Sejarah
Lampu Wood dibuat pertama kali pada tahun 1903 oleh seorang fisikawan dari Baltimore
yang bernama Robert W. Wood. Alat ini pertama kali digunakan untuk memeriksa jamur pada praktek
dermatologi pada tahun 1925 oleh Margarot dan Deveze. Lampu Wood merupakan salah satu alat
non-invasif, murah, dan sederhana yang dapat menghasilkan fluoresensi warna tertentu sehingga
Fluorence
Fluoresensi adalah cahaya berwarna yang terlihat ketika zat-zat tertentu seperti kolagen dan porfirin
menyerap cahaya hitam dan memancarkannya lagi pada panjang gelombang yang lebih panjang dalam
spektrum yang terlihat. Barang-barang di permukaan kulit seperti kain, obat topikal dan residu sabun
Pendar fluoresen yang tampak dibawah Wood’s lamp dapat berbeda-beda. Umumnya kulit normal
tidak menunjukkan pendar di bawah paparan cahaya UV. Warna kuning emas menunjukkan infeksi
Tinea versicolor, hijau pucat menunjukkan infeksi Trichophyton schoenleini, kuning kehijauan terang
(Microsporum audouini atau M. canis), aquagreen sampai biru (Pseudomonas aeruginosa), merah
muda sampai oranye (Porphyria cutanea tarda), abu bercak berbentuk daun (Tuberous sclerosis), biru
keputihan (leprosy), putih pucat (hipopigmentasi), ungu kecoklatan (hiperpigmentasi), putih terang
atau biru keputihan (depigmentasi atau vitiligo), putih cerah atau albinism (DJJ, 2001).
Cara Kerja
Lampu Wood (Gambar 1) merupakan alat diagnostik non-invasif dan dapat memberikan
fluoresensi dengan cara sinar yang diarahkan ke lesi akan dipantulkan berdasarkan
perbedaan berat molekul metabolit organisme penyebab sehingga menimbulkan indeks bias berbeda
Sinar lampu Wood dihasilkan dari merkuri bertekanan tinggi yang dipancarkan melalui filter terbuat
dari barium silikat dan 9 % nikel oksida diberi nama filter Wood. Filter ini hanya dapat menyerap
cahaya dengan panjang gelombang 320 sampai 400 nm dengan puncaknya pada 365 nm. Fluoresensi
jaringan terjadi ketika sinar dari lampu Wood diserap oleh kulit lalu memancarkan kembali sinar
Penggunaan lampu Wood harus di dalam sebuah ruangan yang benar-benar gelap dan jarak lampu
Teknik
Memerlukan beberapa persiapan yang sebaiknya dilakukan untuk menghindari hasil positif palsu.
Persiapan yang harus diperhatikan sebelum penggunaan lampu Wood antara lain ruangan pemeriksaan
harus sepenuhnya gelap (ruangan tanpa jendela) dan pemeriksa harus beradaptasi terlebih dahulu
pada kegelapan agar dapat melihat kontras dengan jelas. Lampu sebaiknya dipanaskan terlebih dahulu
selama lima menit. Pasien juga perlu dipersiapkan dengan cara memberitahu kepada pasien untuk
tidak menggunakan obat topikal, kassa, dan residu sabun karena dapat menimbulkan fluoresensi.
Sumber cahaya sebaiknya berjarak 10 - 15 cm dari lesi dan sebaiknya tidak membersihkan daerah
yang akan diperiksa karena dapat menimbulkan negatif palsu akibat dilusi pigmen. 2
Penggunaan
Penggunaan lampu Wood terutama digunakan dalam bidang dermatologi untuk mendeteksi beberapa
infeksi jamur seperti tinea kapitis dan ptiriasis versikolor, infeksi bakteri seperti eritrasma, infeksi
Sinar lampu Wood dapat digunakan untuk mengevaluasi lesi berupa kelainan pigmen karena sinar
lampu Wood diserap secara kuat oleh melanin. Salah satu kelainan pigmen yang sering menggunakan
pemeriksaan lampu Wood adalah melasma. Melasma merupakan kelainan pigmen berupa
hiperpigmentasi yaitu adanya peningkatan kadar melanin pada kulit. Lesi dengan peningkatan kadar
melanin epidermis tampak lebih gelap dibandingkan kulit normal sekitar dan lebih kontras daripada
a. Tinea Kapitis
b. Kelainan Pigmen
c. Infeksi Bakkteri
Interpretasi