3/Juli/2013
5
Lex Crimen Vol. II/No. 3/Juli/2013
psikologi dan ekonomi, untuk menguasai 4. Petugas hukum dalam hal ini penyidik
pasangannya. masih menggunakan KUHP semata-mata
3. Fase Penyesalan (Remorse Phase) : Disini dan memiliki paradigma legalistikdalam
pelaku sering merasa bersalah atas menjerat kasus KDRT.
perbuatannya atau takut terhadap 5. Hukum Acara Pidana yang belum
ancaman hukuman pidana, sehingga memadaiuntuk menangani kasus KDRT
mereka mulaimencoba menolak akibat secara komprehensif. 4
serius perbuatannya Pada tahun yang sama, Browne dalam
4. Fase Penebusan (Pursuit or Buy-Back hasil studinya yang menggambarkan
Phase) : Disini pelaku mulai mencoba mengapa kasus KDRT memposisikan korban
menebus perbuatannya dengan perempuan begitu lemah sehingga patut
memberi hadiah dan atau janji bahwa ia menjadi korban kekerasan ?. Dari hasil
akan berubah dengan tujuan agar studinya menemukan bahwa penyebabnya
pasangannya tidak pergi adalah :
meninggalkannya, bila gagal maka KDRT 1. Adanya ancaman yang akan dihadapi
tetap berlanjut. olehnya dan anak-anak bila ia pergi
5. Fase Bulan Madu (Honeymoon Phase). 3 meninggalkan rumah
Siklus ini akan terus berulang-ulang 2. Takut tidak mendapat hak pengasuhan
mengikuti fase-fase tersebut jika tidak anak
dihentikan. Dan hal ini akan mengakibatkan 3. Ketergantungan nafkah
korban kekerasan dalam rumah tangga 4. Tanggung jawab mempertahankan
takut melapor kepada yang berwajib atau perkawinan
penegak hukum tidak mampu melakukan 5. Sangat mencintai Pasangan
penegakan hukumnya. 6. Pasangan tidak selalu bertindak kasar.
Masyarakat Indonesia masih Seiring berjalannya waktu, maka pada
menganggap tindak kekerasan dalam tahun 2000 sebuah penelitian dariSherr&
rumah tangga adalah merupakan konflik St. Lawrencemenemukan bahwa tindak
intern keluarga yang berada dalam ranah kekerasan dalam rumah tangga sering
hukum privat sehingga tidak dapat timbul karena kombinasi dan interaksi
dicampuri oleh pihak luar keluarga atau berbagai faktor antara lain, biologis,
ranah hukum publik. Sebuah hasil psikologis, sosial, ekonomi dan politis
penelitian yang dilakukan Dr. Diana sebagaimana riwayat kekerasan,
Pangemanan pada tahun 1999 dalam studi kemiskinan, konflik bersenjata dan
kasus di Jakarta menunjukkan bahwa dipengaruhi oleh faktor risiko dan faktor
perempuan korban kekerasan dalam rumah protektif dan peran gender yang kaku.5
tangga selalu diposisikan rentan mengalami Tindak kekerasan dalam rumah tangga yang
tindak kekerasan disebabkan oleh hal-hal meningkat dari tahun ketahun sangat
sbb: memprihatinkan bagi semua pihak dimana
1. Adanya kekuasaan yang tidak seimbang pun didunia ini dan perlu mendapat
antara laki-perempuan penekanan juga bahwa adanya pemahaman
2. Adanya kebergantungan ekonomi kedudukan perempuan yang rentan
terhadap laki-laki
3. Takut melapor karena ancaman. 4
Pangemanan Diana, Studi Kasus, Jakarta, 1999
5
Elmira N. Sumintapraja dalam M.
MunandarSuleman dan SitiHomzah, Kekerasan
Terhadap Perempuan (Tinjauan Dalam Berbagai
3
Fatahillah A. Syukur, Mediasi Perkara KDRT, CV. Disiplin Ilmu dan Kasus Kekerasan), RevikaAditama,
Mandar Maju, Jakarta, hal. 1 Bandung, 2010, hal. 64
6
Lex Crimen Vol. II/No. 3/Juli/2013
terhadap kekerasan membuat masalah ini tangga mengakibatkan kasus ini merajalela
menjadi momok bagi kaum dimana-mana tanpa penanganan yang jelas
perempuan.Terlebih lagi rasa takut bagi dan dengan berakhir didiamkan saja karena
kaum perempuan terhadap suatu kejahatan kekurangan alat bukti ataupun laporannya
(fear of crime). Kenyataan membuktikan dicabut kembali dan dialihkan menjadi
bahwa kebanyakan korban kekerasan kasus perceraian biasa.
dalam rumah tangga jauh lebih traumatis Dengan lahirnya undang-undang No. 23
dibandingkan dengan kejahatan yang lain. Tahun 2004 tentang Penghapusan Tindak
Trauma itu lahir dan mengancam jiwa Kekerasan Dalam Rumah Tangga ( PKDRT)
manusia karena pelakunya adalah orang yang merupakan tonggak sejarah di
yang mempunyai hubungan khusus dengan Indonesia sebagai terobosan pemerintah
korban seperti ayah sendiri, paman, suami Republik Indonesia untuk menghapus
ataupun pacar atau orang yang berkenaan segala bentuk tindak kekerasan yang terjadi
dengan pekerjaannya seperti atasannya dalam rumah tangga sebagai realisasi dari
ataupun teman kerjanya. ratifikasi terhadap konvensi internasional
Family violenceatau kekerasan yang tentang penghapusan diskriminasi terhadap
terjadi dalam keluarga, yang sudah menjadi perempuan disegala bidang.
isu global dan sudah lama mendapat Komitmen Pemerintah Indonesia
perhatian di semua negara termasuk di tersebut telah tertuang dalam diktum
Indonesia. Hal ini terbukti dengan undang-undang no 23 tahun 2004 sbb :
ditetapkannya instrumen hukum 1 Bahwa setiap warga negara berhak
internasional, antara lain : mendapatkan rasa aman dan bebas dari
a. Vienna Declaration and Programme of segala bentuk kekerasan sesuai dengan
Action (tahun 1993) falsafah Pancasila dan Undang-undang
b. Convention on the Elimination of Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
Violence Against Women (tahun 1993) 1945.
c. Beijing Declaratian and Platform for 2 Bahwa segala bentuk kekerasan,
Action (tahun 1995) terutama kekerasan dalam rumah
Kemudian diikuti intrumen hukum tangga, merupakan pelanggaran hak
nasional antara lain : azasi manusia dan kejahatan terhadap
a. Undang-undang No 7 Tahun 1984 martabat kemanusiaan serta bentuk
tentang Ratifikasi Negara Republik diskriminasi yang harus dihapus.
Indonesia terhadap Konvensi 3 Bahwa korban kekerasan dalam rumah
Penghapusan Segala Bentuk tangga, yang kebanyakan adalah
Diskriminasi terhadap Perempuan di perempuan, harus mendapat
segala bidang. perlindungan dari negara dan atau
b. Undang-undang No 23 Tahun 2004 masyarakat agar terhindar dan terbebas
tentang Penghapusan Tindak Kekerasan dari kekerasan atau ancaman kekerasan,
Dalam Keluarga. penyiksaan, atau perlakuan yang
Dengan melihat perkembangan akhir- merendahkan derajat dan martabat
akhir ini bahwa pemahaman masyarakat kemanusiaan.
dan kepedulian masyarakat sangat kurang 4 Bahwa dalam kenyataannya kasus
ditambah lagi dengan sistem pembuktian kekerasan dalam rumah tangga banyak
yuridis yang kurang memadai dan terjadi, sedangkan sistem hukum di
kemudian pemahaman para penyidik yang Indonesia belum menjamin perlindungan
berada dibawah standar operasi terhadap korban kekerasan dalam
penanganan kasus kekerasan dalam rumah rumah tangga.
7
Lex Crimen Vol. II/No. 3/Juli/2013
8
Lex Crimen Vol. II/No. 3/Juli/2013
9
Lex Crimen Vol. II/No. 3/Juli/2013
KDRT dari pada mengharapkan proses hubungan seksual yang dilakukan terhadap
penyidikan yang berlarut-larut dengan orang yang menetap dalam lingkup rumah
biaya yang cukup tinggi. tangga, dipidana penjara paling lama 12
tahun atau denda paling banyak Rp
2. Ancaman hukuman terhadap tindak 36.000.000. Tiga puluh enam juta rupiah
pidana kekerasan dalam rumah (pasal 46 UU 23 Tahun 2004).
tangga. Setiap orang yang memaksa orang yang
- Kekerasan fisik : menetap dalam rumah tangganya
Setiap orang yang melakukan perbuatan melakukan hubungan seksual sebagaimana
kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga diatur dalam pasal 8 hurufb yakni
sebagaimana di maksud dalam pasal 5 yakni pemaksaan hubungan seksual dengan
kekerasan fisik,di pidana dengan pidana orang lain untuk komersial atau untuk
penjara 5 tahun atau denda paling banyak tujuan tertentu, dipidana dengan hukuman
Rp 15 000.000 (lima belas juta rupiah) . penjara paling sedikit 4 tahun dan paling
Apabila korban jatuh sakit atau luka berat lama 15 tahun penjara atau hukuman
maka diancam hukuman penjara 10 tahun denda paling sedikit Rp 12.000.000 dua
penjara atau hukuman dendaRp. belas juta rupiah dan paling banyak
30.000.000. (tiga puluh juta rupiah). Apabila Rp.300.000.000. Tiga ratus juta rupiah. (Psl
korban meninggal dunia maka pelaku 47 UU 23 Tahun 2004).
diancam dengan pidana penjara 15 tahun Dalam hal perbuatan ini mengakibatkan
atau hukuman denda Rp 45.000.000 (empat korban mendapat luka yang tidak memberi
puluh lima juta rupiah).Hal ini telah diatur harapan akan sembuh sama sekali, atau
secara limitatif dalam pasal 44 UU No 23 mengalami gangguan daya pikir, gangguan
tahun 2004. jiwa sekurang kurangnya berlangsung 4
minggu berturut-turut, atau 1 tahun tidak
- Kekerasan psikis berturut-turut, gugur atau matinya janin
Setiap orang yang melakukan perbuatan dalam kandungan, atau mengakibatkan
kekerasan psikis dalam lingkup rumah tidak berfungsinya alat reproduksi, dipidana
tangga, dipidana dengan hukuman penjara dengan pidana penjara paling sedikit 5
paling lama 3 tahun atau hukuman denda tahun dan paling lama 20 tahun penjara,
paling banyak Rp 9.000.000 ( sembilan juta atau hukuman denda paling sedikit Rp
rupiah ). 25.000.000. Dua puluh lima juta rupiah dan
Dalam hal perbuatan sebagaimana paling panyak Rp. 500.000.000. Lima ratus
dimaksud diatas dilakukan suami terhadap juta rupiah (pasal 48 UU 23 tahun 2004).
isteri, atau sebaliknya yang tidak
menimbulkan penyakit atau halangan untuk - Penelantaran rumah Tangga.
menjalankan pekerjaan, jabatan atau mata Dipidana dengan pidana penjara paling
pencaharian atau kegiatan sehari-hari, lama 3 tahun atau denda paling banyak Rp.
dipidana dengan pidana penjara paling 15.000.000. Lima belas juta rupiah setiap
lama 4 (empat) bulan atau denda paling orang yang :
banyak Rp.3.000.000 Tiga juta rupiah (pasal a. Menelantarkan orang lain dalam
45 UU 23 Tahun 2004). lingkup rumah tangganya sebagaimana
dimaksud dalam pasal 9 ayat 1 yakni
- Kekerasan Seksual penelantaran rumah tangga pada
Setiap orang yang melakukan perbuatan menurut hukum yang berlaku baginya
kekerasan seksual sebagaimana dimaksud atau karena perjanjian, ia wajib
dalam pasal 8 huruf a yaitu pemaksaan memberikan kehidupan, perawatan
10
Lex Crimen Vol. II/No. 3/Juli/2013
11
Lex Crimen Vol. II/No. 3/Juli/2013
12
Lex Crimen Vol. II/No. 3/Juli/2013
13