Anda di halaman 1dari 2

Nama : Afrah Dhivita Nisrina

NIM : 185020501111025
Mata Kuliah : Mikro Islam – IA

PENGUKURAN PREFENSI KONSUMEN DAN UTILITAS DALAM MIKRO ISLAM


Islam merupakan agama yang (syamil) atau menyeluruh, islam mengatur segala aspek kehidupan
termasuk didalamnya aktivitas ekonomi atau muamalah. Dikarenakan permasalahan ekonomi
dan politik cenderung banyak mengalami perubahan maka permasalahan ekonomi dalam islam
hanya diatur secara luas atau garis besarnya saja. Sehingga dengan berkembangnya zaman
banyak teori-teori yang lahir dalam menyelesaikan persoalan ekonomi ini. Secara teoritis ilmu
ekonomi yang kita pelajari ini dibagi menjadi dua yaitu mikro dan makro. Makro ekonomi
menganalisi kegiatan perekonomian secara keseluruhan atau dalam lingkup yang lebih luas,
Sedangkan mikro ekonomi menganalisis kegiatan perekonomian dalan lingkup atau pola yang
kecil. Salah satu analisi yang dibahas dalam mikro ekonomi adalah perilaku konsumen.
Menurut Engel, Blackwell, dan Miniard perilaku konsumen adalah tindakan-tindakan produk dan
jasa, termasuk didalamnya adalah proses keputusan yang mengawali serta mengikuti tindakan
pembelian tersebut. Tindakan tersebut adalah terlibat secara langsung dalam proses memperoleh,
mengkonsumsi bahkan membuang atau tidak jadi menggunakan suatu produk atau jasa tersebut.
Berdasarkan penjelasan diatas teori mengenai perilaku konsumen dapat kita sederhanakan
sebagai kegiatan konsumsi mulai dari bagaiman konsumen mendapatkan produk atau jasa
tersebut sampai pada kepuasan konsumen atas barang atau jasa yang dikonsumsi. Dalam
ekonomi islam seorang muslim diwajibkan untuk mengonsumsi produk yang halal dan baik
sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. An-Nahl[16]:114. Dalam melakukanan aktivitas konsumsi
terdapat preferensi konsumen atau faktor-faktor penunjang untuk mengonsumsi produk atau jasa
tersebut. Terdapat empat asumsi dalam preferensi konsumen, yang pertama yaitu kelengkapan
dimana konsumen akan melihat dana yang dimiliki, dan informasi mengenai produk-produk
yang ingin dikonsumsi. Yang kedua adalah Transivitas dimana konsumen membuat skala
prioritas dalam berkonsumsi seperti mengelompokkan barang primer,sekunder, dan tersier. Yang
ketiga adalah konsisten, konsumen disarankan untuk memiliki preferensi yang konsisten
walaupun tidak ada yang menjamin konsumsi kita akan tetap sama mengikuti preferensi yang
sudah kita buat. Yang terakhir adalah banyak lebih disukai daripada sedikit, dalam hal ini
konsumen cenderung melihat produk atau jasa yang dikonsumsi dari segi kebermanfaatannya
sehingga konsumen cenderung memilih yang banyak memberikan manfaat dibanding yang
sedikit sehingga utilitas yang didapatkan konsumen akan lebih banyak.
Bagaimana kita dapat mengetahui kepuasan yang dirasakan konsumen?dalam teori ekonomi
terdapat dua asumsi yang dapat menjadi tolak ukur dalam menentukan kepuasan yaitu total
utility (nilai total utilitas) dan marginal utility (nilai tambah utilitas). Total utility merupakan
jumlah seluruh kepuasan yang diperoleh saat mengonsumsi sejumlah barang. Sedangkan,
marginal utility merupakan nilai tambah atau pengurangan kepuasan dari penambahan atau
pengurangan satu unit barang yang dikonsumsi. Jika teori modern mengukur utilitas dalam segi
materil, maka ekonomi islam menyempurnakan teori tersebut dengan menambahkan segi
spiritual dalam pengukuran tersebut. Sehingga konsumen muslim bukan hanya mendapatkan
kepuasan dunia tetapi juga akhirat. Namun, dalam terdapat kesamaan dalam pengukurannya baik
itu material maupun spiritual. Jika material dapat dilihat dari angka, maka spiritual dapat
dirasakan dengan tingkat keimanan kepada Allah SWT.
Islam membebaskan kita dalam membelanjakan harta yang kita punya untuk memenuhi
kebutuhan hidup. Namun, perlu diingat bahwa tidak semua barang konsumsi dapat dikonsumsi
oleh seorang muslim karena barang yang dikonsumsi atau diperdagangkan haruslah yang halal
dan baik. Etika berkonsumsi dalam islam tercantum pada Q.S. Al-Maidah[5]:88 dimana pada
ayat tersebut dijelaskan bahwa barang yang layak kita konsumsi adalah yang
halal,baik,bersih,dan suci. Selain itu, dalam ayat diatas juga terkandung adanya rizq (rezeki)
dimana rezeki yang kita dapatkan ini berasal dari Allah SWT sehingga harus dimaksimalkan
dengan baik seperti membelanjakannya pada barang-barang yang baik yang membawa falah.
Namun, islam juga mengajarkan kita untuk tidak mubadzir atau berleih-lebihan dalam
berkonsumi dan bersyukur atas nikmat yang Allah berikan sebagai mana dalam hadits tirmidzi,
Nabi Muhammad SAW menyatakan bahwa : “siapa saja bangun pagi-pagi dengan merasa aman
dihatinya, sehat badannya, memiliki makanan pokok dihari itu, maka seolah-olah dikumpulkan
untuknya didunia dengan segala isinya (Shohib,2012).

Referensi :
Hoetoro, Arif. Ekonomi Mikro Islam : Pendekatan Integratif. Universitas Brawijaya Press, 2018
Subagiyo, Rokhmat. Ekonomi Mikro Islam. Alim's Publishing, Jakarta. 2016

Anda mungkin juga menyukai