0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
5 tayangan3 halaman
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dapat berupa fisik, psikologis, seksual, atau ekonomi. Pria melakukan KDRT karena temperamen, pengalaman kekerasan, obsesi, manipulasi, perselingkuhan, atau rasa memiliki istri. KDRT menimbulkan trauma, masalah kesehatan, bahkan kematian bagi korban. Undang-undang melindungi hak korban dengan memberikan pemulihan, meski sanksi terhadap pelaku mas
Deskripsi Asli:
Judul Asli
A_Alfiyatur Rohmaniah_30902000021_map kasus kekerasan rumah tangga
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dapat berupa fisik, psikologis, seksual, atau ekonomi. Pria melakukan KDRT karena temperamen, pengalaman kekerasan, obsesi, manipulasi, perselingkuhan, atau rasa memiliki istri. KDRT menimbulkan trauma, masalah kesehatan, bahkan kematian bagi korban. Undang-undang melindungi hak korban dengan memberikan pemulihan, meski sanksi terhadap pelaku mas
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dapat berupa fisik, psikologis, seksual, atau ekonomi. Pria melakukan KDRT karena temperamen, pengalaman kekerasan, obsesi, manipulasi, perselingkuhan, atau rasa memiliki istri. KDRT menimbulkan trauma, masalah kesehatan, bahkan kematian bagi korban. Undang-undang melindungi hak korban dengan memberikan pemulihan, meski sanksi terhadap pelaku mas
NIM : 30902000021 KASUS KEKERASAN RUMAH TANGGA Ns. Tutik Rahayu M.kep., Kelas : A (Semester V) Sp.Kep.mat
PENGERTIAN ALASAN PRIA MELAKUKAN SIKLUS KDRT
KDRT Kekerasan dalam rumah tangga 1) Pria Temperamental menurut Undang-undang RI no. 23 2) Pernah Alami Kekerasan 1) Masalah memuncak tahun 2004 adalah setiap perbuatan 3) Mencintai Secara Obsesif 2) Fase kekerasan terjadi terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat 4) Manipulatif 3) Masa islah (rekonsiliasi) timbulnya kesengsaraan atau 5) Perselingkuhan 4) Tenang penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan atau penelantaran 6) Merasa Memiliki Hak Melakukan rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, Kekerasan pemaksaan, atau pe-rampasan 7) Wanita Terlalu Lemah KLASIFIKASI
FAKTOR PENYEBAB 1) Kekerasan fisik
adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat. 1) Adanya hubungan kekuasaan yang 2) Kekerasan psikologis / emosional tidak seimbang antara suami dan adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, istri. hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya dan / atau 2) Ketergantungan ekonomi. penderitaan psikis berat pada seseorang. 3) Kekerasan sebagai alat untuk 3) Kekerasan seksual menyelesaiakan konflik. Kekerasan jenis ini meliputi pengisolasian (menjauhkan) istri dari kebutuhan 4) Persaingan batinnya, memaksa melakukan hubungan seksual, memaksa selera seksual 5) Frustasi sendiri, tidak memperhatikan kepuasan pihak istri. 4) Kekerasan ekonomi kekerasan jenis ini adalah tidak memberi nafkah istri, bahkan menghabiskan KASUS KDRT UPAYA PEMENUHAN HAK-HAK KORBAN KDRT 1) Jual Istri Lalu Ajak Threesome Undang-Undang Kekerasan Dalam Rumah Tangga membuka jalan bagi 2) Suami Tega Injak Perut Istri yang Sedang pengungkapan kekerasan dalam rumah tangga dan melindungi hak-hak Hamil Korban. Di mana, pada awalnya kekerasan dalam rumah tangga dianggap 3) Suami Bacok Istri 12 Kali hingga Tewas sebagai area pribadi yang tidak bisa dimasuki siapa pun di luar lingkungan 4) Cekik Istri Karena Tidak Berhenti Jadi rumah. Kira-kira empat tahun sejak diratifikasi pada 2004,dalam Pemandu Lagu perjalanannya undang-undang ini masih beberapa pasal tidak 5) Kesal Dimintai Uang Belanja, Suami menguntungkan bagi perempuan Korban kekerasan. PP 4 tahun 2006 AKIBAT KDRT tentang Pemulihan adalah peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini, yang 1) pengasingan diharapkan dapat memfasilitasi proses pelaksanaan Undang-Undang 2) trauma sebagaimana diatur dalam mandat UU ini. Selain itu, walaupun undang- 3) masalah keuangan, pengucilan undang ini dimaksudkan memberikan efek jera bagi pelaku KDRT, 4) ketakutan, dan rasa malu. ancaman hukuman yang tidak mencantumkan hukuman minimal dan hanya 5) disabilitas fisik, hukuman maksimal sehingga berupa ancaman hukuman alternatif kurungan 6) agresivitas, atau denda terasa terlalu ringan bila dibandingkan dengan dampak yang 7) masalah kesehatan kronis, diterima korban, bahkan lebih menguntungkan bila menggunakan 8) penyakit mental seperti suka menghindar, ketentuan hukum sebagaimana yang diatur dalam KUHP. Apalagi jika takut terhadap ancaman dan agresi yang korban mengalami cacat fisik, psikis, atau bahkan korban meninggal. tidak terduga, yang dapat berujung pada Sebagai UU yang memfokuskan pada proses penanganan hukum pidana trauma berkepanjangan. dan penghukuman dari korban, untuk itu, perlu upaya strategis di luar diri REFERENSI 1. Woodlock, Delanie (2017). "The Abuse of Technology in Domestic Violence and Stalking". Violence Against Women (dalam bahasa Inggris). 23 (5): 584–602. doi:10.1177/1077801216646277. ISSN 1077-8012. PMID 27178564. 2. "WESNET Second National Survey on Technology abuse and domestic violence in Australia" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal February 26, 2021. Diakses tanggal 4 March 2022. 3. "Controlling or Coercive Behaviour in an Intimate or Family Relationship Statutory Guidance Framework" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal July 24, 2018. Diakses tanggal 17 June 2022. 4. McQuigg, Ronagh J.A. (2011), "Potential problems for the effectiveness of international human rights law as regards domestic violence", dalam McQuigg, Ronagh J.A., International human rights law and domestic violence: the effectiveness of international human rights law, Oxford New York: Taylor & Francis, hlm. 13, ISBN 9781136742088, diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-05-15, This is an issue that affects vast numbers of women throughout all nations of the world. ... Although there are cases in which men are the victims of domestic violence, nevertheless 'the available research suggests that domestic violence is overwhelmingly directed by men against women ... In addition, violence used by men against female partners tends to be much more severe than that used by women against men. Mullender and Morley state that 'Domestic violence against women is the most common form of family violence worldwide.' 5. García-Moreno, Claudia; Stöckl, Heidi (2013), "Protection of sexual and reproductive health rights: addressing violence against women", dalam Grodin, Michael A.; Tarantola, Daniel; Annas, George J.; et al., Health and human rights in a changing world, Routledge, hlm. 780–781, ISBN 9781136688638, diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-05-06, Intimate male partners are most often the main perpetrators of violence against women, a form of violence known as intimate partner violence, 'domestic' violence or 'spousal (or wife) abuse.' Intimate partner violence and sexual violence, whether by partners, acquaintances or strangers, are common worldwide and disproportionately affect women, although are not exclusive to them. 6. "Violence against women". www.who.int (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-07-25.