Anda di halaman 1dari 9

Lex Crimen Vol. II/No.

3/Juli/2013

IMPLEMENTASI PENYIDIKAN TINDAK A. PENDAHULUAN


PIDANA KEKERASAN DALAM Tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga
RUMAH TANGGA1 merupakan perbuatan pidana, telah
Oleh : Neriati Takaliuang 2 menjadi wacana yang menyita perhatian
dan kepedulian banyak pihak, bukan saja
ABSTRAK disebabkan karena meningkatnya kasus
Tujuan penelitian ini adalah untuk tetapi intensitasnya sangat
mengetahui bagaimana proses penyidikan mengkhawatirkan dan telah menjadi
tindak kekerasan dalam rumah tangga dan fenomena gunung es (iceberg
bagaimana ancaman hukuman pidana phenomenon)artinya bahwa kasus-kasus
terhadap tindak kekerasan rumah tangga tindak kekerasan dalam rumah tangga
serta bagaimana standar penanganan kasus masih terselimutikabutsehingga sangat sulit
kekerasan dalam rumah tangga menurut untuk mengungkap fakta yang sebenarnya
UU No.23 Tahun 2004. Penelitian ini untuk dijadikan alat bukti dalam suatu
menggunakan metode penelitian kua;litatif prosespenyidikan. Kekerasan dalam rumah
dan disimpulkan: 1. Proses penyidikan tangga biasa disebut sebagai Hidden crime
terhadap kasus Tindak Kekerasan Dalam yang telah memakan cukup banyak korban
Rumah Tangga dilakukan berdasarkan Kitab dari berbagai kalangan masyarakat. Hal ini
Undang-undang Hukum Acara Pidana dan dapat terjadi dalam berbagai bentuk dan
Undang-undang No 23 tahun2004 yang disebabkan oleh berbagai faktor. Sebagai
dilaksanakan dengan prinsip Penegakan akibatnya tidak hanya dialami oleh istri saja
Hukum secara Terpadu, yaitu pemeriksaan tetapi anak-anak jaga ikut mengalami
tersangka dan sekaligus pemberian hak-hak penderitaan.
korban KDRT yang dilaksanakan oleh pihak Kesulitan mengungkap fakta dalam
Polri bekerjasama dengan Tenaga kasus tindak kekerasan dalam rumah
Kesehatan Rumah Sakit, Pemerintah dan tangga bagaikan “api dalam sekam”dimana
Lembaga Sosial Masyarakat. 2. Ancaman kasus terjadi dalam wilayah domestik/
Hukuman Tindak Pidana kekerasan Dalam privat dan membakar keharmonisan suami
Rumah Tangga diatur dalam UU 23 Tahun isteri serta keluarga yang dapat
2004 dalam bentuk alternatif yakni mengganggu ketertiban masyarakat serta
Hukuman Penjara atau Hukuman Denda menyerang Hak Azasi Manusia.
yang diatur secara maksimal 20 tahun Hal ini disebabkan oleh karena sifat dari
penjara atau denda maksimal Rp perbuatan tindak kekerasan dalam rumah
500.000.000. dan minimal 3 tahun penjara tangga mempunyai karakter cyclical
atau denda minimal Rp. 3.000.000. 3. violenceyang pernah dikemukakan oleh
Penanganan kasus kekerasan dalam rumah Michael Victory dalam bukunya yang
tangga tidak hanya mengadili berjudul For Better or Worse: Family
tersangka/pelaku tindak kekerasan tetapi Violence in Australiadimana karakter ini
juga memikirkan hak-hak korban serta terbagi dalam lima fase, yaitu :
bagaimana pemulihannya. 1. Fase Permulaan (Build-Up Fhase) ; Dalam
Kata kunci: Kekerasahn dalam rumah fase ini mulai ada ketegangandiantra
tangga pasangan, jika suami isteri tidak memiliki
kemampuan mengatasinya maka
ketegangan akan memuncak;
2. Fase Kekerasan (Stand- Over Phase);
1
Disini laki-laki mulai menggunakan
Artikel Skripsi kekuatan yang dimiliki, baik secara fisik,
2
NIM 090711636

5
Lex Crimen Vol. II/No. 3/Juli/2013

psikologi dan ekonomi, untuk menguasai 4. Petugas hukum dalam hal ini penyidik
pasangannya. masih menggunakan KUHP semata-mata
3. Fase Penyesalan (Remorse Phase) : Disini dan memiliki paradigma legalistikdalam
pelaku sering merasa bersalah atas menjerat kasus KDRT.
perbuatannya atau takut terhadap 5. Hukum Acara Pidana yang belum
ancaman hukuman pidana, sehingga memadaiuntuk menangani kasus KDRT
mereka mulaimencoba menolak akibat secara komprehensif. 4
serius perbuatannya Pada tahun yang sama, Browne dalam
4. Fase Penebusan (Pursuit or Buy-Back hasil studinya yang menggambarkan
Phase) : Disini pelaku mulai mencoba mengapa kasus KDRT memposisikan korban
menebus perbuatannya dengan perempuan begitu lemah sehingga patut
memberi hadiah dan atau janji bahwa ia menjadi korban kekerasan ?. Dari hasil
akan berubah dengan tujuan agar studinya menemukan bahwa penyebabnya
pasangannya tidak pergi adalah :
meninggalkannya, bila gagal maka KDRT 1. Adanya ancaman yang akan dihadapi
tetap berlanjut. olehnya dan anak-anak bila ia pergi
5. Fase Bulan Madu (Honeymoon Phase). 3 meninggalkan rumah
Siklus ini akan terus berulang-ulang 2. Takut tidak mendapat hak pengasuhan
mengikuti fase-fase tersebut jika tidak anak
dihentikan. Dan hal ini akan mengakibatkan 3. Ketergantungan nafkah
korban kekerasan dalam rumah tangga 4. Tanggung jawab mempertahankan
takut melapor kepada yang berwajib atau perkawinan
penegak hukum tidak mampu melakukan 5. Sangat mencintai Pasangan
penegakan hukumnya. 6. Pasangan tidak selalu bertindak kasar.
Masyarakat Indonesia masih Seiring berjalannya waktu, maka pada
menganggap tindak kekerasan dalam tahun 2000 sebuah penelitian dariSherr&
rumah tangga adalah merupakan konflik St. Lawrencemenemukan bahwa tindak
intern keluarga yang berada dalam ranah kekerasan dalam rumah tangga sering
hukum privat sehingga tidak dapat timbul karena kombinasi dan interaksi
dicampuri oleh pihak luar keluarga atau berbagai faktor antara lain, biologis,
ranah hukum publik. Sebuah hasil psikologis, sosial, ekonomi dan politis
penelitian yang dilakukan Dr. Diana sebagaimana riwayat kekerasan,
Pangemanan pada tahun 1999 dalam studi kemiskinan, konflik bersenjata dan
kasus di Jakarta menunjukkan bahwa dipengaruhi oleh faktor risiko dan faktor
perempuan korban kekerasan dalam rumah protektif dan peran gender yang kaku.5
tangga selalu diposisikan rentan mengalami Tindak kekerasan dalam rumah tangga yang
tindak kekerasan disebabkan oleh hal-hal meningkat dari tahun ketahun sangat
sbb: memprihatinkan bagi semua pihak dimana
1. Adanya kekuasaan yang tidak seimbang pun didunia ini dan perlu mendapat
antara laki-perempuan penekanan juga bahwa adanya pemahaman
2. Adanya kebergantungan ekonomi kedudukan perempuan yang rentan
terhadap laki-laki
3. Takut melapor karena ancaman. 4
Pangemanan Diana, Studi Kasus, Jakarta, 1999
5
Elmira N. Sumintapraja dalam M.
MunandarSuleman dan SitiHomzah, Kekerasan
Terhadap Perempuan (Tinjauan Dalam Berbagai
3
Fatahillah A. Syukur, Mediasi Perkara KDRT, CV. Disiplin Ilmu dan Kasus Kekerasan), RevikaAditama,
Mandar Maju, Jakarta, hal. 1 Bandung, 2010, hal. 64

6
Lex Crimen Vol. II/No. 3/Juli/2013

terhadap kekerasan membuat masalah ini tangga mengakibatkan kasus ini merajalela
menjadi momok bagi kaum dimana-mana tanpa penanganan yang jelas
perempuan.Terlebih lagi rasa takut bagi dan dengan berakhir didiamkan saja karena
kaum perempuan terhadap suatu kejahatan kekurangan alat bukti ataupun laporannya
(fear of crime). Kenyataan membuktikan dicabut kembali dan dialihkan menjadi
bahwa kebanyakan korban kekerasan kasus perceraian biasa.
dalam rumah tangga jauh lebih traumatis Dengan lahirnya undang-undang No. 23
dibandingkan dengan kejahatan yang lain. Tahun 2004 tentang Penghapusan Tindak
Trauma itu lahir dan mengancam jiwa Kekerasan Dalam Rumah Tangga ( PKDRT)
manusia karena pelakunya adalah orang yang merupakan tonggak sejarah di
yang mempunyai hubungan khusus dengan Indonesia sebagai terobosan pemerintah
korban seperti ayah sendiri, paman, suami Republik Indonesia untuk menghapus
ataupun pacar atau orang yang berkenaan segala bentuk tindak kekerasan yang terjadi
dengan pekerjaannya seperti atasannya dalam rumah tangga sebagai realisasi dari
ataupun teman kerjanya. ratifikasi terhadap konvensi internasional
Family violenceatau kekerasan yang tentang penghapusan diskriminasi terhadap
terjadi dalam keluarga, yang sudah menjadi perempuan disegala bidang.
isu global dan sudah lama mendapat Komitmen Pemerintah Indonesia
perhatian di semua negara termasuk di tersebut telah tertuang dalam diktum
Indonesia. Hal ini terbukti dengan undang-undang no 23 tahun 2004 sbb :
ditetapkannya instrumen hukum 1 Bahwa setiap warga negara berhak
internasional, antara lain : mendapatkan rasa aman dan bebas dari
a. Vienna Declaration and Programme of segala bentuk kekerasan sesuai dengan
Action (tahun 1993) falsafah Pancasila dan Undang-undang
b. Convention on the Elimination of Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
Violence Against Women (tahun 1993) 1945.
c. Beijing Declaratian and Platform for 2 Bahwa segala bentuk kekerasan,
Action (tahun 1995) terutama kekerasan dalam rumah
Kemudian diikuti intrumen hukum tangga, merupakan pelanggaran hak
nasional antara lain : azasi manusia dan kejahatan terhadap
a. Undang-undang No 7 Tahun 1984 martabat kemanusiaan serta bentuk
tentang Ratifikasi Negara Republik diskriminasi yang harus dihapus.
Indonesia terhadap Konvensi 3 Bahwa korban kekerasan dalam rumah
Penghapusan Segala Bentuk tangga, yang kebanyakan adalah
Diskriminasi terhadap Perempuan di perempuan, harus mendapat
segala bidang. perlindungan dari negara dan atau
b. Undang-undang No 23 Tahun 2004 masyarakat agar terhindar dan terbebas
tentang Penghapusan Tindak Kekerasan dari kekerasan atau ancaman kekerasan,
Dalam Keluarga. penyiksaan, atau perlakuan yang
Dengan melihat perkembangan akhir- merendahkan derajat dan martabat
akhir ini bahwa pemahaman masyarakat kemanusiaan.
dan kepedulian masyarakat sangat kurang 4 Bahwa dalam kenyataannya kasus
ditambah lagi dengan sistem pembuktian kekerasan dalam rumah tangga banyak
yuridis yang kurang memadai dan terjadi, sedangkan sistem hukum di
kemudian pemahaman para penyidik yang Indonesia belum menjamin perlindungan
berada dibawah standar operasi terhadap korban kekerasan dalam
penanganan kasus kekerasan dalam rumah rumah tangga.

7
Lex Crimen Vol. II/No. 3/Juli/2013

B. Perumusan Masalah seorang anak, laporan dapat dilakukan oleh


1. Bagaimana proses Penyidikan Tindak orang tua, wali pengasuh, atau anak yang
Kekerasan Dalam Rumah Tangga ? bersangkutan yang dilaksanakan sesuai
2. Bagaimana Ancaman Hukuman Pidana dengan ketentuan hukum yang berlaku
terhadap Tindak Kekerasan Dalam (pasal 27)
Rumah Tangga ? Ketua Pengadilan Negeri, dalam
3. Bagaimana standar penanganan kasus tenggang waktu 7 hari sejak diterimanya
Kekerasan dalam Rumah Tangga permohonan, ia wajib mengeluarkan surat
menurut UU No.23 Tahun 2004 ? penetapan yang berisi perintah
perlindungan bagi korban dan anggota
C. Metode Penelitian keluarga lain, kecuali ada alasan yang patut
Metode analisa data yang dilakukan (pasal 28). Dan perlindungan terhadap
adalah metode kualitatif yang lebih korban kekerasan dalam rumah tangga
menekankan pada kebenaran berdasarkan berlaku paling lama 1 tahun dan dapat
sumber sumber hukum serta doktrin yang diperpanjang jika ada keterangan dari
ada.Kemudian disajikan dalam bentuk korban, tenaga kesehatan, pekerja sosial,
deskriptif analitis melalui perbandingan relawanpendamping atau pembimbing
teori, dokrin dan perundang-undangan rohani bahwa korban masih memerlukan
yang berlaku dalam rangka menemukan perlindungan.
permasalahan hukumnya serta menjawab Terdapat perbedaan yang jelas antara
permasalahan yang diangkat. KUHAP dengan UU 23 tahun 2004 dalam
hal proses penyidikan. JikaKUHAP lebih
D. PEMBAHASAN mementingkan pelaku untuk segera
1. Proses Penyidikan Tindak Pidana diproses penyidikannya maka UU 23 tahun
Kekerasan Dalam Rumah Tangga. 2004 lebih mementingkan pelayanan
Proses penyidikan, penuntutan, dan korban terlebih dahulu untuk mendapatkan
pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perlindungan hukum sebagai korban
kasus tindak pidana kekerasan dalam kekerasan dalam rumah tangga.
rumah tangga dilaksanakan menurut Hak-hak korban tersebut diatur dalam
ketentuan hukum acara pidana yang pasal 16 sampai 38 UU 23 Tahun
berlaku. Hal ini mengandung konsekuensi 2004.Yakni :
bahwa Kitab Undang-undang Hukum Acara 1. Dalam waktu 1 x 24 jam terhitung sejak
Pidana (UU No 8 Tahun 1891) menjadi mengetahui atau menerima laporan
pedoman pelaksanaan dalam penyidikan kekerasan dalam rumah tangga,
tindak pidana kekerasan dalam rumah kepolisian wajib segera memberikan
tangga. Undang-undang No 23 Tahun 2004 perlindungan sementara pada korban.
secara tegas mengatur bahwa pihak korban 2. Perlindungan ini diberikan untuk 7 hari.
berhak melaporkan secara langsung 3. Polri dalam memberikan perlindungan,
kekerasan dalam rumah tangga kepada bisa bekerja sama dengan tenaga
kepolisian setempat, baik ditempat berada kesehatan/ rumah sakit, pekerja sosial,
maupun ditempat kejadian perkara (pasal relawanpendamping , pembimbing
26). Korban dapat juga memberi kuasa rohani atau shelter jika ada.
kepada keluarga atau orang lain untuk 4. Penetapan Pengadilan terhadap
melaporkan kekerasan dalam rumah tangga perlindungan korban oleh Polri ini
kepada pihak kepolisian, baik ditempat dalam 1x24 jam harus segera
korban maupun di tempat kejadian perkara diterbitkan.
(pasal 26 ayat 2). Dalam hal korban adalah

8
Lex Crimen Vol. II/No. 3/Juli/2013

5. Permohonan perlindungan dapat kekerasan dalam rumah tangga bukan lagi


diajukan oleh korban sendiri atau urusan keluarga tetapi sudah menjadi
keluarga korban, teman korban, urusan publik, bahkan merupakan
kepolisian, pendamping atau pelanggaran hak azasi manusia dan
pembimbing rohani. mengancam jiwa manusia.
Wajib segera melakukan penyelidikan Disamping itu masih banyak aparat
kasus setelah mengetahui atau menerima hukum yang belum mengenal UU KDRT.
laporan tentang terjadinya peristiwa Sehingga terjadi kendala bagi proses
kekerasan dalam rumah tangga. (pasal 19). penyidikan kasus KDRT ketika korban
Penyidik berhak melakukan melapor di RPK (Ruang Pelayanan Khusus)
penangkapan dan penahanan dalam kasus yang berada di Serse Polda ditiap-tiap
tindak kekerasan dalam rumah tangga propinsi di Indonesia. Banyak penyidik yang
sebagaimana diatur dalam pasal 35 belum melakukan proses pelayanan hukum
Undang-undang Penghapusan Tindak terhadap korban dengan menjalankan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga dengan prosedur perlindungan yang ditetapkan
alasan-alasan sebagaimana diatur dalam secara khusus oleh UU 23 Tahun 2004. Hal
KUHAP yakni : ini yang menyebabkan korban menarik
a. Agar tersangka tidak melarikan diri kembali atau mencabut laporan dan
b. Agar tersangka tidak menghilangkan pengaduan mereka.
barang bukti Fasilitas hukumyang disediakan oleh
c. Agar tersangka tidak mengulangi tindak Unit Perlindungan Perempuan dan Anak
pidana disetiap Polres sampai saat ini masih
d. Memudahkan penyidik melakukan banyak yang belum memadai, seperti
pemeriksaan penyidikan. misalnya Pusat Pelayanan Terpadu yang
Akan tetapi untuk jenis/ bentuk memberikan pelayanan gratis kepada
kekerasan yang bersifat psikhis, penyidik pelapor/ korban belum dijalankan sebagai
sering menemui kesulitan untuk menjerat mana mestinya.
pelaku untuk di lakukan penahanan, sebab Kesadaran hukum warga masyarakat
bukti tekanan psikhis yang diderita korban untuk tunduk pada UU Kekerasan dalam
harus memerlukan kehati-hatian dalam Rumah Tangga masih sangat
mengukur tingkat tekanan psikhis. Disinilah minim.Sebagian masyarakat belum mau
penyidik harus dibekali dengan kemampuan menyadari bahwa ada hukum yang
yang profesional sebagai penyidik atau bisa melarang untuk melakukan kekerasan
melalui dokter ahli/psikiater untuk terhadap sesama anggota keluarga.
dilakukan pemeriksaan secara mendalam Walaupun ada anggota masyarakat sudah
terhadap korban. Kaidah hukum yang mengetahui bahwa ancaman hukuman
mengatur tindak kekerasan dalam rumah penjara bagi pelaku kekerasan dalam
tangga sudah jelas diatur dalam UU No 23 rumah tangga akan tetapi masih
Tahun 2004 tetapi dalam kenyataan, dipengaruhi budayapatriakhi atau memiliki
undang-undang ini belum tersosialisasi kekuasaan yang melampaui batas dalam
dengan baik dan benar di semua lapisan keluarga.
masyarakat, sehingga keberlakuannya Tingkat kesadaran hukum dari
sangat sulit sehingga mengakibatkan proses masyarakat masih jauh dari harapan untuk
penyidikannya masih banyak yang gagal menghapus tindak kekerasan dalam rumah
ditahap penyelidikan dan penyidikan. tangga, sehingga banyak korban kekerasan
Masih banyak keluarga atau rumah dalam rumah tangga lebih memilih
tangga yang belum tahu tentang tindak perceraian untuk mengakhiri persoalan

9
Lex Crimen Vol. II/No. 3/Juli/2013

KDRT dari pada mengharapkan proses hubungan seksual yang dilakukan terhadap
penyidikan yang berlarut-larut dengan orang yang menetap dalam lingkup rumah
biaya yang cukup tinggi. tangga, dipidana penjara paling lama 12
tahun atau denda paling banyak Rp
2. Ancaman hukuman terhadap tindak 36.000.000. Tiga puluh enam juta rupiah
pidana kekerasan dalam rumah (pasal 46 UU 23 Tahun 2004).
tangga. Setiap orang yang memaksa orang yang
- Kekerasan fisik : menetap dalam rumah tangganya
Setiap orang yang melakukan perbuatan melakukan hubungan seksual sebagaimana
kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga diatur dalam pasal 8 hurufb yakni
sebagaimana di maksud dalam pasal 5 yakni pemaksaan hubungan seksual dengan
kekerasan fisik,di pidana dengan pidana orang lain untuk komersial atau untuk
penjara 5 tahun atau denda paling banyak tujuan tertentu, dipidana dengan hukuman
Rp 15 000.000 (lima belas juta rupiah) . penjara paling sedikit 4 tahun dan paling
Apabila korban jatuh sakit atau luka berat lama 15 tahun penjara atau hukuman
maka diancam hukuman penjara 10 tahun denda paling sedikit Rp 12.000.000 dua
penjara atau hukuman dendaRp. belas juta rupiah dan paling banyak
30.000.000. (tiga puluh juta rupiah). Apabila Rp.300.000.000. Tiga ratus juta rupiah. (Psl
korban meninggal dunia maka pelaku 47 UU 23 Tahun 2004).
diancam dengan pidana penjara 15 tahun Dalam hal perbuatan ini mengakibatkan
atau hukuman denda Rp 45.000.000 (empat korban mendapat luka yang tidak memberi
puluh lima juta rupiah).Hal ini telah diatur harapan akan sembuh sama sekali, atau
secara limitatif dalam pasal 44 UU No 23 mengalami gangguan daya pikir, gangguan
tahun 2004. jiwa sekurang kurangnya berlangsung 4
minggu berturut-turut, atau 1 tahun tidak
- Kekerasan psikis berturut-turut, gugur atau matinya janin
Setiap orang yang melakukan perbuatan dalam kandungan, atau mengakibatkan
kekerasan psikis dalam lingkup rumah tidak berfungsinya alat reproduksi, dipidana
tangga, dipidana dengan hukuman penjara dengan pidana penjara paling sedikit 5
paling lama 3 tahun atau hukuman denda tahun dan paling lama 20 tahun penjara,
paling banyak Rp 9.000.000 ( sembilan juta atau hukuman denda paling sedikit Rp
rupiah ). 25.000.000. Dua puluh lima juta rupiah dan
Dalam hal perbuatan sebagaimana paling panyak Rp. 500.000.000. Lima ratus
dimaksud diatas dilakukan suami terhadap juta rupiah (pasal 48 UU 23 tahun 2004).
isteri, atau sebaliknya yang tidak
menimbulkan penyakit atau halangan untuk - Penelantaran rumah Tangga.
menjalankan pekerjaan, jabatan atau mata Dipidana dengan pidana penjara paling
pencaharian atau kegiatan sehari-hari, lama 3 tahun atau denda paling banyak Rp.
dipidana dengan pidana penjara paling 15.000.000. Lima belas juta rupiah setiap
lama 4 (empat) bulan atau denda paling orang yang :
banyak Rp.3.000.000 Tiga juta rupiah (pasal a. Menelantarkan orang lain dalam
45 UU 23 Tahun 2004). lingkup rumah tangganya sebagaimana
dimaksud dalam pasal 9 ayat 1 yakni
- Kekerasan Seksual penelantaran rumah tangga pada
Setiap orang yang melakukan perbuatan menurut hukum yang berlaku baginya
kekerasan seksual sebagaimana dimaksud atau karena perjanjian, ia wajib
dalam pasal 8 huruf a yaitu pemaksaan memberikan kehidupan, perawatan

10
Lex Crimen Vol. II/No. 3/Juli/2013

atau pemeliharaan kepada orang Beberapa kelebihan yang dimiliki UU 23


tersebut. Tahun 2004 dalam wajah hukum pidana
Menelantarkan orang lain dalam lingkup Indonesia adalah antara lain :
rumah tangganya, karena kebergantungan 1. UU No 23 Tahun 2004 telah mendorong
ekonomi dengan cara membatasi dan atau kasus KDRT dari wilayah hukum privat
melarang untuk bekerja yang layak didalam memasuki wilayah hukum publik.
maupundi luar rumah. 2. UU No 23 tahun 2004 telah melakukan
Dengan melihat ancaman hukuman terobosan baru dalam hukum acara
pidana yang digunakan dalam Undang- pidana yakni prinsip satu saksi bukan
undang Penghapusan Kekerasan Dalam saksi, UU inimemberi hak saksi korban
Rumah Tangga ini adalah cukup berat jika KDRT di tambah visum dokter telah
dibandingkan dengan ancaman hukuman memenuhi syarat pembuktian adanya
yang ada dalam KUHP.Hal ini membuat tindak kekerasan.
penyidik atau penegak hukum lainnya lebih 3. Lingkup rumah tangga telah diperluas
memilih menggunakan KUHP dari pada UU oleh UU ini, yakni suami, isteri, anak
No 23 Tahun 2004.Mengapa demikian, dan semua yang ada dalam lingkup
karena mereka masih menganggap remeh rumah tangga itu.
dengan kasus-kasus KDRT. 4. Pengertian kekerasan dalam KUHP telah
Selain itu bentuk pemidanaannya diperluas oleh UU ini termasuk fisik,
bersifat alternatif yakni hukuman penjara psikis dan seksual juga penelantaran
atau hukuman denda, sehingga tidak rumah tangga.
mampu membuat pelaku jera. Kelebihan-kelebihan yang dimiliki UU 23
Dalam hal kekerasan fisik yang tergolong Tahun 2004 ini membawa kontroversi bagi
delik biasa sedangkan kekerasan psikis dan para ahli hukum pidana di Indonesia, juga
seksual merupakan delik aduan sangat termasuk para hakim, jaksa dan kepolisian
mempengaruhi jenis hukumannya ini yang sampai saat ini masih kuat dengan
sangat menciptakan keragu-raguan bagi paradigma legalistiknya sehingga
penegak hukum terutama penyidik dalam penerapan UU 23 Tahun 2004 ini masih
melakukan penegakan hukum terhadap belum efektif.
tindak pidana kekerasan dalam rumah Penanganan kasus kekerasan dalam
tangga. rumah tangga melalui jalur hukum pidana
menurut UU No 23 tahun 2004 dinamakan
3. Prosedur Standar Penanganan Kasus penanganan dengan sistem peradilan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga pidana terpadu. Disebut terpadu artinya
Menurut UU No.23 Tahun 2004 bahwa penanganan kasus kekerasan dalam
Setelah disahkannya UU 23 Tahun 2004 rumah tangga tidak hanya mengadili
tentang Penghapusan Kekerasan Dalam tersangka/pelaku tindak kekerasan tetapi
Rumah Tangga, yang merupakan tonggak juga memikirkan hak-hak korban serta
sejarah untuk menghapus diskriminasi bagaimana pemulihannya. Oleh karena itu
terhadap perempuan dan menghapus pasal 4 UU No 23 Tahun 2004 mengatur
kekerasan dalam keluarga, merupakan tujuan penghapusan kekerasan dalam
upaya pemerintah Indonesia dalam rumah tangga adalah :
menjawab konvensi CEDAW dimana negara 1. Mencegah segala bentuk kekerasan
Indonesia telah ikut merativikasinya dengan dalam rumah tangga
segala konsekuensi menurut hukum 2. Melindungi korban kekerasan dalam
internasional. rumah tangga

11
Lex Crimen Vol. II/No. 3/Juli/2013

3. Menindak pelaku kekerasan dalam Setelah berkas perkara rampung, korban


rumah tangga harus mendapatkan hak-haknya sebagai
4. Memelihara keutuhan dalam rumah korban KDRT sesuai UU 23 Tahun 2004
tangga yang harmonis dan sejahtera. yaitu :
Dengan berdasarkan tujuan 1. Perlindungan dari pihak keluarga,
penghapusan kekerasan dalam rumah kepolisian, kejaksaan, pengadilan,
tangga ini maka penanganan baik dalam penasihat hukum, lembaga sosial
tahap penyidikan maupun di persidangan ataupun pemerintah.
maka harus ada keseimbangan antara 2. Pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan
pemberian sanksi hukuman kepada pelaku medis
dan perlindungan korban serta pemulihan 3. Penanganan secara khusus berkaitan
korban. Untuk itu maka pihak penyidik dengan kerahasiaan korban.
dalam melakukan penyidikan,tidak bekerja 4. Pendampingan oleh pekerja sosial,
sendiri akan tetapi secara terpadu bekerja bantuan hukum pada setiap tingkatan
sama dengan tenaga kesehatan/ rumah pemeriksaan
sakit, pendamping korban, rohaniawan 5. Penguatan psikologis dan bimbingan
untuk mencari kebenaran yang rohani.
sesungguhnya dalam mengungkap Pemberian hak- hak korban dilakukan
peristiwa tindak kekerasan dalam rumah sampai dengan korban pulih kesehatan fisik
tangga yang dilaporkan. Jika dalam dan psikisnya dengan jangka waktu paling
penyelidikan selesai dan memasuki tahap lama satu tahun, jika diperlukan penahanan
penyidikan, maka kuasa hukum korban bagi sipelaku, maka kepolisian melakukan
akan mendampingi korban disamping kuasa penahanan terhadap pelaku sesuai aturan
hukum pelaku mendampingi pelaku. hukum acara pidana yang berlaku dan
Tahapan pertama yang dilakukan adalah tindakan selanjutnya adalah penyerahan
: Menyelesaikan Berita Acara sambil proses berkas bersama-sama tersangka kepada
mediasi dilakukan oleh semua pihak. kejaksaan untuk kemudian dilanjutkan
Mediasi disini adalah musyawarah mufakat untuk pemeriksaan di persidangan
dihadapan penyidik, jaksa dan atau hakim pengadilan. Persidangan pertama harus
untuk mencari titik temu yang dibacakan terlebih dahulu hasil mediasi
menguntungkan semua pihak dalam rangka yang dilakukan oleh penyidik barulah
memelihara keutuhan rumah tangga yang kemudian pemeriksaan saksi-saksi dan
harmonis dan sejahtera tadi. Walaupun pemeriksaan bukti termasuk hasil visum et
proses pidananya tetap berjalan sesuai repertum, jika pembuktian telah selesai
hukum acara pidana yang diatur dalam maka, pembacaan tuntutan hukuman atas
KUHAP. Di tahap inilah Polri dalam hal ini tertuduh dan kemudian pembacaan pleidoi
penyidik Polri harus memiliki pemahaman penasihat hukum dan terakhir adalah
police women desk serta profesional dan keputusan hakim.
empati terhadap korban, yang sekarang ini
telah terbentuknya Ruang Pelayanan E. PENUTUP
Khusus di Polda semua provinsi di Indonesia Kesimpulan
yang khusus menangani penyidikan kasus Sebagaimana dengan rumusan masalah
KDRT. yang sudah dikemukakan diatas, maka
Tim Penyidik Polda yang bertugas di RPK ditarik kesimpulan sebagai berikut:
Polda ini harus telah mengikuti pelatihan 1. Proses penyidikan terhadap kasus
khususpenanganan kasus KDRT di Mabes Tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Polri. dilakukan berdasarkan Kitab Undang-

12
Lex Crimen Vol. II/No. 3/Juli/2013

undang Hukum Acara Pidana dan 3. Penyuluhan Hukum kepada masyarakat


Undang-undang No 23 tahun2004 yang secara luas tentang delikkekerasan
dilaksanakan dengan prinsip Penegakan dalam rumah tangga harus sering
Hukum secara Terpadu, yaitu dilakukan untuk menumbuhkan
pemeriksaan tersangka dan sekaligus kesadaran hukum masyarakat.
pemberian hak-hak korban KDRT yang
dilaksanakan oleh pihak Polri DAFTAR PUSTAKA
bekerjasama dengan Tenaga Kesehatan Kanter,EY dan Sianturi SR, Asas-asas Hukum
Rumah Sakit, Pemerintah dan Lembaga Pidana di Indonesiadan Perempuan,
Sosial Masyarakat. Alumni HM dan PYHM, Jakarta,
2. Ancaman Hukuman Tindak Pidana Tahun1982.
kekerasan Dalam Rumah Tangga diatur KUHAP dan Penjelasannya, PermataPress
dalam UU 23 Tahun 2004 dalam bentuk Luhulima S. Achie, Pemahaman Bentuk-
alternatif yakni Hukuman Penjara atau Bentuk Tindak Kekerasan Terhadap
Hukuman Denda yang diatur secara Perempuan dan Alternatif
maksimal 20 tahun penjara atau denda pemecahannya, Jakarta, 2000
maksimal Rp 500.000.000. dan minimal Pratiwi Agus, Jurnal Hukum dan Perempuan
3 tahun penjara atau denda minimal Rp. Pusat Bahasa Depatemen Pendidikan
3.000.000. Nasional, Kamus Besar Bahasa
3. Penanganan kasus kekerasan dalam Indonesia, Edisi Keempat, Balai
rumah tangga tidak hanya mengadili Pusataka, Jakarta, 2002 hal.676
tersangka/pelaku tindak kekerasan Syukur A. Fatahillah, Mediasiperkara KDRT
tetapi juga memikirkan hak-hak korban (Teori Dan Praktek Di Pengadilan
serta bagaimana pemulihannya. Indonesia),Mandar Maju, Bandung,
Tahun 2011.
Saran Sulaeman M. Munandas dan HomzahSiti,
1. Dengan melihat kenyataan dilapangan Kekerasan Terhadap Perempuan,
bahwa undang-undang 23 tahun 2004 Tinjauan Dalam Berbagai Disiplin Ilmu
tentang Penghapusan kekerasan Dalam Kasus Kekerasan, Tahun 2010.
Rumah Tangga belum dilaksanakan Utomo Hadi Warsito, HukumKepolisian di
secara efektif maka perlu dilakukan hal- Indonesia, Jakarta, 2005.
hal sebagai berikut :
- Sosialisasi UU 23 Tahun 2004 perlu SUMBER LAINNYA :
dilakukan secara kontinyu oleh Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004
Fakultas Hukum melalui kegiatan- tentang Penghapusan Kekerasan dalam
kegiatan pengabdian masyarakat. Rumah Tangga. Kementerian Perempuan
- Perlu dilakukan pelatihan-pelatihan RI, United Nation Population Fund,
penanganan kasus kekerasan dalam Jakarta, 2004.
rumah tangga terhadap penegak
hukum, LBH atau Lembaga Sosial
Masyarakat.
2. Penyidik Polri perlu diberdayakan dalam
melakukan penyidikan kasus kekerasan
dalam rumah tangga agar lebih
profesional dan lebih empati terhadap
korban-korban kekerasan dalam rumah
tangga.

13

Anda mungkin juga menyukai