Studi Kasus SPM
Studi Kasus SPM
STUDI KASUS
Pada Januari 1991 manajemen dari Kansas City Work’s of Armco’s Midwestren Steel
Division mulai mengimplementasikan sistem pengkuruan kinerja baru. Bob Nenni,
Direktur Keuangan Midwestern Steel Division, menjelaskan :
“Dengan sistem kita yang lama, manajer kita membuang waktu yang lebih
banyak untuk menjelaskan mengapa perubahan yang terjadi pada biaya akan
menyebabkan masalah pada sistem akuntansi kita sehingga mereka tidak dapat
menyelesaikan masalah ini. sistem pengukuran kinerja yang baru didesain untuk
memberi kita titik fokus manajemen yang lebih baik pada hal-hal yang lebih penting
untuk dikhawatirkan, peringatan awal ketika ada masalah, dan perbaikan komiten untuk
mencapai tujuan.”
Penjelasan dari Direktur Keuangan Midwestern steel Division merupakan pernyataan
mengenai pengendalian hasil dan masalah pengendalian, Bob Nenni memberikan
pendapatnya untuk melakukan pencegahan dan memberi informasi kepada manajer
maupun karyawan mengenai sistem akuntansi perusahaannya, pengendalian hasil
menyebabkan manajer maupun karyawan berperilaku untuk memaksimalkan peluang,
memperbaiki komitmen mereka dalam mendapatkan hasil yang diinginkan oleh
organisasi dan tujuan yang diinginkan.
Langkah yang diambil oleh Jose Monteiro merupakan langkah dari tipe
pengendalian hasil dimana Ia ingin melakukan pembayaran atau kompensasi
untuk kinerja pada karyawan untuk hasil yang bagus dan memiliki keterampilan
untuk meningkatan perkembangan perusahaan.
Pada tahun 1991, Loctite mencapai peringkat penjualan ke-447 pada majalah
fortune dari 500 daftar perusahaan industri terbesar di Amerika Serikat, dan
memperkerjakan 3500 orang karyawan. Selama 10 tahun tumbuh mencapai
22,4% menjadikan perusahaan berada pada urutan ke-18. Perusahaan
mengidentifikasi 4 elemen dari keanekaragaman yaitu : Geografi, Pasar
pengguna akhir, Penggunaan produk, Keragaman produk.
Dari kesuksesaan yang diraih oleh perusahaan Loctite selama 10 tahun tersebut
tidak lepas dari kualitas karyawan itu sendiri, pemberian kompensasi yang
diberikan oleh sang Manajer pun ikut andil karena kerja keras karyawan dan
iming-iming berupa imbalan bagi karyawan yang paling berbakat dan bekerja
paling keras cukup mempengaruhi kinerja karyawan dalam menciptakan produk.
Kinerja-Berdasarkan Kompensasi
Kompensasi karyawan pada Loctite de Mexico tergantung pada kinerja mereka,
semua karyawan memenuhi syarat, baik untuk pembagian laba perusahaan
maupun peningkatan gaji semitahunan.
1. Pembagian Laba
Jose memberikan pembayaran pembagian laba menjadi kompensasi insentif
yang mana dengan keberhasilan lengkap dalam meyakinkan karyawannya
bahwa pembayaran yang diberikan untuk kinerja yang baik
2. Kenaikan Gaji
Gaji karyawan akan meningkat setiap semitahunan. Jose Monteiro ingin
menawarkan paket kompensasi yang unggul untuk meningkatkan
kemampuannya dalam menarik dan mempertahankan orang-orang yang
tepat, tetapi dia menyadari bahwa tidak mudah untuk menilai kompensasi
karena paket pada penggajian di Meksiko sangat unik.
Kemudian pada Manajer Penjualan komisi dan bonus SOP bagi manajer
penjualan hampir sama dengan tenaga penjual. Pembayaran komisi didasarkan
pada pertumbuhan penjualan selama satu tahun berjalan, tetapi tingkat
marginal permbayaran lebih rendah dibanding dengan tenaga penjual.
Terkahir pada manajer lini pertama pembayaran insentif dibuat pada laporan
langsung manajer kepada general manajer yang didasarkan pada kinerja di area
khusus SOP yang menjadi area tanggung jawabnya.
Pada dasarnya pembayaran kopensasi pada tiga bagian tersebut hampir sama,
jose ingin pembayaran dilakukan lebih awal agar para manajer dapat bekerja
lebih keras, baik dan berkualitas.
Dalam studi kasus ini Jose Monteiro menggagas ide pembayaran kompensasi
pada karyawan yang bekerja di Loctite, ide nya berhasil membuat perusahaan
Loctite menjadi perusahaan ke-18 menurut majalah future, selain itu
pertumbuhan penjualan semakin meningkat dan para pekerja bekerja semakin
giat dan bekerja keras untuk menciptakan produk yang berkualitas.
Studi Kasus
Sunshine Fashion : Penipuan, Pencurian, dan Perilaku Menyimpang
Antarkaryawan
Persediaan
Pada awal tiap musim,kantor pusat akan menyiapkan persediaan dan kantor
cabang bertanggungjawab untuk mendistribusikan sweter ke-220 gerai
pengecer dan untuk mengisi kembali persediaan ditiap gerai sepanjang musim.
Kantor pusat mengirimkan barang kekantor cabang dengan pesawat dan
terkadang dengan menggunakan jasa kurir. Kira-kira 3% barang menghilang
selama proses transportasi.
Penjualan
Informasi mengenai persediaan dan penjualan dilaporkan secara manual kepada
kantor pusat. Sistem RFID/ERF Sunshine menyimpan informasi mnegenai
inventaris pada kantor cabang dan gerai pengecer, tetapi informasi tersebut
harus di-input secara manual oleh staf.
Dari 3% hilangnya barang saat proses transportasi dan masalah pencurian dan
penipuan yang dilakukan oleh karyawan pada tahun 2008 yang merugikan
perusahaan sebesar RMB10,5 juta yang berarti 5% dari total penjualan
domesstik sunshine merupakan kekurangan dari kantor pusat mengenai
pencacatan informasi mengenai persediaan dan penjualan yang masih dilakukan
secara manual oleh staf. Manajer yang ingin berbuat curang memanfaatkan
ketidakmampuan kantor pusat untuk mengendalikan diskon dan persediaan
pada tingkat lokal. Kemudahan manajer dalam memanipulasi data seperti
menunda tanggal dimulainya masa promosi tanpa menginformasikannya kepada
kantor pusat supaya mereka dapat menjual sweter dengan harga asli dan
mengantungi selisih harga antara harga jual dengan harga diskon.
Faktor lain yang mendukung perilaku penipuan di Sunshine adalah perusahaan
tidak memiliki mekanisme yang pada tempatnya untuk mengendalikan
persediaan pada level lokal.
Yang menjadi penyebab utama dari penyimpangan perilaku oleh staf dan
antarkaryawan ialah perubahan perilaku dan pengendalian tindakan, para
karyawan mungkin memperhatikan manajer yang bertindak menyimpang eperti
memanipulasi data penjualan dan hal itu menjadikan contoh bagi para karyawan
lain untuk melakukan hal yang sama. Selain juga dapat karena perekrutan
karyawan yang salah atau dari pelatihan yang tidak mencukupi juga dari budaya
yang kuat juga dapat menyebabkan perubahan perilaku sesseorang.
STUDI KASUS
DIAGNOSTIC PRODUCTS CORPORATION
Secara historis, penjualan produk DPC ke luar negeri tercatat lebih dari
70% dari pendapatan, meskipun pada beberapa tahun terakhir, pertumbuhan
penjualan domestik telah melampaui pertumbuhan penjualan keluar negeri.
Dari tujuan field service organization dapat kita lihat, perusahaan menginginkan
karyawan untuk mengikuti setiap kebijakan dan peraturan yang dimiliki
perusahaan dengan baik. FSO diharuskan untuk berada ditempat selama 4-6 jam
dalam waktu 24 jam sehari.
Manajer field service mengawasi kinerja organisasi mereka dengan data
ekstensif yang diringkas perpoduk, daerah dan FSE. Yang merupakan kegiatan
yang dilakukan berdasarkan pengendalian tindakan yang diambil perusahaan
khususnya dalam bentuk kebijakan dan prosedur adalah cara yang efisien untuk
membantu koordinasi perusahaan.
Pada akhir tahun 2004, manajer Field Service puas dengan pengaruh awal dari
program bonus yang baru. Dari persfektifnya, program bonus menawarkan lebih
banyak objektivitas dalam sistsem. Manajer juga berpikir bahwa program bonus
memiliki pengaruh positif pada perilaku FSE. Manajer FSE memutuskan untuk
membuat perubahan yang substantif. Mereka memutuskan untuk
mengombinasiskan kelompok instrumen untuk menghitung dalam satu
keseluruhan tingkat panggilan ulang FSE.
Dengan pengendalian tindakan yang DPC ambil, manajer field service telah
mengimplementasikan pada FSE nya dengan baik, dilihat dari kinerja FSE yang
bagus dan hasil yang memuaskan awalaupun ada beberapa hal yang harus tetap
diperbaiki dalam isi pelatihan dan pendampingan personel FSE. Manajer field
service berharap dengan program Bonus dan ditambah dengan mengombinasika
kelompok instrumen dapat mengembangkan perusahaan lebih baik lagi ditahun
2005 untuk menggerakan beberapa area kinerja, seperti persediaan suku
cadang, diluar penilaian yang berssifat subjektif pada kategori “administratif”
STUDI KASUS
GAME SHOP, INC.