Anda di halaman 1dari 28

PRO KONTRA UJIAN NASIONAL

21.22 Syamsoel Fabian 1 comment


Alih-alih pemerintah sejak penetapan Undang-undang Nomor 20 tahun 2003
tentang sistem pendidikan nasional maka atas perintah UU itu pula, pemerintah
mengatur melalui peraturan pemerintah Nomor 19 tahun 2005 (Juncto PP No
32/2013) tentang standar nasional pendidikan yang berisi. Pertama,
mengembangkan kemampuan  yang kedua, membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan bangsa.

          Sejak penetapan dan pelaksanaan UN itu pula pemerintah yang pro UN
maupun sejumlah kontra terhadap UN memberikan pandangan-pandangan dan
pendapat yang memperkuat UN tetap dipertahankan  atau UN harus dihapuskan.

          PRO
          Menurut menteri pendidikan dan kebudayaan Moh. Nuh mengatakan bahwa
UN, adalah upaya pengendalian mutu pendidikan. Tujuan dari pengendalian mutu
adalah memastikan peningkatan mutu secara berkesinambungan (continuous
quality improvement). Untuk itu UN inilah dipergunakan untuk pemetaan
sekaligus pembinaan dan perbaikan mutu.

          Selain itu sejumlah praktisi dan pemerhati pendidikan pun menyatakan,
bahwa  UN  menjadi alat tes yang memetakan kemampuan daya serap peserta didik
secara nasional.  Selain  alat  tes nasional, UN secara tidak langsung telah menjadi
media pendidikan mentalitas  peserta didik.

          Jika kita lihat di negara lain yang sudah maju dengan pendidikan yang
berkualitas seperti amerika, malaysia dan 42 negara lainnya didunia. mereka sudah
lebih jauh meningkatkan kualitas pendidikannya dengan UN. Artinya UN tidak
perlu dipermasalahkan, secara perlahan tapi pasti UN dapat meningkatkan kualitas
pendidikan dan membentuk karakter para siswanya seperti yang tertera di standar
nasional pendidikan.

          Selain hal diatas, untuk memperkuat agar UN dapat dipertahankan yaitu
sesuai dengan tujuan pendidikan yaitu memanusiakan manusia artinya
memanusiakan manusia dilakukan dengan pembentukan karakter. Artinya dengan
adanya UN sebagai alat untuk meningkatkatkan kualitas pendidikan dapat
membentuk karakter siswa.
            Adapun Manfaat UN yang pertama adalah meningkatkan pembelajaran,
dengan adanya UN inilah maka siswa akan semakin giat dan rajin untuk belajar.   
Yang kedua, meningkatkan mental bagaimana dengan UN sebagai alat untuk
mengukur kualitas pendidikan ini dapat memperkuat dan meningkatkan mental
para siswa. Yang terakhir, sangat menguntungkan bagi lembaga bimbel dengan
adanya UN siswa akan memilih menambah pembelajarannya di bimbel dan bimbel
mendapatkan keuntungan yang cukup besar.
          KONTRA
          Jika UN sebagai upaya mencerdaskan bangsa, dengan dana yang begitu
tinggi hingga triliunan rupiah. Alangkah baiknya, jika dana tersebut diberikan
kepada anak-anak yang ingin bersekolah, memenuhi perlengkapan sekolah,
membangun jembatan menuju sekolah, memberikan fasilitas yang baik bagi
sekolah, dan memberikan insfratruktur yang baik.

          Perlu diketahui dan digaris bawahi bahwa UN hanya sebagai alat mengetes
pendidikan, bukan sebagai alat untuk meningkatkan pendidikan. Jika kita
analogikan kepada thermometer alat pengukur suhu badan. UN sama dengan
thermometer yang hanya mengukur berapa derajatkah kualitas pendidikan kita
bukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan.

            Menurut para psikolog, dengan adanya UN mental siswa menjadi tertekan
dan hanya terpaku kedalam pelajaran yang di UN-kan. Selain itu menurut Winarno
Surakhmad menyatakan,  UN sampai kini masih tidak mempedulikan hak asasi
guru untuk menentukan kelulusan (Kompas, 4/01/2012). Bayangkan, guru yang
selama ini menjadi pahlawan pendidikan diabaikan, tiga tahun guru mengajar dan
tahu betul karakter setiap siswanya tidak bisa menentukan kelulusan.

Bukankah di tangan koki yang hebat bahan makanan sederhana dan


secukupnya dapat menjadikan makanan yang sangat enak? Sebaliknya, koki yang
biasa-biasa saja dengan bahan makanan yang istimewa tidak bisa menjadikan
makanan yang enak? Artinya tidak perlu UN menjadi media dan alat tes untuk
pembentukan karakter, cukup dengan memberikan pelatihan skill kependidikan
kepada guru saja. Seperti yang di lakukan negara lain seperti Malaysia, Singapura
dan Amerika yang menyekolahkan dan melatih para guru untuk meningkatkan skill
kependidikannya.

Ketua Umum PB PGRI  Dr. Sulistyo menyatakan, UN bukan saja gagal


meningkatkan mutu, tapi juga telah menimbulkan dampak buruk, menanamkan
nilai-nilai koruptif pada murid. UN bisa dikatakan sebagai pembunuhan karakter,
ketika sebelum UN di laksanakan, siswa sibuk untuk mencari kunci jawaban dan
ironisnya lagi mereka “Udunan” untuk membeli kunci jawaban tersebut. Selain itu,
pada pelaksanaannya pun banyak siswa yang mencontek ketika UN bukankah itu
merupakan sebagi pembunuhan karakter bagi siswa?

Riset dari national academy sciences di amerika justru menunjukan bahwa


ujian nasional sebagai tes standar “high-stakes” tidak adil bagi siswa. Siswa yang
paling dirugikan adalah siswa yang bersekolah disekolah berkualitas buruk, tidak
memiliki guru yang layak mengajar dan tidak memiliki fasilitas baik buku diktat,
perpustakaan dan laboratorium.

Menurut satria dharma,  UNAS hanyalah alat untuk memotret sebagian kecil dari
proses pendidikan yang begitu luas dan beragam. Jika tujuan unas hanya
dimaksudkan untuk melihat bagaimana kualitas pendidikan kita secara nasional ini
jelas mubazir. Dalam sebuah survey   perbandingan Indonesia mendapatkan nilai
rata-rata E dalam rapor pendidikan dan berada di peringkat 10 diantara 14negara
berkembang di asia fasifik (dibawah Vietnam, india, kamboja, dan Bangladesh).  
Dari tahun ke tahun penyelenggaraan Ujian Nasional selalu diwarnai dengan pro-kontra. Di satu
pihak ada yang meyakini  bahwa Ujian Nasional sebagai syarat kelulusan siswa masih tetap
diperlukan. Tetapi di lain pihak, tidak sedikit pula yang menyatakan menolak Ujian Nasional
sebagai syarat kelulusan siswa. Masing-masing pihak tentunya memliki argumentasi
tersendiri. 
 

Berikut ini disajikan aneka berita seputar Pro-Kontra Kebijakan Ujian Nasional  yang berhasil dihimpun
dari berbagai sumber, yang tentunya baru sebagian kecil saja dari sejumlah berita yang saat ini sedang
hangat diberitakan dalam berbagai mass media.

BERITA PRO UJIAN NASIONAL

1. Penerbitan Permendiknas   Ujian Nasional 2010

Mendiknas menerbitkan peraturan  No.74 dan 75 tentang Panduan UN Tahun Pelajaran 2009-2010 SD
dan SMP/SMA/SMK, ditandatangani oleh Mendiknas  Bambang Sudibyo per tanggal 13 Oktober 2009.
Salah satu isinya menyebutkan  bahwa  Hasil UN digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk
penentuan kelulusan peserta didik dari program dan/atau satuan pendidikan. (baca selengkapnya
Depdiknas )

2. Kalah di MK Soal UN, Pemerintah Segera Ajukan PK

Menyusul keputusan Mahkamah Agung yang menolak kasasi ujian nasional yang diajukan oleh
pemerintah, Pemerintah akan kembali melakukan upaya hukum yang terakhir yakni pengajuan
peninjauan kembali. “Terus terang saya belum membaca keputusan MA. Yang jelas kita menghormati
apa pun keputusan lembaga hukum. Siapa pun juga harus menghormati upaya-upaya hukum yang masih
dilakukan. Untuk selanjutnya, tentu pemerintah akan menggunakan hak yang dimiliki,” kata Menteri
Pendidikan Nasional RI Mohammad Nuh seusai upacara bendera Peringatan Hari Guru, Rabu (25/11) di
halaman Departemen Pendidikan Nasional RI, Jakarta.  (baca selengkapnya Kompas.com)

3. 2010, UN Bukan Penentu Kelulusan

Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) M Nuh mengatakan, pada tahun 2010 Departemen
Pendidikan Nasional (depdiknas) akan melakukan perubahan pelaksanaan Ujian Nasional (UN). Tetapi
pihaknya menyangkal jika perubahan tersebut dikaitkan dengan keputusan Mahkamah Agung (MA) yang
menolak kasasi dari pemerintah berkait keputusan dari Pengadilan Tinggi Jakarta tentang pelaksanaan
UN. (baca selengkapnya Republika Online)

4. Ujian Nasional Jalan Terus


Salah satu anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Prof Mungin Eddy Wibowo, mengatakan
bahwa putusan Mahkamah Agung (MA) yang melarang pelaksanaan Ujian Nasional (UN) tak
memengaruhi penyelenggaraan UN pada 2010. “Kami akan tetap menyelenggarakan UN pada 2010
sesuai dengan jadwal yang ditetapkan, dan hal itu juga telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor
19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,” kata Mungin.  (baca selengkapnya Kompas.com)

5. Hasil UN Meningkat, Pemerintah Puas

Pemerintah atau Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), melalui Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP), mengaku merasa puas dengan hasil Ujian Nasional (UN) 2008/2009 yang secara
nasional persentasenya mengalami kenaikan.(baca selengkapnya: Diknas.go.id)

BERITA KONTRA UJIAN NASIONAL

1. Press Realease dari Mahkamah Agung

Mahkamah Agung menolak permohonan pemerintah terkait perkara ujian nasional, dalam perkara
Nomor : 2596 K/Pdt/2008 dengan para pihak Negara RI cq Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono;
Negara RI cq Wakil Kepala Negara, Wakil Presiden RI, M. Jusuf Kalla; Negara RI cq Presiden RI cq Menteri
Pendidikan Nasional, Bambang Sudibyo; Negara RI cq Presiden RI cq Menteri Pendidikan Nasional cq
Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan, Bambang Soehendro melawan Kristiono, dkk (selaku para
termohon Kasasi dahulu para Penggugat/para Terbanding.(baca selengkapnya Mahkamah Agung )

2. Pasca Putusan MA, Pemerintah Perlu Tinjau UN

“…  Dari segi hukum perlu diapresiasi, karena setidaknya putusan MA itu perlu dikritisi oleh pemerintah
untuk benar-benar meninjau kembali UN, yang selama ini terjadi pemerintah tidak pernah melakukan
itu,” ujar Dr Anita Lie, dosen di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unika WIdya Mandala Surabaya.

“….Sementara itu, menurut Sekretaris Institute for Education Reform Universitas Paramadina
Mohammad Abduhzen, ada hal lebih penting dari putusan MA tersebut, yaitu soal pemborosan. Abduh
mengatakan, pemborosan terjadi akibat dikeluarkannya kebijakan UN ulang bagi siswa yang tidak lulus.
“Dengan model yang seperti ini, UN sampai saat ini tidak memperlihatkan satu hal pun yang
menyangkut soal peningkatan mutu anak didik,” ujarnya. Abduh menegaskan, kalau tidak dikritisi oleh
masyarakat, kondisi yang terjadi akan terus begini. “UN itu tentu bisa diadakan, tetapi kalau sudah
dilakukan perubahan pada kerangka pendidikan nasional yang bermutu secara menyeluruh, namun
kenyataannya secara makro hal itu tidak ada sama sekali, tidak ada kompromi,” tambahnya. (Baca
selanjutnya Kompas.com)

3. Putusan Kasasi UN Dirayakan dengan Tumpeng


Peringatan Hari Guru di Bandung dirayakan dengan tumpengan oleh guru, siswa, dan masyarakat
pemerhati pendidikan. Syukuran ini juga dilakukan terkait ditolaknya permohonan kasasi pemerintah
mengenai ujian nasional oleh Mahkamah Agung. (Baca se;engkapnya Kompas.Com )

4. Pemerintah Dinilai Langgar Hukum Jika Tetap Gelar Ujian Nasional

Pemerintah dinilai melanggar hukum jika tetap menyelenggarakan Ujian Nasional tahun depan. Sebab,
putusan Mahkamah Agung yang menolak kasasi yang diajukan pemerintah dianggap sudah final.   (baca
selengkapnya Tempointeraktif )

5. Guru Menuntut Ujian Nasional Dibatalkan

Para guru yang tergabung dalam Forum Interaksi Guru Banyumas (Figurmas), Jumat (27/11), menuntut
agar Ujian Nasional dibatalkan, menyusul keputusan Mahkamah Agung yang menolak kasasi perkara UN
yang diajukan pemerintah.  (baca selengkapnya Kompas.Com )

6. Wakil Ketua MPR Setuju Penghapusan Ujian Nasional

Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Saifuddin meminta pemerintah menerima putusan MA yang
membatalkan ujian nasional. Ketimpangan fasilitas pendidikan menjadikan pendidikan di Indonesia tidak
pantas lagi distandarisasi secara nasional. (baca se;lanjutnya  : Detik News )

7. Mahasiswa Demo Minta Ujian Nasional Dihapus

Aliansi Mahasiswa Peduli Pendidikan (AMPP) Polewali Mandar, Sulawesi Barat, melakukan aksi unjuk
rasa di kantor dinas pendidikan setempat. Dalam orasinya para mahasiswa mendesak pemerintah dan
dinas pendidikan untuk bertanggung jawab dengan bobroknya pelaksanaan ujian nasional tahun ini.
(baca se;lanjutnya  : Liputan6.com)

8. Tolak UN, BEM Universitas Palangkaraya Demo

Puluhan mahasiswa dari Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Palangkaraya berdemo di halaman
Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Tengah. Mereka menolak ujian nasional sebagai standar
kelulusan. (baca se;lanjutnya: Kompas.com)

BERITA “KORBAN” UJIAN NASIONAL

1. Peserta UN Dicampur, Guru Bingung


… Kebijakan mencampur peserta UN itu membingungkan pihak sekolah, guru, dan siswa. Apalagi hingga
saat ini kepastian soal perubahan-perubahan teknis dalam pelaksanaan UN belum juga disampaikan
secara resmi ke sekolah.Sejumlah pimpinan sekolah dari berbagai daerah, Rabu (25/11), mengatakan,
rencana mencampur peserta UN menambah beban psikologis pelajar. (baca selengkapnya: Kompas.
com)

2. Kisah Pahit Para Korban Ujian Nasional

Ujian nasional digugat. Ujian sebagai standarisasi kelulusan itu dianggap mengabaikan prestasi yang
dibina anak didik selama bertahun-tahun. Banyak siswa berprestasi tidak lulus hanya lantaran gagal
dalam ujian nasional. Seperti yang dialami Siti Hapsah pada 2006. Mimpinya kuliah di Institut Pertanian
Bogor sirna gara-gara ujian ujian nasional. Ia dinyatakan tak lulus ujian nasional lantaran nilainya kurang
0,26.  (baca selengkapnya  VivaNews)

3. Pelajar Alami Gangguan Jiwa Hadapi UN {Video)

Seorang siswi kelas 3 SMP Negeri 4 Kendari, Sulawesi Tenggara mengalami gangguan jiwa setelah terlalu
banyak belajar menghadapi ujian nasional. (baca selengkapnya  VivaNews)

4. Bunuh Diri Karena Tak Lulus UN

Gara-gara tak lulus ujian nasional (UN) SMA, seorang pemuda nekat bunuh diri. Diduga karena tak kuat
menahan beban psikis, Tri Sulistiono (21) memilih mengakhiri hidupnya dengan cara melompat ke dalam
sumur.  (baca selengkapnya Suara Merdeka)

5.  Mengurung diri setelah gagal UN,  Edy akhirnya bunuh diri

Edi Hartono (19), aib karena gagal UN masih terus terasa menyesakkan. Setelah mengurung diri di
rumah neneknya, mantan siswa SMA di Besuki itu akhirnya bunuh diri. (baca selengkapnya: Kompas.
com)

6. Gagal UN, Siswi SMP Mencoba Bunuh Diri

Hasil ujian nasional sekolah menengah pertama nyaris membawa korban jiwa di Banyuwangi, Jawa
Timur, belum lama ini. Ida Safitri, siswi SMPK Santo Yusuf, mencoba bunuh diri dengan menenggak
puluhan pil tanpa merek karena gagal lulus. Beruntung nyawa korban dapat diselamatkan setelah pihak
keluarga segera membawanya ke rumah sakit. (baca selengkapnya: Liputan6.com)

7. Siswa SMK Coba Bunuh Diri, Diduga Karena Tak Bisa Ikut UN
Ujian Nasional (UN) adalah segalanya bagi seorang siswa. Diduga karena stres tidak bisa ikut UN, Hendrik
Irawan (19) nekat minum racun serangga. Beruntung nyawanya bisa diselamatkan.

Kata Kunci :
Pro dan kontra ujian nasional,pro kontra ujian nasional,artikel pro kontra ujian nasional,pro dan kontra
unbk,pro dan kontra UN,artikel pro kontra un,pro kontra ujian nasional 2015,pro dan kontra ujian
nasional di sd,pro dan kontra un 2015,pro kontra unas online kompas

Read more: http://www.artikelbagus.com/2011/12/fenomena-pro-dan-kontra-kebijakan-ujian-


nasional.html#ixzz472Sn9sA0
PRO dan KONTRA UJIAN NASIONAL

23.35  Wulie Okti  No comments


UJIAN NASIONAL (UN)

Mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 45 tahun 2006,
UN merupakan kegiatan pengukuran dan penilaian kompetensi peserta didik secara nasional
untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah yang pelaksanaannya ditetapkan oleh Badan
Standar Nasional Pendidikan (BSNP), dimana penyelenggaraannya meliputi mata pelajaran
tertentu yang diikuti oleh peserta didik SMP, MTs, SMPLB, SMA, MA, SMALB, dan SMK.

Landasan yuridis pelaksanaan UN adalah a) Undang-Undang No.20/2003 tentang Sistem


Pendidikan Nasional; b) Peraturan Pemerintah No.19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan;
c) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No.20/2005 tentang Ujian Nasional
Tahun Pelelajaran 2005/2006. UN bertujuan menilai pencapaian kompetensi lulusan secara
nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan
teknologi. Sedangkan hasil UN digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk pemetaan mutu
satuan dan/program pendidikan; seleksi untuk masuk jenjang pendidikan berikutnya; penentuan
kelulusan peserta didik dari suatu satuan pendidikan; akreditasi satuan pendidikan; dan
pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya peningkatan mutu
pendidikan.
Senada dengan hal tersebut Haryanti dan Mujiran (Suara Merdeka, 150205) mengemukakan
bahwa alasan pemerintah menyelenggarakan ujian nasional, antara lain karena ujian nasional
berguna untuk mengukur dan menilai kompetensi peserta didik dalam bidang pengetahuan dan
teknologi. Selanjutnya disampaikan juga bahwa pemerintah memandang perlu dilaksanakannya
UN karena selain untuk kepentingan pemetaan pendidikan UN juga dipakai sebagai instrumen
penentu kelulusan dan pemberian ijazah bagi peserta didik.

Tujuan diadakan Ujian Nasional (UN) , Menurut Keputusan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 153/U/2003 Tentang Ujian Akhir Nasional Tahun Pelajaran 2003/2004 bahwa tujuan dan
fungsi ujian nasional seperti yang tercantum dalam SK Mendiknas 153/U/2003 yaitu:
 • Mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik.
 • Mengukur mutu pendidikan di tingkat nasional, propinsi, kabupaten/kota, dan
sekolah/madrasah.
 • Mempertanggungjawabkan penyelenggaraan pendidikan secara nasional, propinsi,
kabupaten/kota,        sekolah/madrasah, dan kepada masyarakat.

 - PRO UN
UN (Ujian Nasional) merupakan kegiatan tahunan pemerintah yang menimbulkan banyak pro
dan kotra. Meskipun banyak masyarat dan beberapa pejabat pemerintah menilai kegiatan ini
harus dihapuskan, tapi masih ada masyarakat dan pejabat pemerintah yang mendukung kegiatan
ini. Bapak Agung Laksono selaku Menkokesra yang dikutip dalam Kompas edisi 25 April 2013
menyatakan dukungannya kepada UN. Beliau menyampaikan bahwa pelaksanaan UN itu penting
bagi pemeritah, meskipun ada banyak kekurangan dan harus diperbaiki setiap tahunnya. Selain
Menkokesra, UN juga mendapat dukungan penuh dari instansi terkait seperti Kemendikbud,
DPR dan Kementrian Keuangan. Bentuk dukungan mereka yaitu berupa anggaran yang selalu
disihkan untuk UN setiap tahunnya.
Menurut Karso selaku Lektor Kepala FPMIPA UPI terdapat beberapa hal yang dapat dijadikan
alasan mengapa UN peru dipertahankan, antara lain : Ada beberapa hal yang dapat dijadikan
alasan mengapa UN perlu tetap dipertahankan, antara lain:
 a. Beberapa pasal pada Undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 yang terkait langsung
dengan kegiatan ujian atau evaluasi pendidikan adalah pasal 35, pasal 57, pasal 58, dan pasal 59.
Berdasarkan pasal-pasal dan ayat-ayatnya serta kaitannya satu sama lain, maka dapat ditarik
suatu pemahaman seperti berikut ini.
1) Terhdap hasil belajar peserta didik perlu dilakukan evaluasi oleh pendidik dengan tujuan
utama untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara
berkesinambungan (pasal 58, ayat 1).
2) Evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, satuan/lembaga pendidikan, dan program
pendidikan untuk memantau (pasal 35, ayat 3) dan/atau menilai (pasal 58, ayat 2) pencapaian
standar nasional pendidikan (isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan
prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan evaluasi pendidikan) (pasal 35, ayat 1).
3) Evaluasi terhadap peserta didik, satuan/lembaga pendidkan, dan program pendidikan untuk
memantau atau menilai pencapaian standar nasional dilakukan oleh suatu lembaga mandiri (pasal
58, ayat 2), dapat berupa badan standarisasi, penjaminan, dan pengendalian mutu pendidikan
(pasal 35, ayat 3) dan/atau lembaga yang diselenggarakan oleh masyarakat dan/atau yang
diselenggarakan oleh organisasi profesi.
4) Pasal 35, 57, dan 58 mengamanatkan bahwa evaluasi perlu dilakukan untuk (a) pengendalian
mutu pendidikan secara nasional (pasal 57, ayat 1), dan (b) memantau (pasal 35, ayat 3) dan/atau
menilai (pasal 58, ayat 2) pencapaian standar nasional pendidikan.
5) Pasal 59 berisi tentang lembaga yang harus melakukan evaluasi dan membentuk lembaga
evaluasi yang mandiri disertai beberapa spesifikai tentang apa dan siapa yang dievaluasi, yaitu
pemerintah dan pemerintah daerah melakukan evaluasi terhadap pengelola, satuan, jalur, jenjang,
dan jenis pendidikan (pasal 59, ayat 1). Masyarakat dan/atau organisasi profesi dapat membentuk
lembaga yang mandiri untuk melakukan evaluasi sebagaimana ynag dimaksud dalam pasal 58
(pasal 59, ayat 2).
b. Tidak sedikit pula pendapat yang mendukung dilaksanakan UN terutama didasarkan pada
argumentasi tentang pentingnya UN sebagai pengendali mutu pendidikan secara nasional dan
pendorong atau motivator bagi peserta didik dan penyelenggara pendidikan untuk meningkatkan
mutu pendidikan.
c. UN perlu dilaksanakan dalam rangka menegakkan akuntabilitas pengelola dan penylenggara
pendidikan terhadap pihak-pihak yang berkepentingan dan masyarakat pada umumnya. Secara
konseptual UN mampu menyediakan informasi yang akurat kepada masyarakat tentang prestasi
yang dicapai oleh setiap peserta didik, sekolah, lembaga pendidikan kabupaten/kota, provinsi,
dan prestasi nasional secara keseluruhan. Informasi ini dapat digunakan untuk membandingkan
prestasi belajar antar sekolah, kabupaten/kota, dan antar provinsi. Dalam konteks ini UN
merupakan instrumen yang potensial untuk menyediakan informasi penting dalam menegakkan
akuntabilitas.

Beberapa masyarakat pun berpendapat bahwa UN masih perlu dilaksanakan karena UN


memberikan beberapa dampak positf dan hasil dari UN bisa dijadikan acuan untuk kejenjang
pendidikan selanjutnya. Beberapa kegunaan hasil UN :
• Penetapan mutu satuan dan atau program pendidikan di seluruh Indonesia,
• Seleksi masuk jenjang pendidikan yang lebih tinggi atau berikutnya,
• Pertimbangan penentuan kelulusan peserta didik dari satuan dan atau program pendidikan,
• Pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan dan atau program pendidikan dalam upaya
peningkatan mutu pendidikan untuk mencapai tingkat kelulusan tertentu, dan
 • Perbaikan sarana dan prasarana untuk guru, laboratorium, perpustakaan, tenaga kependidikan
dan keperluan sekolah lainnya. Secara tidak langsung dampak positif dari pelaksaan UN bagi
siswa adalah memotivasi siswa untuk lebih rajin belajar, karena siswa sadar bahwa persaingan
dalam UN sangat ketat sekali dan hasil UN merupakan penentu masa depan mereka.

- KONTRA UN
Telah muncul berbagai tanggapan dan pendapat yang beragam dari berbagai kalangan tentang
UN yang dilansir oleh sejumlah media masa. Di antara mereka ada yang secara tegas menolak
keberadaan UN dalam bentuk apapn dan menggantinya dengan ujian sekolah. Menurut kajian
Koalisi Pendidikan, setidaknya ada empat penyimpangan dengan digulirkannya UN (Tempo,
040205), yaitu ;
• pertama, aspek pedagogis. Dalam ilmu kependidikan, kemampuan peserta didik mencakup tiga
aspek, yakni pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Tapi yang dinilai dalam UN hanya satu
aspek kemampuan, yaitu kognitif.
• Kedua, aspek yuridis. Beberapa pasal dalam UU Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun
2003 telah dilanggar, misalnya pasal 35 ayat 1 yang menyatakan bahwa standar nasional
pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan
prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan, yang harus ditingkatkan secara
berencana dan berkala. UN hanya mengukur kemampuan pengetahuan dan penentuan standar
pendidikan yang ditentukan secara sepihak oleh pemerintah. Pasal 58 ayat 1 menyatakan,
evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan,
dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. Kenyataannya, selain
merampas hak guru melakukan penilaian, UN mengabaikan unsur penilaian yang berupa proses.
Selain itu, pada pasal 59 ayat 1 dinyatakan, pemerintah dan pemerintah daerah melakukan
evaluasi terhadap pengelola, satuan jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Tapi dalam UN
pemerintah hanya melakukan evaluasi terhadap hasil belajar siswa yang sebenarnya merupakan
tugas pendidik.
• Ketiga, aspek sosial dan psikologis. Dalam mekanisme UN yang diselenggarakannya,
pemerintah telah mematok standar nilai kelulusan 3,01 pada tahun 2002/2003 menjadi 4,01 pada
tahun 2003/2004 dan 4,25 pada tahun 2004/2005 dan pada tahun 2006 ini standar nilai kelulusan
dinaikan hingga 5,00. Ini menimbulkan kecemasan psikologis bagi peserta didik dan orang tua
siswa. Siswa dipaksa menghafalkan pelajaran-pelajaran yang akan di-UN-kan di sekolah ataupun
di rumah.
 • Keempat, aspek ekonomi. Secara ekonomis, pelaksanaan UN memboroskan biaya. Pada 2005
memang disebutkan pendanaan UN berasal dari pemerintah, tapi tidak jelas sumbernya, sehingga
sangat memungkinkan masyarakat kembali akan dibebani biaya. Selain itu, belum dibuat sistem
yang jelas untuk menangkal penyimpangan finansial dana UN. Sistem pengelolaan selama ini
masih sangat tertutup dan tidak jelas pertanggungjawabannya. Kondisi ini memungkinkan
terjadinya penyimpangan (korupsi) dana UN.

Selain itu Karso selaku Lektor Kepala FPMIPA UPI berpendapat bahwa argumentasi yang dapat
dikemukakan sebagai penolakan UN antara lain :
a. Dilihat dari UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu Pasal 8 ayat 1:
“Evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses,
kemampuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan”.
b. Karena sifat ujiannya nasional, maka bidang kajian yang di-UN-kan dianggap lebih penting
daripada pelajaran lain, sehingga sebagian besar upaya sekolah hanya ditujukan untuk
mengantarkan peserta didik mencapai keberhasilan dalam UN. Padahal materi UN hanya
mencakup aspek intelektual, belum mampu mengukur seluruh aspek pendidikan secara utuh.
Dalam hal ini telah terjadi malpraktik dengan kesan penyempitan terhadap makna dan hakekat
pendidikan yang utuh menjadi hanya menyangkut aspek kognitif untuk beberapa pelajaran yang
diujikan. Kecakapan motorik, sosial, emosional, moral atau budi pekerti, dan aspek spiritual
dianggap diabaikan.
c. Menurut sebagian ahli tes, UN dalam keadaan sekarang bertentangan dengan kaidah
pendidikan itu sendiri. Dalam kaidah pendidikan tes digunakan untuk menjamin kualitas anak
didik, bukan untuk menghukumnya. Sekarang ini UN digunakan untk menghukum anak didik
yang telah belajar selama tiga tahun tetapi tidak lulus dalam UN yang hanya dilaksanakan dalam
beberapa menit dan beberapa mata pelajaran. Padahal seharusnya pemerintah introspeksi diri
bahwa ketidaklulusan anak didik adalah cerminan dari ketidakmampuan pemerintah dalam
memberikan pelayanan pendidikan kepada siswa. Jangan kesalahan itu dibebankan kepada para
siswa.
d. Kenyataannya sekarang ini di lapangan, di sekolah-sekolah ada yang mulai berkiblat pada
bimbingan les. Para siswa lebih percaya pada bimbingan les daripada kepada guru mereka
sendiri, yang mengajar selama tiga tahun. Guru mata pelajaran yang di-UN-kan saja merasa
terabaikan, bagaimana dengan guru mata pelajaran yang non-UN? Tidak sedikit ada yang
mendatangkan guru bimbingan belajar atau bentuk-bentuk kersajama antara lembaga bimbingan
belajar dengan sekolah. Ada yang berangapan bahwa dunia pendidikan berkiblat pada UN,
sehingga telah mengerdilkan makna pendidikan. Menurut Ketua Komisi X DPR RI Heri Ahmadi
(Pikiran Rakyat, 19 Desember 2007) mengungkapkan bahwa “Pelaksanaan UN ini
mengakibatkan fungsi sekolah sebagai tempat belajar semakin kehilangan makna, sebab yang
terpenting bagaimana sekolah dapat meluluskan siswanya”. Hal ini memang benar, karena sering
terdengar adanya berita-berita yang negatif yang dilakukan oleh oknum guru atau sekolah dalam
pelaksanaan UN.
e. Belum lagi tentang disvaritas mutu sekolah, efisiensi anggaran, belum memberikan jaminan
kualitas lulusan meningkat. Sebagai contoh penulis pernah menemukan suatu sekolah di suatu
kabupaten terpencil yang hanya mengajarkan mata pelajaran yang di-UN-kan saja untuk para
siswa di kelas tiga. Kemudian menurut hasil penelitian di ITB, ternyata lebih banyak mahasiswa
yang drop out yang pada waktu di SMA-nya mengikuti bimbingan belajar daripada mereka yang
tidak mengikuti bimbingan belajar.
MAKALAH
‘’PRO DAN KONTRA UN’’
Diajukan Untuk Tugas Mata Kuliah Pengantar Ilmu pendidikan
Dosen pengampu: Dicky surachman. M. Pd.i

DISUSUN  OLEH:
Nurjanah
NIM: 050113.1031
FKIP  PGSD  Semester 3 (A)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR


FAKULTAS PENDIDIKAN DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA
2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul Pro dan Kontra Ujian Nasional untuk memenuhi tugas
mata kuliah Pengantar Ilmu Pendidikan.
Makalah Pro dan Kontra  ini berisikan tentang sejarah awal munculnya Ujian Nasional
diindonesia, pelaksanaan UN diindonesia, mandated examination, makna dan peranan
assessment dan studi kasus di lapangan pada sekolah pilar indonesia (SPI) di kawasan cibubur,
jakarta.
Saya mengucapkan terimakasih kepada pihak terkait yang telah membantu saya dalam
menghadapi berbagai tantangan dalam penyusunan makalah ini. Saya menyadari bahwa masih
sangat banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karna itu saya mengundang
pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kemajuan ilmu
pengetahuan ini.
Terima kasih, dan semoga makalah ini bisa memberikan sumbangsih positif bagi kita semua.

Cirebon, 05 Februari  2015

i
  i
 
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................  i
DAFTAR ISI...........................................................................................................................   ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................   1
A.      Latar Belakang................................................................................................................. 1
B.      Rumusan Masalah..........................................................................................................  3
C.      Tujuan .............................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................. 4
A.      Sejarah Ujian Nasional .................................................................................................... 4
B.      Pelaksanaan UN di Indonesia.......................................................................................... 5
C.      Mandated Examination................................................................................................... 7
D.      Makna dan Peranan Assessment....................................................................................  9
E.       Studi Kasus....................................................................................................................  10
BAB III PENUTUP.................................................................................................................  12
A.      Kesimpulan...................................................................................................................  13
B.      Saran............................................................................................................................   13
DAFTAR PUSAKA...............................................................................................................    14
 

ii BAB I
 
PENDAHULUAN
A.     Latar  Belakang
Apa yang terlintas dalam pikiran kita ketika mendengar istilah “Ujian Nasional?”
Ya, Ujian Nasional (UN) tentu sudah tidak asing di telinga para pelajar, orang tua, guru dan
pihak-pihak lain yang berkecimpung dalam dunia pendidikan. Masyarakat umumseringkali
menafsirkan UN sebagai bagian akhir dari proses panjang pada satuan pendididikan tertentu
sebelum mereka  dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebihtinggi. Sebelum
melaksanakan UN, para siswa juga harus menjalani serangkaian bentuk ujian yang nantinya hasil
dari ujian-ujian tersebut dapat digunakan sebagai acuan apakahsiswa tersebut lulus atau tidak.
Penyelengaraan UN ternyata banyak memunculkan pro dan kontra baik dilingkungan internal
pendidikan maupun di lingkungan eksternal pendidikan. Yusuf, S.E.(2008),menyatakan bahwa
evaluasi hasil belajar seperti UN tidak dapat mencapai tujuan pendidikan nasional  karena
tingkah laku peserta didik dipengaruhi oleh materi yang akandiujikan. Jika yang diujikan adalah
kumpulan hapalan pengetahuan maka mereka hanyaakan belajar materi yang diujikan dan
mengabaikan berbagai pengalaman belajar yangtidak termasuk bahan ujian.
Munculnya perbedaan pendapat mengenai UN ternyata, disadari atau tidak,memicu kegelisahan
dalam diri para peserta didik. Kegelisahan ini juga dirasakan olehseluruh warga sekolah, mulai
dari siswa, guru, staf, kepala sekolah bahkan orang tua siswa.Pihak orang tua dan sekolah
berupaya keras agar anak dan siswanya dapat lulus UN (bahkan ada beberapa pihak yang ekstrim
menyatakan “yang penting lulus, apapuncaranya”). Para guru pun lebih terfokus untuk
mengajarkan materi-materi yang munculdalam UN agar siswanya lulus 100% sehingga
menghambat kreativitas para pengajar untuk menyediakan pembelajaran yang kreatif bagi para
peserta didik. Lantas, apakah inigambaran pendidikan Indonesia yang ingin dicapai pada masa
awal kemerdekaanIndonesia?

1
 
Kita akan menilik sejenak pada tujuan pendidikan nasional yang tersirat dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945, yaitu “...mencerdaskan kehidupan bangsa...”.Bangsa yang cerdas
direpresentasikan melalui profil warga negara yang cerdas. Warganegara yang cerdas merupakan
pribadi yang tidak hanya cerdas secara kognitif tetapi juga mencerminkan nilai-nilai yang
terdapat dalam dasar negara Indonesia, Pancasila. Nilai-nilai yang dimaksudkan adalah:
1.       Sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, mencerminkan pribadi yangmendasarkan
pengetahuannya sebagai wujud pengakuannya terhadap TuhanYang Maha Esa.
2.       Sila kedua, Kemanusiaan yang adil dan beradab, mencerminkan pribadi yang mampu bersikap
adil dan memanusiakan manusia lainnya.
3.        Sila ketiga, Persatuan Indonesia, mencerminkan pribadi yang menunjung tinggi persatuan
bangsa diatas kepentingan pribadi.
4.       Sila keempat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, mencerminkan pribadi yang mampu mewujudnyatakan hikmat
dan kebijaksanaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
5.       Sila kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, mencerminkan pribadi yang
menggunakan pengetahuannya untuk kebaikan seluruh umatmanusia terutama bangsanya.
Profil manusia Indonesia yang cerdas tentu saja perlu dikembangkan dengan menyediakan
pembelajaran yang tidak hanya menekankan aspek kognitif tetapi juga aspek afektif dan
psikomotorik. United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO)
merekomendasikan lima pilar dasar pembelajaran yangsebaiknya diterapkan oleh seluruh
program pendidikan, yaitu: 
1.       Learning to know. Setiap peserta didik mempunyai kesempatan untuk membangun sendiri
pengetahuannya dengan cara mengintegrasikan pengetahuan asli yang dimiliki dengan
pengetahuan yang berasal dari luar.Dengan demikian, peserta didik akan berpikir kritis untuk
memaknai pembelajarannya.
2.       Learning to do.Peserta didik memiliki kemampuan dan kesempatan untuk mengaplikasikan apa
yang sudah ia pelajari dalam kehidupan sehari-hari. Tidak hanya mengaplikasikan tetapi juga
dapat mengembangkan teori atau konsepintelektualitasnya.
3.       Learning to live together. Peserta didik menyadari bahwa dirinya merupakan bagian dari
komunitas,  masyarakat lokal maupun global dan ia mempunyai peran untuk dapat bermanfaat
bagi kesejahteraan umat manusia.
4.      

2
 
Learning  to  be. Pembelajaran sebaiknya membuka kesempatan kepada siapasaja untuk dapat
mengembangkan potensi dirinya sehingga setiap individu dimampukan untuk belajar, mencari
tahu, membangun dan mengunakan pengetahuannya untuk  mengatasi masalah-masalah yang
terjadi. Pendidikan ukan untuk memenuhi tujuan pemerintah atau
hanya sekear mencetak ilmuwan-ilmuwan.
5.       Learning to transform oneself and society. Peserta didik menyadarikebutuhannya untuk terus
belajar sepanjang hayat sebagai bentuk transformasidiri dan berkontribusi dalam masyarakat.
Dalam rangka mengevaluasi pembelajaran yang sudah dilakukan di seluruh Indonesia dan
mengacu pada tujuan pendidikan nasional, pemerintah menyusun suatumodel evaluasi. Model
evaluasi yang diterapkan saat ini, Ujian Nasional, dikatakan sebagaisalah satu upaya pemerintah
untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.Makalah ini akan memaparkan sejarah
sistem ujian akhir yang pernah dan masihditerapkan di Indonesia, bagaimana pelaksanaannya,
pelaksanaan UN sebagai salah satu bentuk mandated examination,makna dan peranan
assessment dalam proses pembelajaranserta menilik persiapan UN yang dilakukan oleh salah
satu sekolah swasta di Jakarta.

B. Rumusan Masalah

a. Bagaimana Sejarah UN di Indonesia?


b. Bagaimana Pelaksanaan UN di Indonesia?
c. Apa yang dimaksud Mandated Examation?
d. Apa Saja Makna dan Peranan Assessment?
e. Bagaimana Study Kasus di Lapangan?
C. Tujuan

a. Agar Kita Mengetahui Sejarah UN di Indonesia.


b. Agar Kita Mengetahui Pelaksanaan UN di Indonesia.
c. Agar Kita Mengetahui Mandated Examation.

d.

 Agar Kita Mengetahui Makna dan Peranan Assessment.

BAB II
PEMBAHASAN
Dengan berlandaskan pada tujuan negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa,
pemerintah berusaha menyediakan pendidikan yang berkualitas kepada seluruh warga negara
Indonesia. Pendidikan yang berkualitas diharapkan tersebar merata dari Sabang sampai Merauke.
Oleh karena itu, pemerintah memandang perlu untuk menetapkan dan memantau standar
pendidikan secara nasional. Salah satu upaya yang dilakukan adalah mengevaluasi
penyelenggaraan pendidikan. UU Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003
menyatakan bahwa evaluasi dilakukan sebagai bentuk akuanttabilitas penyelenggara
pendidikan kepada pihak- pihak yang berkepentingan. Evaluasi tersebut dilakukan oleh lembaga
mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan dan sistemik untuk menilai pencapaian standar
nasional pendidikan.

A.     Sejarah Ujian Nasional


Ujian Nasional (UN) merupakan sistem ujian akhir nasional yang berlaku diIndonesia
saat ini. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 34 Tahun
2007, UN merupakan kegiatan pengukuran dan penilaian kompetensi peserta didik secara 
nasional pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Dalam pelaksanaannya, sistem ujian
akhir memang tidak pernah lepas dari evaluasi dan penyempurnaan. Sejarah mencatat beberapa k
ali perubahan sistem ujian hingga saat inikita mengenalnya sebagai UN.
1.       Tahun 1965-1971. Sistem ujian akhir yang dilaksanakan disebut Ujian Negaradan berlaku untuk
semua mata pelajaran. Pada periode ini, ujian masih tersentralisasi sehingga pelaksanaannya
masih ditetapkan oleh pemerintah pusat.
2.       Tahun 1972-1979. Pada periode ini, ujian negara dihapuskan dan diganti dengan ujian sekolah.
Sistem ini memberikan kewenangan pada tiap sekolah untuk menyelenggarakan ujian akhir
masing-masing. Soal dan pemrosesan hasil pun diserahkan kepada pihak sekolah. Peran
pemerintah pusat hanya menyusundan mengeluarkan pedoman ujian yang bersifat umum.
3.      

4
 
Tahun 1980-2000 diberlakukan Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (EBTANAS). Sistem ini
diterapkan untuk meningkatkan dan mengendalikan mutu pendidikan serta memperoleh indikator
(nilai) yang bermakna “seragam” agar dapat menjadi bahan perbandingan antar sekolah. Dalam
menyelenggarakan, Ebtanas disarankan mempunyai banyak kelemahan baik dari segi akademis
maupun teknis penyelenggaraan. Kelemahan-kelemahanyang dijumpai, antara lain: (a) ketidak
mampuan mengukur pencapaian prestasiakademik secara komprehensif, (b) pengujian dilakukan
secara temporal dandalam waktu yang singkat, (c) proses pembelajaran tereduksi dan hanya
berorientasi pada Ebtanas dan (d) Ebtanas hanya mampu  mengumpulkan informasi terkait
dengan kemampuan kognitif saja.
4.       Tahun 2001-2004. Mengingat kelemahan-kelemahan yang muncul akibat Ebtanas, pada periode
ini sistem ujian akhir diganti dengan Ujian Akhir Nasional (UAN). Perbedaan yang menonjol
antara Ebtanas dengan UAN yang ada pada cara menentukan
kelulusan siswa. Dalam Ebtanas, kelulusan siswaditentukan oleh kombinasi antara nilai semester
I, nilai semester II dan nilai Ebtanas murni. Sedangkan dalam UAN, kelulusan siswa ditentukan
oleh nilaimata pelajaran secara individual.
5.       Tahun 2005-sekarang. Untuk mendorong tercapainya wajib belajar yang bermutu,
pemerintah menyelenggarakan ujian nasional untuk tingkat SMP danSMA atau sederajat.
Sedangkan untuk tingkat SD atau sederajat Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN)
baru diterapkan pada tahun 2008 dankini nama yang digunakan adalah UN.
B.      Pelaksanaan UN di Indonesia
UN dilaksanakan satu tahun sekali menjelang akhir tahun ajaran. Untuk tingkat SMA dan
SMP, UN diselenggarakan sekitar bulan April sedangkan untuk tingkat SD diselenggarakan
sekitar bulan Mei. UN merupakan salah satu komponen yang menentukankelulusan peserta didik
dari satuan pendidikan tertentu. Berdasarkan Peraturan Menteri No.59 tahun 2011, peserta didik
dinyatakan lulus dari satuan pendidikan setelah:
1.       menyelesaikan seluruh program pembelajaran.
2.       memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran
yang terdiri atas kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia; kelompok mata pelajaran
kewarganegaraan dan kepribadian; kelompok mata pelajaran estetika; kelompok mata pelajaran
jasmani, olahraga dan kesehatan.
3.       lulus ujian sekolah untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan danteknologi.
4.       lulus UN.

5
 
Kriteria kelulusan UN sendiri sempat mengalami beberapa kali perubahan. Nilai UN
merupakan salah satu komponen dalam perhitungan nilai akhir (NA) selain nilaisekolah
(NS). Berdasarkan peraturan menteri di atas, pada tahun ajaran 2011/2012, peraturan NA
ditetapkan oleh satuan  pendidikan dalam rapat dewan guru (untuk SD dansederajat) atau
dikembangkan oleh Badan Sertifikasi Nasional Pendidikan (BSNP) danditetapkan oleh menteri
(untuk SMP, SMA dan sederajat). NA merupakan gabungan 40 % NS dari mata pelajaran
yang diuji nasionalkan dan  60% nilai UN. Sedangkan peserta didik SMP atau SMA dan
sederajat dinyatakan lulus UN jika nilai rata-rata dari semua NAminimal 5,5 dan nilai setiap
mata pelajaran minimal 4,0. Standar kelulusan ini sempatdikritisi oleh pakar pendidikan, Prof.
Dr. Arief Rachman, M.Pd. Beliau mengemukakan bahwa dalam penetapan nilai ujian nasional
rata-rata daerah harus dipertimbangkan karena jika kita mengacu pada standar mutu
internasional, faktor keadilan (dalam hal ini nilai rata-rata daerah) harus dipertimbangkan.
Informasi mengenai hasil UN kemudian digunakan sebagai umpan balik bagi semua
stakeholders untuk memperbaiki pembelajaran dan mutu pendidikan secara berkelanjutan.
Sedangkan bagi sekolah, data hasil UN disajikan dalam statistik deskriptif guna
mengklasifikasikan kemampuan sekolah. Berikut ini adalah tabel klasifikasi sekolah berdasarkan
hasil UN yang disajikan oleh Tim Balitbang Kemendiknas (2010).
No Kriteria Hasil UN
1 Baik Sekali (A) Rerata nilai UN>7,50
2 Baik (B) 6,50<Rerata nilai UN ≤
7,50
3 Sedang (C) 5,50 < Rerata nilai UN ≤
6,50
4 Kurang (D) 4,50 < Rerata nilai UN ≤
5,50
5 Kurang sekali (E) Rerata nilai UN ≤ 4,50
Sebuah opini yang ditulis oleh Yusuf, I. dalam kompas.com (2008) memberikan pendapat
bahwa keberhasilan pendidikan yang ditunjukkan oleh angka statistik keberhasilan UN
sebenarnya semu. Ada dua hal penting terkait pelaksanaan UN, yaitu persentase yaitu
persentase dan target kelulusan yang akan dicapai sekolah seharusnya berjalan beriringan dengan
kejujuran dalam pelaksanaannya. kedua hal tersebut nampaknya sulit untuk berjalan
beriringan mengingat masih banyak keterbatasan sarana-prasarana dan sumber daya manusia di
berbagai daerah. Aplikasinya, sekolah cenderung memilih target kelulusanyang tinggi atau 100%
dibandingkan memperjuangkan nilai kejujuran karena padakenyataannya, kualitas (prestise)
sebuah sekolah dilihat dari seberapa tinggi tingkatkelulusan sekolah tersebut.
                Di tengah berbagai polemik yang muncul terkait penyelenggaraan UN, Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan (Muhammad Nuh) menyatakan bahwa pemerintah akan tetap
melaksanakan UN yang baik dan kredibel. Terdapat empat kunci keberhasilan UN yang baik dan
kredibel, yaitu:
1.       UN dijamin kerahasiaan dan keamanannya. Jika berkas bocor atau hilang maka kredibilitas UN
dipertaruhkan.
2.       Distribusi tepat waktu, tepat jumlah dan tepat bahan yang diujikan.
3.      

6
 
Kelancaran pelaksanaan UN dengan cara meminimalisir terjadinya kesalahan, seperti kesalahan soal.
4.       Sistem evaluasi harus dipastikan agar nilai rapor bisa menjamin bahwa nilaitersebut
mencerminkan kemampuan peserta didik yang bersangkutan.
Jika keempat poin tersebut dilakukan maka fungsi pelaksanaan UN dapat terwujud.
Fungsi tersebut adalah untuk mengukur dan menilai pencapaian kompetensi lulusan dalam mata
pelajaran tertentu, untuk memetakan mutu pendidikan Indonesia pada tingkat dasar dan
menengah, dan untuk memotivasi pihak-pihak terkait untuk bekerja lebih baik guna mencapai
hasil ujian yang baik.
C.      Mandated Examination 
                Tidak hanya Indonesia, negara-negara di belahan dunia lainnya jugamenyelenggarakan
UN pada tingkat sekolah dasar dan (sebagian) menengah. UNmerupakan salah satu bentuk 
mandated examination (ujian yang diamanatkan atau di bawah pengawasan) yang didesain untuk
menggambarkan tingkat pencapaian keseluruhansistem pendidikan, bukan pencapaian individu
tertentu. Menurut Miller (2009), mandated  examination memiliki beberapa kegunaan, yaitu:
1.       Hasil ujian dapat digunakan oleh para pembuat kebijakan pendidikan untuk mendeteksi
kelemahan yang dimiliki.
2.       Sebagai alat untuk melakukan perubahan dalam bidang pendidikan.
3.       kondisi terkini dan kemajuan peserta didik serta kualitas sekolah.
4.       Memberikan hasil ujian yang akuntabel guna memotivasi guru dan pesertadidik untuk berusaha
lebih baik.
Meskipun memiliki banyak kegunaan, tidak sedikit pula pihak-pihak yang mengkritik
pelaksanaan ujian negara. Kritik yang muncul menyebutkan bahwa ujian dapat menimbulkan
kecemasan, mengganggu konsep diri peserta didik, mengkotak-kotakkan peserta didik dan
seringkali peserta didik membuat “ramalan” sendiri atas hasil ujian yang akan diterimanya.
Kritik ini seharusnya ditujukan kepada para pengguna hasil ujian, bukan kepada ujian itu sendiri
karena ujian dimaksudkan untuk membantu peserta didik meningkatkan dan mengembangkan
pembelajarannya.
Motivasi pelaksanaan ujian negara memang tidak selalu tersampaikan dengan jelas.
Namun demikian, pelaksanaan ujian di beberapa negara memuat beberapa motivasi(Kellaghan
dan Greaney, 2001).
1.       Untuk meningkatkan standar pendidikan (beberapa negara menganggap standar
pendidikan mereka perlu ditingkatkan untuk menjawab kebutuhan lapangankerja).
2.       Untuk mempertahankan standar pendidikan yang sudah dimiliki.
3.       Untuk memberikan informasi yang dapat digunakan untuk mengambilkeputusan terkait dengan
alokasi sumber daya pembelajaran untuk sistem pendidikan secara umum, sekolah-
sekolah yang memiliki karakteristik khususdan sekolah berprestasi.
4.      

7
 
Untuk memperoleh informasi yang dapat digunakan untuk menetapkanakuntabilitas prestasi belajar
peserta didik.
5.       Ujian negara dilakukan sebagai bagian dalam gerakan modernisasi, (mungkin)di bawah
pengaruh pemberi modal, yang tidak terlalu memperhatikankesinambungan dan tidak memahami
bagaimana memanfaatkan informasi yangdiperoleh.
6.       Untuk mengubah keseimbangan pengawasan dalam sistem pendidikan.
7.       Untuk mengimbangi lemahnya praktek penilaian atau evaluasi yang dilakukan oleh para guru.
Terlepas dari motivasi apapun yang menyertai di balik penyelenggaraannya, ujian dapat
menjadi cara ampuh untuk mempengaruhi kualitas guru mengajar dan peserta didik belajar di
sekolah. Selain lebih murah, cara ini juga dianggap lebih mudah karena bisa di instruksikan oleh
pihak luar sekolah (contohnya pemerintah). Hasil ujian yang dapatdilihat dan diwartakan secara
rutin oleh media juga menjadi salah satu alasan penerapanujian negara. Ebel (1980) juga
menyebutkan beberapa konsekuensi yang mungkin muncul jika ujian tidak dilakukan, yaitu:
1.       Dorongan dan penghargaan atas usaha seseorang untuk belajar akan menjadi lebih sulit.
2.       Kesuksesan program pendidikan kurang dapat dinyatakan sebagai tujuan dan pencapaian kurang
dapat dibuktikan.
3.       Keputusan-keputusan penting terkait dengan masalah kurikulum dan metodetidak diambil
berdasarkan bukti-bukti yang kuat melainkan lebih berdasarkan pada perkiraan dan cenderung
plin-plan.
4.       Kesempatan menempuh pendidikan tidak berdasarkan bakat dan prestasinamun lebih
berdasarkan keturunan dan pengaruh yang dimiliki.
5.       Hambatan kelas sosial kurang dapat ditembus.
Kebijakan dan praktek ujian nasional diharapkan dapat merangsang perubahan di 
internal sekolah, sektor-sektor dalam dunia pendidikan maupun di bidang ideologi dan politik.
Persiapan dan prosedur internal sekolah terkait ujian nasional jelas merupakan target utama
perubahan sistem ujian, salah satunya adalah kurikulum. Yang dimaksudkan dengan perubahan
kurikulum bukan hanya kurikulum resmi yang menggambarkan apa yang seharusnya diajarkan
oleh para pengajar tetapi juga kurikulum yang benar-benar dilakukan; apa yang benar-benar
diajarkan oleh para pengajar dan apa yang benar-benar dikuasai oleh peserta didik. Perubahan
dalam sistem ujian seringkali sengaja didesainuntuk mempengaruhi materi pembelajaran, upaya
atau bahkan metode pembelajaran danterutama untuk mempengaruhi usaha yang dilakukan
peserta didik.

8
 
Selain itu, adanya tuntutan akuntabilitas juga mendorong pemerintah dan pejabat
pendidikan mencari dan mengimplementasikan berbagai cara untuk memperoleh data faktual
mengenai “produk” atau “hasil” dari institusi pendidikan atau sekolah dengan cara mengevaluasi
peserta didik sekaligus mengevaluasi kualitas sekolah. Jika pemerintahmasih memandang ujian
sebagai cara jitu untuk mengevaluasi mutu pendidikan nasional maka sistem ujian perlu diubah.
Perubahan tidak hanya pada metode pengumpulan data tetapi juga mengembangkan kriteria
evaluasi yang sesuai dengan keberagaman populasisekolah dan perlunya mengubah standar
prestasi bagi populasi sekolah secara keseluruhan.
D.     Makna dan Peranan Assessment 
                Evaluasi atau penilaian (assessment ) merupakan bagian yang tak terpisahkan(integral)
dari seluruh proses pembelajaran. Assessment melibatkan kegiatan pengumpulandan analisa
informasi mengenai hasil pembelajaran peserta didik dan didesain untuk memberikan informasi
mengenai kegiatan pembelajaran. Assessment juga diterapkan untuk mengidentifikasi apa yang
diketahui dan dipahami peserta didik, apa yang dapat mereka lakukan dan mereka rasakan pada
berbagai tahapan yang berbeda dalam proses pembelajaran yang berlangsung. Tidak hanya
guru, tetapi peserta didik juga harus terlibataktif dalam menilai kemajuan belajar sebagai salah
satu upaya pengembangan critical thinking dan keterampilan self-assessmentf. Setiap pihak yang
menaruh perhatian pada assessment  ; peserta didik, guru, orang tua dan pengelola pendidikan,
sebaiknya memiliki pemahaman yang benar mengenai alasan dilakukannya assessment, apa yang
dievaluasi,kriteria sukses dan metode evaluasi yang diterapkan.
Menurut Sudjana (2005), kegiatan penilaian adalah suatu tindakan atau kegiatan untuk
melihat sejauh mana tujuan-tujuan instruksional telah dapat dicapai atau dikuasaioleh siswa
dalam bentuk hasil-hasil belajar yang diperlihatkannya setelah mereka menempuh pengalaman
belajarnya. Selain itu, kegiatan penilaian juga dapat dilakukanuntuk mengetahui keefektifan
pengalaman belajar dalam mencapai hasil belajar yangoptimal. Berdasarkan pengertian tersebut
maka Assessment dapat digolongkan menjadi dua bentuk, yaitu  formative assessment (penilaian
formatif) dan summative assessment (penilaian sumatif).
Penilaian formatif memberikan informasi yang dapat digunakan oleh guru untuk
merencanakan pembelajaran selanjutnya. Penilaian ini terjalin dalam pembelajaran dan
menolong guru dan peserta didik untuk mengetahui apa yang sudah diketahui dan apa yang dapat
dilakukan oleh peserta didik. Penilaian formatif mendukung pengajaran dengan cara memberikan
umpan balik secara teratur dan membantu peserta didik mengembangkan
pengetahuan dan pemahamannya, meningkatkan antusiasme ketika mengikuti pembelajaran, mel
akukan refleksi yang mendalam, mengembangkan kapasitas self-assessment  dan mengenali
kriteria-kriteria sukses. Penilaian ini sangat menolong pesertadidik yang berprestasi rendah untuk
memperbaiki atau mempertajam pemahaman merekasecara signifikan.
Penilaian sumatif bertujuan untuk memberikan pengetahuan mendalam kepada guru dan
peserta didik mengenai pemahaman peserta didik. Penilaian sumatif merupakan kulminasi dari
proses pembelajaran dan memberikan kesempatan kepada peserta didik menyajikan apa yang
telah mereka pelajari. Penilaian ini dapat mengevaluasi beberapa haldalam waktu yang
bersamaan, yaitu menginformasikan dan meningkatkan proses belajar-mengajar dan mengukur
pemahaman peserta didik terhadap pembelajaran.Mengingat pentingnya penilaian sebagai bagian
dalam proses pembelajaran makaupaya merencanakan dan melaksanakan penilaian hendaknya
memperhatikan beberapa prinsip. Prinsip penilaian yang perlu diperhatikan adalah:
1.      

9
 
Penilaian dirancang dengan baik sehingga kemampuan yang dinilai, materi penilaian, alat penilaian
dan interpretasi hasil penilaian diketahui dengan jelas.
2.       Penilaian hendaknya menjadi bagian integral dari proses pembelajaran sehingga senantiasa
dilaksanakan setiap saat dan berkesinambungan.
3.       Penilaian harus menggunakan berbagai alat penilaian dan bersifat komprehensif  (aspek
kognitif, afektif dan psikomotorik) sehingga hasil yang diperoleh lebih objektif dan benar-benar
menggambarkan prestasi dan kemampuan pesertadidik.
4.       Penilaian harus diikuti dengan tindak lanjut. Hasil penilaian hendaknya dijadikan bahan
pertimbangan untuk menyusun program pembelajaran,memperbaiki kelemahan-kelemahan
pembelajaran dan membimbing siswa yangmasih kesulitan.

E.      Studi Kasus


Pelaksanaan UN memang dapat menjadi dilema bagi sekolah-sekolah tertentu di
Indonesia, misalnya sekolah-sekolah swasta berstandar internasional. Sekolah-sekolah tersebut
biasanya menggunakan kerangka kurikulum yang bersifat concept-based learning yang relatif
berbeda dengan kurikulum nasional yang umumnya masih bersifat content-based learning dan
berujung pada UN. Meskipun terdapat perbedaan, sekolah-sekolah tersebut tetap harus mengikuti
UN karena merupakan bagian dalam sistem pendidikan Indonesia dan UN sudah
menjadi kebijakan Kemendikbud.
Salah satu contoh sekolah tersebut adalah Sekolah Pilar Indonesia (SPI) yang berlokasi
di kawasan Cibubur, Jakarta. SPI merupakan sekolah swasta berstandar internasional yang
menggunakan kerangka kurikulum internasional, yaitu kurikulum IB ( international
baccaleureate ) program Primary Years Programme untuk usia 3-12 tahun(TK-SD). PYP
berfokus pada perkembangan holistik peserta didik sebagai seorang inquirer baik di dalam
maupun di luar kelas. PYP merupakan kerangka pembelajaran yangmenekankan pada metode
inquiry, terdiri atas enam tema global (transdisciplinary themes) yang dieksplorasi dengan
pengetahuan dan keterampilan dari enam bidang yang berbeda.Kerangka kurikulum IB-PYP
sangatlah fleksibel sehingga masing-masing sekolah dapatmengadaptasi program tersebut sesuai
kebutuhan lokal maupun nasional.
Adanya perbedaan antara kurikulum yang diaplikasikan di sekolah dengankurikulum SD
pada umumnya, sekolah harus memikirkan strategi untuk mempersiapkan peserta didik
mengikuti UN. Strategi-strategi tersebut telah dilakukan sejak tahun ajaran2008/2009 dan
dianggap sebagai cara terbaik untuk mengatasi dilema yang dihadapi sertaterbukti mampu
meluluskan 100% peserta didiknya dengan jujur.

10
 
Kelas Program Frekuensi Keterangan
IV Tutorial 1 x seminggu (2 Terintegrasi didalam jam
sesi) pelajaran
V Tutorial 1 x seminggu (2 Terintegrasi didalam jam
sesi) pelajaran
VI Tutorial 3 x seminggu 1 jam pelajaran tambahan diluar
jam sekolah ( mapel UN )

3 x seminggu Terintegrasi didalam pelajaran


non UN

Mentoring Tentatif Peserta didik akan ditemani satu


orang mentor dari kalangan guru
untuk memonitor perkembangan
peserta didik untuk memotivasi

Pertemuan Tentatif Menyampaikan perkembangan


dengan orang peserta didik untuk mengikut
tua siswa sertakan orang tua dalam
persiapan UN.

Memberikan tutorial untuk kepentingan UN sebenarnya tidak sejalan dengan filosofi


belajar yang dipercayai pihak sekolah. Hal tersebut memang terasa menjadi “beban” karena di
satu sisi sekolah ingin mempertahankan idealisme belajar, tetapi di sisi lain para guru dituntut
untuk menyelesaikan materi guna memenuhi kebutuhan UN. Semuastrategi yang diterapkan
tidak akan berhasil tanpa adanya kerjasama antara peserta didik,sekolah dan orang tua.

11 BAB III
 
PENUTUP
A. Kesimpulan

1.       Ujian Nasional merupakan suatu bentuk evaluasi (assessment ) sebagai  pertanggung jawaban
penyelenggara pendidikan kepada semua stakeholders.
2.       Assessment merupakan bagian integral dalam proses pembelajaran yang dapat menggambarkan
kemampuan peserta didik dan dapat menjadi umpan balik untuk  pengembangan pembelajaran.
3.       Ujian Nasional bertujuan untuk mengukur dan menilai kompetensi peserta didik secara nasional
pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
4.       Evaluasi yang sedang dan akan dikembangkan harus mempertimbangkan aspek kognitif, afektif
dan psikomotorik ke dalam sistem ujian yang diselenggarakan.
5.       Ujian Nasional menjadi cara terbaik yang dimiliki pemerintah saat ini untuk mengevaluasi
program pendidikan dan meningkatkan kualitas pendidikan karenadianggap lebih murah dan
lebih mudah serta dapat memberikan data faktual yangdapat dijadikan bahan pertimbangan
dalam membuat kebijakan.

B.  Saran

Pro dan Kontra dalam kurikulum itu hal yang biasa karna pada dasarnya memiliki tujuan
yang sama yaitu untuk memajukan pendidikan di indonesia agar lebih baik lagi. Antara pendidik
dan peserta didik harus saling bekerja sama dalam proses  pelaksanaan pembelajaran.

12 DAFTAR PUSTAKA
 
Chan, S.M. & Sam, T.T. (2002) Kebijakanpendidikan era  otonomi  daerah: AnalisisSWOT.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Ebel, R.L. (1980) Practical problem in educational management  . Houghton Mifflin.
IB Organization. (2009) Making the PYP Happen. Cardiff: IB Organization
Kellaghan, T. & Greaney, V. (2001) Using assessment to improve the quality of education.Paris:
UNESCO International Institute for Educational Planning.
KEMENDIKNAS. (2010)
Panduan kebijakan pemanfaatan hasil ujian nasional untuk  perbaikan mutu pendidikan.
Jakarta: Kemendiknas, p 2-7. 
Noah, H.J. & Eckstein, M.A. (1992) The two faces of examinations: A comparative
and  international perspective. Oxford: Pergamon Press.
Miller, M.D., Linn, R.L. & Gronlund, N.E. (2009) Measurement and Assessment inTeaching  .
New Jersey: Pearson Education.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 59 Tahun
2011[Internet]. [Diakses 19 September 2012].
Sudjana, N. (2005) Penilaian hasil proses belajar mengajar . Bandung: RemajaRosdakarya.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2002 [Internet]. [Diakses 23 November
2012].
UNESCO. (2012).Five pillars of learning [Internet]. Yogyakarta: UNESCO. Tersediadalam
<http://www.unesco.org> [Diakses 29 November 2012].
Website Info UN 2013. (2012) Jadwal ujian nasional 2012 [Internet]. Yogyakarta: WebsiteInfo
UN 2013. Tersedia dalam <http://ujiannasional.org> [Diakses 28 November 2012].
Yurnaldi. (2009) Semangat perdamaian dari perguruan Diponegoro [Internet].
Yogyakarta:KOMPAS.com. Tersedia dalam <http://nasional.kompas.com> [Diakses
28 November 2012].
Yusuf, I. (2008) UN vs target kelulusan dan kejujuran [Internet]. Yogyakarta:KOMPAS.com.
Tersedia dalam <http://nasional.kompas.com/> [Diakses 28 November 2012].
Yusuf, S.E. (2008)Tentang pendidikan yang memprihatinkan [Internet].
Yogyakarta:KOMPAS.com. Tersedia dalam: <http://nasional.kompas.com> [Diakses
28 November 2012].

13
 

Anda mungkin juga menyukai