Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dewasa ini sektor industri kimia menjadi salah satu tumpuan dan peluang
besar dalam meningkatkan kinerja perekonomian nasional di Indonesia.
Meningkatnya perkembangan industri kimia di Indonesia diharapakan mampu
meningkatkan taraf hidup masyarakat serta mampu meningkatkan pendapatan
negara dan tidak perlu lagi bergantung pada negara lain. Kondisi tersebut juga
ditunjang oleh Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik
Indonesia No.1 Tahun 2014 mengenai peningkatan nilai tambah mineral melalui
kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri semakin mendukung
berkembangnya industri-industri kimia.
Vinil klorida adalah klorida organik yang memiliki rumus kimia
CH2=CHCl, sering juga disebut Vinyl Chloride Monomer (VCM) merupakan
bahan dasar untuk membuat Poly Vinyl Chloride (PVC) yang merupakan bahan
pembuat bermacam – macam senyawa plastik, lapisan pelindung, lapisan perekat,
dan senyawa polimer lainnya. VCM dalam perkembangannya tidak diproduksi
sabagai produk akhir, namun sangat penting digunakan sebagai resin plastik dan
dalam volume besar dipakai untuk bahan baku industri plastik. Produk VCM
meningkat seiring meningkatnya kebutuhan akan PVC.
Semakin meningkatnya penggunaan VCM sebagai bahan baku PVC
diharapkan mampu mendorong investor-investor untuk mendirikan pabrik VCM
di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan bahan baku pembuatan PVC. Sampai
saat ini, dalam memenuhi kebutuhan akan VCM, Indonesia masih mengimpor dari
negara – negara lain seperti Jepang, Singapura, Amerika Serikat, Perancis, dan
Jerman. Berdasarkan kondisi tersebut, pendirian pabrik VCM sangat penting
terutama untuk mengurangi impor dan untuk meningkatkan industrialisasi
Indonesia.
Melihat banyak kegunaan dan meningkatnya kebutuhan dari VCM maka
timbul pemikiran untuk mendirikan pabrik Vinil Klorida. Pendirian pabrik Vinil
Klorida sangatlah tepat, karena dapat memberikan dampak positif dalam segala
bidang, antara lain dibukanya lapangan kerja baru, sehingga dapat menyerap
tenaga kerja dan mengurangi pengangguran di Indonesia. Selain itu, agar dapat
memenuhi kebutuhan VCM di Indonesia dan meningkatkan komoditas ekspor
untuk memenuhi kebutuhan internasional serta membantu usaha pemerintah
dalam meningkatkan pendapatan nasional.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Vinil Klorida


Vinil klorida adalah organochloride dengan rumus H2C=CHCl. Hal ini
juga disebut monomer vinil klorida atau VCM. Merupakan senyawa tidak
berwarna dan bahan kimia industri yang penting, terutama digunakan untuk
menghasilkan polimer polyvinyl chloride (PVC). Pada tekanan ambient dan suhu,
vinil klorida adalah gas dengan bau manis. Merupakan senyawa sangat beracun,
mudah terbakar, dan karsinogenik.
Vinil klorida pertama kali diproduksi pada 1835 oleh Justus von Liebig
dan muridnya Henri Victor Regnault. Mereka memperoleh itu dengan
memperlakukan diklorida etilena dengan larutan kalium hidroksida dalam etanol.

2.2 Proses Pembuatan Vinil Klorida


Beberapa metode utama pembuatan vinil klorida di industri, yaitu :
1. Penambahan asam hidroklorida pada asetilen
2. Penambahan khlorin pada etilen
3. Penggunaan kombinasi antara asetilen dan etilen, untuk menghindari
pembentukan asam klorida sebagai produk samping
4. Oksi khlorinasi dari etilen

2.2.1 Pembuatan Vinil Klorida Dengan Penambahan Asam Klorida pada


Asetilen
Penambahan asam klorida pada asetilen merupakan reaksi eksotermis
sederhana sebagai berikut :

CH CH + HCl CH2 CHCl ∆H0298 = -100 kJ/mol

Proses perubahan berlangsung pada fasa gas. Pada umumnya


menggunakan katalis merkuri klorida, pada temperatur antara 100oC dan 170oC,
tekanan sekitar 0,3x106 Pa abs. Support katalis dapat berupa arang aktif atau dapat
diganti dengan grafit, aluminium, atau sodium silikat.

CH CH
CH CH + HgCl2
Hg
Cl Cl Cl H
C=C HgCl2 + CH2=CHCl
H HgCl

Produk sampingnya adalah asetaldehid, dibentuk dari sisa air yang


terdapat pada reaktan sedangkan 1-1 dikloroetena diperoleh karena reaksi asam
klorida dengan vinil klorida seperti ditunjukan reaksi berikut :

CH2=CHCl + HCl CH3 CHCl2

Beberapa keuntungan dari proses ini adalah :


 Proses sederhana
 Memerlukan modal yang kecil

Sedangkan kekurangannya yaitu memerlukan bahan mentah hidrokarbon


yang harganya sangat mahal.

A. Pembuatan Secara Industri


Skema pada sebuah industri mencakup tiga aspek utama :
1) Persiapan umpan
Asetilen dan asam hidroksida yang sedikit berlebih (sekitar
10%molar) untuk menghindari polimerisasi yang tidak diinginkan,
pertama kali dikeringkan, kemudian dicampur bersama, serta gas daur
ulang. Pada tahap ini, besar kemungkinan adanya sisa klorin yang
menyebabkan bahaya ledakan. Hal ini merupakan resiko yang ada ketika
asam yang digunakan mengalami reaksi dengan hidrogen kering serta
klorin. Dan jika konversi reaktan tidak sesuai.
2) Reaksi
Campuran gas yang terjadi kemudian memasuki sebuah set dari
multitabung reaktor yang diletakkan paralel. Setiap set dapat terdiri dari
1500 - 2000 tabung, dengan dimensi diameter 2 m dan tinggi 4 m, untuk
sebuah shell yang berisi 1500 tabung. Panas yang dihasilkan saat reaksi
dapat dihilangkan dengan sirkulasi fluida pendingin, yang didinginkan
secara eksternal dengan sebuah penukar panas.

3) Treatment effluent
Gas-gas yang meninggalkan zona reaksi diserap oleh soda kaustik
dan air untuk mengeleminasi kelebihan asam hidroksida. Kemudian
dikompres hingga 0,7 x 106 Pa abs dan didinginkan. Kebanyakan gas
mengembun pada tahap ini. Sisa air dipisahkan, dengan pengendapan.
Gas-gas yang terlarut dalam fraksi organik dibebaskan dengan stripping
pada temperatur sedang, untuk menghindari dekomposisi dari vinil
klorida.gas tersebut dimurnikan dengan destilasi pada temperatur rendah
yaitu antara 0,4 dan 0,5 x 106 Pa abs. Asetilen yang tidak bereaksi,yang
berupa bulk dalam gas recovery dimurnikan degan adsorpsi dan stripping,
kemudian di recycle ke reaktor, keseluruhan operasi berlangsung dengan
adanya inhibitor berpolimerimerisasi.
Gambar 2.1 Pembuatan Vinil Klorida Dengan Penambahan Asam Hidroklorida
Pada Asetilen

2.2.2 Produksi Vinil Korida Dengan Klorinasi dari Etilen dan Cracking
dari Etilen Diklorida yang Terbentuk.
Etilen sudah lama muncul sebagai bahan baku yang lebih murah dari pada
asetilen. Etilen diklorida diperoleh sebagai produk intermediet pada pembuatan
vinil klorida dan pada kasus klorinasi propilen, etilen diklorida diperoleh dari
reaksi eksotermis berikut :

CH2 CH2 + Cl2 CH2Cl CH2Cl ∆H0298 = -185 kJ/mol

Proses transformasi dapat berlangsung dalam fase cair atau fase gas. Pada
pemilihan katalis umumnya dipilih katalis yang berbasis metal klorida, seperti feri
klorida yang merupakan katalis ideal untuk fase liquid dan disupport dengan
kalsium klorida, atau rangkaian lead, untuk proses dalam fase uap.
A. Pembuatan Secara Industri
Dalam skema produksi pada sebagian besar unit, gas-gas yang
mengandung banyak klorin dan etilen dimasukkan ke dalam satu set reaktor yang
ditempatkan paralel, melewati sebuah medium yang mengandung feri klorida
dalam larutan etilen klorida. Penghilagan panas yang dihasilkan reaksi,
sebagaimana control temperatur bersama dengan disperse reaktan dalam bentuk
gas dicapai dengan sirkulasi gaya luar pada fraksi medium tersebut dan
dilewatkan melewati penukar panas.
 Jika konversi berlangsung pada suhu sekitar 50 – 60oC (Gambar 2.2a), unit
beroperasi dengan sedikit kelebihan etilen (sekitar %molar persen). Produk
diambil dalam sebuah fase tercampur dan dikirim ke sebuah gas/liquid
separator yang beroperasi dalam sebuah gas inert (nitrogen) untuk
membatasi bahaya ledakan. Komposisi dari gas-gas recover diatur dengan
menambahkan etilen dan campuran dikirim ke finishing reactor, yang
produknya digunakan untuk diumpankan set reaktor mula-mula dengan
reaksi medium dan untuk menyiapkan larutan feri klorida. Berbagai
macam residu gas-gas yang diperoleh dibakar, pada saat etilen klorida
dimurnikan sampai 99,8%berat. Hal ini pertama dicapai dengan
menambahkan air yang dirancang untuk memfasilitasi proses separasi feri
klorida. Fase yang sangat encer didapat dengan pengendapan, yang dapat
dimurnikan dari sejumlah kecil etilen diklorida yang terdapat dalam
larutan tersebut dengan stripping dan recycling bersama dengan lapisan
bawah zat organik yang kaya akan etilen klorida. Fase ini dinetralkan
dengan ammonia dan dikeringkan dengan destilasi heteroazeotropic (15
tray), etilen diklorida di recover pada bagian atas setelah pengendapan
dilakukan misalnya menggunakan refluks, kemudian dilakukan separasi
heavy end (15 tray). Produk berat yang mengandung trikloroetana,
perkloroetana, kloro etilen, dan etilen klorida dapat dipisahkan dan
mungkin dimanfaatkan sebagi larutan dengan destilasi vakum (7 kPa
abs,20 tray).
 Jika konversi berlansung pada suhu sekitar 85 - 90oC (Gambar 2.2b),
dengan kata lain pada temperatur mendekati boiling point dari etilen
diklorida, produk diambil dari reaksi medium dalam fase uap. Prosedur ini
menawarkan keuntungan karena dapat menghindari entrainment dari
katalis, mengizinkan penghilangan panas yang dihasilkan reaksi dengan
vaporisasi parsial, dan sederhana dalam skema instalasi. Bagaimanapun
terdapat sedikit kekurangan dengan yield yang rendah dari etilen diklorida
grade tinggi, dimana (5%berat) harus di purge pada waktu yang sama
dengan sistem katalis. Pada kasus ini, reaktor diatapi dengan kolom
packed refluks untuk mempertahankan fasa liquid yang penting, kemudian
secara simultan dipisahkan dan di recycle produk berat yang ada dalam
purge dimana aliran yang diambil (75 - 80% berat). Destilat yang
mengandung residu gas-gas dibakar dan yang tersisa berupa etilen
diklorida mentah distabilkan dengan destilasi, fraksi gas di recover dan
bagian atas ditambahkan pada light end.

Gambar 2.2a Pembuatan Etilen Diklorida dengan Klorinasi Etilen dengan


Pengambilan Fasa Effluent Mixed
Gambar 2.2b Pembuatan Etilen Diklorida dengan Klorinasi Etilen

B. Pirolisis Etilen Diklorida Menjadi Vinil Klorida


Operasi ini sebelumnya berlangsung dengan soda kaustik panas (6%berat)
pada suhu sekitar 1500C n1 x 106 Pa abs, dengan reaksi berikut :

CH2Cl CH2Cl + NaOH CH2=CHCl + NaCl + H2O

1) Kondisi konversi umum


Tujuannya adalah mengimplementasikan reaksi dekomposisi berikut :
0
CH2Cl CH2Cl CH2=CHCl + HCl ∆H 298 = +70 kJ/mol

Reaksi ini berlangsung pada tekanan atmosferik diatas 3000C, tetapi laju
reaksi menjadi signifikan antara suhu 400 dan 5500C. Secara keseluruhan, proses
industri beroperasi pada suhu antara 500 dan 5500C pada tekanan antara 2,5 dan
3,0 x 106 Pa abs tanpa katalis, dengan kemungkinan yang lebih tinggi setelah
melewati kompatibel konversi dengan deposit karbon yang masih dapat diterima
dalam tabung. Dengan kata lain, sekitar 50 sampai 60% pada kondisi ini
selektivitas molar memiliki kelebihan 95% dan kemungkinan mencapai 99%.
Sistem katalis yang tersedia (arang aktif, metal klorida) berguna untuk membantu
proses konversi pada temperatur rendah.

2) Pembuatan Secara Industri


Pembuatan secara industri dimulai dengan pemanasan awal dan vaporisasi
pada pembuatan dan recycle etilen diklorida pada suhu sekitar 2150C. Campuran
kemudian dimasukkan ke dalam satu set furnace turbular yang ditempatkan secara
paralel, berdasarkan pada kesamaan prinsip operasi seperti. Keduanya terdiri dari
sebuah zona konveksi dimana material dinaikkan temperaturnya dan zona radiasi
reaksi berlangsung, tabung yang terbuat dari paduan logam tinggi memberikan
temperatur tinggi yang meningkat karena radiasi dari dinding dan dipanaskan
dengan pembakar yang beroperasi dengan gas alam. Produk gas yang keluar pada
suhu 5000C didinginkan untuk mencegah perubahan berikutnya, dengan melewati
sebuah menara dalam kontak counter current dengan produk – produk yang
dikondensasi sampai 500C, hal ini menurunkan temperature sampai 2000C.
Pendinginan tambahan kemudian mengkondensasi sebagian besar etilen klorida
yang tidak bereaksi, sebuah fraksi yang digunakan sebagai fluida quenching,
setelah coke dan tar dihilangkan dengan filtrasi. Zat sisa, yaitu residu gas
kemudian memasuki sebuah seri kolom destilasi yang dirancang untuk performa
operasi berikut :
 Separasi dari asam hidroklorida yang merupakan produk samping
dalam bentuk gas (20 tray)
 Produksi vinil klorida mentah (60 tray)
 Pemurnian vinil klorida (15 tray) untuk mengurangi kandungan
hidroklorida dari 500 sampai 10 ppm, dan netralisasi dengan kaustik
soda.
 Recovery dari etilen diklorida yang tidak bereaksi dan hasil recover
di recycle dari fraksi berat yang dihasilkan dari produksi vinil klorida,
hal ini memerlukan :
i. Separasi light end (70 - 75 tray) untuk menghilangkan produk
ringan
ii. Separasi heavy end dalam 2 tahap, pertama pada tekanan
atmosfer (20 - 25 tray) untuk memisahkan sebagian besar etilen
diklorida dan kemudian di bawah tekanan vakum (70 kPa abs,
25 tray) untuk mengintensifkan recovery etilen diklorida,
terutama dari kuantitas yang masih ada dalam komponen yang
lebih berat dengan demikian memperbaiki konversi yield total.

Gambar 2.3 Pembuatan Vinil Klorida Dengan Cracking Etilen Diklorida

2.2.3 Produksi Gabungan Vinil Klorida dari Asetilen dan Etilen (Proses
Balanced)
Untuk menghindari produk samping berupa asam hidroklorida yang ada
dalam proses, dengan memulai dengan etilen sendiri, atau dihasilkan dari cracking
etilen diklorida,satu metode terdiri dari mengkombinasi nya dengan hidroklorinasi
asetilen. Kondisi ini bergantung pada reaktan yang tersedia, tiga tipe situasi yang
dapat dipertanggungjawabkan, ditunjukkan pada skema di bawah ini :
 Ketersediaan dari jumlah equimolar etilen dan asetilen

Etilen
etilen klorinasi cracking
diklorida

pemurnian Vinil klorida


HCl

asetilen hidroklorinasi

Reaksinya sebagai berikut :


1. Hidroklorinasi asetilen

CH CH + HCl CH2 CHCl

2. Klorinasi etilen

CH2 CH2 + Cl2 CH2Cl CH2Cl

3. Pirolisis etilen diklorida

CH2Cl CH2Cl HCl + CH2=CHCl

Menghasilkan reaksi overall :

CH CH + CH2 = CH2 + Cl2 2CH2=CHCl

 Reaktan tersedia dalam kuantitas equimolar adalah etilen diklorida dan


asetilen
Etilen
cracking
diklorida
HCl
pemurnian Vinil klorida
asetilen
hidroklorinasi

Reaksinya sebagai berikut :


1. Hidroklorinasi asetilen

CH CH + HCl CH2 CHCl

2. Pirolisis etilen diklorida

CH2Cl CH2Cl HCl + CH2=CHCl

Menghasilkan reaksi overall

CH CH + CH2 = CH2 + Cl2 2CH2=CHCl

 ketersediaan dari gas yang mengandung asetilen dan etilen dalam jumlah
equimolar
Etilen
diklorida

HCl

Gas yang kaya akan hidroklorinasi klorinasi cracking


asetilen dan etilen 1/1
dalam mol

pemurnian Vinil klorida

A. Proses Kureha
Pada versi original, proses ini beroperasi dengan napta yang di crack
dengan diinjeksikan ke dalam medium panas yang dicapai dengan pembakaran
napta yang sama dengan oksigen dan steam. Teknologi terbaru yang
dikembangkan didapat dengan kerjasama dengan union carbide dan chiyoda, yang
didesain untuk mengubah minyak mentah dalam reaktor yang dapat langsung
beroperasi menghasilkan produk istimewa dari etilen atau menghasilkan sebuah
campuran asetilen/etilen dalam rasio molar mendekati 1. Hal tersebut
memungkinkan untuk dimanfaatkan untuk memproduksi monomer vinil klorida
dalam proses Gambar 2.4 :
1) Cracking minyak mentah dengan superheated steam sampai 20000C
2) Treatment fraksi gas
3) Hidroklorinasi campuran asetilen/etilen dengan katalis merkuri klorida
pada support arang aktif, pada suhu 120 sampai 1700C.
4) Penambahan klorin pada residu etilen yang terkandung dalam
menghasilkan effluent dari absorpsi vinil klorida, dengan melewatkan
larutan feri klorida dalam etilen diklorida pada suhu antara 50 dan
700C dan tekanan antara 0,4 dan 0,5 x 106 Pa abs.
5) Cracking etilen diklorida yang telah mengalami pemanasan awal pada
suhu antara 450 dan 5500C dan tekanan 1,5 x 106 Pa abs yang diikuti
dengan quenching.
6) Pemurnian vinil klorida
7) Treatment gas-gas residu
Gambar 2.4 Pembuatan Vinil Klorida dari Minyak Mentah (Kureha Process)
2.2.4 Produksi Vinil Klorida dengan Oksiklorinasi
A. Kondisi Umum Konversi
Reaksi utama adalah sebagai berikut :

CH2=CHCl + HCl + 1/2O2 CH2 Cl CH2Cl + H2O

Reaksi tersebut merupakan reaksi eksotermis tinggi yang berlangsung


pada suhu anatara 300 dan 3500C dan tekanan antara 0,1dan 0,3 x 106 Pa abs.
Transformasi dapat berlangsung dengan adanya udara atau oksigen. Pada kedua
kasus adalah sangat penting untuk menghindari oksidasi langsung hidrokarbon,
hal ini dapat dilakukan dengan menambahkan asam hidroklorida berlebih atau
etilen.

B. Pembuatan Secara Industri


1. Teknologi Fluidized Bed (Gambar 2.5)
Skema instalasinya adalah sebagai berikut :
 pendinginan effluent dan treatment
 pemisahan liquid
 pemisahan gas
 pemurnian

2. Teknologi Fixed Bed (Gambar 2.6)


Tahap utamanya adalah sebagai berikut :
 quenching
 pendinginan tambahan
 treatment gas residu

Gambar 2.5 Pembuatan Etilen Diklorida dengan Aksiklorinasi (Fluidized Bed


Process)
Gambar 2.6 Pembuatan Etilen Diklorida dengan Aksiklorinasi (Fixed Bed
Process)

2.2 Prospek Pasar


2.2.1 Data Ekspor – Impor
Melihat kebutuhan dari VCM yang semakin banyak maka diperkirakan
kebutuhan VCM di dalam negeri akan semakin meningkat. Data impor - ekspor
produk VCM dari Badan Pusat Statistik (BPS) disajikan pada tabel berikut :

Tabel 2.1 Data Impor-Ekspor VCM di Indonesia


No Tahun Impor (Ton) Ekspor (Ton)
1 2010 106.646,529 61.712,771
2 2011 135.372,524 38.148,747
3 2012 128.312,688 36.048,709
4 2013 123.191,353 28.521,191
5 2014 128.588,141 18.002,237
(Sumber : Badan Pusat Statistik, Yogyakarta)
160000000
140000000
Berat (Ton)

120000000
100000000 y = 3E+06x + 1E+08
80000000
60000000
40000000
20000000
0
0 1 2 3 4 5 6
Tahun

Gambar 2.7 Grafik Impor VCM

Berdasarkan grafik impor VCM menunjukkan bahwa kebutuhan VCM dari luar
negeri setiap tahun selalu mengalami perubahan.

70000000

60000000

50000000
Berat (Ton)

40000000

30000000

20000000

10000000

0
0 1 2 3 4 5 6

Tahun

Grafik 2.8 Grafik Ekspor VCM

Berdasarkan grafik ekspor, VCM mengalami penurunan dari tahun ke tahun.


Pendirian pabrik VCM ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan VCM di dalam
negeri, mengurangi ketergantungan impor dan biaya bahan impor, sekaligus
membuka peluang untuk mengekspor produk VCM ke luar negeri.
2.2.2 Sasaran Pasar
Sasaran pemasaran VCM adalah industri-industri yang menggunakan
VCM sebagai bahan baku seperti :
a. Industri PVC yang merupakan bahan pembuat bermacam-macam alat
yang digunakan dalam bidang konstruksi antara lain pengganti karet,
bahan pembungkus, isolasi plastik, pelapis tangki, piringan hitam,
pipa, dan lain-lain.
b. Industri-industri polimer antara lain PT. Eastern Polymer, PT. Standart
Toyo Polymer, PT. Siam Maspion Polymer, PT. TPC Indo Plastic &
Chemical, PT. Invilon Sagita, PT. Impack Pratama Industri, dan lain-
lain.

2.3 PT Asahimas Chemical


Kompleks pabrik ASC yang terintegrasi dari proses klor alkali hingga
proses polivinil klorida terletak di Cilegon, Provinsi Banten, Indonesia. Kompleks
ini memproduksi bahan-bahan kimia dasar yang sangat diperlukan oleh banyak
industri hilir.
Pada tahun 1986, ASC berdiri sebagai suatu perusahaan multinasional
dengan kantor pusat di Jakarta. Pada tahun 1989, ASC memulai operasinya di
kompleks produksi berteknologi mutakhir yang terletak di Provinsi Banten.
Dalam perjalanannya, kompleks produksi tersebut telah mengalami beberapa
tahap perluasan sehingga meningkatkan kapasitas produksinya secara signifikan,
dengan total investasi mencapai US$ 545 Juta. Saat ini ASC mengoperasikan
fasilitas produksi yang terintegrasi dari klor alkali hingga PVC, yang merupakan
salah satu yang terbesar di Asia Tenggara. Dengan fokus untuk melayani
kebutuhan industri kimia dan kebutuhan industri pada umumnya, ASC memiliki
kemampuan dan kapasitas untuk memproduksi kaustik soda (Caustic Soda,
NaOH), Klorin (Chlorine, Cl2), Natrium Hipoklorit (Sodium Hypochlorite,
NaClO), Asam Klorida (Hydrochloric Acid, HCl), Etilen Diklorida (Ethylene
Dichloride, EDC), Monomer Vinil Klorida (Vinyl Chloride Monomer, VCM) dan
Polivinil Klorida (Polyvinyl Chloride, PVC).
Pemegang saham ASC adalah Asahi Glass Company (Jepang), PT
Rodamas (Indonesia), Ableman Finance (British Virgin Islands) dan Mitsubishi
Corporation (Jepang). ASC memiliki tiga jenis pabrik yang dibangun di kompleks
produksi yang luasnya mencapai 91 hektar di Cilegon, Banten, Indonesia.
Dioperasikan menggunakan Distributed Control System dan mengikuti standar
operasi terbaik, pabrik-pabrik ini sangat efisien dan menghasilkan produk-produk
yang berkualitas tinggi. ASC memiliki komitmen yang berkelanjutan untuk
meminimalisir biaya operasi, meminimalisir emisi karbon serta terus melakukan
perbaikan-perbaikan dengan memanfaatkan pengetahuan dan teknologi terkini.
Proses pertama dari tiga proses yang ada di ASC, yaitu proses Klor Alkali (Chlor
Alkali), menghasilkan kaustik soda (caustic soda) dengan produk sampingan
berupa gas klorin (chlorine), gas hidrogen, larutan asam klorida dan larutan
natrium hipoklorit (sodium hypochlorite).
Proses yang kedua, yaitu proses EDC/VCM, menghasilkan monomer vinil
klorida (vinyl chloride monomer, VCM) yang merupakan bahan baku utama
dalam proses produksi polivinil klorida (PVC). Dalam proses EDC/VCM ini, gas
klorin yang dihasilkan dari proses klor alkali direaksikan dengan etilen (ethylene)
untuk menghasilkan etilen diklorida (Ethylene Dichloride, EDC). Selanjutnya
EDC di-cracking untuk menghasilkan monomer vinil klorida (VCM). Proses yang
ketiga, yaitu proses PVC, menghasilkan polivinil klorida (polyvinyl chloride,
PVC) melalui proses polimerisasi dari VCM.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2010, PT Asahimas Chemical, http://www.asc.co.id, Diakses 13


Desember 2016.
Jeinicha, C., 2016, Vinil Klorida, http://scribd.com, Diakses 13 Desember 2016.
Sulistyanto, J. Dan Jonathan G., 2008, Proses Pembuatan Vinil Klorida,
Pekanbaru.

Anda mungkin juga menyukai