Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH MIKOLOGI

PEMERIKSAAN JAMUR DENGAN SINAR WOOD

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 1

ARIFA AL HUSNAH (51120003)


FIRNA KAMILATUN NUHA (51120009)
HENI RESINTA AGUSTIN (51120012)
INTAN PUTRI PERMATA (51120013)
NABILA MARGARETA PUTRI (51120016)
PUTRI UTAMI (51120020)
UMI KALSUM (51120024)

DOSEN PENGAJAR MATA KULIAH:

INDAH SARI, S.SI.T., M.SI

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN


TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
IKEST MUHAMMADIYAH PALEMBANG
TAHUN AJARAN 2022/2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena telah melimpahkan
kita rahmat kesempatan dan pengetahuan sehingga kami mampu menyelesaikan
makalah Mikologi ini dengan baik dan tepat waktu. Makalah ini di susun
berdasarkan tugas dan proses pembelajaran yang telah kami terima.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menjadi penambah pengetahuan


para pembaca. Kami memahami bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna,
sehingga kami mengharapkan kritik serta saran yang membangun demi
terciptanya makalah yang lebih baik lagi.

Akhir kata, kami ucapkan terimakasih untuk semua pihak yang telah
membantu tercapainya makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita
semua.

Palembang, 10 April 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI...........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang............................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................1

1.3 Tujuan.........................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Lampu Wood………................................................................2

2.2 Teknik Pemeriksaan Lampu Wood............................................................3

2.3 Cara Aplikasi Sinar Wood……………………………………………….4

BAB III PENUTUP

3.1
Kesimpulan........................................................................................
........12

3.2 Saran..........................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sinar Wood diciptakan pada tahun 1903 oleh seorang fisikawan yang
berasal dari Baltimore, Robert W. Wood (r868–1955). Sinar dengan
gelombang Panjang yang dikenal sebagai cahaya Ultraviolet, disebut juga
dengan lampu Wood. Lampu Wood telah menjadi alat praktik yang sangat
berguna dalam ilmu kedokteran. Sinar wood dihasilkan dari merkuri
bertekanan tinggi melalui "wood’s filter" terbuat dari silikat dengan nikel
oksida, yang buram terhadap semua radiasi melampaui panjang gelombang
antara 320 nm dan 400 nm [ultraviolet A (UVA)], dengan puncak emisi pada
365 nm. Penggunaan pertama lampu Wood dilaporkan pada tahun 1925, yang
dianjurkan untuk mendeteksi infeksi jamur di rambut.
Lampu Wood merupakan pemeriksaan sederhana dan mudah dalam
menggunakannya. Saat ini, penggunaan lampu Wood tidak hanya
dimanfaatkan untuk membantu menegakkan diagnosis infeksi jamur, tetapi
juga untuk evaluasi klinis berbagai jenis penyakit kulit seperti kelainan
pigmen, infeksi kulit akibat bakteri, dan porfiria. Agar lebih mudah untuk
diaplikasikan dalam praktik sehari-hari maka perlu pengetahuan dalam
mempergunakan lampu Wood.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan lampu wood?
2. Bagaimana Teknik pemeriksaan lampu wood?
3. Bagaimana cara aplikasi sinar wood?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian lampu wood
2. Mengetahui Teknik pemeriksaan lampu wood
3. Mengetahui cara aplikasi sinar wood.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Lampu Wood

Lampu Wood merupakan alat diagnostik non-invasif yang dapat


memberikan fluoresensi tertentu. Fluoresensi merupakan pancaran cahaya
Ketika terpapar cahaya. Lampu Wood dapat memberikan fluoresensi dengan
cara sinar yang diarahkan ke lesi akan dipantulkan berdasarkan perbedaan
berat molekul metabolit organisme penyebab sehingga menimbulkan indeks
bias berbeda yang dapat menghasilkan pendaran warna tertentu. Emisi
gelombang panjang dari lampu Wood dihasilkan oleh merkuri bertekanan
tinggi yang cocok dengan filter yang sudah dicampurkan oleh barium silikat
dan 9 % nikel oksida yang diberi nama filter Wood. Filter ini tidak tembus
cahaya kecuali untuk cahaya ukuran 320dan 400 nm dengan puncaknya pada
365 nm. Fluoresensi jaringan terjadi Ketika cahaya dari panjang gelombang
lebih pendek. Dalam hal ini 340-400 nm, awalnya dipancarkan oleh lampu
wood, diserap dan radiasi dari panjang gelombang cahaya biasanya terlihat
dan dipancarkan.

Gambar 1. Lampu wood

Output pada lampu wood biasanya rendah, lampu wood yang khas
mempunyai output kurang dari 1 mW/cm. Sementara itu kedua melanin
epidermal dan dermal menyerap dalam gelombang, yaitu adalah kolagen

2
dalam dermis yang dimana sesaat setelah absorbsi fluoresensi dapat terlihat
pada batas biru. Namun harus diingat dalam general fluoresensi pada kulit
sangat buruk untuk dikarakteristikan. Spektra fluoresensi pada kulit manusia
seringkali berubah pada paparan kronik dari sinar matahari, mungkin
disebabkan oleh alterasi pada elastin dermal.

Gambar 2. Struktur fisika lampu wood

2.2 Teknik Pemeriksaan Lampu Wood

Penggunaan lampu Wood tidak memerlukan keahlian khusus. Namun,


beberapa hal praktis yang harus diingat untuk menghindari hasil positif palsu,
yaitu menegakkan diagnosis yang salah akibat salah mengelompokkan
individu kedalam suatu penyakit. Teknik pemeriksaan dengan lampu wood
adalah sebagai berikut:

1. Lampu sebaiknya dipanaskan dahulu selama lima menit


2. Ruangan pemeriksaan harus sepenuhnya gelap (ruangan tanpa jendela)
3. Pemeriksa harus beradaptasi pada kegelapan agar dapat melihat kontras
dengan jelas.
4. Kurang akurat pada orang kulit hitam
5. Obat topikal, kassa, dan residu sabun harus dibersihkan karena dapat
menimbulkan fluoresensi

3
6. Sumber cahaya berjarak 4–5 inci dari lesi.
7. Tidak membersihkan daerah yang akan diperiksa karena dapat
menimbulkan negatif palsu akibat dilusi pigmen.

2.3 Aplikasi Sinar Wood

Pemeriksaan sinar wood pertama kali ditemukan untuk kepentingan


medis dimanfaatkan untuk mendeteksi infeksi jamur. Pemeriksaan sinar wood
bisa digunakan pada beberapa kondisi dibawah ini:

a. Deteksi Tinea Capitis

Tabel 1. Karakteristik fluoresensi pada tinea kapitis.


Dermatofita yang zoofilik dan geofilik dari genus Microsporum,
menghasilkan pigmen pteridine yang berfluoresensi di bawah sinar wood.

b. Deteksi infeksi jamur lainnya


Tinea versicolor yang disebabkan oleh Pytirosporum orbiculare
memperlihatkan warna kuning keemasan.

c. Deteksi Infeksi Bakteri


Erythrasma, infeksi intertriginosa disebabkan Corynebacterium
minutissimum. Fluoresensi kerang merah terang (coral red) atau pink
orange disebabkan oleh Coproporphyrin III yang dihasilkan oleh C.
minutissimum. Porphyrin merupakan substansi yang larut dalam air, oleh

4
karena itu tidak akan terlihat jika sebelum dilakukan pemeriksaan sudah
dibersihkan dengan air.

Gambar 2. Fluoresensi coral merah muda dari erythrasma di lipatan


pangkal paha, dilihat dengan sinar wood.

d. Gambaran kelainan pigmentasi


Long-wave ultraviolet light (UVL) di transmisikan ke lapisan
dermis, maka akan memperlihatkan fluoresensi berwarna putih hingga
putih kebiruan. Melanin yang terdapat pada lapisan epidermis (bukan
padalapisan dermis) bekerja untuk mengabsorbsi long-wave UVL dan
dengan demikian dapat menghalangi warna putih tersebut. Dibawah sinar
wood, bermacam-macam pigmentasi epidermal (freckles, vitiligo,
melasma) dapat dilihat lebih jelas, sedangkan pada pigmentasi dermis
(Mongolian spot, beberapa contoh hiperpigmentasi pasca inflamasi) tidak
terlihat jelas atau tidak terlihat perubahan warna yang jelas dibandingkan
dengan sinar yang visible. Sinar wood memperjelas antara kulit yang
pigmentasi dan non pigmentasi tetapi yang lebih utama adalah untuk
membedakan hipopigmentasi dari area amelanotic total. Sinar wood juga
digunakan untuk memeriksa pasien dengan vitiligo, albinisme, leprosy,
dan gangguan hipopigmentasi lainnya.

5
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Lampu Wood merupakan alat diagnostik non-invasif yang dapat memberikan
fluoresensi tertentu. Fluoresensi merupakan pancaran cahaya Ketika terpapar
cahaya. Lampu Wood dapat memberikan fluoresensi dengan cara sinar yang
diarahkan ke lesi akan dipantulkan berdasarkan perbedaan berat molekul
metabolit organisme penyebab sehingga menimbulkan indeks bias berbeda yang
dapat menghasilkan pendaran warna tertentu.
Penggunaan lampu Wood tidak memerlukan keahlian khusus. Namun, beberapa
hal praktis yang harus diingat untuk menghindari hasil positif palsu, yaitu
menegakkan diagnosis yang salah akibat salah mengelompokkan individu
kedalam suatu penyakit.

3.2 Saran
Di harapkan dengan adanya makalah ini pembaca dapat memahami tentang
“Pemeriksaan Jamur dengan sinar wood”. Diharapkan juga agar para pembaca
dapat menguasai tentang materi Virologi dan semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

6
DAFTAR PUSTAKA

Nanda putri hardiyanti, 2019, identifikasi jamur Malassezesia furfur pada


penambang pasir di desa megaluh jombang, STIKES Insan Cendikia Medika,
ngawi, jombang

Isolasi, Identifikasi, Dan Karakteristik Jamur Entomopatogen Dari Larva


Spodoptera Litura (Fabricuis). Jurnal.unpad.ac.id .(24 Juli 2019)

Alawiyah, Tuti, (2016). Aktivitas Antijamur Ekstrak Teripang Darah


(Holothuria atra jeager). Terhadap Pertumbuhan Jamur Malassezia furfur.
Universitas Tanjungpura, Protobiont (2016) Vol.5 (1) : 59-67.

Hayati, Inayah, 2014. Identifikasi Jamur Malassezia furfur pada nelayan


Penderita Penyakit Kulit di RT 09 Kelurahan Malabro Kota Bengkulu.
Akademi Analis Kesehatan Harapan Bangsa Bengkulu, Indonesia. Jurnal
Gradien Vol.10 No.1 2014 : 972-975

Aliyatussaadah, Zainun., 2016. Identifikasi Jamur Malassezia furfur pada


Santri Pesantren Al-Mubarok Di Kota Tasikmalaya Tahun 2016 (KTI). Ciamis
(ID): Sekolah Tinggi Kesehatan Muhammdiyah Ciamis.

Chanda, B. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. EGC, Jakarta

Sukini, E. 1989. Pengawasan Penyehatan Lingkungan Pemukiman. Depkes,


Jakarta.

Notoadmodjo, S. 2010. Metodeologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka


Cipta

Entjang, 1. 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat. PT Citra Aditya bakti. Bandung.

7
Sutanto, Imge. 2008. Parasitologi Kedokteran. Jakarta : Balai penerbit FKUI.

Abdelal EB, Shalaby MAS, Abdo HM, Alzafarany MA, Abubakr AA.
Detection of dermatophytes in clinically normal extra- crural sites in patients
with tinea cruris. The Gulf Journal of Dermatology and Venereology. 2013;
(20)1: 31-9.

Gupta KA, Cooper EA. Update in antifungal therapy of dermatophytosis.


Mycopathologia 166. 2008; p. 353-67.

8
LAMPIRAN

9
10
11
12
13
14
15
16

Anda mungkin juga menyukai