Anda di halaman 1dari 5

Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Akuntansi

ol.x, No.x, July xxxx, pp. 1

DETERMINAN INTENSI WHISTLEBLOWING: SEBAGAI ALAT MENDETEKSI


KECURANGAN

Raihan Ramadhani 1901203010001


Cut Tara Merinda 1901203010002
Miftahul Jannah 1901203010026
Program Studi Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala
e-mail: raihanrmdhani@gmail.com
cuttaramerinda33@gmail.com
miftahj375@gmail.com

Abstract
  Beberapa kasus korupsi telah banyak terjadi di dunia, khususnya Indonesia. Untuk mencegah dan
menanggani kasus, intensi whistleblowing memainkan peran penting untuk mendeteksi terjadinya penipuan. Oleh
karena itu diperlukannya pemahaman mengenai faktor-faktor yang mendorong kesuksesannya pekerja melaporkan
tindakan yang tidak etis. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh komitmen organisasi, personal
cost, dan tingkat keseriusan kecurangan terhadap intensi whistleblowing. Penelitian ini menggunakan empat
variabel yang dibagi menjadi variabel dependen yang terdiri dari intensi whistleblowing, variabel
independen yang terdiri dari komitemen organisasi, personal cost, dan tingkat keseriusan kecurangan.

Kata Kunci— intensi whistleblowing, komitmen organisasi, personal cost, dan tingkat keseriusan kecurangan.

1. Pendahuluan
Dekade pertama di abad ke-21, media Di Indonesia, Peraturan terkait
sosial telah dipenuhi oleh tindakan pelaporan whistleblowing pun telah ditetapkan oleh
kecurangan yang dilakukan oleh berbagai entitas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang
ternama. Hampir setiap orang telah membaca Perlindungan Saksi dan Korban serta Surat
tentang penipuan keuangan perusahaan seperti Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2011
Enron dan WorldCom, atau penipuan terhadap tentang Perlakuan terhadap Pelapor Tindak
pemerintah, seperti klaim palsu setelah Katrina, Pidana (whistleblower) dan Saksi Pelaku yang
atau skema Ponzi besar seperti penipuan Madoff Bekerja Sama. Dengan diterapkannya
yang mencetak rekor baru untuk kerugian yang whistleblowing sebagai salah satu bentuk
terkait dengan penipuan (Singleton & Singleton, pengendalian internal, maka perusahaan dapat
2010). Skandal penipuan ini terus meningkat mendeteksi terjadinya kecurangan. Oleh karena
bahkan menjadi masalah utama yang melanda itu penting untuk memahami faktor-faktor yang
seluruh dunia, baik di sektor privat maupun memengaruhi intensi whistleblowing agar sukses
public dari perusahaan skala kecil hingga besar dalam melaporkan kecurangan.
(Mat et al., 2013). Salah satu hal penting dalam penerapan
Kasus kecurangan tersebut mendorong sistem whistleblowing adalah apakah karyawan
pasar modal Amerika Serikat mengeluarkan yang mengetahui terjadinya kecurangan mau
kebijakan Sarbanes Oxley Act of 2002 (SOX melaporkan (menjadi whistleblower) atau tidak
2002). Salah satu regulasi yang dikeluarkan oleh (Saud, 2016). Whistleblower adalah seorang
SOX adalah seruan untuk perusahaan publik agar karyawan dalam organisasi yang memberitahukan
menerapkan whistleblowing sebagai bentuk dari kepada publik atau pejabat yang berkuasa tentang
bagian pengendalian internal. Whistleblowing dugaan ketidakjujuran, kegiatan ilegal atau
adalah sebuah aksi yang dilaksanakan oleh kesalahan yang terjadi di departemen
seseorang ataupun sekumpulan orang dalam pemerintahan, organisasi publik, organisasi
upaya memberitahukan kecurangan yang swasta, atau pada suatu perusahaan (Susmanschi,
berlangsung pada organisasi atau komunitas 2012).
(Near & Miceli, 1985).

1
Pengaduan dari whistleblower terbukti seseorang yang tidak loyal dan memiliki intensi
lebih efektif dalam mengungkap fraud berkhianat terhadap organisasi, sebagian lainnya
dibandingkan metode lainnya seperti audit memandang whistleblower sebagai seorang yang
internal, pengendalian internal maupun audit berani untuk mengutarakan nilai-nilai kebenaran
eksternal (Sweeney, 2008). Hasil survey Institute dan bukan hanya peduli pada loyalitas terhadap
of Bussiness Ethics pada tahun 2007 organisasi (Saud, 2016).
menyimpulkan bahwa satu dari empat orang Penelitian mengenai whistlebowing telah
kayawan di dalam perusahaan mengetahui adanya berupaya menguji faktor-faktor yang diduga
pelangaran dan lebih dari separuh keseluruhan mempengaruhi keputusan seseorang melakukan
karyawan lebih memilih diam dan membiarkan whistleblowing. Faktor-faktor tersebut antara lain
pelanggaran tersebut terus terjadi (KNKG, 2008). locus of control, komitmen organisasi, personal
Pentingnya keberadaan sistem cost, tingkat keseriusan kecurangan, status
whistleblowing dalam mengungkapkan skandal pelanggar, penalaran moral dan keadilan
keuangan telah banyak terbukti. Kasus paling organisasi (Dwiyanti & Sariani, 2018). Akan
terkenal di Indonesia terjadi pada tahun 2016 tetapi, hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak
dengan istilah “papa minta saham”, yang semua faktor-faktor tersebut memiliki pengaruh
melibatkan Menteri Energi dan Sumber Daya yang signifikan terhadap keputusan karyawan
Mineral –Sudirman Said-, sebagai whistleblower melakukan whistleblowing.
dan melaporkan SN ke Mahkamah Kehormatan Pengujian atas faktor-faktor tersebut perlu
Dewan (MKD) atas laporan yang berisi dugaan diuji kembali, karena masih ditemukan hasil-hasil
bahwa SN meminta sejumlah saham PT Freeport penelitian yang beragam dan tidak konsisten.
Indonesia dengan mengatasnamakan Presiden dan Adapun faktor yang dianggap masih belum
Wakil Presiden RI. (Dwiyanti & Sariani, 2018). konsisten diantaranya adalah komitmen
Kasus lainnya terjadi pada tahun 2015 di organisasi, personal cost, dan tingkat keseriusan
Kabupaten Kampar, Riau terkait dengan transfer kecurangan yang akan diuji kembali pada
fiktif sebesar Rp 1,6 miliar oleh Kepala dan salah penelitian ini.
seorang karyawati di BRI unit Kabupaten Hasil penelitian yang menyatakan
Kampar, Riau. Kasus tersebut berhubungan komitmen organisasi berpengaruh terhadap
dengan pencatatan palsu dalam pembukuan dan intensi whistleblowing diantaranya (Bagustianto
laporan maupun dokumen kegiatan usaha, hal & Nurkholis, 2012; Husniati et al., 2017;
tersebut diketahui saat tim pemeriksa internal dari Sihaloho & Meiranto, 2019) dan beberapa
BRI Cabang Bangkinang, Ibukota Kabupaten penelitian lainnya menyatakan tidak berpengaruh
Kampar melakukan pemeriksaan ke unit BRI (Septianti, 2013; Setyawati et al., 2015; Lestari &
Tapung dan menemukan kejanggalan transaksi, Yaya, 2017; Indriani et al., 2019)
kejanggalan berupa saldo neraca dan kas tidak Hasil penelitian yang menyatakan
seimbang (Sihaloho & Meiranto, 2019). menyatakan personal cost berpengaruh terhadap
Keputusan untuk melakukan intensi whistleblowing diantaranya (Bagustianto
whistleblowing merupakan pertimbangan yang & Nurkholis, 2012; Schultz, Johnson, Morris, &
berat untuk dilaksanakan (Near & Miceli, 1995; Dyrnes, 1993) atau mereka memiliki hubungan
Setyawati et al., 2015). Namun demikian, negatif (Alleyne, Charles-Soverall, Broome, &
whistleblowing sangat berperan penting dalam Pierce, 2017; Kuncara et al., 2017). Namun
mengungkap adanya kecurangan dalam demikian, beberapa penelitian menemukan bahwa
organisasi. Meski keefektifan whistleblowing personal cost tidak berpengaruh terhadap intensi
dalam mengungkapkan kasus kecurangan telah whistleblowing (Bagustianto & Nurkholis, 2012;
dibuktikan dalam banyak kasus, namun hingga Septianti, 2013; Setyawati et al., 2015; Hanif &
saat ini masih sedikit yang diketahui mengenai Odiatma, 2017;).
faktor-faktor yang mendorong seseorang untuk Beberapa penelitian menemukan bahwa
menjadi whistleblower. (Dwiyanti & Sariani, tingkat keseriusan kecurangan mempengaruhi niat
2018). pengaduan (Bagustianto & Nurkholis, 2012;
Menjadi whistleblower bukan hal yang Cassematis & Wortley, 2013; Winardi, 2013;
mudah. Seorang whistleblower akan dihadapkan Septianti, 2013; Setyawati et al., 2015; Hakim,
pada dilema etis untuk memutuskan apakah harus Subroto, & Andayani, 2017;). Namun, beberapa
melaporkan atau terus membiarkan pelanggaran penelitian lain menemukan yang sebaliknya
yang diketahui itu terjadi. Hal itu berkaitan (Alleyne et al., 2017; Hanif & Odiatma, 2017).
dengan pandangan orang lain terkait Berdasarkan fenomena dan hasil-hasil
whistleblower dimana sebagian orang penelitian sebelumnya yang masih belum
beranggapan bahwa whistleblower adalah konsisten, maka penelitian ini dilakukan dengan

2
tujuan untuk menguji kembali pengaruh Ahmad (2011) yang menyarankan bahwa
komitmen organisasi, personal cost, dan tingkat pelapor tidak selalu bersifat altruistik,
keseriusan kecurangan terhadap intensi melainkan sampai batas tertentu, pelapor
whistleblowing. mungkin juga memiliki motif untuk
memperoleh keuntungan atau kesejahteraan
pribadi.
2. Kajian Teoritis dan Pengembangan Hipotesis
2.1 Teori Perilaku Direncanakan 2.3 Mendeteksi Fraud
Ajzen (1991) mendefinisikan bahwa Fraud (kecurangan) adalah sebuah kata
intensi merupakan pencerminan dari tiga umum yang mengacu pada tindakan pencurian,
faktor utama yaitu sikap terhadap prilaku, penggelapan aset, penipuan, dan lain-lain
norma subjektif, dan persepsi kontrol (Singleton & Singleton, 2010:42). Istilah ini
prilaku. Sikap merupakan suatu disposisi merupakan issue yang paling dilemma diseluruh
untuk merespon secara positif atau negatif dunia (Mat et al., 2013; Burnaby et al., 2011).
Peningkatan terjadinya fraud ini terus terjadi
perilaku tertentu. Sikap terhadap perilaku
disetiap tahunnya. The Association of Certified
ditentukan oleh kombinasi antara keyakinan Fraud Examiners (ACFE) melakukan survei
perilaku dan evaluasi hasil. Keyakinan secara berkala terhadap penipuan dan
perilaku adalah keyakinan individu melaporkan hasilnya kepada public. Hasilnya
mengenai konsekuensi positif atau negatif diterbitkan pada tahun 1996, 2002, 2004, 2006,
dari perilaku tertentu, sedangkan evaluasi dan 2008. The 1996 RTTN melaporkan
hasil merupakan evaluasi individu terhadap perkiraan kerugian lebih dari $ 400 miliar karena
konsekuensi yang didapatkan dari suatu penipuan, yang meningkat dari tahun ke tahun
perilaku. menjadi sekitar $ 994 miliar pada tahun 2008
(ACFE, 2008).
2.2 Teori Prilaku Prososial Terlepas dari meningkatnya risiko dan
Teori prilaku prososial adalah yang kompleksitas penipuan di lingkungan saat ini,
digunakan oleh para peneliti untuk banyak organisasi belum meninjau kecukupan
dan strategi mecegah maupun mendeteksi
menjelaskan apa yang diungkapkan secara
adanya penipuan (Mat et al., 2013). Singleton
konseptual dan empiris (Alleyne et al., 2013; (2010:147) pada bukunya menyatakan ada
Brennan & Kelly, 2007; Brief & Motowidlo, beberapa pendekatan yang dapat dilakukan oleh
1986; Miceli & Near, 1988). Prilaku perusahaan untuk mendeteksi penipuan, seperti
prososial didefinisikan sebagai prilaku yang internal audit, analisa rasio, audit dadakan
dilakukan: (a) oleh anggota lembaga; (b) whistleblowing, dan lain-lain. Sweeney (2008)
diarahkan pada individu, kelompok, atau telah membuktikan bahwasanya metode
lembaga; dan (c) untuk mencapai pengendalian internal yang paling efektif
kesejahteraan individu, kelompok atau mengungkap fraud adalah sistem
lembaga (Brief & Motowidlo, 1986). whistleblowing. Oleh karena itu, perusahaan
Whistleblowing dianggap sebagai prilaku perlu menyusun kebijakan anti-penipuan pada
organisasi untuk mencegah penipuan. Meskipun
sosial yang positif (Miceli et al., 2008) oleh
tidak mungkin untuk menghilangkan setiap
orang-orang yang pada umumnya karena kemungkinan kejadian, deteksi kecurangan
pelapor dapat mengakhiri kesalahan atau adalah tujuan yang saling terkait dari program
penipuan, yang dimaksudkan untuk anti penipuan (Burnaby et al., 2009).
memberikan manfaat kepada orang-orang
didalam atau diluar lembaga (Ahmad, 2011).
Teori ini adalah teori yang 2.4 Intensi whistleblowing
menjelaskan whistleblowing sebagai Miceli dan Near (1985) mendefinisikan
mekanisme kontrol internal dan sosial whistleblowing adalah suatu pengungkapan oleh
(Vinten, 1996). Dozier dan Miceli (1985) anggota organisasi tentang praktik ilegal, tidak
juga menjelaskan bahwa whistleblowing bermoral atau tidak sah dibawah kendali atasan
mereka kepada orang-orang atau organisasi
adalah prilaku prososial yang melibatkan
yang dapat mempengaruhi tindakan.
motif altruistik dan egoistik. Pendapat Whistleblowing juga dapat didefinisikan
Dozier dan Miceli tidak berbeda dengan sebagai upaya anggota saat ini atau masa lalu
3
dari suatu organisasi untuk memberikan
peringatan kepada top management organisasi
Daftar Pustaka
atau kepada publik mengenai sebuah kesalahan
serius yang dibuat atau disembunyikan oleh Burnaby, P., Howe, M., & Muehlmann, B. W. (2009).
organisasi (Ahern dan McDonald, 2002; Putri, Detecting Fraud in the Organization : An Internal
2016). Audit Perspective. Journal of Forensic &
. Investigative Accounting, 3(1), 195–233.
XAlleyne, P., Charles-Soverall, W., Broome, T., &
2.5 Komitmen Organisasi Pierce, A. (2017). Perceptions, Predictors and
Miftah (2012) menggambarkan komitmen Consequences of Whistleblowing among
organisasi sebagai suatu kondisi karyawan Accounting Employees in Barbados. Meditari
secara personal mendedikasikan dirinya kepada Accountancy Research, 25(2), 241–267.
perusahaan guna mencapai tujuan entitas dan https://doi.org/10.1108/medar-09-2016-0080
dalam rangka mempertahankan posisinya.
Anggota perusahaan dengan tingkat komitmen Association of Certified Fraud Examiners. (2008).
organisasi yang tinggi memiliki keinginan untuk Report to the Nation: Occupational Fraud and
mencapai tujuan perusahaan yang besar Abuse. Austin, TX.
(Setyawati et al., 2015). Tingkat komitmen Bagustianto, R., & Nurkholis. (2012). Faktor-faktor
yang tinggi ini juga menciptakan timbulya rasa yang Mempengaruhi Minat Pegawai Negeri Sipil
memiliki terhadap organisasi sehingga ia tidak (PNS) untuk Melakukan Tindakan
ragu untuk menggungkapkan kecurangan yang Wistleblowing (Studi pada PNS BPK RI).
terjadi demi melindungi institusi dari EKUITAS. (Jurnal Ekonomi Dan Keuangan),
kehancuran (Husniati et al., 2017). 19(2), 276–295.
Komitmen organisasi menunjukkan tingkat
kesetiaan karyawan pada instasi ia bekerja. Cassematis, P. G., & Wortley, R. (2013). Prediction of
Semakin tinggi komitmen organisasi yang Whistleblowing or Non-reporting Observation:
dimiliki seseorang, maka semakin besar tingkat The Role of Personal and Situational Factors.
dirinya ingin melakukan whistleblowing. Journal of Business Ethics, 117(3), 615–634.
Beberapa hasil penelitian terdahulu seperti riset https://doi.org/10.1007/s10551-012-1548-3
yang dilakukan oleh Bagustianto & Nurkholis,
Cortina, Lilia M. and Magley, Vicki J. (2003). Raising
2012; Husniati et al., 2017; Sihaloho &
Voice, Risking Retaliation: Events Following
Meiranto, 2019, mengungkapkan bahwa
Interpersonal Mistreatment in the Workplace.
komitmen organisasi berpengaruh secara positif
Journal of Occupational Health Psychology, 8
terhadap intensi whistleblowing.
(4), 247-265.
H1: Komitmen organisasi berpengaruh positif Dwiyanti, K. T., Luh, N., & Sariani, P. (2018). Efek
terhadap intensi whistleblowing. Penalaran Moral Dan Keadilan Organisasi Pada
Niat Whistleblowing. Jurnal Ilmiah Akuntansi
2.6 Personal Cost Dan Bisnis, 13(2), 133–150.
Hakim, T. I. R., Subroto, B., & Andayani, W. (2017).
Faktor Situasional dan Demografis sebagai
2.7 Tingkat Keseriusan Prediktor Niat Individu untuk Melakukan
Whistleblowing. Jurnal Ilmiah Administrasi
Publik, 3(2), 124–133.
Hanif, R. A., & Odiatma, F. (2017). Pengaruh Personal
Cost Reporting , Status Wrong Doer, dan Tingkat
Keseriusan Kesalahan terhadap Whistleblowing
Intention. Jurnal Akuntansi Keuangan Dan
Bisnis, 10(1), 11–20.
Husniati, S., Hardi, & Wiguna, M. (2017). Faktor-
faktor yang Mempengaruhi Intensi untuk
Melakukan Whistleblowing Internal (Studi
Empiris pada Satuan Kerja Perangkat Daerah
Kabupaten Rokan Hulu). JOM Fekon, 4(1),
1223–1237.

4
Indriani, M., Yulia, A., & Ariska, L. P. (2019). Questionable Acts in An International Setting.
Whistleblowing Intention , Personal Cost , Journal of Accounting Research, 31, 75–103.
Organizational Commitment and Fraud https://doi.org/10.2307/2491165
Seriousness Level. Journal of Accounting and
Investment, 20(2). Septianti, Windy. (2013). Pengaruh Faktor
https://doi.org/10.18196/jai.2002121. Organisasional, Individual, Situasional dan
Demografis terhadap Niat Melakukan
Kurniawan, A., Utami, I., & Pesudo, D. A. C. A. Whistleblowing Internal. Jurnal Simposium
(2018). Organizational Justice and Nasional Akuntansi XVI, September 2013.
Whistleblowing : An Experimental Test. Jurnal Manado.
Akuntansi Dan Keuangan, 20(2), 73–78.
https://doi.org/10.9744/jak.20.2.73-78. Setyawati, I., Ardiyani, K., & Sutrisno, C. R. (2015).
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Niat untuk
Melakukan Whistleblowing Internal. Jurnal
Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG). Ekonomi & Bisnis, 17(September), 22–33.
2008. Pedoman Sistem Pelaporan Pelanggaran
SSP (Whistleblowing System-WBS). Jakarta. Sihaloho, L. F. B., & Meiranto, W. (2019). Analisis
Pengaruh Komitmen Organisasi Dan Nilai Etik
Kuncara W., A., Furqorina, R., & Payamta. (2017). Perusahaan Terhadap Intensi Tindakan
Determinants of Internal Whistleblowing Whistleblowing, 8, 1–13. https://doi.org/2337-
Intentions in Public Sector: Evidence from 3806.
Indonesia. SHS Web of Conferences, 34, 1002.
Singleton, T. W., & Singleton, A. J. (2010). Fraud
Husniati, S., Hardi, & Wiguna, M. (2017). Faktor- Auditing and Forensic Accounting (fourth). John
faktor yang Mempengaruhi Intensi untuk Wiley & Sons, Inc.,.
Melakukan Whistleblowing Internal (Studi
Empiris pada Satuan Kerja Perangkat Daerah Susmanchi, Georgiana. (2012). Internal Audit and
Kabupaten Rokan Hulu). JOM Fekon, 4(1), Whistle-Blowing. Economics, Management, and
1223–1237. Financial Markets, Vol 7 (4), 415-421.

Lestari, R., & Yaya, R. (2017). Whistleblowing dan Sweeney, P. (2008). Hotlines Helpful for Blowing The
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Niat Whistle. Financian Executive. Vol. 24(4): 28-31.
Melaksanakannya oleh Aparatur Sipil Negara.
Jurnal Akuntansi, 21(3), 336-350. Winardi, R.D. (2013). The Influence of Individual and
https://doi.org/10.24912/ja.v21i3.265 Situational Factors on Lower-Level Civil
Servants’ Whistle-Blowing Intention in
Mat, T. Z. T., Nazri, S. N. F. S. M., Fahmi, F. M., Indonesia. Journal of Indonesian Economy and
Ismail, A. M., & Smith, M. (2013). Assesing The Business. Vol. 28 (3); 361-376.
Fraud Prevention Mechanism in Malaysian
Goverment Agencies. Malaysian Accounting
Review, 12(2), 141–169.

Miftah, T. (2012). Perilaku Organisasi: Konsep Dasar


dan Aplikasinya. Jakarta: Rajawali Pers

Near, J. P., & Miceli, M. P. (1995). Effective Whistle-


Blowing. Academy of Management Review,
20(3), 679–708.

Saud, I. M. (2016). Pengaruh Sikap dan Persepsi


Kontrol Perilaku Terhadap Niat Whistleblowing
Internal-Eksternal dengan Persepsi Dukungan
Organisasi Sebagai Variabel Pemoderasi. Jurnal
Akuntansi Dan Investasi, 17(2), 209–219.
https://doi.org/10.18196/jai.2016.0056.209-219.

Schultz, J. J., Johnson, D. A., Morris, D., & Dyrnes, S.


(1993). An Investigation of The Reporting of
5

Anda mungkin juga menyukai