Semester : Semester 1
NIM : 0702192012
Akhlak mahmudah adalah akhlaq yang terpuji, yaitu segala macam bentuk perbuatan,
ucapan, dan perasaan seseorang yang bisa menambah iman dan mendatangkan pahala. Akhlak
mahmudah merupakan akhlak yang mencerminkan ajaran Rosulullah SAW, sebagaimana Beliau
bersabda :
ِ خاَل
ق ْ َ م ااْل
َ ِمكَار
َ م ِّ َ ْت اِل ُت
َ م ُ ما بُعِث
َ َّ اِن
Artinya :
“Sesungguhnya aku diutus (oleh Allah SWT) untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita akan mendapatkan banyak sekali contoh akhlak mahmudah atau
akhlak yang terpuji, seperti berikut ini :
Sifat pemaaf adalah akhlak yang sangat dianjurkan dalam berhubungan sosial, karena memaafkan
kesalahan orang lain adalah sesuatu yang berat untuk dilakukan. Untuk itulah, memaafkan atas
kesalahan orang lain jauh lebih baik dari pada meminta maaf atas kesalahan sendiri.
Maksud “malu” di sini adalah memiliki sifat malu untuk melakukan sebuah keburukan, baik untuk
diri sendiri maupun kepada orang lain. Orang yang mempunyai sifat tidak hanya dari perasaan hati
saja, tetapi uga ditunjukkan pada perkataan dan perbuatan. Sifat haya’ atau malu merupakan salah
satu cari 99 cabang iman :
ان
ِ مَ ْ ن ااْل ِي
َ م
ِ حيَا ُء
َ ال
Artinya :
Komunitas manusia yang sifatnya homogen pastinya menuntut mereka untuk saling membutuhkan
satu sama lain, inilah mengapa manusia disebut “homo sapien”, yaitu tidak bisa hidup tanpa
manusia lain. Di sinilah fungsi saling menolong dan saling membantu sesama.
Lisan merupakan salah satu faktor besar yang bisa memecah tali persaudaraan, bahkan tidak jarang
terjadi permusuhan, perkelahian, pembunuhan, dan lain sebagainya karena bersuber dari
ketidakmampuan dalam menjaga lisan. Dalam sebuah hadist, Rosulullah SAW bersabda :
ان
ِ سَ ِّ ظ الل
ِ ْحف
ِ ان فِي
ِ سَ ْ ة ااْل ِن َ ساَل
ُ م َ
Artinya :
Sifat amanah berarti memberikan kepercayaan diri kepada orang lain melalui ucapan dan tindakan
yang dilakukan, di mana ucapan dan tindakan tersebut berkesesuaian. Lawan dari sifat amanah
adalah sifat khianah (berhianat) yang merupakan salah satu tanda orang munafik.
Sidqu diartikan sebagai benar dan jujur, baik dalam perkataan, perbuatan, dan hati. Kejujuran adalah
akhak yang sangat penting dan harus dilestarikan dalam mengiringi berbagai macam aktivitas
kehidupan kita, karena praktek-praktek kejujuran sudah mulai punah dari masa ke masa.
7. Adil
Sifat adil memang bisa diartikan dengan berbagai macam versi, yaitu tidak berat sebelah, tidak
memihak, mampu menempatkan sesuatu pada tempatnya, seimbang, dan lain-lain. Sifat adil
merupakan akhlak yang harsu dimiliki oleh setiap muslim, terutama bagi pemimpin, karena sifat
inilah yang bisa menjadi salah satu faktor kerukunan dan perdamaian.
Dalam berhubungan sosial, semua orang pasti ingin dihormati dan dihargai. Di sinilah tempat sifat
ta’dhim kepada orang lain, yaitu menghormati orang lain apalagi kepada orang yang lebih tua.
Sedangkan orang yang lebih tua juga harus mampu menghargai orang yang lebih muda. Dengan
demikian, maka akan tercipta saling tolerasi antara sesama.
9. Tawadhu’ atau Sopan Santun
Sifat tawadlu’ adalah perwujudan dari sifat ta’dhim. Demikian, orang yang bisa menghormati orang
lain pasti akan bertindak sopan santun kepadanya, tidak berbuat sesuka hati, tidak semenah-menah,
dan mampu memberikan hak orang lain dalam berhubungan sosial.
Orang yang memiliki sifat rendah hati pasti mampu menghargai orang lain dan karyanya, tidak
merasa lebih baik melebihi orang lain, tidak suka menyombongkan diri, dan tidak suka
membanggakan diri. Sedangkan lawan dari sifat rendah hati adalah sifat tinggi hati atau sombong.
Manusia adalah tempat salah dan lupa, tidak ada manusia sempurna tanpa melakukan kesalahan.
Tetapi sebaik-baik manusia yang berbuat salah adalah manusia yang bisa mengevaluasi kesalahan
dan berusaha memperbaikinya. Intropeksi diri sangat penting untuk menyongsong masa depan
ukhrowi dan duniawi, yaitu intropeksi diri atas dosa-dosa dan mengevaluasi diri atas sebuah
kegagalan.
Tafakkur adalah memanfaatkan waktu untuk banyak berpikir tentang keagungan Allah SWT atas
apapun yang telah Dia ciptakan. Tafakkur sangat bermanfaat untuk memberikan kekaguman diri atas
keagungan Allah SWT, semakin bersyukur atas rohmat dan nikmat-Nya, semakin menguatkan hati
dalam beraqidah, dan juga menambah luasnya wawasan pengetahuan. Namun, kita sebagai
makhluk-Nya hanya boleh bertafakkur atas ciptaan-Nya, bukan bertafakkur atas Dzat-Nya.
Berprasangka baik kepada orang lain sangatlah dianjurkan karena manusia tidak mengetahui
seberapa besar kebaikan orang tersebut di sisi Allah SWT, hanya Allah SWT sendirilah yang
mengetahuinya. Sifat berprasangka baik juga menumbuhkan dampak-dampak positif kepada orang
lain, misalnya menghindari sifat sombong, tidak mudah menyalahkan orang lain, dan lain-lain.
Sifat pemurah adalah suka memberi adan berbagi atas apa yang dimiliki kepada orang lain, baik jika
diminta maupun tanpa diminta. Sifat ini memiliki banyak fadhilah dan keutamaan sebagai orang
yang ahli bershodaqoh.
Baca : Fadhilah dan Keutamaan Shodaqoh.
Agama islam sangat menyerukan untuk mengutamakan kepentingan orang lain di atas kepentingan
sendiri dalam berhubungan sosial, tanpa memandang siapa orang tersebut. Sebagaimana Allah SWT
menceritakan sahabat Anshor dan sahabat Muhajirin dalam potongan Surat Al-Hasyr ayat 9 berikut
ini :
َ
ة
ٌ ص
َ صا
َ خ
َ م َ م وَلَوْ كَا
ْ ِن بِه ِ ُن عَلَى أنْف
ْ ِ سه َ ْوَيُؤْث ُِرو
Artinya :
“Dan mereka (sahabat Anshor) mengutamakan (kepentingan sahabat Muhajirin) di atas diri mereka
sendiri, sekalipun mereka sangat membutuhkan (atas apa yang mereka berikan itu)”.
16. Sabar
Sabar diartikan sebagai sifat tabah dalam menghadapi segala macam bentuk cobaan hidup dan
musibah yang menimpa. Sifat sabar memang sangat berat kecuali bagi orang-orang yang memiliki
pondasi hati kuat, Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Baqarah ayat 45 :
“Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan solat. Dan sesungguhya hal itu sangat
berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’”.
Qona’ah adalah menerima dengan lapang baik apapun takdir yang dituliskan Allah SWT, baik itu baik
ataupun buruk, misalnya kebahagiaan, penderitaan, kesejahteraan, musibah, nasib baik, dan nasib
buruk. Tentu saja sangat berat untuk mempraktekkan sifat ini di dalam hati, kecuali bagi mereka
yang memiliki keyakinan kuat untuk mendapatkan ridlo Allah SWT.
18. Syukur
Syukur diartikan sebagai wujud dari rasa berterima kasih kepada Allah SWT atas segala rohmat dan
nikmat yang Dia berikan dengan menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Wujud rasa syukur diungkapkan dengan perkataan, perbuatan, dan hati. Sedangkan lawan dari
syukur adalah kufur.
19. Ikhlas
Ikhlas dalam bahasa diartikan sebagai tulus atau murni, yaitu melaksanakan setiap aktivitas (baik
aktivitas yang berhubungan dengan dunia maupun aktivitas yang berhubungan dengan akhirat)
semata-mata hanya untuk mendapatkan ridlo Allah SWT. Sebagaimana pada doa iftitah dalam sholat
yang sering kita baca :
ن ِ َ ب الْعَال
َ ْ مي ِّ ِي ل ِل ّٰهِ َر
ْ مات
َ م
َ َحيَايَ و
ْ م
َ َي و
ْ ِ سك ْ صاَل ت
ُ ُ ِي وَن َ ن
َّ ِ ا
Artinya :
"Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah milik Allah Tuhan semesta alam".
20. Taqwa
Taqwa adalah memelihara diri dari murka dan siksa Allah SWT dengan senantiasa menjalankan
segala apa yang Dia perintahkan dan menjauhi segala apa yang Dia larang.
Tawakkal diartikan sebagai berpasrah diri kepada Allah SWT. Berpasrah diri di sini bukan berarti
100% pasrah tanpa melakukan usaha, justru tawakkal adalah bentuk kepasrahan diri tanpa
menghilangkan nilai-nilai usaha.
Manusia diwajibkan untuk berusaha dalam hal-hal yang bersifat ukhrawi dan duniawi, sedangkan
usaha manusia harus disertai dengan tawakkal. Artinya, manusia berusaha dengan diiringi keyakinan
bahwa Allah SWT yang memberikan ketentuan atas usaha tersebut.
23. Zuhud
Zuhud adalah mengutamakan kepentingan akhirat di atas kepentingan dunia. Orang-orang yang
zuhud adalah orang-orang yang enggan berurusan dengan urusan dunia kecuali urusan dunia yang
bisa mendukung urusan akhirat, seolah-olah mereka benar-benar tidak perduli atas segala macam
kemewahan dunia yang bersifat semu, serta menghabiskan segenap waktu untuk beribadah,
berdzikir, bermunajah, dan lain-lain.
Roja’ adalah keinginan untuk mendapatkan rohmat, ampunan, dan ridlo Allah SWT sebagai bentuk
harapan di dalam hati. Bahkan bagi orang-orang yang melakukan dosa-dosa besar sekalipun, roja’
adalah harapan disertai keyakinan kuat bahwa rohmat dan ampunan Allah SWT lebih luas. Lawan
dari roja’ adalah ya’su atau putus asa atas rohmat Allah SWT.
25. Wira’i atau Berhati-hati
Wirai adalah menjaga diri dengan senantiasa menghindari hal-hal yang bersifat dosa, haram, dan
syubhat. Orang yang memiliki sifat wira’i senantiasa meneliti serta berhati-hati untuk tidak
melakukan perbuatan dosa, memakan barang haram dan barang syubhat, orang seperti ini disebut
wara’.