Anda di halaman 1dari 8

Hubungan Struktur Aktivitas

Obat-obat Diuretika
Diuretika merupakan zat-zat yang dapat memperbanyak pengeluaran kemih (diuresis)
melalui kerja langsung terhadap ginjal. Diuretika merupakan obat yang dapat menambah
kecepatan pembentukan urin. Istilah diuretik mempunyai dua pengertian, pertama
menunjukkan adanya penambahan volume urin yang diproduksi dan yang kedua
menunjukkan jumlah pengeluaran (kehilangan ) zat-zat terlarut dan air. Cairan. Diuretika
bekerja terutama dengan meningkatkan ekskresi ion-ion Na+ , Cl- , atau HCO3 -, yang
merupakan elektrolit utama dalam cairan luar sel. Diuretika juga menurunkan absorpsi
kembali elektrolit di tubulus renalis dengan melibatkan proses pengangkutan aktif. Fungsi
utama diuretika adalah untuk memobilisasi cairan edema, yang berarti mengubah
keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstrasel kembali menjadi
normal.
Ginjal berfungsi memelihara kemurnian darah dengan cara mengeluarkan semua zat
asing dan sisa pertukaran zat. Selain itu ginjal juga berfungsi meregulasi kadar garam dalam
cairan tubuh. Unit fungsional dari ginjal adalah nefron yang terdiri dari glomerulus, tubulus
proksimal dan distalis, loop of henle dan saluran pengumpul. Adapun proses pembentukan
urin terdiri atas 3 langkah yaitu:
1. Filtrasi
Filtrasi merupakan proses penyaringan darah yang mengandung zat-zat sisa
metabolisme. Proses ini terjadi di glomerulus. Hasil filtrasi glomerulus kemudian akan
menuju kapsula bowman dan dihasilkan urin primer. Urin primer terdiri atas air, gula,
asam amino, garam/ion anorganik, urea.
2. Reabsorpsi
Proses reabsorpsi terjadi di tubulus proksimal yang nantinya akan menghasilkan urin
sekunder. Urin primer yang terkumpul di kapsula bowman masuk ke tubulus proksimal
dan terjadi reabsorpsi. Pada proses ini, terjadi proses penyerapan kembali zat-zat yang
masih berguna bagi tubuh oleh dinding tubulus lalu masuk ke pembuluh darah yang
mengelilingi tubulus. Zat-zat yang diserap kembali antara lain glukosa, asam amino,
ion-ion anorganik. Hasil dari reabsoprsi urin primer adalah urin sekunder yang
mengandung sisa limbah nitrogen dan urea. Urin sekunder kemudian masuk ke loop of
henle (lengkungan henle). Pada tahap ini, terjadi osmosis air di lengkungan henle
desenden sehingga volume urin sekunder berkurang dan menjadi pekat. Ketika urinseku
nder mencapai lengkungen henle asenden, garam Na+ dipompa keluar dari tubulus
sehingga urin menjadi lebih pekat.
3. Augmentasi
Urin sekunder dari lengkungan henle kemudian akan masuk ke tubulus distalis untuk
masuk tahap augmentasi (pengumpulan zat-zat yang tidak dibutuhkan lagi oleh tubuh).
Zat sisa yang dikeluarkan oleh pembuluh kapiler adalah ion hydrogen (H+), ion kalium
(K+), NH3 dan kreatinin. Setelah melewati tubulus distalis, urin banyak kehilangan air
sehingga urin makin pekat. Proses augmentasi ini menghasilkan urin yang
sesungguhnya. Urin sesungguhnya ini mengandung urea, asam urine, ammonia, sisasisa
pembongkaran protein dan zat-zat yang berlebih dalam darah seperti vitamin, obat-
obatan, hormon serta garam mineral. Urin sesungguhnya ini kemudian menuju ke
saluran pengumpul untuk dibawa ke perlvis yang kemudian menuju kandung kemih.
Urin inilah yang akan keluar melalui uretra.

1
Proses pembentukan urin ditampilkan secara skematik pada Gambar 4.1. berikut
beserta bagian-bagian nefron.

Gambar 4.1. Proses Pembentukan Urin

A. PENGGOLONGAN DIURETIKA
Berdasarkan efek yang dihasilkan diuretika dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:
1. Diuretika yang hanya meningkatkan ekskresi air dan tidak mempengaruhi kadar
ektrolit tubuh.
2. Diuretika yang dapat meningkatkan ekskresi Na+ (Natriuretik).
3. Diuretika yang dapat meningkatkan ekskresi Na+ dan Cl- (saluretik).

Secara umum diuretika dibagi menjadi tujuh kelompok yakni diuretika osmotik,
diuretika pembentuk asam, diuretika merkuri organik, diuretika penghambat karbonik
anhidrase, diuretika turunan tiazida, diuretika hemat kalium dan diuretika loop. Berikut
penjelasan dari masing-masing kelompok diuretika.
1) Diuretika Osmotik
Diuretika osmotik adalah senyawa yang dapat meningkatkan ekskresi urin dengan
mekanisme kerja berdasarkan perbedaan tekanan osmosis. Umumnya diuretika
osmotik mempunyai berat molekul rendah, dalam tubuh tidak mengalami
metabolisme, secara pasif disaring melalui kapsula Bowman ginjal, dan tidak
diabsorpsi kembali oleh tubulus renalis. Bila diberikan dalam dosis besar atau larutan
pekat akan menarik air dan elektrolit ke tubulus renalis, yang disebabkan oleh adanya
perbedaan tekanan osmosa, sehingga terjadi diuresis.
Diuretika osmotik adalah natriuretik, dapat meningkatkan ekskresi natrium dan air.
Efek samping diuretika osmotik antara lain adalah gangguan keseimbangan elektrolit,
dehidrasi, mata kabur, nyeri kepala dan takikardia. Contoh: manitol, glukosa, sukrosa,
dan urea. Manitol adalah diuresis osmotik yang digunakan untuk mengatasi berbagai
keadaan sembab, bila turunan tiazida sudah tidak efektif lagi. Manitol juga digunakan
sebagai bahan diagnostic untuk mengukur kecepatan filtrasi glomerulus. Dosis
diuretik : 50-200 g/hari, diberikan melalui infuse I.V.200 mg/kg bb dengan kadar 15-
25%.

2
2) Diuretika Pembentuk Asam
Diuretika pembentuk asam adalah senyawa anorganik yang dapat menyebabkan urin
bersifat asam dan mempunyai efek diuretik. Senyawa golongan ini efek diuretiknya
lemah dan menimbulkan asidosis hiperkloremik sismetik. Efek samping yang
ditimbulkan antara lain adalah iritasi lambung, penurunan nafsu makan, mual, asidosis
dan ketidaknormalan fungsi ginjal. Contoh: ammonium klorida, ammonium nitrat,
dan kalsium klorida.
Penggunaan ammonium klorida dalam sediaan tunggal kurang efektif karena setelah
1- 2 hari, tubuh (ginjal) mengadakan kompensasi dengan memproduksi ammonia,
yang akan menetralkan kelebihan asam, membentuk NH4+ , yang segera berinteraksi
dengan ion Clmembentuk NH4Cl dan kemudian diekskresikan, sehingga efek
diuretiknya akan menurun secara drastis. NH4Cl lebih sering digunakan sebagai
ekspektoran dalam campuran obat batuk, karena dapat meningkatkan sekresi cairan
saluran napas sehingga mudah dikeluarkan.

3) Diuretika Merkuri Organik


Diuretika merkuri organik adalah saluretik karena dapat menghambat absorpsi
kembali ion-ion Na+, Cl- dan air. Absorpsi pada saluran cerna rendah dan
menimbulkan iritasi lambung sehingga pada umumnya diberikan secara parenteral.
Dibanding obat diuretik lain, penggunaan diuretika merkuri organik mempunyai
beberapa keuntungan, antara lain tidak menimbulkan hipokalemi, tidak mengubah
keseimbangan elektrolit dan tidak mempengaruhi nekrosis jaringan. Diuretika merkuri
organik menimbulkan reaksi sistemik yang berat sehingga sekarang jarang digunakan
sebagai obat diuretik.
Diuretika merkuri organik mengandung ion merkuri, yang dapat berinteraksi dengan
gugus SH enzim ginjal (Na, K-dependent ATP-ase) yang berperan pada produksi
energi yang diperlukan untuk absorpsi kembali elektrolit dalam membran tubulus,
sehingga enzim menjadi tidak aktif. Akibatnya absorpsi kembali ion-ion Na+ dan Cl-
di tubulus menurun, kemudian dikeluarkan bersama-sama dengan sejumlah ekivalen
air sehingga terjadi efek diuresis Diuretika merkuri organik mempunyai rantai yang
terdiri dari 3 atom C dan satu atom Hg pada salah satu ujung rantai, yang mengikat
gugus hidrofil X.

3
Keterangan :
R1 : gugus aromatik, heterosiklik atau alisiklik yang terikat pada rantai propil melalui
gugus karbamoil. Gugus R sangat menentukan distribusi dan kecepatan ekskresi
diuretika
R2 : biasanya gugus metil, dapat pula gugus etil, secara umum pengaruh gugus terhadap
sifat senyawa adalah kecil.
X : substituen yang bersifat hidrofil. Biasanya X adalah gugus teofilin, yang dapat
menurunkan toksisitas obat, mengurangi efek iritasi setempat, meningkatkan
kecepatan absorpsi, dan juga mempunyai efek diuretik (terjadi potensiasi). Bila X
adalah gugus tiol, seperti asam merkaptoasetat atau tiosorbitol, dapat mengurangi
toksisitas terhadap jantung dan efek iritasi setempat.

4) Diuretika Penghambat Karbonik Anhidrase


Diuretika penghambat karbonik anhidrase (CA) merupakan senyawa golongan
sulfonamid. Senyawa penghambat karbonik anhidrase adalah saluretik, digunakan
secara luas untuk pengobatan sembab yang ringan dan moderat, sebelum
ditemukannya diuretika turunan tiazida. Efek samping yang ditimbulkan golongan ini
antara lain adalah gangguan saluran cerna, menurunya nafsu makan, parestesia,
asidosis sistemik, alkalisasi urin dan hipokalemi. Adanya efek asidosis sistemik dan
alkalinisasi urin dapat mengubah secara bermakna perbandingan bentuk terionisasi
dan yang tak terionisasi dari obat-obat lain dalam cairan tubuh, sehingga
mempengaruhi pengangkutan, penyimpanan, metabolism, ekskresi aktifitas obat-obat
tersebut. Penggunaan diuretika penghambat karbonik anhidrase terbatas karena cepat
menimbulkan toleransi. Sekarang, diuretika penghambat karbonik anhidrase lebih
banyak digunakan sebagai obat penunjang pada pengobatan glaucoma, dikombinasi
dengan miotik, seperti pilokarpin, karena dapat menekan pembentukan aqueous
humour dan menurunkan tekanan dalam mata. Karbonik anhidrase adalah
metaloensim yang berperan dalam pembentukan asam karbonat, sebagai hasil reaksi
antara air dan gas asam arang.
Asam karbonat yang terbentuk kemudian terionisasi menjadi H+ dan HCO3 -. Ion H+
inilah yang digunakan sebagai pengganti ion-ion Na+ dan K+ yang diabsorpsi
kembali ke tubulus renalis. Bila kerja enzim dihambat maka produksi asam karbonat
akan menurun, sehingga jumlah ion H+ sebagai pengganti ion Na+ juga menurun.
Akibatnya jumlah ion Na+ yang diabsorpsi kembali akan menurun dan ion Na+ yang
tertinggal, bersama-sama dengan ion HCO3 - dan air, akan meningkatkan volume
urin, yang kemudian dikeluarkan dan menyebabkan efek diuresis.

 Yang berperan terhadap aktivitas diuretika penghambat karbonik anhidrase adalah


gugus sulfamil bebas. Mono dan subtitusi pada gugus sulfamil akan menghilangkan
aktivitas diuretik karena pengikatan obat – reseptor lemah.
 Pemasukan gugusan metil pada asetazolamid ( metazolamid ) dapat meningkatkan
aktivitas obat dan memperpanjang masa kerja obat. Hal ini disebabkan karena
metazolamid mempunyai kelarutan dalam lemak lebih besar, absorpsi kembali pada
tubulus menjadi lebih baik dan afinitas terhadap enzim lebih besar. Metazolamid
mempunyai aktivitas diuretik 5 kali lebih besar dibanding asetazolamid.
 Modifikasi yang lain dari struktur asetazolamid secara umum akan menurunkan
aktivitas. Destilasi akan menurunkan aktivitas dan perpanjangan gugus alkil pada rantai
asetil akan meningkatkan toksisitas

Contoh :

4
a) Asetazolamid, diabsorpsi secara cepat dalam saluran cerna, diekskresikan melalui urin
dalam bentuk tidak berubah ± 70%. Kadar plasma tertinggi obat dicapai dalam ± 2 jam
Setelah pemberian oral, dengan waktu paruh ± 5 jam. Asetazolamid juga digunakan
untuk pengobatan glaukoma dan sebagai penunjang pada pengobatan epilepsi petit mal,
dikombinasikan dengan obat antikejang, seperti fenitoin. Dosis sebagai diuretik dan
untuk pengobatan glaukoma : 250 mg 2 – 4 dd.
b) Metozolamid, dianjurkan sebagai penunjang pada pengobatan glaukoma kronik.
Penurunan tekanan intraokuler terjadi 4 jam setelah pemberian oral, dengan efek
puncak dalam 6 – 8 jam.

5) Diuretika Turunan Tiazida


Diuretika turunan tiazida adalah saluretik, yang dapat menekan absorpsi kembali
ionion Na+, Cl-, dan air. Turunan ini juga meningkatkan eksresi ion-ion K+, Mg2 +
dan HCO3 – dan menurunkan ekskresi asam urat. Diuretika turunan tiasida terutama
digunakan untuk pengobatan sembab pada keadaan dekompensasi jantung dan sebagai
penunjang pada pengobatan hipertensi karena dapat mengurangi volume darah dan
secara langsung menyebabkan relaksasi otot polos arteriola. Turunan ini dalam
sediaan sering dikombinasi dengan obat-obat anti hipertensi, seperti reserpin dan
hidralazin, untuk pengobatan hipertensi karena menimbulkan efek potensiasi.
Diuretika turunan tiasida menimbulkan efek
samping hipokalemi, gangguan keseimbangan elektrolit dan menimbulkan penyakit
pirai yang akut.
Diuretika mengandung gugus sulfamil sehingga dapat menghambat enzim karbonil
anhidrase. Juga diketahui bahwa efek saluretiknya terjadi karena adanya pemblokan
proses pengangkutan aktif ion klorida, dan absorbsi kembali ion yang menyertainya
pada loop of henle, dengan mekanisme yang belum jelas, kemungkinan karena peran
dari prostaglandin turunan tiazid juga menghambat enzim karbonik anhidrase
ditubulus distalis tetapi efeknya relatif lemah.
Adapun senyawa yang termasuk dalam turunan tiazida adalah senyawa turunan
klorotiazid dan hidroklorotiazid, sebagaimana yang tersaji dalam tabel di bawah ini :
1. Turunan klorotiazida
Contoh senyawa obat diuretika turunan klorotiazida: Klorotiazida, USP,Benztiazida, USP
2. Turunan hidroklorotiazida
Contoh senyawa obat diuretika turunan hidroklorotiazida: Hidroklorotiazida, USP,
Hidroflumetiazida, USP, Bendroflumetiazida, USP, Triklormetiazida, USP, Metiklotiazida,
USP, Politiazida, USP, Siklotiazida, USP.

Penggunaan diuretik turunan tianisida memberikan efek negatif yang sangat mudah
diprediksi karena komposisi kimianya atau tempat kerjanya disepanjang nefron. Efek negatif
dari penggunaan diuretik turunan tianisida adalah :
 menyebabkan reaksi hipersensitivitas seperti urtikaria, demam akibat obat, diskrasias
darah, dan nefritis interstisial karena semua diuretik ini memiliki gugus sulfamoil;
 menyebabkan hipokalemia akibat peningkatan eksresi k+ di ginjal yang diinduksi oleh
diuretik;
 pada awal penggunaannya, diuretik ini menghasilkan sedikit penurunan pada curah
jantung;
 penggunaan tiazida dan diuretik mirip-tiazida dalam jangka panjang kadang-kadang
 menyebabkan hiperkalsemia atau hiperurisemia.

6) Diuretika Hemat Kalium

5
Diuretika hemat kalium adalah senyawa yang mempunyai aktifitas natriuretik ringan
dan dapat menurunkan sekresi ion H+ dan K+ senyawa tersebut bekerja pada tubulus
distalis dengan cara memblok penukaran ion Na+ dengan ion H+ dan K+,
menyebabkan retensi ion K+ dan meningkatkan sekresi ion Na+ dan air, aktifitas
diuretiknya relatif lemah, biasanya di berikan bersama-sama dengan diuretika
turunan tiasida. Kombinasi ini menguntungkan karena dapat mengurangi sekresi ion
K+ sehingga menurunkan terjadinya hipokalemi dan menimbulkan efek aditif, obat
golongan ini menimbulkan efek samping hiperkalemi, dapat memperberat penyakit
diabetes dan pirai, serta menyebabkan gangguan pada saluran cerna.
Diuretika hemat kalium bekerja pada saluran pengumpul,dengan mengubah
kekuatan pasif yang mengontrol pergerakan ion-ion, memblok absorbsi kembali ion
Na+ dan ekskresi ion K+ sehingga meningkatkan ekskresi ion Na+ dan Cl- dalam
urine. Berdasarkan efek yang ditimbulkannya, diuretika hemat kalium dibagi
menjadi 2 kelompok, yaitu :

1) Diuretika dengan efek langsung


Contoh senyawa obat yang termasuk dalam kelompok diuretika hemat kalium dengan
efek langsung adalah Amilorid dan Triamteren. Berikut penjelasan lebih detail tentang
Amilorid dan Triamteren.
 Amilorid HCl, merupakan diuretika turunan pirazin. Selain bekerja melalui
mekanisme kerja diatas, Amilorid HCl juga dapat mengubah permeabilitas membran
terhadapion Na+ dan menyebabkan retensi ion K+ dan H+. Amilorid digunakan
untuk mengontrol sembab dan hipertensi.
 Triamteren adalah diuretika turunan pteridin, absorpsi dalam saluran cerna cepat
tetapi tidak sempurna. Ketersediaan hayatinya sebesar 30 – 70%, pada cairan tubuh
± 45 – 75% dan terikat oleh protein plasma. Kadar protein tertinggi obat dicapai
dalam 1 – 2 jam setelah pemberian oral, dengan waktu paruh biologis 2 – 4 jam.
Dosis diuretik Triamteren adalah 150 – 300 mg/hari.

2) Diuretika Antagonis Aldosteron


Aldosteron, adalah mineralokortikoid yang dikeluarkan oleh korteks adrenalis.
Merupakan senyawa yang sangat aktif untuk menahan elektrolit, dapat meningkatkan
absorpsi kembali ion Na+ dan Cl- seta ekskresi ion K+ dalam saluran pengumpul. Contoh
senyawa obat yang termasuk dalam kelompok diuretika antagonis aldosteron adalah
Spironolakton.
Senyawa yang mempunyai struktur mirip dengan aldosteron, seperti spironolakton
bekerja sebagai antagonis melalui mekanisme penghambatan bersaing pada sisi reseptor pada
saluran pengumpul, dimana terjadi pertukaran ion Na+ dan K+. penghambatan tersebut
menyebabkan peningkatan ekskresi ion Na+ dan Cl-, serta retensi ion K+.
Anda mungkin dapat menduga bahwa penghambatan pertukaran Na+ dalam cairan
luminal dengan K+ dan H+ intraseluler dapat menyebabkan retensi ion K+ dan H+ pada
individu tertentu. Efek merugikan yang penting pada Spironolakton antara lain hiperkalemia
dan asidosis metabolik ringan khususnya pada individu dengan fungsi ginjal yang buruk.
Oleh sebab itu, pasien yang menggunakan Spironolakton harus diperingatkan untuk tidak
mengonsumsi suplemen K+. Penggunaan spironolakton bersama obat lain seperti inhibitor
enzim pengonfersi angiotensis (ACE), antagonis reseptor angiotensis II, bloker B-adrenergik
perlu mendapatkan perhatian karena dapat menimbulkan peningkatan konsentrasi [K+]
plasma.
Selain itu, spironolakton dapat menyebabkan ginekomastia pada pria dan payudara
melunak serta gangguan menstruasi pada wanita karena aktifitas residu hormonalnya.

6
Ginekomastia terjadi pada sekitar 6-10% pria yang diberikan dosis 50 mg/hari atau kurang
hingga 52% pria yang diberikan dosis lebih dari 150 mg/hari. Efek merugikan lainnya antara
lain gejala gastrointestinal minor dan ruam. Spironolakton dapat digunakan secara tunggal
sebagai diuretik yang sangat lemah untuk mengeluarkan cairan edema pada individu gagal
jantung kongestif, sirosis hati yang disertai dengan asites, atau sindrom nefrotik atau sebagai
senyawa antihipertensi. Namun, penggunaan utamanya adalah kombinasi dengan diuretik
yang bekerja pada tempat 2 atau 3 dalam upaya mengurangi hilangnya K+ dalam urine yang
disebabkan oleh golongan diuretik tempat 2 atau 3.

7) Diuretika LOOP
Diuretika loop merupakan senyawa saluretik yang sangat kuat, aktifitasnya jauh lebih
besar dibanding turunan tiasida dan senyawa saluretik lain. Turunan ini dapat
memblok pengangkutan aktif NaCl pada loop Henle sehingga menurunkan absorbsi
kembali NaCl dan meningkatkan ekskresi NaCl lebih dari 25% .
Model kerja diuretika loop pada tingkat molekul belum diketahui secara pasti, tetapi
ada 3 hipotesis yang kemungkinan dapat digunakan untuk menjelaskan model kerja
tersebut yaitu:
1. Penghambatan enzim Na+, K+, ATP-ase;
2. Penghambatan atau pemindahan siklik-AMP;
3. Penghambatan glikolisis.
Diuretika loop menimbulkan efek samping yang cukup serius, seperti hiperurisemi,
hiperglikemi, hipotensi, hipokalemi, hipokloremik alkalosis, kelainan hematologis,
dan dehidrasi. Biasanya diuretika loop digunakan untuk pengobatan sembab paru
yang akut, sembab arena kelainan jantung, ginjal atau hati, sembab karena keracunan
kehamilan, sembab otak dan untuk pengobatan hipertensi ringan. Diuretik loop dapat
digunakan berkombinasi dengan obat antihipertensi, seperti L-α-metildopa untuk
pengobatan hipertensi yang cukup berat dan berat.
Struktur kimia golongan ini bervariasi dan secara umum dapat dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu :
1. Turunan Asam Fenoksiasetat.
Contoh senyawa obat yang termasuk dalam kelompok diuretika loop dari turunan asam
fenoksiasetat adalah Asam Etakrinat.
Asam Etakrinat menimbulkan aktivitas diuretik karena dapat berinteraksi dengan
gugus sulfhidril enzim yang bertanggungjawab pada proses absorpsi kembali Na+ di tubulus
renalis. Gugus yang berperan pada interaksi tersebut adalah gugus α, β-ikatan rangkap tidak
jenuh. Pada turunan fenoksiasetat aktivitas optimal dicapai bila:
a) Gugus asam oksiasetat terletak pada posisi 1 cincin benzen
b) Gugus akriloil sufhidril yang reaktif terletak pada posisi para dari gugus asam
oksiasetat.
c) Gugus aktivasi (CH3 atau Cl) terletak pada posisi 3 atau posisi 2 dan 3
d) Substituen alkil dari 2 sampai 4 panjang atom C terletak pada posisi a dari karbonil
pada gugus akriloil.
e) Atom-atom H terletak pada posisi ujung –C=C- dari gugus akriloil.

Hubungan struktur dan aktivitas pada asam etakrinat sebagai diuretik dijelaskan sebagai
berikut:
a) Reduksi gugus α,β-keton tidak jenuh akan menghilangkan aktivitas, karena senyawa
tidak mampu berinteraksi dengan gugus SH enzim;
b) Substitusi H pada atom Cα dengan gugus alkil akan menurunkan aktivitas;

7
c) Adanya gugus etil pada atom Cβ membuat senyawa mempunyai aktivitas maksimal.
Makin besar jumlah atom C, aktivitasnya makin menurun;
d) Substitusi pada cincin aromatik. Adanya gugus Cl pada posisi orto c incin aromatik,
dapat meningkatkan aktivitas lebih besar dibandingkan substitusi pada posisi meta,
karena efek induktif gugus penarik elektron tersebut dapat menunjang serangan
nukleofil terhadap gugus SH. Disubstitusi gugus Cl atau metil pada posisi orto dan
meta akan lebih meningkatkan aktivitas. Adanya gugus pendorong elektron kuat pada
cincin aromatik, seperti gugus amino atau alkoksi, akan menurunkan aktivitas secara
drastis;
e) Adanya gugus oksiasetat pada posisi para dapat meningkatkan aktivitas, letak gugus
pada posisi orto atau meta akan menurunkan aktivitas.
2. Turunan Sulfamoil Benzoat
Turunan sulfamoil benzoat dibagi menjadi dua golongan yaitu turunan asam 5-
sulfamoil-2-aminobenzoat dan asam 5-sulfamoil-3-aminobenzoat. Contoh asam 5-sulfamoil-
2-aminobenzoat adalah furosemid, dan azosemid, sedangkan contoh asam 5-sulfamoil-3
aminobenzoat adalah bumetanid, dan piretanid. Hubungan struktur dan aktivitas turunan
sulfanoil benzoat sebagai diuretik dijelaskan sebagai berikut :
a) Substituen pada posisi 1 harus bersifat asam, gugus karboksilat mempunyai aktivitas
diuretik optimum.
b) Gugus sulfamoil pada posisi 5 merupakan gugus fungsi untuk aktivitas diuretik yang
optimum
c) Gugus aktivasi pada posisi 4 bersifat penarik elektron, seperti gugus-gugus Cl
danCF3, dapat pula diganti dengan gugus fenoksi (C6-H5-O-), alkoksi, anilino
(C6H5-NH-), benzil, benzoil, atau C6H5-S-, dengan disertai penurunan aktivitas
d) Pada turunan asam 5-sulfamoil-2-aminobenzoat, substituen pada gugus 2 amino
relatif terbatas, hanya gugus furfuril, benzil dan tienilmetil yang menunjukkan
aktivitas diuretik optimal.
e) Pada turunan asam 5-sulfamoil-3-aminobenzoat, substituen pada gugus 3 amino
relatif lebih banyak tanpa mempengaruhi aktivitas diuretik optimal.

Contoh senyawa obat diuretika LOOP yang merupakan turunan sulfamoil benzoat
adalah :
a) Furosemid, merupakan diuretika saluretik yang kuat, aktivitasnya 8 – 10 kali
diuretika tiazida. Awal kerja obat terjadi dalam 0,5 – 1 jam setelah pemberian oral,
dengan masa kerja yang relatif pendek ± 6 – 8 jam. Absorpsi furosemid dalam saluran
cerna cepat, ketersediaanhayatinya 60 – 69% pada subyek normal, dan ± 91 – 99%
obat terikat oleh plasma protein. Kadar darah maksimal dicapai 0,5 – 2 jam setelah
pemberian secara oral, dengan waktu paro biologis ± 2 jam. Furosemid digunakan
untuk pengobatan hipertensi ringan dan moderat, karena dapat menurunkan tekanan
darah.
b) Bumetanid, merupakan diuretic yang kuat dengan masa kerja pendek (±4 jam).
Pemindahan gugus amin dari posisi 2 ke posisi 3 dapat meningkatkan aktivitas
diuretic sampai ±50 kali, tetapi masa kerjanya pendek.

Anda mungkin juga menyukai