Obat-obat Diuretika
Diuretika merupakan zat-zat yang dapat memperbanyak pengeluaran kemih (diuresis)
melalui kerja langsung terhadap ginjal. Diuretika merupakan obat yang dapat menambah
kecepatan pembentukan urin. Istilah diuretik mempunyai dua pengertian, pertama
menunjukkan adanya penambahan volume urin yang diproduksi dan yang kedua
menunjukkan jumlah pengeluaran (kehilangan ) zat-zat terlarut dan air. Cairan. Diuretika
bekerja terutama dengan meningkatkan ekskresi ion-ion Na+ , Cl- , atau HCO3 -, yang
merupakan elektrolit utama dalam cairan luar sel. Diuretika juga menurunkan absorpsi
kembali elektrolit di tubulus renalis dengan melibatkan proses pengangkutan aktif. Fungsi
utama diuretika adalah untuk memobilisasi cairan edema, yang berarti mengubah
keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstrasel kembali menjadi
normal.
Ginjal berfungsi memelihara kemurnian darah dengan cara mengeluarkan semua zat
asing dan sisa pertukaran zat. Selain itu ginjal juga berfungsi meregulasi kadar garam dalam
cairan tubuh. Unit fungsional dari ginjal adalah nefron yang terdiri dari glomerulus, tubulus
proksimal dan distalis, loop of henle dan saluran pengumpul. Adapun proses pembentukan
urin terdiri atas 3 langkah yaitu:
1. Filtrasi
Filtrasi merupakan proses penyaringan darah yang mengandung zat-zat sisa
metabolisme. Proses ini terjadi di glomerulus. Hasil filtrasi glomerulus kemudian akan
menuju kapsula bowman dan dihasilkan urin primer. Urin primer terdiri atas air, gula,
asam amino, garam/ion anorganik, urea.
2. Reabsorpsi
Proses reabsorpsi terjadi di tubulus proksimal yang nantinya akan menghasilkan urin
sekunder. Urin primer yang terkumpul di kapsula bowman masuk ke tubulus proksimal
dan terjadi reabsorpsi. Pada proses ini, terjadi proses penyerapan kembali zat-zat yang
masih berguna bagi tubuh oleh dinding tubulus lalu masuk ke pembuluh darah yang
mengelilingi tubulus. Zat-zat yang diserap kembali antara lain glukosa, asam amino,
ion-ion anorganik. Hasil dari reabsoprsi urin primer adalah urin sekunder yang
mengandung sisa limbah nitrogen dan urea. Urin sekunder kemudian masuk ke loop of
henle (lengkungan henle). Pada tahap ini, terjadi osmosis air di lengkungan henle
desenden sehingga volume urin sekunder berkurang dan menjadi pekat. Ketika urinseku
nder mencapai lengkungen henle asenden, garam Na+ dipompa keluar dari tubulus
sehingga urin menjadi lebih pekat.
3. Augmentasi
Urin sekunder dari lengkungan henle kemudian akan masuk ke tubulus distalis untuk
masuk tahap augmentasi (pengumpulan zat-zat yang tidak dibutuhkan lagi oleh tubuh).
Zat sisa yang dikeluarkan oleh pembuluh kapiler adalah ion hydrogen (H+), ion kalium
(K+), NH3 dan kreatinin. Setelah melewati tubulus distalis, urin banyak kehilangan air
sehingga urin makin pekat. Proses augmentasi ini menghasilkan urin yang
sesungguhnya. Urin sesungguhnya ini mengandung urea, asam urine, ammonia, sisasisa
pembongkaran protein dan zat-zat yang berlebih dalam darah seperti vitamin, obat-
obatan, hormon serta garam mineral. Urin sesungguhnya ini kemudian menuju ke
saluran pengumpul untuk dibawa ke perlvis yang kemudian menuju kandung kemih.
Urin inilah yang akan keluar melalui uretra.
1
Proses pembentukan urin ditampilkan secara skematik pada Gambar 4.1. berikut
beserta bagian-bagian nefron.
A. PENGGOLONGAN DIURETIKA
Berdasarkan efek yang dihasilkan diuretika dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:
1. Diuretika yang hanya meningkatkan ekskresi air dan tidak mempengaruhi kadar
ektrolit tubuh.
2. Diuretika yang dapat meningkatkan ekskresi Na+ (Natriuretik).
3. Diuretika yang dapat meningkatkan ekskresi Na+ dan Cl- (saluretik).
Secara umum diuretika dibagi menjadi tujuh kelompok yakni diuretika osmotik,
diuretika pembentuk asam, diuretika merkuri organik, diuretika penghambat karbonik
anhidrase, diuretika turunan tiazida, diuretika hemat kalium dan diuretika loop. Berikut
penjelasan dari masing-masing kelompok diuretika.
1) Diuretika Osmotik
Diuretika osmotik adalah senyawa yang dapat meningkatkan ekskresi urin dengan
mekanisme kerja berdasarkan perbedaan tekanan osmosis. Umumnya diuretika
osmotik mempunyai berat molekul rendah, dalam tubuh tidak mengalami
metabolisme, secara pasif disaring melalui kapsula Bowman ginjal, dan tidak
diabsorpsi kembali oleh tubulus renalis. Bila diberikan dalam dosis besar atau larutan
pekat akan menarik air dan elektrolit ke tubulus renalis, yang disebabkan oleh adanya
perbedaan tekanan osmosa, sehingga terjadi diuresis.
Diuretika osmotik adalah natriuretik, dapat meningkatkan ekskresi natrium dan air.
Efek samping diuretika osmotik antara lain adalah gangguan keseimbangan elektrolit,
dehidrasi, mata kabur, nyeri kepala dan takikardia. Contoh: manitol, glukosa, sukrosa,
dan urea. Manitol adalah diuresis osmotik yang digunakan untuk mengatasi berbagai
keadaan sembab, bila turunan tiazida sudah tidak efektif lagi. Manitol juga digunakan
sebagai bahan diagnostic untuk mengukur kecepatan filtrasi glomerulus. Dosis
diuretik : 50-200 g/hari, diberikan melalui infuse I.V.200 mg/kg bb dengan kadar 15-
25%.
2
2) Diuretika Pembentuk Asam
Diuretika pembentuk asam adalah senyawa anorganik yang dapat menyebabkan urin
bersifat asam dan mempunyai efek diuretik. Senyawa golongan ini efek diuretiknya
lemah dan menimbulkan asidosis hiperkloremik sismetik. Efek samping yang
ditimbulkan antara lain adalah iritasi lambung, penurunan nafsu makan, mual, asidosis
dan ketidaknormalan fungsi ginjal. Contoh: ammonium klorida, ammonium nitrat,
dan kalsium klorida.
Penggunaan ammonium klorida dalam sediaan tunggal kurang efektif karena setelah
1- 2 hari, tubuh (ginjal) mengadakan kompensasi dengan memproduksi ammonia,
yang akan menetralkan kelebihan asam, membentuk NH4+ , yang segera berinteraksi
dengan ion Clmembentuk NH4Cl dan kemudian diekskresikan, sehingga efek
diuretiknya akan menurun secara drastis. NH4Cl lebih sering digunakan sebagai
ekspektoran dalam campuran obat batuk, karena dapat meningkatkan sekresi cairan
saluran napas sehingga mudah dikeluarkan.
3
Keterangan :
R1 : gugus aromatik, heterosiklik atau alisiklik yang terikat pada rantai propil melalui
gugus karbamoil. Gugus R sangat menentukan distribusi dan kecepatan ekskresi
diuretika
R2 : biasanya gugus metil, dapat pula gugus etil, secara umum pengaruh gugus terhadap
sifat senyawa adalah kecil.
X : substituen yang bersifat hidrofil. Biasanya X adalah gugus teofilin, yang dapat
menurunkan toksisitas obat, mengurangi efek iritasi setempat, meningkatkan
kecepatan absorpsi, dan juga mempunyai efek diuretik (terjadi potensiasi). Bila X
adalah gugus tiol, seperti asam merkaptoasetat atau tiosorbitol, dapat mengurangi
toksisitas terhadap jantung dan efek iritasi setempat.
Contoh :
4
a) Asetazolamid, diabsorpsi secara cepat dalam saluran cerna, diekskresikan melalui urin
dalam bentuk tidak berubah ± 70%. Kadar plasma tertinggi obat dicapai dalam ± 2 jam
Setelah pemberian oral, dengan waktu paruh ± 5 jam. Asetazolamid juga digunakan
untuk pengobatan glaukoma dan sebagai penunjang pada pengobatan epilepsi petit mal,
dikombinasikan dengan obat antikejang, seperti fenitoin. Dosis sebagai diuretik dan
untuk pengobatan glaukoma : 250 mg 2 – 4 dd.
b) Metozolamid, dianjurkan sebagai penunjang pada pengobatan glaukoma kronik.
Penurunan tekanan intraokuler terjadi 4 jam setelah pemberian oral, dengan efek
puncak dalam 6 – 8 jam.
Penggunaan diuretik turunan tianisida memberikan efek negatif yang sangat mudah
diprediksi karena komposisi kimianya atau tempat kerjanya disepanjang nefron. Efek negatif
dari penggunaan diuretik turunan tianisida adalah :
menyebabkan reaksi hipersensitivitas seperti urtikaria, demam akibat obat, diskrasias
darah, dan nefritis interstisial karena semua diuretik ini memiliki gugus sulfamoil;
menyebabkan hipokalemia akibat peningkatan eksresi k+ di ginjal yang diinduksi oleh
diuretik;
pada awal penggunaannya, diuretik ini menghasilkan sedikit penurunan pada curah
jantung;
penggunaan tiazida dan diuretik mirip-tiazida dalam jangka panjang kadang-kadang
menyebabkan hiperkalsemia atau hiperurisemia.
5
Diuretika hemat kalium adalah senyawa yang mempunyai aktifitas natriuretik ringan
dan dapat menurunkan sekresi ion H+ dan K+ senyawa tersebut bekerja pada tubulus
distalis dengan cara memblok penukaran ion Na+ dengan ion H+ dan K+,
menyebabkan retensi ion K+ dan meningkatkan sekresi ion Na+ dan air, aktifitas
diuretiknya relatif lemah, biasanya di berikan bersama-sama dengan diuretika
turunan tiasida. Kombinasi ini menguntungkan karena dapat mengurangi sekresi ion
K+ sehingga menurunkan terjadinya hipokalemi dan menimbulkan efek aditif, obat
golongan ini menimbulkan efek samping hiperkalemi, dapat memperberat penyakit
diabetes dan pirai, serta menyebabkan gangguan pada saluran cerna.
Diuretika hemat kalium bekerja pada saluran pengumpul,dengan mengubah
kekuatan pasif yang mengontrol pergerakan ion-ion, memblok absorbsi kembali ion
Na+ dan ekskresi ion K+ sehingga meningkatkan ekskresi ion Na+ dan Cl- dalam
urine. Berdasarkan efek yang ditimbulkannya, diuretika hemat kalium dibagi
menjadi 2 kelompok, yaitu :
6
Ginekomastia terjadi pada sekitar 6-10% pria yang diberikan dosis 50 mg/hari atau kurang
hingga 52% pria yang diberikan dosis lebih dari 150 mg/hari. Efek merugikan lainnya antara
lain gejala gastrointestinal minor dan ruam. Spironolakton dapat digunakan secara tunggal
sebagai diuretik yang sangat lemah untuk mengeluarkan cairan edema pada individu gagal
jantung kongestif, sirosis hati yang disertai dengan asites, atau sindrom nefrotik atau sebagai
senyawa antihipertensi. Namun, penggunaan utamanya adalah kombinasi dengan diuretik
yang bekerja pada tempat 2 atau 3 dalam upaya mengurangi hilangnya K+ dalam urine yang
disebabkan oleh golongan diuretik tempat 2 atau 3.
7) Diuretika LOOP
Diuretika loop merupakan senyawa saluretik yang sangat kuat, aktifitasnya jauh lebih
besar dibanding turunan tiasida dan senyawa saluretik lain. Turunan ini dapat
memblok pengangkutan aktif NaCl pada loop Henle sehingga menurunkan absorbsi
kembali NaCl dan meningkatkan ekskresi NaCl lebih dari 25% .
Model kerja diuretika loop pada tingkat molekul belum diketahui secara pasti, tetapi
ada 3 hipotesis yang kemungkinan dapat digunakan untuk menjelaskan model kerja
tersebut yaitu:
1. Penghambatan enzim Na+, K+, ATP-ase;
2. Penghambatan atau pemindahan siklik-AMP;
3. Penghambatan glikolisis.
Diuretika loop menimbulkan efek samping yang cukup serius, seperti hiperurisemi,
hiperglikemi, hipotensi, hipokalemi, hipokloremik alkalosis, kelainan hematologis,
dan dehidrasi. Biasanya diuretika loop digunakan untuk pengobatan sembab paru
yang akut, sembab arena kelainan jantung, ginjal atau hati, sembab karena keracunan
kehamilan, sembab otak dan untuk pengobatan hipertensi ringan. Diuretik loop dapat
digunakan berkombinasi dengan obat antihipertensi, seperti L-α-metildopa untuk
pengobatan hipertensi yang cukup berat dan berat.
Struktur kimia golongan ini bervariasi dan secara umum dapat dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu :
1. Turunan Asam Fenoksiasetat.
Contoh senyawa obat yang termasuk dalam kelompok diuretika loop dari turunan asam
fenoksiasetat adalah Asam Etakrinat.
Asam Etakrinat menimbulkan aktivitas diuretik karena dapat berinteraksi dengan
gugus sulfhidril enzim yang bertanggungjawab pada proses absorpsi kembali Na+ di tubulus
renalis. Gugus yang berperan pada interaksi tersebut adalah gugus α, β-ikatan rangkap tidak
jenuh. Pada turunan fenoksiasetat aktivitas optimal dicapai bila:
a) Gugus asam oksiasetat terletak pada posisi 1 cincin benzen
b) Gugus akriloil sufhidril yang reaktif terletak pada posisi para dari gugus asam
oksiasetat.
c) Gugus aktivasi (CH3 atau Cl) terletak pada posisi 3 atau posisi 2 dan 3
d) Substituen alkil dari 2 sampai 4 panjang atom C terletak pada posisi a dari karbonil
pada gugus akriloil.
e) Atom-atom H terletak pada posisi ujung –C=C- dari gugus akriloil.
Hubungan struktur dan aktivitas pada asam etakrinat sebagai diuretik dijelaskan sebagai
berikut:
a) Reduksi gugus α,β-keton tidak jenuh akan menghilangkan aktivitas, karena senyawa
tidak mampu berinteraksi dengan gugus SH enzim;
b) Substitusi H pada atom Cα dengan gugus alkil akan menurunkan aktivitas;
7
c) Adanya gugus etil pada atom Cβ membuat senyawa mempunyai aktivitas maksimal.
Makin besar jumlah atom C, aktivitasnya makin menurun;
d) Substitusi pada cincin aromatik. Adanya gugus Cl pada posisi orto c incin aromatik,
dapat meningkatkan aktivitas lebih besar dibandingkan substitusi pada posisi meta,
karena efek induktif gugus penarik elektron tersebut dapat menunjang serangan
nukleofil terhadap gugus SH. Disubstitusi gugus Cl atau metil pada posisi orto dan
meta akan lebih meningkatkan aktivitas. Adanya gugus pendorong elektron kuat pada
cincin aromatik, seperti gugus amino atau alkoksi, akan menurunkan aktivitas secara
drastis;
e) Adanya gugus oksiasetat pada posisi para dapat meningkatkan aktivitas, letak gugus
pada posisi orto atau meta akan menurunkan aktivitas.
2. Turunan Sulfamoil Benzoat
Turunan sulfamoil benzoat dibagi menjadi dua golongan yaitu turunan asam 5-
sulfamoil-2-aminobenzoat dan asam 5-sulfamoil-3-aminobenzoat. Contoh asam 5-sulfamoil-
2-aminobenzoat adalah furosemid, dan azosemid, sedangkan contoh asam 5-sulfamoil-3
aminobenzoat adalah bumetanid, dan piretanid. Hubungan struktur dan aktivitas turunan
sulfanoil benzoat sebagai diuretik dijelaskan sebagai berikut :
a) Substituen pada posisi 1 harus bersifat asam, gugus karboksilat mempunyai aktivitas
diuretik optimum.
b) Gugus sulfamoil pada posisi 5 merupakan gugus fungsi untuk aktivitas diuretik yang
optimum
c) Gugus aktivasi pada posisi 4 bersifat penarik elektron, seperti gugus-gugus Cl
danCF3, dapat pula diganti dengan gugus fenoksi (C6-H5-O-), alkoksi, anilino
(C6H5-NH-), benzil, benzoil, atau C6H5-S-, dengan disertai penurunan aktivitas
d) Pada turunan asam 5-sulfamoil-2-aminobenzoat, substituen pada gugus 2 amino
relatif terbatas, hanya gugus furfuril, benzil dan tienilmetil yang menunjukkan
aktivitas diuretik optimal.
e) Pada turunan asam 5-sulfamoil-3-aminobenzoat, substituen pada gugus 3 amino
relatif lebih banyak tanpa mempengaruhi aktivitas diuretik optimal.
Contoh senyawa obat diuretika LOOP yang merupakan turunan sulfamoil benzoat
adalah :
a) Furosemid, merupakan diuretika saluretik yang kuat, aktivitasnya 8 – 10 kali
diuretika tiazida. Awal kerja obat terjadi dalam 0,5 – 1 jam setelah pemberian oral,
dengan masa kerja yang relatif pendek ± 6 – 8 jam. Absorpsi furosemid dalam saluran
cerna cepat, ketersediaanhayatinya 60 – 69% pada subyek normal, dan ± 91 – 99%
obat terikat oleh plasma protein. Kadar darah maksimal dicapai 0,5 – 2 jam setelah
pemberian secara oral, dengan waktu paro biologis ± 2 jam. Furosemid digunakan
untuk pengobatan hipertensi ringan dan moderat, karena dapat menurunkan tekanan
darah.
b) Bumetanid, merupakan diuretic yang kuat dengan masa kerja pendek (±4 jam).
Pemindahan gugus amin dari posisi 2 ke posisi 3 dapat meningkatkan aktivitas
diuretic sampai ±50 kali, tetapi masa kerjanya pendek.