari inflamasi akut.

Apabila peristiwa terus berlanjut dan jaringan yang mengalami jejas tidak mengalami

proses penyembuhan, disebut inflamasi kronik.

Berikut ini adalah mediator-mediator inflamasi beserta efeknya :

a) Vasodilatasi : prostaglandin dan nitrit oksida

b) Peningkatan permeabilitas vaskular : histamin, serotonin, bradikinin,

leukotrien C4, leukotrien D4, dan leukotrien E4


c) Kemotaksis, aktivasi leukosit : leukotrien B4, kemokin (misalnya: interleukin

8 [IL-8])

d) Demam : IL-1, IL-6, prostaglandin, faktor nekrosis tumor (TNF)

e) Nyeri: prostaglandin dan bradikinin

f) Kerusakan jaringan: nitrit oksida, enzim lisosom neutrofil dan makrofag (1).

Tanda dan Gejala terjadinya suatu inflamasi ialah :

a) Rubor (kemerahan), terjadi pada tahap pertama dari inflamasi. Darah berkumpul

pada daerah cedera jaringan akibat pelepasan mediator kimia tubuh (kimia,

prostaglandin, histamin).

b) Tumor (pembengkakan), merupakan tahap kedua dari inflamasi, plasma

merembes ke dalam jaringan intestinal pada tempat cidera. Kinin mendilatasi

asteriol, meningkatna permeabilitas kapiler.

c) Kolor (panas), dapat disebabkan oleh bertambahnya pengumpulan darah atau

mungkin karena pirogen yaitu substansi yang menimbulkan demam, yang

mengganggu pusat pengaturan panas pada hipotalamus

d) Dolor (nyeri), disebabkan pembengkakan pada pelepasan mediator-mediatir kimia

e) Functio Laesa (hilangya fungsi), disebabkan oleh penumpukan cairan pada cidera

jaringan dan karena rasa nyeri. Keduanya mengurangi mobilitas pada daerah yang

terkena.(3).

Salah satu faktor penyebab terjadinya inflamasi adalah produk yang

dihasilkan dari metabolisme asam arakhidonat. Asam arakhidonat merupakan suatu

asam lemak tak jenuh ganda dengan 20 atom karbon. Asam arakhidonat dilepaskan
oleh fosfolipid melalui fosfolipase sel yang telah diaktifkan oleh rangsang mekanik,

kimiawi, atau fisik. Proses metabolisme asam arakhidonat terjadi melalui dua jalur

utama, yaitu siklooksigenase dengan menyintesis prostaglandin juga tromboksan

dan lipooksigenase yang menyintesis leukotrien dan lipoksin (4).


Daftar Pustaka

1. Bratawidjaja KG dan Rengganis I. 2010. Imunologi Dasar Edisi ke-9. Jakarta:

FKUI.

2. Widiyantoro, A., Lia D., Indri K., Supardi, Dedy G. H., Niwick, dkk. Aktivitas

Antiinflamsi Senyawa Bioaktif dari Kulit Batang Pauh Kijang (Irvingia malayana Oliv.

Ex. A. Benn) Terhadap Tikus Putih (Rattus norvegicus) yang Diinduksi Karagenan.

Kaunia. 2012;8(2):118-126

3. Neal,M.J. 2011. Medical Pharmacology at a Glance. Jakarta: PT Gelora Aksara

Pratama

4. Saptarini N. M., Fitriani D., dan Bedjo P. Aktivitas Antiinflamasi Ektrak Kelopak

Bunga Hisbiscus sabdariffa. Jurnal Medika Planta. 2012;1(5):18-23

Anda mungkin juga menyukai