Anda di halaman 1dari 6

BAB II

SELEKSI DAN URAIAN PROSES

2.1 Macam Proses Pembuatan Fenol


Dalam mendirikan suatu pabrik, perlu dilakukan seleksi dari beberapa proses yang
ada. Pemilihan proses dilakukan agar pabrik dapat berproduksi secara efektif dan efisien
dengan mempertimbangkan segala aspek yang ada seperti aspek teknis, safety, eknomis
dan lingkungan. Ada beberapa proses komersial yang sudah berkembang dalam pembuatan
 phenol, diantaranya adalah :
1. Proses Cumene
Proses Cumene Oxidation
2. Proses Chlorobenzena
3. Proses Benzenesulfonat
4. Proses Oksidasi Toluene.

2.1.1 Proses C umene


umene Oxida
Oxi dation
tion
 Menurut Faith et al (1955), 
(1955),  proses oxidation cumene untuk pembuatan phenol
melibatkan fase cair dari oksidasi cumene menjadi
cumene menjadi cumene hidroperoksida,
cumene hidroperoksida, yang kemudian
terurai menjadi phenol dan aseton melalui reaksi asam. Secara garis besar tahapan dalam
 pembuatan proses phenol dari cumen meliputi : proses oksidasi cumene, proses pemekatan,
 proses pembentukan phenol, proses netralisasi dan proses pemurnian
Proses oksidasi cumen dilakukan secara kontak langsung dengan udara dari bawah
yang mengandung oksigen pada reaktor jenis bubble kolom dan cumen dari atas reaktor.
Reaksi oksidasi ini bersifat eksotermis, sehingga diperlukan pendinginan ketika kontak
reaksi terjadi. Umumya tinggi reaktor berkisar lebih dari 20 meter dan disusun secara seri
dengan jumlah 2 sampai 4 reaktor dengan tujuan untuk mencapai distribusi waktu tinggal
dan mendapatkan konversi yang optimal. Kondisi operasi pada reaktor meliputi suhu
 berkisar 90-1200C dan tekanan berkisar 0,5  –   0,7 Mpa. Campuran mentah dari oksidator
yang terkonsentrasi menjadi cumene hydroperoxide berkisar
hydroperoxide berkisar 20-40 % (b/b). Adapun reaksi
yang terjadi proses oksidasi adalah :
C6H5CH(CH3)2 + O2 C6H5C (CH3)2OOH
( Cumene ) ( Oksigen ) ( Cumene hydroperoxide )
Untuk meningkatkan konsentrasi Cumene hydroperoxide (CHP) sampai mencapai
level 70-85 % dilakukan pemisahan (pemekatan) dengan menggunakan alat fraksinator
atau evaporator. Umumnya alat yang digunakan adalah distilasi dengan keadaan vakum.
Parameter terpenting pada proses pemurnin CHP ini adalah temperatur. Hal ini
dikarenakan CHP dapat meledak dengan kasar apabila melewati temperatur tertentu. Oleh
karena itu pada proses ini dilakukan dengan keadaan vakum dengan suhu tidak boleh
0
melebihi 130 C (Ulmann, 1982). Selain dapat menyebabkan ledakan, apabila CHP
dipanaskan sampai suhunya melebihi 130 0C maka akan menyebabkan dekomposisi CHP
menjadi radikal bebas dan terbentuk α-dimethyl benzyl alcohol dan acetophenone.
Setelah melewati tahap pemekatan, CHP kemudian diumpankan ke reaktor dimana
cumene hydroperoxide dipecah menjadi phenol dan aseton. Reaksi ini biasanya dilakukan
 pada kondisi suhu rendah (60 oC-100oC) dan tekanan rendah, dengan adanya asam sulfat
(0,1-0,2%) sebagai katalis.). Umumnya beberapa proses di industri menggunakan reaktor
 jenis CSTR (Continuous Stired Tank Reactor ) dimana panas dari reaksi dihilangkan
dengan cara menguapkan dan mensirkulasikan aseton kembali. Untuk mencegah terjadinya
 pembentukan byproduk, maka waktu tinggal yang dianjurkan berkisar 45-60 s ( Mc Ketta,
J.J., 1977). Tetapi nyatanya impuritis seperti acetophenone, α-methylstyrene, α-dimethyl
benzyl alcohol   dan cumylphenol   (CP) tetap akan terbentuk pada proses ini. Adapun reaksi
yang tejadi pada proses ini adalah:

H2SO4
C6H5C (CH3)2OOH C6H5OH + CH3COCH3
(Cumene hydroperoxide) (Fenol) (Aseton)
Sebelum memasuki proses pemurnian, campuran produk dan impuritis harus
melalui tahapan netralisasi. Tujuan proses netralisasi ini adalah untuk menghilangkan
katalis asam agar tidak terjadi korosi pada alat selanjutnya. Proses netralisasi umumnya
digunakan dengan penambahan larutaan NaOH dengan ph 5-6. Dan kemudian reaksi anatar
katalis dan NaOH dipisahan menggunakan separator (dekanter ). Reaksi yang terjadi pada
 proses penetralan meliputi :
H2SO4 + 2 NaOH → Na2SO4 + 2 H2O
Setelah dilakukan pross penetralan, campuran produk yang terdiri dari aseton,
fenol, air, cumene, acetophenone, α-methylstyrene, α-dimethyl benzyl alcohol   dan
cumylphenol   (CP) dipisahkan dengan menggunakan proses distilasi. Dalam proses yang
ditunjukkan pada diagram alir, aseton dikeluarkan pada bagian atas yaitu pada kolom
 pertama yang selanjutnya dimurnikan dengan menggunakan distilasi. Bagian bawah dari
kolom ini kemudian divakumkan untuk mengirimkan cumene yang tidak bereaksi dan hasil
samping -methylstyrene pada bagian atas. Jika  yang dihasilkan tidak murni, maka
harus diproses kembali dan α-methylstyrene  juga harus dimurnikan. Hal ini dapat
dilakukan dengan katalis hidrogenasi dari α-methylstyrene menjadi cumene  dengan
fraksionasi yang cermat. Pada akhir proses, α-methylstyrene menjadi hasil samping. Bagian
 bawah dari kolom yang masih vakum selanjutnya didistilasi untuk memisahkan
acetophenone dan cumene dari phenol. Phenol merupakan produk pada bagian atas dengan
hasil 90-92%.

Impure cumene recycle

Hydrogen Hydrogenator

Acetone Phenol
cumene Separator
Oxidizer
Air   n   g   n
  o   n
   i   m  n   n
   t
  a   m   u   m    i   m
   l
   l   u   u   u    h   u
  s    l
   i
   t    l   c   l    i
Sulfuric   o
  s    C   a   o   n   o
   i    C
Acidifier    i    V   C    F
Acid    D

Acetophenone

Gambar 2.1 Blok Diagram Proses Cumene Oxidation

2.1.2 Proses Chlorobenzene (Caustic)


Terdapat dua modifikasi proses hidrolisis dari fenol yang terbuat dari klorobenzena,
tetapi hanya satu yang digunakan secara komersial yaitu soda kaustik sebagai zat
 penghidrolisis. Proses karbonat yang dimana larutan natrium karbonat pernah digunakan
menjadi zat komersial yang praktis. Secara teoritis, proses kaustik memiliki keuntungan
lebih, yaitu pada aliran keluar reaktor lebih banyak mengandung phenol daripada natrium
fena ( Faith et al,1955).
Pada proses kaustik, klorobenzena (1 mole), 10% berat dyphenyl oxide (diphenyl
ether ), dan 10-15% larutan kaustik soda cair dimasukkan ke pompa bertekanan tinggi.
 Diphenyl oxide ditambahan untuk menekan pembentukan selama reaksi hidrolisis. Bahan
lain ditambahkan ke reaktan dalam jumlah yang relatif kecil yaitu seperti zat anti korosi
(amina), zat pengemulsi, dan katalis (garam tembaga). Campuran ini dipompa melalui pipa
 baja heat exchanger   menuju ke reaktor. Proses hidrolisis ini terjadi pada tekanan 4000-
5000 psi (27,6-34,5 MPa) dan suhu 400 oC dengan waktu tahan selama 15-20 menit. Jika
heat exchanger   tidak memadai untuk mempertahankan suhu reaksi yang sesuai, panas
tambahan dapat diberikan dengan penambahan zat yang sesuai (gas buang atau zat penukar
 panas organik).
Reaksi pada produk, yang terdiri dari natrium fenat, natrium klorida, air dan
reaktan yang tidak bereaksi didinginkan dengan melewati heat exchanger   menuju ke
acidifier   (penetral). Pada reaksi ini terbentuk dua lapisan, untuk yang lapisan organik
selanjutnya dipisahkan dan di proses kembali sedangkan untuk yang lapisan cair kemudian
diolah dengan asam klorida untuk mengubah natrium fenat menjadi phenol. Hasil proses
ini yaitu 90-95% berat yang berdasarkan pada klorobenzena. Setalah pemisahan fenol,
lapisan cair sisa yang masih banyak mengandung natrium klorida, kemudian dipisahkan
larutan fenol yang telarut dengan menggunakn metode distilasi uap.
Proses kaustik dapat digunakan jika air garam natrium klorida dan benzena
digunakan sebagai bahan baku. Air garam diubah dengan menggunakan sel elektrolit
menjadi hidrogen, klorin, dan kaustik soda. Benzena yang telah terklorinasi, menghasilkan
klorobenzena dan asam klorida. Klorobenzena terhidrolisis menggunakan soda kaustik
cair. Natrium fenat yang dihasilkan dinetralkan dengan asam klorida (hasil samping) dari
klorinasi menghasilkan fenol dan air garam. Untuk hasil akhirnya dikembalikan kembali
 pada awal proses. Proses chlorobenzene (caustic) saat ini digunakan oleh salah satu
 perusahan di Amerika Serikat. Dalam mengambil seluruh keuntungan dari proses ini, dapat
dilakukan dengan cara pengoperasian untuk memulihkan dan memurnikan hasil samping
 proses, yaitu o- dan p- phenylphenol dan diphenyl oxide. Adapun reaksi yang terjadi pada
 proses ini yaitu :
C6H5Cl + 2NaOH C6H5ONa + NaCl + H 2O
C6H5ONa + HCl C6H5OH + NaCl

Benzene
Water
Hydrogen
  n   n
Brine Chlorine   r
  o   e    i
  r
  o   n Vent
   t   g    l   o
   i
  a
  n   o
  r    h    t   r
  e
   i    d    C   p
  r   w
  r   y   o
  o
   l   o
  s    t
   h    H    b
Electrolytic Dihenyl    C    A Water
Cell oxide
   d
   i
  c
   A  Neutralizer
Caustic Chlorobenzene and   m  n
Pum   u   m
Soda separator   u
  c   u
   l
  a   o
   V   C
Reactor
Phenol
Recovered brine (NaCl)
Diphenyl
Gambar 2.2 Blok Diagram Proses Chlorobenzene Oxide

2.1.3 Proses Benzenesulfonate


 Menurut Faith et al (1955), asam benzene sulfonate  dapat dibuat di dalam tangki
sulfonator dengan cara mereaksikan asam sulfat pekat pada benzena. Air terbentuk selama
reaksi berlangsung, dan air tersebut harus dihilangkan karena berdampak pada
 pengenceran pada asam. Ketika konsentrasi dari asam sulfat turun hingga dibawah 78%,
maka proses sulfonasi berhenti. Untuk menghindari hal tersebut, proses sulfonasi harus
dilakukan secara continue  pada fase uap dengan melewatkan uap benzena melalui arah
yang berlawan dengan daerah reaksi asam sulfat pekat (66 oBe, 96%). Benzena akan
 bereaksi dengan asam dan juga sifat azeotrop nya akan menghilangkan air pada proses
reaksi. Suhu pada daerah reaksi dipertahankan sekitar 150 oC. Hasil sulfonasi hanya
 beberapa persen saja dari asam sulfat bebas yang tersisa, yang kemudian langsung
dinetralkan di dalam tangki netralisasi. Hasil pada proses ini yaitu terdiri dari benzena, air,
dan uap dari asam yang terkondensasi serta benzena yang diproses kembali.
Produk proses sulfonasi ditambahkan secepat mungkin pada penetral yang berisi
larutan natrium sulfit atau juga dapat menggunakan asam natrium karbonat. Sulfur
dioksida didihikan dan kemudian disalurkan menuju acidifiers. Campuran yang dihasilkan
dari pencampuran benzenesulfonat dan natrium sulfat difiltrasi pada suhu mendidih.
Endapan natrium sulfat dikeluarkan dari liquid yang panas dan masih tetap pada
 penyaringnya, kemudian mother liquor   dari benzene sulfonat di pompa menuju ke tangki
campuran.
Pada tangki campuran diisi dengan pencampuran soda kaustik dan dipanaskan
sampai suhu 300oC dengan gas atau minyak bakar. Pada suhu tersebut (300-320 oC)
natrium benzenesulfonat dimasukkan dibawah permukaan leburan kaustik dan
menggunakan sekitar 3 mol alkali/mol. Suhu dipertahankan pada 300-310 oC selama
 beberapa jam dan sampai pada suhu akhir sekitar 380oC selama 1 jam. Setelah peleburan
selesai (5-6 jam), tangki dikosongkan dan leburan diencerkan dengan air atau diencerkan
dengan fenol untuk kemudian dicuci dengan air dari proses sebelumnya. Larutan natrium
fenat, natrium hidroksida, dan natrium sulfat yang terbentuk kemudian diasamakan dengan
sulfur dioksida yang diperoleh dari netralisasi asam sulfonat. Asam sulfat dalam jumlah
kecil biasanya dibutuhkan untuk menyelesaikan proses pengasaman. Fenol mentah akan
terpisah pada bagian atas dari larutan yang mengandung natrium sulfit dan natrium sulfat.
Lapisan fenol yang terbentuk kemudian di pisahkan (didistilasi) dalam keadaan vakum
untuk menghasilkan fenol yang murni, sedangkan untuk lapisan cair diproses dengan
menggunakan  steam  untuk menghilangkan sisa fenol, sedangkan untuk cairan hasil
 pemisahan dapat digunakan sebagai air make up. Bagian dari endapan sulfit digunakan
untuk menetralkan campuran benzenesulfonat dan asam sulfat, dan sisanya dapat
dikristalkan dan dikeringkan untuk menghasilkan natrium sulfat anhidrat (hasil samping).
hydroperoxide (CHP) memiliki titik didih yang berbeda. Berikut adalah Tabel titik didih
dari campuran hasil proses dekomposisi cumene hydroperoxide :
Tabel 2.2 Titik Didih Komponen Campuran Hasil Dekomposisi Cumene
 Hydroperoxide
Titik Didih (oC)
Komponen
 pada Tekanan 1 atm
Aseton 56
Cumene 152,4
Cumene hydroperoxide 153
α -methylstyrene 165,4
Fenol 181,4
Dimethyl benzyl alcohol 218
Cumyl phenol 335
Pada Tabel 2.2 dapat dilihat bahwa aseton memiliki titik didih terendah pada
campuran tersebut. Sehingga, pada tahap distilasi pertama (D-310) dengan kondisi
operasi......... akan menghasilkan aseton sebagai top product (distilat). Kemudian bottom
 product   yang dihasilkan pada proses distilasi pertaama masuk ke dalam kolom distilasi
ke dua (D-320) untuk memisahkan cumene dan α-methylstyrene. Kondisi operasi.....
Selanjutnya adalah proses pemisahan fenol dengan menggunakan distilasi kolom
tahap 3 (D-320). Pada tahapan pemurnian dengan menggunakan distilasi ini hasil
kemurnian fenol yang dihasilkan pada distilat adalah 99,2% dengan produk bottom
adalah tar yang terdiri dari acetophenon dan impurutis lainnya

Impure cumene recycle

Hydrogen Hydrogenator

Acetone Phenol
cumene
 Neutralization
Oxidizer   n   n
  m   m
Air   u
   l   u
   l
  o   o   g   n
   C    C   n
   i
  n   n    h   m
  o   o    i   u
  s    l
Sulfuric    i
   t    i
   t   n   o
Cleavage   a
   l   a
   l    i    C
   l
   i    l
   i    F
Acid    t
  s    t
  s
   i    i
   D    D

Acetophenone

Gambar 2.5 Blok Diagram Proses Pembuatan Fenol dengan Cumene Oxidation

Anda mungkin juga menyukai